Anda di halaman 1dari 14

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN PSIKOSOSIAL

DI KECAMATAN BLANG BINTANG KABUPETEN ACEH BESAR

LAPORAN PENDAHULUAN

Diajukan Sebagai Syarat Praktik Stase Keperawatan Jiwa


Pada Program Studi Profesi Ners

Oleh

PUTRI MAINA
NPM. 2012501010013

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM - BANDA ACEH
TAHUN 2021
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN PSIKOSOSIAL
DENGAN HARGA DIRI RENDAH DI KECAMATAN BLANG BINTANG
KABUPETEN ACEH BESAR

Oleh

PUTRI MAINA
NPM. 2012501010013

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM - BANDA ACEH
TAHUN 2021
HARGA DIRI RENDAH
A. Pengertian
Harga diri adalah evaluasi subjektif individu atas penilaiannya sebagai
individu. Jika individu percaya bahwa dia adalah orang yang berharga, dia
memiliki harga diri, terlepas dari apakah penilaiannya disetujui oleh orang lain
atau kriteria dari luar dirinya (Trzesniewski, Donnelan, & Robins, 2013).
Sebaliknya, individu yang menilai dirinya secara negatif, relatif menjadi tidak
sehat, cemas tertekan, dan pesimis akan masa depannya, dan cenderung mudah
gagal (Widyastuti, 2014).
Harga diri rendah adalah penilaian negatif terhadap diri dan dihubungkan
dengan perasaan lemah, tidak berdaya, putus asa, ketakutan, rentan, rapuh, tidak
berharga (Stuart, 2013).
B. Klasifikasi
Gangguan harga diri yang disebut sebagai harga diri rendah menurut Yosep
(2010) dapat terjadi secara :
1. Situational, yaitu terjadi terutama secara tiba-tiba, misalnya harus operasi,
kecelakaan, dicerai suami/istri, putus sekolah, putus hubungan kerja,
perasaan malu karena sesuatu (korban perkosaan, di tuduh Korupsi Kolusi
Nepotisme, dipenjara tiba-tiba).
2. Kronik, yaitu perasaan negatif terhadap diri berlangsung lama, yaitu sebelum
sakit/dirawat. Klien ini mempunyai cara berpikir yang negatif. Kejadian
sakit dan dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap dirinya. Kondisi
ini mengakibatkan respon maladaptif. Kondisi ini dapat ditemukan pada
klien gangguan fisik yang kronik atau pada klien gangguan jiwa.
C. Etiologi
Menurut Stuart (2016) adapun faktor-faktor yang mengakibatkan harga diri
rendah kronis meliputi faktor predisposisi dan faktor presipitasi sebagai berikut :
1. Faktor predisosisi
a. Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua,
harapan orang tua yang tidak realistis, kegagalan yang berulang, kurang
mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain,
dan ideal diri yang tidak realistis.
b. Faktor yang mempengaruhi performa peran adalah stereotip peran
gender, tuntutan peran kerja, dan harapan peran budaya.
c. Faktor yang mempengaruhi identitas pribadi meliputi ketidakpercayaan
orang tua, tekanan dari kelompok sebaya, dan perubahan struktur sosial.
2. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah biasanya adalah kehilangan
bagian tubuh, perubahan penampilan/ bentuk tubuh, kegagalan atau
produktivitas yang menurun.
D. Rentang Respon

E. Pengkajian dan Tanda Gejala


1. Tanda dan gejala harga diri rendah situasional menurut NANDA (2018) :
a. Meremehkan kemampuan menghadapi situasi
b. Perilaku asertif
c. Perilaku tidak selaras dengan nilai
d. Tanpa tujuan
e. Tantangan situasi terhadap harga diri
f. Tidak berdaya
g. Ungkapan negatif tentang diri
2. Tanda dan gejala harga diri rendah kronis menurut NANDA (2018) :
a. Bergantung pada pendapat orang lain
b. Ekspresi rasa bersalah dan malu
c. Enggan mencoba hal baru
d. Kegagalan hidup berulang
e. Kontak mata kurang
f. Melebih-lebihkan umpan balik negatif tentang diri sendiri
g. Menolak umpan balik positif tentang diri sendiri
h. Meremehkan kemampuan mengatasi situasi
i. Perilaku bimbang, Pasif, dan asertif
j. Secara berlebihan mencari penguatan dan penegasan
F. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan konsep diri: harga diri rendah kronik

2. Gangguan konsep diri: harga diri rendah situasional

3. Ketidakefektifan koping

4. Hambatan interaksi sosial

G. Strategi Pelaksaan

1. Pasien

SP I

a. Mengidenfikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien


b. Membantu klien menilai kemampuan pasien yang masih dapat
digunakan
c. Membantu klien memilih kegiatan yang akan dilatih sesuai dengan
kemampuan pasien
d. Melatih klien kegiatan yang dipilih sesuai kemampuan
e. Membimbing klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
SP II
a. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya
b. Melatih kegiatan kedua (atau selanjutnya) yang dipilih sesuai
kemampuan
c. Membimbing klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
SP III
a. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya
b. Melatih kegiatan ketiga (atau selanjutnya) yang dipilih sesuai
kemampuan
c. Membimbing klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

2. Keluarga
SP I
a. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat klien

b. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala harga diri rendah yang dialami
klien beserta proses terjadinya

c. Menjelaskan cara-cara merawat klien harga diri rendah

SP II

a. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat klien dengan harga diri


rendah

b. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada klien harga


diri rendah

SP III

a. Membantu keluarga membuat jadual aktivitas di rumah termasuk


minum obat (discharge planning)

b. Menjelaskan follow up klien setelah pulang


DAFTAR PUSTAKA
Herdman, T.H., & Kamitsuru, S. (2018). Diagnosis keperawatan: definisi &
klasifikasi 2018-2020. Ed. 11. Jakarta:EGC
Stuart, dkk. (2013). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 3 Jakarta: EGC
Stuart, G.W., (2016). Prinsip dan praktik : keperawatan dan kesehatan jiwa
Edisi Indonesia, Singapore : Elsevier Singapore Pte Ltd
Trzesniewski, K. H, Donnelan, M. B., & Robins, R. W. (2013). Development self-
esteem; dalam Zeiger-Hill, V. (Ed), Self-esteem (hlm. 60-79). New York:
Psychology Press.
Widyastuti, Y. (2014). Psikologi sosial. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Yosep, I. (2010). Keperawatan Jiwa. Bandung. Refika Aditama.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN PSIKOSOSIAL
DENGAN GANGGUAN CITRA TUBUH DI KECAMATAN BLANG
BINTANG KABUPETEN ACEH BESAR

Oleh

PUTRI MAINA
NPM. 2012501010013

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM - BANDA ACEH
TAHUN 2021
GANGGUAN CITRA TUBUH
A. Pengertian
Gangguan Citra tubuh adalah distorsi persepsi, perilaku dan kognitif yang
berhubungan dengan perubahan ukuran atau bentuk tubuh yang terjadi pada diri
seseorang (Pramita dkk, 2017).
Gangguan citra tubuh adalah perasaan tidak puas terhadap perubahan struktur,
bentuk dan fungsi tubuh karena tidak sesuai dengan yang di inginkan (Keliat dkk,
2016). Gangguan citra tubuh merupakan sikap sadar dan diba-wah sadar
seseorang terhadap tubuhnya sendiri (Stuart, 2016).
B. Etiologi
Kondisi patofisiologi dan psikopatologis serta prosedur terapeutik yang dapat
menimbulkan gangguan citra tubuh :
1. Eksisi bedah atau gangguan bagian tubuh (Enterostomi, Mastaktomi,
Histerektomi, pembedahan kardiovaskuler, pembedahan leher radikal,
laringektomi)
2. Amputasi pembedahan atau traumatic
3. Luka bakar
4. Trauma wajah
5. Gangguan makan (anoreksia nervosa dan bulimia)
6. Obesitas
7. Gangguan muskuluskeletal (atritis)
8. Gangguan integument (psoriasis dan skar sekunder akibat trauma atau
pembedahan)
9. Lesi otak (cerebrovaskular accident, demensia dan penyakit Parkinson)
10. Gangguan afektif (depresi dan skizofrenia)
11. Gangguan endokrin (akromegali dan sindroma chusing)
12. Penyalahgunaan bahan kimia
13. Prosedur diagnostic
14. Kehilangan atau pengurangan fungsi (impotensi, pergerakan/kendali,
sensori/persepsi dan memori).
15. Terapi modalitas
a. Teknologi tinggi (misalnya impian defibrilator, prostesis sendi, dialisis)
b. Kemoterapi
16. Nyeri
17. Perubahan psikososial atau kehilangan
a. Perubahan volunter atau dipaksakan dalam peran bekerja atau social
b. Dukungan orang terdekat
c. Perceraian
d. Kepemilikan pribadi (rumah, perlengkapan rumah tangga, keuangan)
e. Translokasi/relokasi
18. Respon masyarakat terhadap penuaan (agetasim)
a. Umpan balik interpersonal negative
b. Penekanan pada produktivitas

19. Defisit pengetahuan (personal, pemberi asuhan, atau masyarakat)


C. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala gangguan citra tubuh menurut NANDA (2018) adalah
sebagai berikut :
1. Berfokus pada fungsi, kekuatan, dan penampilan masa lalu
2. Depersonalisasi bagian tubuhdan kehilangan melalui penggunaan kata ganti
impersonal
3. Gangguan fungsi dan struktur tubuh
4. Gangguan pandangan tentang tubuh seseorang (mis. penampilan, struktur,
fungsi)
5. Menekankan pada kekuatan yang tersisa
6. Persepsi yang merefleksikan perubahan pandangan tentang penampilan
tubuh seseorang
7. Menghindari melihat dan menyentuh tubuh
8. Menolak menerima perubahan
9. Menyembunyikan bagian tubuh
10. Perasaan negatif tentang tubuh
11. Perilaku memantau tubuh
12. Perilaku mengenali tubuh
13. Perubahan gaya hidup
14. Perubahan lingkungan sosial
15. Respon nonverbal pada perubahan tubuh (mis. penampilan, struktur, fungsi)
16. Respon nonverbal pada perubahan yang dirasakan (mis. penampilan,
struktur, fungsi)
17. Takut reaksi orang lain
18. Terlalu terbuka tentang bagian tubuh
19. Tidak ada bagian tubuh
20. Trauma terhadap bagiaan tubuh yang tidak berfungsi
D. Faktor yang Mempengaruhi Citra Tubuh
Menurut Sriwahyuningsih, Dahrianis, & Askar (2012) berikut ini merupakan
faktor yang mempengaruhi citra tubuh :
1. Jenis Kelamin
Ketidakpuasaan terhadap tubuh lebih sering terjadi pada wanita daripada
laki-laki. Pada umumnya wanita lebih kurang puas dengan tubuhnya dan
memiliki citra tubuh yang negatif, dibandingkan dengan laki-laki.
2. Usia
Tahap perkembangan dewasa madya terjadi proses penuaan seperti kerutan
dan kendur dari kulit, hilangnya tinggi badan, dan redistribusi lemak tubuh
dari kaki dan tangan ke seluruh tubuh, bersifat universal
3. Media Massa
Media yang muncul dimana-mana memberikan gambaran ideal mengenai
fitur perempuan yang dapat mempengaruhi gambaran tubuh
seseorang. Citra tubuh dapat dipengaruhi oleh pengaruh luar, seperti media
televisi, internet dan majalah sering menggambarkan orang lebih dekat
dengan tipe tubuh yang ideal umum diterima daripada citra tubuh rata-rata
untuk menjual produk mereka.
4. Keluarga
Orang tua merupakan model yang penting dalam proses sosialisasi sehingga
mempengaruhi citra tubuh anak-anaknya melalui umpan balik, dan instruksi
5. Hubungan Interpersonal
Seseorang cenderung membandingkan dirinya dengan orang lain dan umpan
balik yang diterima mempengaruhi konsep diri termasuk bagaimana
perasaannya terhadap penampilan fisik. Hal ini yang sering membuat
seseorang cemas terhadap penampilan dan gugup ketika orang lain
melakukan evaluasi terhadap dirinya.
6. Kepribadian
Harga diri tinggi dapat meningkatkan evalusi tubuh seseorang ke arah positif
dan berfungsi sebagai pelindung terhadap peristi-wa yang mengancam citra
tubuh seseorang.
E. Pengkajian
Pengkajian perubahan citra tubuh terintegrasi dengan pengkajian lain. Setelah
diagnosa, tindakan operasi dan program terapi biasanya tidak segera tampak
respon pasien terhadap perubahan-perubahan. Tetapi perawat perlu mengkaji
kemampuan pasien untuk mengintegrasikan perubahan citra tubuh secara efektif
(Keliat, 2016).

Analisa Data
1. Data Subjektif  :
a. Menolak perubahan anggota tubuh saat ini, misalnya tidak puas dengan
hasil operasi.
b. Mengatakan hal negatif tentang anggota tubuhnya yang tidak berfungsi.
c. Menolak berinteraksi dengan orang lain.
d. Mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi terhadap bagian tubuh
yang terganggu.
e. Sering mengulang-ulang mengatakan kehilangan yang terjadi.
f. Merasa asing terhadap bagian tubuh yang hilang.

2. Data objektif  :
a. Hilangnya bagian tubuh.
b. Perubahan anggota tubuh baik bentuk maupun fungsi.
c. Menyembunyikan atau memamerkan bagian tubuh yang terganggu.
d. Menolak melihat bagian tubuh
e. Menolak menyentuh bagian tubuh
f. Aktifitas sosial menurun.
F. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan citra tubuh
G. Strategi Pelaksaan (SP)
1. Pasien
SP 1
a. Membina hubungan saling percaya
b. Diskusi tentang citra tubuh
c. Penerimaan terhadap citra tubuh
d. Diskusikan aspek positif dan cara meningkatkan citra tubuh
SP 2 :
a. Mengevaluasi kegiatan yang sudah dilakukan
b. Mengidentifikasi dan melakukan cara meningkatkan citra tubuh
c. Melatih interaksi secara bertahap
2. Keluarga
SP 1
a. Mendiskusikan masalah yang dihadapi keluarga
b. Menjelaskan gangguan citra tubuh dan cara mengatasinya

SP 2 :

a. Melatih cara merawat dan menyusun rencana tindakan klien


DAFTAR PUSTAKA
Herdman, T.H., & Kamitsuru, S. (2018). Diagnosis keperawatan: definisi &
klasifikasi 2018-2020. Ed. 11. Jakarta:EGC

Keliat,B.A.(2016). Prinsip dan Praktik Keperawatan Kesehatan Jiwa Stuart. Edisi


Indonesia : Elsevier Singapore Pte Ltd
Pramita, D. H., Wulandari, I. S., Mustikarani, I. K., &Suparmanto, G. (2017).
Dukungan keluarga dengan citra tubuh pada pasien pasca stroke di Poliklinik
Syaraf RSUD Pandan Arang Boyolali. Adi Husada Nursing Journal. 3(2)
Sriwahyuningsih, Dahrianis, & Askar, M. (2012). Faktor yang berhubungan dengan
gangguan citra tubuh (Body Image) pada pasien post operasi mastektomi di
RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Stikes Nani Hasanuddin
Makassar. Vol 1 (3).
Stuart, G.W., (2016). Prinsip dan praktik : keperawatan dan kesehatan jiwa Edisi
Indonesia, Singapore : Elsevier Singapore Pte Ltd.

Anda mungkin juga menyukai