Dakwah Kultural
Dakwah Kultural
beberapa daerah di Indonesia, khususnya di Jawa, ada satu budaya di mana seorang yang memiliki istri yang sedang
hamil akan mengundang para tetangga dan sanak saudara untuk hadir ke rumahnya dalam sebuah acara selamatan
atau kenduri. Di Jawa, bila acara ini diselenggarakan ketika usia kehamilan empat bulan maka disebut dengan mapati.
Istilah ini diambil dari kata papat yang berarti empat. Sedangkan bila acara selamatan itu dilakukan ketika usia
kandungan sudah tujuh bulan maka disebut dengan mituni atau sering diucapkan mitoni. Istilah itu diambil dari kata
pitu yang berarti tujuh. Baca: Doa Ngupati, Usia Kandungan Empat Bulan Baca: Doa Tingkeban, Usia Kandungan Tujuh
Bulan Atas budaya tersebut ada sebagian orang yang mempertanyakan keabsahan pelaksanaan acara selamatan
tersebut. Adakah dalil dan anjuran di dalam agama Islam tentang itu? Adakah Rasulullah pernah memerintahkan atau
mencontohkan hal itu? Jelas, bila yang dikehendaki adalah dalil, anjuran, atau perintah yang secara langsung
menyebutkan nama kegiatan itu tak akan pernah ditemukan di sumber hukum Islam mana pun. Namun bila kita mau
mempelajari dengan baik kita bisa menemukan dalil-dalil yang secara substansi bisa menjadi dasar keabsahan
melakukan acara selamatan semacam itu. Dalam sebuah hadits riwayat Imam Muslim yang juga disebutkan bahwa
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallama bersabda: ُ ثُ َّم يَ ُكون، َ ثُ َّم يَ ُكونُ فِي َذلِكَ َعلَقَةً ِم ْث َل َذلِك،ط ِن أُ ِّم ِه أَرْ بَ ِعينَ يَوْ ًما ْ َإِنَّ أَ َح َد ُك ْم يُجْ َم ُع خَ ْلقُهُ فِي ب
َ َ
َو َشقِ ٌّي أوْ َس ِعي ٌد، َو َع َملِ ِه، َوأ َجلِ ِه،ب ِرزقِ ِه ْ ْ
ِ بِ َكت:ت َ
ٍ َوي ُْؤ َم ُر بِأرْ بَ ِع َكلِ َما،وح ُ ُ ْ
َ ُّك فَيَنفخ فِي ِه الر َ ْ ُ َ ْ ً َ
ُ ث َّم يُرْ َس ُل ال َمل، َ فِي ذلِكَ ُمضْ َغة ِمث َل ذلِكArtinya: “Sesungguhnya
setiap orang di antara kalian dikumpulkan penciptaannya di dalam perut ibunya selama empat puluh hari (berupa
sperma), kemudian menjadi segumpal darah dalam waktu empat puluh hari pula, kemudian menjadi segumpal daging
dalam waktu empat puluh hari juga. Kemudian diutuslah seorang malaikat meniupkan ruh ke dalamnya dan
diperintahkan untuk menuliskan empat hal; rejekinya, ajalnya, amalnya, dan apakah dia menjadi orang yang celaka
atau bahagia.” (Muslim bin Hajjaj An-Naisaburi, Shahîh Muslim, Kairo: Darul Ghad Al-Jadid, 2008, jil. VIII, juz 16, hal.
165). Dari hadits di atas dapat dipahami bahwa di antara proses penciptaan manusia ketika masih di dalam kandungan
ibunya adalah bahwa pada mulanya ia berupa sperma (nuthfah) yang berproses selama empat puluh hari lamanya,
kemudian menjadi segumpal darah (‘alaqah) yang juga berproses selama empat puluh hari lamanya, kemudian
menjadi segumpal daging (mudlghah) yang juga berproses selama empat puluh hari lamanya menjadi satu janin
dengan bagian-bagian tubuh yang lengkap sebagaimana layaknya rupa seorang manusia. Dari sini dapat dilihat bahwa
proses terbentuknya satu janin di dalam rahim seorang ibu hingga sempurna membutuhkan waktu selama tiga kali
empat puluh hari yang itu berarti sama dengan seratus dua puluh hari dan dalam hitungan bulan sama dengan empat
bulan lamanya. Menurut hadits di atas setelah kurun waktu empat bulan itu barulah Allah memerintahkan satu
malaikat untuk melakukan dua hal, pertama meniupkan ruh ke dalam janin tersebut. Dengan ditiupnya ruh maka janin
yang pada mulanya hanya seonggok daging kini menjadi hidup, bernyawa. Ia tak lagi hanya sekedar makhluk mati tak
ubahnya sebuah tembikar yang terbuat dari tanah liat, tapi kini ia telah menjadi makhluk hidup. Kedua, malaikat
tersebut diperintah untuk mencatat empat perkara yang berkaitan dengan rejeki, ajal, amal, dan bahagia atau
celakanya si janin ketika ia hidup dan mengakhiri hidupnya di dunia kelak. Pada fase yang demikian ini, berdasarkan
hadits di atas, para ulama Nusantara mengajari kita sebagai umatnya untuk memanjatkan doa kepada Allah
subhânahû wa ta’âlâ agar janin yang ada di kandungan diberi ruh yang baik dan juga rupa tubuh yang sempurna tak
kurang suatu apa sebagaimana layaknya tubuh seorang manusia normal pada umumnya. Juga memohon kepada Allah
agar sang janin diberi takdir-takdir yang baik pula. Diberi umur yang panjang penuh berkah dan manfaat, rezeki yang
melimpah penuh keberkahan, ahli melakukan amalan-amalan saleh, dan digariskan sebagai hamba yang berbahagia
ketika hidup di dunia dan kelak meninggalkan dunia sebagai orang yang selamat dengan membawa keimanan kepada
Allah Ta’ala. Untuk memanjatkan permohonan-permohonan baik bagi sang janin itu para ulama negeri ini juga
menganjurkan untuk meminta bantuan para tetangga dan sanak saudara untuk ikut serta mendoakannya. Maka
diundanglah mereka ke rumah pada waktu yang ditentukan guna bersama-sama berdoa kepada Allah. Acara
selamatan atau kenduri ini—di Jawa khususnya—kemudian dikenal dengan nama mapati atau empat bulanan karena
diadakan ketika kandungan telah mencapai usia empat bulan. Bagaimana dengan acara selamatan tujuh bulan atau
mitoni? Sebagaimana mapati acara selamatan mitoni juga diajarkan para ulama dahulu kepada umat tidak secara asal.
Acara selamatan yang telah membudaya ini diajarkan oleh mereka setidaknya dengan berdasar pada firman Allah
yang terdapat di dalam Surat Al-A’raf ayat 189: ت َح ْماًل خَ ِفيفًا ْ َاح َد ٍة َو َج َع َل ِم ْنهَا زَ وْ َجهَا ِليَ ْس ُكنَ إِلَ ْيهَا فَلَ َّما تَ َغ َّشاهَا َح َمل
ِ س َوٍ ه َُو الَّ ِذي خَ لَقَ ُك ْم ِم ْن نَ ْف
َصا ِلحً ا لَنَ ُكونَنَّ ِمنَ ال َّشا ِك ِرين َ َا نَ تيْ َ تآ ْ
ن ئَ ل ا مُ
ِ َ َ َ َ ه َّ بر هَّللا ا َو
ع د
َ ْ
ت َ ل َ قثْ َ أ ا م َ لَ
َّ ِ ِ ف ه ب ْ
َّتر مَ َ ف Artinya: “Dia lah dzat yang telah menciptakan kalian dari diri
yang satu dan darinya Dia ciptakan istrinya agar ia merasa senang kepadanya. Maka ketika ia telah mencampurinya,
sang istri mengandung dengan kandungan yang ringan dan teruslah ia dengan kandungan ringan itu. Lalu ketika ia
merasa berat kandungannya keduanya berdoa kepada Allah Tuhannya, “Apabila Engkau beri kami anak yang saleh
maka pastilah kami termasuk orang-orang yang bersyukur.” Ayat di atas bercerita tentang Nabi Adam dan ibu Hawa
sebagai pasangan suami istri. Imam Al-Baghawi dalam kitab tafsirnya menuturkan bahwa ketika masa-masa awal
kandungan ibu Hawa merasakan kandungannya sebagai sesuatu yang ringan, tidak merasa berat. Ia berdiri dan duduk
sebagaimana biasanya. Namun ketika anak di dalam rahimnya kian membesar ibu Hawa merasakan kandungannya
makin berat dan makin dekat masa melahirkan. Maka kemudian Nabi Adam dan istrinya berdoa memohon kepada
Allah agar diberi seorang anak yang saleh sempurna sebagaimana dirinya (Al-Husain bin Mas’ud Al-Baghawi,
Ma’âlimut Tanzîl, Kairo: Darul Alamiyah, 2016, jil. II, hal. 191). Atas dasar inilah para ulama di negeri ini kala itu
menganjurkan kepada umat muslim untuk mendoakan jabang bayi yang ada di kandungan ibunya yang telah
memasuki masa hamil tua. Dan untuk keperluan itu dianjurkan untuk mengumpulkan para tetangga agar ikut serta
mendoakan jabang bayi agar diberi kesempurnaan rupa, keselamatan, kesehatan dan kemudahan ketika nanti
dilahirkan pada waktunya. Mengapa harus mengumpulkan para tetangga, bukankah orang tua si bayi bisa berdoa
sendiri? Ya, dikumpulkannya para tetangga untuk ikut mendoakan adalah karena merasa dirinya bukan orang yang
memiliki kedekatan yang baik dengan Allah subhânahû wa ta’âlâ sehingga merasa perlu meminta tolong banyak orang
dan seorang pemuka agama untuk ikut mendoakan bersama-sama dengan harapan doanya akan lebih didengar dan
dikabulkan oleh Allah. Apakah yang demikian itu tidak diperbolehkan? Mengapa harus memberi berkat kepada para
hadir? Berkat yang diberikan oleh tuan rumah kepada para hadir setelah selesainya acara empat atau tujuh bulanan
adalah sebagai tanda rasa terima kasih atas keikhlasan berkenan hadir dan mendoakan sang bayi. Masyarakat sendiri
tak pernah meminta atau mensyaratkan diberi berkat bila diundang di acara tersebut. Itu murni dari kerelaan tuan
rumah yang mengundang. Bahkan di beberapa daerah berkat yang dibawa pulang sering kali disebut “sebagai saksi”.
Saksi atas apa? Saksi bahwa orang tersebut pergi dari rumah di malam hari benar-benar memenuhi undangan
selamatan, bukan untuk keperluan lain yang tak semestinya dilakukan. Dengan demikian maka tak ada prasangka
buruk pada keluarga yang menunggu di rumah. Inilah kearifan yang dibangun oleh para ulama negeri ini. Bukan tanpa
dasar mereka menciptakannya. Bukan asal mereka membudayakannya. Semuanya didasarkan pada ajaran-ajaran
agama yang luhur. Hanya saja para ulama kala itu tidak banyak menyampaikan dalilnya karena bisa jadi masih
terbatasnya kemampuan pemahaman agama masyarakat pada saat itu. (Yazid Muttaqin)
Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/87463/budaya-selamatan-kehamilan-dalam-pandangan-islam
Konten adalah milik dan hak cipta www.islam.nu.or.id
A. Tasyabbuh
1) Versi Agama Kong Hu Cu (Bagian dari UPACARA PEMUJAAN DAN SESAJIAN dalam Kepercayaan pada Tu dan Yang)
1. Kelenteng
2. Patung-patung Kelenteng
3. Sembahyang Pendirian Sebuah Rumah Baru
4. Sembahyang Menjelang Gadis
5. Sembahyang Perkawinan
6. Sembahyang Hamil Tiga Bulan dan Tujuh Bulan
a. Sembahyang hamil tiga bulan
Disajikan tiga macam buah-buahan. Setelah sembahyang, perempuan itu dimandikan tiga kali, berganti pakaian
tiga kali, dan menyulut hio tiga batang.
b. Sembahyang hamil tujuh bulan
Disajikan tujuh macam sesajian. Setelah sembahyang, perempuan hamil itu dimandikan tujuh kali, melepaskan
ikan belut ke dalam kain sekali agar persalinan menjadi lancar. Selanjutnya ia bersembahyang kembali dengan
menyulut tujuh batang hio, berdagang makanan tujuh macam pada anak-anak dan dibayar dengan uang-uangan.
Sejak upacara hamil tujuh bulan itu, perempuan hamil selalu membawa pisau kecil agar tiada diganggu hyang jahat.
7. Sembahyang Bersalin
8. Hukuman yang berhubungan dengan perkawinan. ﴾Parasit Akidah karya A.D. EL. Marzdedeq, hlm. 4 - 31﴿
C. Dalil? Dalih?
Assalamu'alaikum wr. Wb. maaf pak ustad/kyai saya mw tanya:
Apa hukumnya acara 4 bulanan, 7 bulanan bagi wanita hamil?
JAWABAN
Tidak ada dalil Quran dan hadits yang membahas secara khusus tentang acara selamatan bagi orang hamil
pada bulan keempat atau ketujuh, baik yang mengharamkan atau menghalalkan acara tersebut. Oleh karena itu, maka
dalam soal muamalah seperti ini, hukumnya kembali pada hukum asal dalam kaidah fiqih yaitu hukum asal dari segala
sesuatu adalah boleh kecuali ada dalil yang mengharamkannya ( )األصل في األشياء اإلباحة حتي يدل الدليل علي تحريمه. Ini sama
dengan hukum tahlil, syukuran, dsb. Ini artinya, acara empat atau tujuh bulanan bagi wanita hamil itu sama dengan
acara kumpul-kumpul biasa. Adakah larangan orang kumpul-kumpul? Jawabnya, tidak ada. Kumpul-kumpul itu baru
dilarang kalau dalam kumpul-kumpul itu ada perbuatan yang melanggar syariah, seperti main judi, minum miras,
narkoba, dsb. Dan acara seperti itu bisa juga mendapat pahala kalau digunakan untuk membaca Al-Quran atau
shalawat dan dzikir, dll.
Adapun pendapat kalangan Wahabi Salafi yang menyatkaan bahwa acara selamatan seperti itu adalah bid'ah
yang sesat, itu disebabkan karena mereka menganggap acara seperti itu sebagai ibadah. Kami menganggap itu bukan
bagian dari ibadah, tapi bagian dari muamalah yang hukum asalnya boleh. Sama dengan acara Halal bi Halal, acara
Temu Alumni, mauludan, dll.
Dari 'Amr bin Syu'aib dari ayahnya, dari kakeknya, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa berkehendak
untuk meng'aqiqahkan anaknya maka kerjakanlah. Untuk anak laki-laki dua ekor kambing yang sebanding dan untuk
anak perempuan satu ekor kambing". [HR. Ahmad juz 2, hal. 604, no. 2725].
Sudah menjadi hal yang lumrah, bila kehadiran buah hati adalah sesuatu yang sangat diharapkan oleh pasangan suami
istri, sehingga ketika sang istri tercinta hamil mereka mengadakan acara-acara tertentu demi kebaikan sang buah hati.
Acara tersebut sering disebut "ngapati" atau "mitoni".
Ngapati atau Ngupati adalah upacara selamatan ketika kehamilan menginjak pada usia 4 bulan. Sedangkan mitoni
atau tingkepan adalah upacara selamatan ketika kandungan berusia 7 bulan. Upacara selamatan tersebut dilakukan
dengan tujuan agar janin yang ada dalam kandungan nantinya lahir dalam keadaan sehat, wal afiyat serta menjadi
anak yang saleh.
Penentuan bulan ke 4 tersebut adalah berdasarkan hadis Rasulullah saw, mengingat pada saat itu merupakan waktu
ditiupnya ruh oleh Malaikat kepada si janin di dalam kandungan. Rasulullah SAW bersabda :
ك فَيَ ْنفُ ُخ فِ ْي ِه الرُّ وْ ُح َوي ُْؤ َم ُر بِأَرْ بَ ِع ْ ُط ِن أُ ِّم ِه أَرْ بَ ِعيْنَ يَوْ ًما ن
ُ َطفَةً ثُ َّم يَ ُكوْ نُ فِى َذلِكَ َعلَقَةً ِم ْث َل َذلِكَ ثُ َّم يَ ُكوْ نُ ُمضْ َغةً ِم ْث َل َذلِكَ ثُ َّم يُرْ َس ُل ْال َمل ْ َإِنَّ أَ َح َد ُك ْم يُجْ َم ُع خَ ْلقُهُ فِى ب
ٌب ِر ْزقِ ِه َوأَ َجلِ ِه َو َع َملِ ِه َو َشقِ ٌّي أَوْ َس ِع ْيد ْ َ
Vِ ت بِكتٍ كلِ َما َ
“Sesungguhnya penciptaan salah seorang di antara kalian dihimpun di dalam perut ibunya selama 40 hari berupa air
mani (sperma), lalu 40 hari kemudian berwujud menjadi segumpal darah, kemudian menjadi segumpal daging selama
40 hari. Setelah itu, malaikat diutus untuk meniupkan ruh ke dalamnya (setelah usia kandungan 120 hari), dan
diperintahkan untuk mencatat empat perkara: mencatat rezekinya, ajalnya, perbuatannya, dan celaka ataukah
bahagianya. (HR. Bukhari dan Muslim)
Proses di atas apabila dihitung berdasarkan bulan (30 hari) sama dengan 4 bulan atau 120 hari. Dan pada bulan ke-4
seperti itu Allah swt mengutus malaikat guna meniupkan ruh ke dalam janin yang terdapat di dalam perut ibunya. Dan
momen ini seringkali diperingati oleh masyarakat Islam dengan sebutan 4 bulanan.
Sedangkan penetapan bulan ke 7 sebagai selamatan kedua, adalah berdasarkan pernyataan ulama Madzhab Syafi'i,
أقل الحمل ستة أشهر وأكثره أربع سنين وغالبه تسعة أشهر
"Masa minimal kehamilan adalah 6 bulan dan masa maksimal kehamilan yaitu 4 tahun, sedangkan umumnya masa
kehamilan itu adalah 9 bulan."
Oleh karena itu, pada masa 6 bulan itulah si janin telah memasuki masa-masa siap untuk dilahirkan. Di sinilah
pentingnya kita berdoa ketika janin telah memasuki masa-masa memberatkan kepada seorang ibu. Dalam al-Qur’an
Allah swt berfirman:
َصالِحًا لَنَ ُكونَنَّ ِمن ْ ََّت بِ ِه فَلَ َّما أَ ْثقَل
َ ت َدع ََوا هَّللا َ َربَّهُ َما لَئِ ْن آتَ ْيتَنَا ْ ت َح ْمال خَ فِيفًا فَ َمر
ْ َاح َد ٍة َو َج َع َل ِم ْنهَا زَ وْ َجهَا ِليَ ْس ُكنَ إِلَ ْيهَا فَلَ َّما تَ َغ َّشاهَا َح َمل ٍ ه َُو الَّ ِذي خَ لَقَ ُك ْم ِم ْن نَ ْف
ِ س َو
َّ
َالشا ِك ِرين
"Dialah Yang menciptakan kalian dari seorang (Adam), dan dari padanya Dia menciptakan istrinya (Hawa), agar dia
merasa senang bersamanya. Maka setelah disetubuhi, maka sang istri mengandung kandungan yang ringan, dan
teruslah dia merasa ringan (beberapa waktu). Kemudian tatkala dia merasakan kandungannya mulai berat, keduanya
(Adam dan Hawa) memohon kepada Allah, Tuhan mereka, seraya berkata: "Sesungguhnya jika Engkau memberi kami
anak yang sempurna, tentulah kami termasuk orang-orang yang bersyukur". (QS al-A’raf : 189).
Selain itu, Al-Qur’an juga menganjurkan kita agar selalu mendoakan anak cucu kita, kendatipun mereka belum lahir.
Dalam al-Qur’an dikisahkan tentang Nabi Ibrahim ‘alaihissalam yang mendoakan anak cucunya yang masih belum
lahir:
١٢٨ : (البقرة.َ أُ َّمةً ُم ْسلِ َمةً لَكVَربَّنَا َواجْ َع ْلنَا ُم ْسلِ َمي ِْن لَكَ َو ِم ْن ُذرِّ يَّتِنَا
“Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) di antara anak cucu
kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau.” (QS. al-Baqarah : 128).
“Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati kami dan
jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. al-Furqan : 74).
Di sisi lain, Rasulullah saw juga mendoakan janin sebagian sahabat beliau. Sebagaimana diriwayatkan dalam sebuah
hadits shahih berikut ini:
ت أُ ُّم ُسلَي ٍْم ه َُو أَ ْسكَنُ َما َ َصبِ ُّي فَلَ َّما َر َج َع أَبُو طَ ْل َحةَ ق
ْ َال َما فَ َع َل ا ْبنِي قَال َ ِ فَخَ َر َج أَبُو طَ ْل َحةَ فَقُبVأِل َبِي طَ ْل َحةَ يَ ْشتَ ِكي ٌ َكانَ ابْن:ال
َّ ض ال َ َك رضي هللا عنه ق ٍ َِس ب ِْن َمال ِ ع َْن أَن
َّ َ َ
َ َُول هللاِ صلى هللا عليه وسلم فَأ ْخبَ َرهُ فَق
َال أ ْع َر ْستُ ْم الل ْيلَة َ ْ َ َ
َ صبِ َّي فَلَ َّما أصْ بَ َح أبُو طَل َحةَ أتَى َرس َّ ت َوارُوا ال ْ َاب ِم ْنهَا فَلَ َّما فَ َر َغ قَال
َ ص َ ُ ْ
َ ت إِلَ ْي ِه ال َعشَا َء فَتَ َع َّشى ث َّم أ
ْ ََكانَ فَقَ َّرب
(رواه البخاري ومسلم.َت غُاَل ًما ِ َال اللَّهُ َّم ب
ْ ار ْك لَهُ َما فَ َولَد َ َال نَ َع ْم قَ َق
“Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata: “Abu Tholhah memiliki seorang anak laki-laki yang sedang sakit. Kemudian
ia pergi meninggalkan keluarganya. Kemudian anak kecil itu meninggal dunia. Setelah Abu Tholhah pulang, beliau
bertanya kepada isterinya, Ummu Sulaim, “Bagaimana keadaan anak kita?” Ummu Sulaim menjawab, “Dia sekarang
dalam kondisi tenang sekali.” Kemudian Ummu Sulaim menyiapkan makanan malam, sehingga Abu Tholhah pun
makan malam. Selesai makan malam, keduanya melakukan hubungan layaknya suami isteri. Setelah selesai, Ummu
Sulaim menyuruh orang-orang agar mengubur anak laki-lakinya itu. Pagi harinya, Abu Tholhah mendatangi Rasulullah
saw dan menceritakan kejadian malam harinya. Nabi saw bertanya, “Tadi malam kalian tidur bersama?” Abu Tholhah
menjawab, “Ya.” Lalu Nabi saw berdoa, “Ya Allah, berkahilah keduanya.” Lalu Ummu Sulaim melahirkan anak laki-
laki.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Di sisi lain, ketika seseorang di antara kita memiliki bayi dalam kandungan, tentu kita mendambakan agar buah hati
kita lahir ke dunia dalam keadaan sempurna, selamat, sehat wal afiyat dan menjadi anak yang saleh sesuai dengan
harapan keluarga dan agama. Para ulama menganjurkan agar kita selalu bersedekah ketika mempunyai hajat yang kita
inginkan tercapai. Dalam hal ini al-Imam al-Hafizh al-Nawawi –seorang ulama ahli hadits dan fiqih madzhab al-Syafi’i-,
berkata:
V (المجموع.ص َدقَ ِة ِع ْن َد ْاألُ ُموْ ِر ْال ُم ِه َّم ِة
َّ يُ ْست ََحبُّ ْا ِإل ْكثَا ُر ِمنَ ال:ال أَصْ َحابُنَا ْ ت ُم
َ َ َوق.)٤/٢٦٩ (المجموع شرح المهذب.طلَقًا َ َي ٍء أَ َما َم ْال َح
ِ اجا َ يُ ْست ََحبُّ أَ ْن يَت
َ َص َّد
ْ ق بِش
٦/٢٣٣ شرح المهذب
“Disunnahkan bersedekah sekedarnya ketika mempunyai hajat apapun. (al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, juz 4, hal.
269). Para ulama kami berkata, “Disunnahkan memperbanyak sedekah ketika menghadapi urusan-urusan yang
penting.” (al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, juz 6, hal. 233).
Bersedekah pada masa-masa kehamilan, juga dilakukan oleh keluarga al-Imam Ahmad bin Hanbal, pendiri madzhab al-
Hanbali, yang diikuti oleh Syaikh Ibn Taimiyah dan menjadi madzhab resmi kaum Wahhabi di Saudi Arabia. Al-Imam al-
Hafizh Ibn al-Jauzi al-Hanbali menyampaikan dalam kitabnya, Manaqib al-Imam Ahmad bin Hanbal, riwayat berikut ini:
“Imam al-Khallal berkata, “Kami menerima kabar dari Muhammad bin Ali bin Bahar, berkata, “Aku mendengar Husnu,
Ibu yang melahirkan anak-anak al-Imam Ahmad bin Hanbal, berkata, “Aku berkata kepada tuanku (Ahmad bin Hanbal),
“Tuanku, bagaimana kalau gelang kaki satu-satunya milikku ini aku sedekahkan?” Ahmad menjawab, “Kamu rela
melepasnya?” Aku menjawab, “Ya.” Ahmad berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah memberimu pertolongan untuk
melakukannya.” Husnu berkata, “Lalu gelang kaki itu aku serahkan kepada Abu al-Hasan bin Shalih dan dijualnya
seharga 8 dinar setengah. Lalu uang itu ia bagi-bagikan kepada orang-orang pada saat kehamilanku. Setelah aku
melahirkan Hasan, tuanku memberi hadiah uang 1 Dirham kepada Karramah, wanita tua yang menjadi pelayan kami.”
(al-Imam Ibn al-Jauzi, Manaqib al-Imam Ahmad bin Hanbal, hal. 406-407).
Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa secara khusus memang tidak ditemukan dasar secara langsung dalam
syariat yang berkaitan dengan acara ngapati maupun mitoni. Hanya saja, dalam fikih disampaikan bahwa apabila
dalam kegiatan tersebut tidak terdapat hal-hal yang dilarang agama bahkan merupakan kebajikan seperti sodaqoh,
qiro'atul Qur'an dan sholawat kepada Nabi serta tidak meyakini bahwa penentuan waktu itu adalah sunnah, maka
hukumnya diperbolehkan.
Setelah sah menikah, yang paling ditunggu-tunggu oleh setiap pasangan suami istri adalah kehamilan. Proses
kehamilan inilah nantinya akan melahirkan keturunan yang menjadi penguat hubungan dalam rumah tangga, sekaligus
menjadi penerus dari kedua orangtuanya.
Saat masa kehamilan, ketika seorang Mama atau calon Mama memasuki usia kandungan 4 bulan, biasanya pihak
keluarga akan mengadakan syukuran menyambut sang calon buah hati.
Sebab dalam ajaran Islam, usia 4 bulan merupakan saat dimana ruh telah ditiupkan ke dalam janin yang telah tumbuh
di kandungan seorang Mama.
Maka sangat dianjurkan oleh semua Mama yang tengah memasuki usia kandungan 4 bulan untuk merangsang
komunikasi kepada calon bayi, Mama bisa merangsangnya dengan mendengarkan murotal atau membaca Al-Quran.
Sebagian muslim di Indonesia akan menggelar syukuran ketika usia kandungan seorang ibu hamil memasuki periode
ini untuk mendoakan si janin agar selalu mendapat kebaikan dari Sang Pencipta, serta menjaga ibu hamil dari
banyaknya bahaya yang menimpa.
Jika usia kandungan Mama memasuki 4 bulan, berikut Popmama.com telah merangkum doa yang baik Mama
lantunkan pada sang calon buah hati.
1. Doa dan maksud tujuan dari syukuran 4 bulanan
Sebagaian besar muslim di Indonesia masih kental sekali dengan kebiasaan melakukan syukuran 4 bulanan. Sebab
dalam ajaran Islam, periode ini merupakan ungkapan syukur pihak keluarga kepada Sang Pencipta karena telah
meniupkan ruh kepada janin pada ibu hamil.
Adapun tujuan diadakannya sykuran 4 bulanan adalah, selain sebagai rasa syukur atas amanah besar dan berharga
yang diberikan Allah kepada pasangan suami istri, juga sebagai pendidikan sebelum lahir bagi janin agar menjadi anak
yang shaleh atau shalehah.
Acara 4 bulanan biasanya diisi dengan bacaan ayat suci Al-Quran serta memanjatkan doa-doa untuk kebaikan sang
janin. Surat yang dianjurkan untuk dibaca pada acara ini adalah surat Luqman, karena dalam surat ini mengisahkan
tentang pendidikan, aqidah dan akhlak.
Selain surat Luqman, surat lain yang dianjurkan untuk dibaca dalam acara 4 bulanan ini adalah suat Al-Mu’minuun
ayat 12-14, Surat Yusuf ayat 1-16, surat Maryam ayat 1-15 atau keseluruhannya, dan surat ar-Rahman ayat 1-78. Hal
ini dimaksudkan agar kelak sang calon buah hati bisa mendapatkan manfaat dari isi ayat surat yang dibacakan
tersebut.
2. Doa yang dianjurkan bagi ibu hamil 4 bulan
Sebenarnya peringatan 4 bulanan sendiri hukumnya tidaklah wajib, namun boleh dikerjakan selama acara ini
mengandung banyak unsur baik seperti sedekah, sholawat dan pembacaan ayat-ayat Al-Quran.
Selain bacaan diatas yang biasa dibacakan saat acara syukuran 4 bulanan, doa satu ini juga sangat dianjurkan bagi ibu
hamil yang sudah memasuki usia 4 bulan.
Yang mana doa ini mengandung arti sebagai berikut:
“Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk, dengan menyebut asma Allah yang Maha Pengasih
lagi Maha penyayang. Dari Allah, kepada Allah, tidak ada yang menang kecuali Allah, tiada yang bisa berlari dari
Allah, Dia Maha Hidup dan Maha Berdiri Sendiri.
Kami memohon perlindungan bagi janin yang berumur 4 bulan ini pada Allah Yang Maha Lembut, Yang Maha
Menjaga, tiada tuhan selain Dia Yang Maha Mengetahui hal-hal gaib dan terlihat. Dia Maha Pengasih lagi Penyayang.
Kami memohon perlindungan bagi janin ini pada kalimat-kalimat Allah yang sempurna, asma-asma-Nya yang agung,
ayat-ayat-Nya yang mulia, huruf-huruf-Nya yang diberkati dari kejelekan manusia dan jin, dari godaan malam, siang,
dan waktu, dan dari segala fitnah, bala dan maksiat, dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang meniup
buhul, dan dari kejahatan orang yang dengki saat mereka mendengki.
Ya Allah jadikanlah dia (janin) ini sebagai anak yang saleh, mulia, sempurna, berakal, alim, bermanfaat, terberkati,
dan bijaksana. Ya Allah, hiasi dia dengan hiasan akhlak yang mulia dan rupa dan indah, memiliki wibawa dan tingkah
yang manis, dan ruh yang suci lagi agung.
Ya Allah, tulis takdirnya sebagai bagian dari para ulama yang saleh, penghafal dan pengamal Al-Qur’an yang bisa
mendekatkannya pada surga beserta para Nabi, wahai Dzat paling mulia diantara mereka yang mulia dan Dzat
Pemberi rizqi Terbaik.
Ya Allah berikan rizqi pada dia dan ibunya untuk taat yang diterima, untuk mengingat Engkau, bersyukur pada-Mu,
dan beribadah yang baik pada-Mu. Jaga dia dari keguguran, kekurangan, cacat, malas, dan bentuk yang tercela
hingga ibunya melahirkannya dalam kondisi sehat wal afiat, secara mudah, gampang, tanpa sakit, susah, dan penat.
Dengan syafaat Nabi Muhammad SAW.”
3. Doa yang dibaca rutin setelah sholat fardhu
Semua doa dan dzikir sebenarnya baik dibacakan oleh ibu hamil. Namun, doa satu ini sangat dianjurkan oleh ibu hamil
yang tengah memasuki usia kandungan 4 bulan. Doa ini bisa Mama bacakan secara rutin setelah sholat fardhu ya, Ma.
Yang mana doa ini memiliki arti sebagai berikut:
"Ya Allah, peliharalah dia selama berada dalam kandungan ibunya. Sehatkanlah dia, karena sesungguhnya Engkau
adalah Dzat yang bisa menyehatkan. Tiada kesembuhan melainkan kesembuhan dari-Mu, kesembuhan yang tidak
meninggalkan penyakit sedikitpun.
Ya Allah, Bentuklah dia di dalam perut ibunya dalam bentuk yang bagus dan tetapkanlah hatinya dalam keimanan
kepada-Mu dan Rasul-Mu.
Ya Allah, keluarkanlah dia dari perut ibunya pada saat kelahirannya dengan mudah dalam keadaan selamat dan
dengan bentuk yang indah dan sempurna.
Ya Allah, Jadikanlah dia anak yang sehat dan sempurna, berakal yang cerdas, yang alim, dan mau mengamalkan
ilmunya.
Ya Allah, panjangkanlah umurnya, sehatkanlah tubuhnya, baguskanlah akhlaqnya, fasihkanlah dan merdukanlah
suaranya untuk membaca Alquran dan Alhadist dengan berkah NabiMuhammad SAW. Dan segala puji bagi Allah
Tuhan Semesta Alam.”
(Youtube.com/Let's Pray)
Itulah bacaan doa-doa yang baik dilantunkan ketika usia kandungan Mama memasuki 4 bulan. Biasanya orangtua
zaman dulu akan menganjurkan acara syukuran 4 bulanan untuk mengucapkan rasa syukurnya.
Namun selain itu semua, Mama juga tetap perlu merangsang bacaan ayat-ayat Al-Quran kepada janin yang Mama
kandung. Hal ini agar amalan tersebut bisa menjadikan calon buah hati menjadi anak yang shaleh atau shalehah, serta
lahir dalam keadaan sehat tanpa suatu kurang apapun.
Semoga bermanfaat dan semoga janin yang Mama kandung lahir dengan selamat dan sehat.