Anda di halaman 1dari 7

Perkawinan Anak Dalam Perspektif Kesehatan, Agama, Pendidikan dan Syarat

Dispensasi Perkawinan Anak Menurut Perma No. 5 Tahun 2019

Oleh: Wisnu Waly Hafidh


KPAI
email: wisnuwalyh@yahoo.com

Syarat Dispensasi Perkawinan Anak Dalam Perma No. 5 Tahun 20191

Anak yang dimaksud sesuai dengan Pasal 1 ayat 1 Perma No.5 tahun 2019 adalah seorang
yang belum berusia 19 tahun atau belum pernah kawin menurut peraturan perundang-
undangan.

Perma ini ditetapkan pada tanggal 20 November 2019 dan diundangkan pada tanggal 21
November 2019 untuk diketahui dan diberlakukan bagi segenap lapisan masyarakat.

Dikutip dari Pasal 5 Perma No.5 tahun 2019 syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut

Syarat administrasi

1. Surat permohonan
2. Fotokopi KTP Orang Tua/Wali
3. Fotokopi KK
4. Fotokopi KTP atau Kartu Identitas Anak dan/atau akta kelahiran Anak
5. Fotokopi KTP atau Kartu Identitas Anak dan/atau akta kelahiran calon suami/istri
6. Fotokopi Ijazah Pendidikan terakhir anak dan/atau Surat Keterangan Masih Sekolah
Anak

Pengajuan Permohonan Dispensasi Kawin (sesuai dengan Pasal 6 Perma No.5 tahun
2019)

1. Pihak yang mengajukan adalah Orang Tua


2. Dalam hal Orang Tua telah bercerai, permohonan Dispensai Kawin tetap diajukan
oleh kedua Orang Tua, atau oleh salah satu Orang Tua yang memiliki kuasa asuh
terhadap Anak berdasarkan putusan Pengadilan
3. Dalam hal salah satu Orang Tua telah meninggal dunia atau tidak diketahui
keberadaannya permohonan Dispensai Kawin diajukan oleh salah satu Orang Tua

1
PERMA NO 5 TAHUN 2019 TENTANG PEDOMAN MENGADILI PERMOHONAN DISPENSASI KAWIN
4. Dalam hal kedua Orang Tua telah meninggal dunia atau dicabut kekuasaannya atau
tidak diketahui keberadaannya, permohonan Dispensai Kawin diajukan oleh Wali
Anak
5. Kuasa orang tua/wali jika orang tua/wali berhalangan

Dispensasi kawin diajukan kepada pengadilan yang berwenang dengan ketentuan sebagai
berikut :

1. Pengadilan sesuai dengan agama anak apabila terdapat perbedaan agama antara anak
dan orang tua ;
2. Pengadilan yang sama sesuai domisili salah satu orang tua/wali calon suami atau
isteri apabila calon suami dan isteri berusia di bawah batas usia perkawinan.

Adapun hakim yang mengadili permohonan Dispensasi Kawin adalah :

1. Hakim yang sudah memiliki Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung sebagai
Hakim Anak, mengikuti pelatihan dan/atau bimbingan teknis tentang Perempuan
Berhadapan dengan Hukum atau bersertifikat Sistem Peradilan Pidana Anak atau
berpengalaman mengadili permohonan Dispensasi Kawin.
2. Jika tidak ada Hakim sebagaimana tersebut di atas, maka setiap Hakim dapat
mengadili permohonan Dispensasi Kawin.

Perkawinan Anak Dalam Perspektif Kesehatan

Tidak luput dari Kesehatan usia muda menjadikan anak rentan terhadap
penyakit baik fisik maupun psikis. Kebanyakan Perkawinan Anak disebabkan karena
pergaulan bebas. Psikologis anak dapat berubah drastis karena tekanan social yang
dialami anak tersebut, suatu konsekuensi yang harus siap diterima. Maka dari itu
seharusnya anak didampingi dan dibantu dalam kehidupannya.
Secara psikis anak belum siap dan belum mengerti tentang hubungan seks,
sehingga akan menimbulkan trauma psikis berkepanjangan dalam jiwa anak yang sulit
disembuhkan.[ CITATION Mai19 \l 1033 ]
Dari sisi kesehatan fisik secara lebih luas yaitu seperti meningkatnya angka
kematian ibu saat hamil atau melahirkan lantaran usia yang masih sangat belia.
Karena dari sudut pandang kedokteran, perkawinan yang dilakukan di bawah umur
mempunyai dampak negatif bagi si ibu dan anak. Rentan terhadap ganguan kesehatan
reproduksi, seperti kanker serviks dan penyakit seksual menular lainnya. Karena
perempuan yang menikah di bawah usia 20 tahun, 58,5 persen lebih rentan terkena
kanker serviks2. Organ reproduksi yang belum siap atau matang untuk melakukan
reproduksi, beresiko terhadap bahaya pendarahan dan kerusakan organ yang dapat
menyebabkan kematian, cenderung melakukan aborsi yang sering disertai komplikasi
dan kematian.

Perkawinan Anak Dalam Perspektif Agama

Agama Islam
Dalam Agama Islam ketentuan batasan usia dewasa untuk kawin tidak
disebutkan Jika usia dewasa dikaitkan dengan kewajiban untuk melakukan sholat,
maka Islam telah menentukan akil balig seorang perempuan adalah ditandai dengan
menstruasi (biasanya diusia 13 tahun), sedang laki-laki dengan ‘mimpi basah’
(biasanya 14 tahun), namun kedua tanda kedewasaan ini bukan isyarat (langsung
dimaknai sebagai ketentuan) yang membolehkan mereka kawin (batas usia kawin).
Tidak ada ayat Al-Quran yang secara jelas menyebut tentang batas usia
perkawinan dan tidak pula ada hadis Nabi yang secara langsung menyebut batas usia
untuk melangsungkan perkawinan. Oleh sebab itu dalam penentuan usia kawin itu
berterkaitan dengan urusan sosial kemasyarakatan. Jadi, mesti dilihat dulu apa saja
kaedah-kaedah sosial yang berlaku dalam masyarakat.[ CITATION Ham \l 1033 ]
Ada hadits-hadits tentang Perkawinan Dini tetapi hadits-hadits tersebut tidak
dapat dijadikan acuan karena merupakan hadits yang lemah atau hadits palsu. Dasar
perkawinan menurut kompilasi hukum Islam tentang pernikahan yaitu akad yang
sangat kuat atau miitsaqan ghaliidzhan untuk menaati perintah Allah dan
melakukanya merupakan ibadah. Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan
rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah. Perkawinan adalah sah, apabila
diakukan menurut hukum Islam sesuai dengan pasal 2 ayat (1) undang-undang No. 1
Tahun 1974 tentang perkawinan.3

2
Sustanaible Development Goals, Tujuan 5: Mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan semua
perempuan dan anak perempuan.
3
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
Dalam Islam hanya dijelaskan perkawinan di usia muda/dini bukan usia anak
menikah dini, yaitu menikah pada usia remaja atau muda, bukan usia tua, hukumnya
sunnah atau mandub, demikian menurut Imam Taqiyuddin An-Nabhani dengan
berlandaskan pada hadis Nabi yang artinya: “Wahai para pemuda, barang siapa yang
telah mampu, hendaklah menikah, sebab dengan menikah itu akan lebih
menundukkan pandangan dan akan lebih menjaga kehormatan. Kalau belum mampu,
hendaklah berpuasa, sebab puasa akan menjadi perisai bagimu” (HR. Bukhari dan
Muslim).

Agama Kristen

Praktik perkawinan di usia yang masih sangat muda dapat ditemukan dalam
kisah raja Yehuda ke-12, yaitu Ahas. Raja Ahas berumur 20 tahun pada saat naik
takhta dan ia memerintah selama 16 tahun di Yerusalem (2 Raj. 16:2). Ia digantikan
oleh anaknya, Hizkia, yang menjadi raja pada umur 25 tahun (2 Raj. 18:2) 4. Usia
Hizkia hanya terpaut 11 tahun dari ayahnya. Itu artinya Ahas telah kawin dengan Abi
binti Zakharia, ibu Hizkia, sebelum mencapai umur 11 tahun menurut perhitungan
kalender Ibrani.[ CITATION And \l 1033 ]

Dalam Agama Kristen bagi dia yang melaksanakan perkawinan dini jangan
dikucilkan melainkan dibantu untuk mengalami kehidupan yang baik melalui
dukungan komunitas. Mereka membutuhkan teman untuk berbagi dan berjuang
bersama mengahadapi pergumulan-pergumulan hidup.

Yehezkiel 16:7-85 sering dikaitkan dengan pemahaman bahwa perubahan fisik


seperti yang tertulis dalam ayat tersebut dapat menjadi syarat seseorang bisa menikah.
Namun menurut Bernard Otebiye, ayat tersebut tidak bermaksud menggambarkan
tentang perkawinan melainkan tentang hubungan Allah dan Israel.

Selain itu, perubahan fisik bukan satu-satunya prasayarat seorang Israel bisa
menikah. contoh dari Alkitab). Manusia membutuhkan kematangan secara utuh baik
dari fisik, psikis, emosional dan dan aspek-aspek penunjang lainnya. Kematangan ini
bisa diperoleh melalui proses hidup. Oleh karena itu, sebaiknya anak-anak terlebih
dahulu berproses melalui pengalaman hidup, pendidikan, relasi, dan pengalaman kerja
agar lebih siap untuk membangun rumah tangga.

4
Alkitab 2 raja-raja 16-20
5
Alkitab Yehezkiel 7-8
Dalam perkawinan Kristen, kasih itu ditekankan lagi dengan lebih spesifik,
yaitu berdasarkan pada kasih Kristus. Kasih harus diterapkan secara seimbang di
antara suami dan istri.

Agama Hindu

Perkawinan merupakan salah satu peristiwa penting yang tidak dapat


dipisahkan dari kehidupan manusia. Salah satu tujuan utama perkawinan menurut
hukum hindu adalah untuk memperoleh keturunan (anak) yang dapat menyelamatkan
arwah orang tuanya dari penderitaan di neraka (Gede Puja, 1975:71). Melaksanakan
sebuah perkawinan adalah menjalankan sebuah tahapan hidup yang sakral dan abadi
sifatnya. Menurut hukum Hindu sejak peristiwa tersebut, seseorang itu berada pada
tahapan hidup yang disebut Grshasa (Griyahasta).[ CITATION JUN13 \l 1033 ]

Dalam hubungan ini perlu dicatat, bahwa seorang wanita walaupun telah
berusia cukup dewasa (misalnya 20 tahun lebih), namun orang bersangkutan tidak
5pernah datang bulan, dianggaplah tidak memenuhi syarat untuk kawin. Bahkan tidak
saja dinilai selaku seseorang yang kurang sehat secara fisik, melainkan dianggap
“letuh”, atau secara keagamaan dan karenanya dilarang untuk kawin (Kaler,1980:8).

Apabila kita berpegang teguh kepada Undang-undang perkawinan yang


berlaku, maka perkawinan dilakukan terhadap orang yang masih di bawah umur tidak
akan terjadi, karena perbuatan tersebut telah nyata bertentangan dengan Undang-
undang perkawinan, tetapi dilain pihak, hukum adat mengijinkan para pihak untuk
melangsungkan perkawinan asal mereka suka sama suka dan sudah melakukan
upacara ngraja swala, jadi didalam perkawinan di bawah umur ini baik mereka baru
berumur 13, 14 dan 15 tahun sepanjang ia dianggap dewasa menurut hukum adat,
terhadap perkawinan tersebut dapat disahkan.

Perkawinan Anak Dalam Perspektif Pendidikan

Kehilangan kesempatan pendidikan karena menikahkan anak di usia muda


akan menyebabkan anak tersebut kehilangan kesempatan memperoleh pendidikan,
karena anak akan terhambat untuk memperoleh pendidikan. Jika anak terhambat
memperoleh pendidikan maka mereka juga dapat kehilangan kesempatan untuk
berkembang dan berekspresi sesuai usianya, karena ia akan dituntut dengan tanggung
jawab dalam keluarga sebagai suami/istri dan sebagai ayah/ibu.
Perkawinan di bawah umur dikhawatirkan akan membelenggu hak-hak anak
dan menghentikan harapan-harapan anak untuk hidup, tumbuh, berkembang, dan
berprestasi. Terlebih lagi lembaga pernikahan seperti memberi peluang untuk
terjadinya perkawinan di bawah umur.

Kesimpulan

Keterangan untuk syarat-syarat dispensasi kawin anak telah ada dan dijelaskan
dengan sejelas-jelasnya pada PERMA NO 5 TAHUN 2019 TENTANG PEDOMAN
MENGADILI PERMOHONAN DISPENSASI KAWIN. Dari syarat administrasi hingga
selesainya proses pengadilan.

1. Dari perspektif Kesehatan: Secara psikis anak belum siap dan belum mengerti
tentang hubungan seks, sehingga akan menimbulkan trauma psikis
berkepanjangan dalam jiwa anak yang sulit disembuhkan. Dari sisi kesehatan fisik
secara lebih luas yaitu seperti meningkatnya angka kematian ibu saat hamil atau
melahirkan lantaran usia yang masih sangat belia.
2. Dari perspektif agama: a. Dalam Agama Islam tidak ada ayat Al-Quran yang
secara jelas menyebut tentang batas usia perkawinan dan tidak pula ada hadis
Nabi yang secara langsung menyebut batas usia untuk melangsungkan
perkawinan.
b. Dalam Agama Kristen praktik perkawinan di usia yang masih sangat muda
dapat ditemukan dalam kisah raja Yehuda ke-12, yaitu Ahas. Raja Ahas berumur
20 tahun pada saat naik takhta dan ia memerintah selama 16 tahun di Yerusalem
(2 Raj. 16:2). Ia digantikan oleh anaknya, Hizkia, yang menjadi raja pada umur 25
tahun (2 Raj. 18:2)6. Usia Hizkia hanya terpaut 11 tahun dari ayahnya. Itu artinya
Ahas telah kawin dengan Abi binti Zakharia, ibu Hizkia, sebelum mencapai umur
11 tahun menurut perhitungan kalender Ibrani. Dalam perkawinan Kristen, kasih
itu ditekankan lagi dengan lebih spesifik, yaitu berdasarkan pada kasih Kristus.
Kasih harus diterapkan secara seimbang di antara suami dan istri.
c. Dalam Agama Hindu Dalam Perkawinan anak ini perlu dicatat, bahwa seorang
wanita walaupun telah berusia cukup dewasa (misalnya 20 tahun lebih), namun
orang bersangkutan tidak pernah datang bulan, dianggaplah tidak memenuhi
syarat untuk kawin. Bahkan tidak saja dinilai selaku seseorang yang kurang sehat

6
Alkitab 2 raja-raja 16-20
secara fisik, melainkan dianggap “letuh”, atau secara keagamaan dan karenanya
dilarang untuk kawin
3. Dari perspektif Pendidikan: Kehilangan kesempatan pendidikan karena
menikahkan anak di usia muda akan menyebabkan anak tersebut kehilangan
kesempatan memperoleh pendidikan, karena anak akan terhambat untuk
memperoleh Pendidikan. Perkawinan di bawah umur dikhawatirkan akan
membelenggu hak-hak anak dan menghentikan harapan-harapan anak untuk
hidup, tumbuh, berkembang, dan berprestasi.

Referensi
Ando, dan Elena. “Pandangan Kristen tentang Perkawinan Anak: Refleksi Teologis Berdasarkan Hasil
Penelitian di Kota Kupang dan Kabupaten Kupang.” Presentasi, t.thn.

Hambali, dan Nil Khairi. “DISPENSASI KAWIN MENURUT PERMA NO. 5 TAHUN 2019 DI PENGADILAN
AGAMA (Analisis Maṣlahah Mursalah Terhadap Pertimbangan Hakim Dalam Menetapkan
Permohonan Dispensasi Kawin).” t.thn.

JUNIARTA, I MADE. “DAMPAK PERKAWINAN DI BAWAH UMUR DITINJAU DARI HUKUM ADAT BALI DI
DESA KAMASAN, KECAMATAN KLUNGKUNG, KABUPATEN KLUNGKUNG.” ARTIKEL,
SINGARAJA, 2013.

Mai, Jessica Tiara. “TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERKAWINAN ANAK DI BAWAH UMUR DI LIHAT
DARI SUDUT PANDANG UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974.” Lex Crimen, 2019.

Anda mungkin juga menyukai