Anda di halaman 1dari 14

1

MODUL PERKULIAHAN

U002100001
PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM
Manusia dan Agama

Abstrak Sub-CPMK

Pada pertemuan ini akan Memahami dengan baik hubungan


dijelaskan mengenai manusia dengan agama dan hakikat
hubungan manusia dengan manusia menurut pandangan agama
agama dan hakikat manusia
menurut pandangan agama.

Fakultas Program Studi Tatap Muka Disusun Oleh

01
Hj. Sri Rosmalina Soejono, S.PdI, M.PdI
TI Teknik Informatika
Manusia dan Agama
Latar Belakang

Pendidikan Agama Islam merupakan mata kuliah umum yang diarahkan pada
pengembangan kepribadian yang diberikan kepada semua mahasiswa yang beragama
Islam pada semua jurusan dan program studi yang ada di Universitas Mercu Buana.
Selesai mengikuti perkuliahan ini, diharapkan mahasiswa memiliki kompetensi: (1)
Memiliki wawasan pengetahuan tentang ajaran Agama Islam dengan berbagai fenomena
dan permasalahannya yang muncul dalam kehidupan, (2) Mampu menjadikan Islam
sebagai sumber nilai, pedoman hidup dan landasan berfikir dan berperilaku dalam
menerapkan Ilmu dan Profesi.

Manusia dan Alam Semesta

Sebelum Allah menciptakan Adam sebagai manusia pertama, alam semesta telah
diciptakan-Nya dengan tatanan kerja yang teratur, rapi, dan serasi. Keteraturan,kerapian
dan keserasian alam semesta dapat dilihat pada dua kenyataan.

Pertama, berupa keteraturan, kerapian, dan keserasian dalam hubungan alamiah


antara bagian-bagian di dalamnya dengan pola saling melengkapi dan mendukung.
Perhatikan, misalnya, apa yang diberikan matahari untuk kehidupan alam semesta. Selain
berfungsi sebagai penerang di waktu siang, matahari juga berfungsi sebagai salah satu
sumber energi bagi kehidupan. Dari pancaran dan gerak edarnya yang bekerja menurut
ketentuan Allah, manusia dapat menikmati pertukaran musim, perbedaan suhu antara
satu wilayah dengan wilayah lain. Semua keteraturan dan ketentuan yang disebabkan
sistem kerja matahari itu, pada perkembangannya kemudian membentuk sistem
keteraturan dan ketentuan lain yang telah ditetapkan oleh Allah. Ingatlah, misalnya, iklim
suatu daerah yang berpengaruh pada keanekaan potensi alam, jenis flora dan fauna yang
tumbuh dan ada di daerah itu.

Kedua, keteraturan yang ditugaskan kepada malaikat untuk menjaga dan


melaksanakannya. Kedua hal itulah yang kemudian membuat berbagai keserasian,
kerapian dan keteraturan yang kita yakini sebagai Sunnatullah yakni ketentuan dan
hukum yang ditetapkan Allah. Melalui Sunnatullah inilah, bumi dan alam semesta dapat
bekerja secara sistemik (menurut suatu cara yang teratur rapi) dan berkesinambungan,
tidak berubah- ubah, tetap saling berhubungan, berketergantungan dan sekaligus secara

Pendidikan Agama Islam


2021 2 Hj. Sri Rosmalina Soejono, S.PdI, M.PdI Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
dinamis saling melengkapi. Perhatikanlah, misalnya, bagaimana matahari bekerja
menurut ketentuan Allah. Sejak diciptakan sampai akhir zaman, insya Allah, matahari
tetap berada pada titik pusat tata surya yang berputar mengelilingi sumbunya. Dalam
proses itu, menurut penelitian para ahli, gerak matahari selalu ketinggalan 3 menit 56
detik dari bintang-bintang yang ada di tata surya. Karena keterlambatan itu, dalam waktu
365 hari (jumlah hari dalam satu tahun) matahari sudah melintasi sebuah lingkaran besar
penuh di langit.

Setiap waktu, secara teratur dan tetap matahari menyiramkan energinya kepada
alam semesta, tanpa bergeser dari posisi yang ditetapkan Allah baginya. Bumi, sebagai
bagian alam semesta, menyerap sinar matahari yang turun secara tetap, tidak berubah-
ubah. Menurut para ahli, sebesar seperdua milyar bagian dari seluruh pancaran matahari
yang meluncur ke bumi.

Dari satu bagian tata surya saja dapat dilihat kenyataan, begitu luar biasanya
keteraturan, kerapian, keserasian, dan keseimbangan yang ada pada ciptaan Allah.
Tanpa ketepatan (presisi) yang sangat cermat (akurat), mustahil bumi, sebagai bagian
tata surya, dapat mendukung kehidupan dengan keseimbangan yang serasi. Sistem kerja
seperti inilah secara faktual membuat para ahli ilmu falak dapat meramalkan berbagai
peristiwa alam seperti gerhana matahari dan bulan, pergantian musim, curah hujan,
prakiraan cuaca, dan sebagainya yang sangat bertautan dengan ketentuan-ketentuan
yang telah menjadi hukum dalam sistem alam semesta Dalam lingkup yang lain, bisa pula
dilihat bagaimana Sunnatullah (ketetapan atau ketentuan-ketentuan Allah) berlaku pada
benda atau makhluk lain yang, sepintas lalu, dianggap tidak berguna, namun ternyata
bermanfaat dan mempengaruhi benda atau makhluk lain. Lihatlah, bagaimana tumbuh-
tumbuhan yang membusuk atau kotoran hewan yang memiliki Sunnatullah pada dirinya
berguna sebagai pupuk untuk menumbuhsuburkan tanaman.

Demikianlah kekuasaan dan kebesaran Allah dalam ciptaan-Nya yang


menyebabkan masing-masing bagian alam ini berada dalam ketentuan yang teratur rapi,
hidup dalam suatu sistem hubungan sebab akibat. Sampai ke benda yang sekecil apa
pun, ketentuan Allah ada dan berlaku, baik secara mikrokosmetik (berlaku terbatas pada
zat benda kecil itu) maupun dalam skala makrokosmetik (sistem yang menyeluruh) suatu
benda atau zat membentuk Sunnatullah baru melalui jalinan hubungan yang dibentuknya.
Sunnatullah atau hukum Allah yang menyebabkan alam semesta selaras, serasi dan
seimbang dipatuhi sepenuhnya oleh partikel atau zarrah yang menjadi unsur alam
semesta itu. Ada tiga sifat utama Sunnatullah yang disinggung dalam al-Quran yang

Pendidikan Agama Islam


2021 3 Hj. Sri Rosmalina Soejono, S.PdI, M.PdI Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
dapat ditemukan oleh ahli ilmu pengetahuan dalam penelitian. Ketiga sifat itu adalah (1)
pasti, (2) tetap dan (3) objektif.

1. Sunnahtullah yang pertama, pasti atau tentu disebut pada ujung ayat 2 Al-
Qur’an surat 25 (Al-Furqan) yang berbunyi sebagai berikut, “Dia telah
menciptakan sesuatu, dan Dia (pula yang) memastikan (menentukan)
ukurannya dengan sangat rapi.” Di penghujung ayat 3 surat 65 (at-Talaq) Allah
berfirman, "Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan (kepastian) bagi
tiap sesuatu".

Sifat Sunnatullah yang pasti, tentu itu menjamin dan memberi


kemudahan kepada manusia membuat rencana. Seseorang yang
memanfaatkan Sunnatullah dalam merencanakan satu pekerjaan besar, tidak
perlu ragu akan ketepatan perhitungannya. Karena, kalau dia bekerja menurut
Sunnatullah, Allah menjamin kebenaran perhitungannya. Dan, setiap orang
yang mengikuti dengan cermat ketentuan-ketentuan yang sudah pasti itu, bisa
melihat hasil pekerjaan yang dilakukannya. Karena itu pula, keberhasilan
suatu pekerjaan (usaha atau amal) dapat diperkirakan lebih dahulu. Jika
dalam pelaksanaan suatu rencana atau pekerjaan ternyata orang itu kurang
atau tidak berhasil, dapat dipastikan perhitungannyalah yang salah bukan
kepastian atau ketentuan yang terdapat dalam Sunnatullah. Manusia yang
salah membuat suatu perhitungan atau perencanaan dengan mudah dapat
menelusuri kesalahan perhitungan dalam perencanaannya.

2. Kenyataan tersebut di atas didukung oleh sifat Sunnatullah kedua yaitu tetap,
tidak berubah-ubah. Sifat ini terdapat dalam bagian ayat 115 surat al-An'am (6)
yang terjemahannya sebagai berikut,..."Tidak ada yang sanggup mengubah
kalimat-kalimat Allah". Dalam bagian ayat 77 surat al-Isra' (17) Allah
menyatakan sebagai berikut “Dan engkau tidak akan menemui perubahan
dalam Sunnah Kami...." Sifat itu selalu terbukti dalam praktik, sehingga
seorang perencana dapat menghindarkan kerugian yang mungkin terjadi kalau
suatu rencana dilaksanakan. Dengan sifat Sunnatullah yang tidak berubah-
ubah itu, seorang ilmuwan dapat memperkirakan gejala alam yang akan terjadi
dan memanfaatkan gejala alam itu. Seorang ilmuwan, karena itu, dengan
mudah memahami gejala alam yang satu dikaitkan dengan gejala alam lain
yang senantiasa mempunyai hubungan yang konsisten (taat asas).

Pendidikan Agama Islam


2021 4 Hj. Sri Rosmalina Soejono, S.PdI, M.PdI Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
3. Sifat Sunnatullah yang ketiga adalah objektif. Sifat ini tergambar pada firman
Allah SWT dalam bagian ayat 105 surat al-Anbiya (21). Disebutkan
”bahwasanya dunia ini akan diwarisi oleh hamba hamba-Ku yang saleh”. Saleh
artinya baik atau benar. Orang yang baik dan benar adalah orang yang bekerja
menurut Sunnatullah yang menjadi ukuran kebaikan dan kebenaran itu. Orang
yang berkarya sesuai atau menuruti Sunnatullah adalah orang yang saleh atau
orang yang baik dan benar. Kebenaran yang terdapat dalam Sunnatullah
adalah kebenaran objektif, berlaku bagi siapa saja di mana saja. Barangsiapa
yang mengikuti atau mematuhi Sunnatullah apa pun pertimbangannya akan
mendapat kejayaan dalam hidup dan usahanya di dunia ini. Sebaliknya akan
terjadi kalau orang melanggar atau tidak mengikuti Sunnatullah.Ia pasti tidak
akan berhasil.

Demikianlah alam semesta diciptakan Allah dengan hukum-hukum yang berlaku


baginya yang (kemudian) diserahkan-Nya kepada manusia untuk dikelola dan
dimanfaatkan. Pengelolaan dan pemanfaatan alam semesta beserta semua isinya
dipercayakan Allah kepada manusia yang merupakan bagian alam semesta itu sendiri.
Manusia yang diberi "wewenang" mengelola dan memanfaatkan alam semesta diberi
kedudukan "istimewa" sebagai khalifah. Khalifah arti harfiahnya adalah pengganti atau
wakil. Menurut ajaran Islam, manusia, selain sebagai abdi diberi kedudukan sebagai
khalifah mengelola dan memanfaatkan alam semesta terutama 'mengurus' bumi ini.

Agar dapat menjalankan kedudukannya itu, manusia diberi bekal berupa potensi di
antaranya adalah akal yang melahirkan berbagai ilmu sebagai alat untuk mengelola dan
memanfaatkan alam semesta serta mengurus bumi ini. Ketika Adam sebagai manusia
diangkat menjadi khalifah di bumi, Allah mengajarkan kepadanya ilmu pengetahuan
tentang "nama-nama (benda)." Dalam bagian pertama ayat 31 surat al-Baqarah (2) Allah
menyatakan, “Dia telah mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda) seluruhnya ...."
Pengetahuan yang diajarkan Allah kepada Adam ini merupakan keunggulan komparatif
manusia dari makhluk- makhluk lainnya.

Dengan akal dan ilmu yang dikuasainya manusia akan mampu menjalankan
kedudukannya sebagai khalifah mengelola dan memanfaatkan alam semesta serta
mengurus bumi ini untuk kepentingan hidup dan kehidupan manusia serta makhluk lain di
lingkungannya. Dan, untuk pelaksanaan kedudukannya itu, manusia akan dimintai
pertanggungjawaban di akhirat kelak. Manusia akan ditanya apakah dalam menjalankan
'amanat' yang dipercayakan kepadanya itu, ia mengikuti dan mematuhi pola dan garis-

Pendidikan Agama Islam


2021 5 Hj. Sri Rosmalina Soejono, S.PdI, M.PdI Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
garis besar kebijaksanaan yang diberikan kepadanya melalui para nabi dan rasul yang
termuat dalam ajaran Islam.

Manusia Menurut Agama Islam

Manusia adalah makhluk yang sangat menarik. Oleh karena itu, ia telah menjadi
sasaran studi sejak dahulu, kini, dan kemudian hari. Hampir semua lembaga pendidikan
tinggi mengkaji manusia, karya dan dampak karyanya terhadap dirinya sendiri,
masyarakat dan lingkungan hidupnya. Para ahli telah mengkaji manusia menurut bidang
studinya masing-masing, tetapi sampai sekarang para ahli masih belum mencapai kata
sepakat tentang manusia. Ini terbukti dari banyaknya penamaan manusia, misalnya homo
sapien (manusia berakal), homo economicus (manusia ekonomi) yang kadangkala
disebut economic animal (binatang ekonomi), dan sebagainya.

Al-Quran tidak menggolongkan manusia ke dalam kelompok binatang (animal)


selama manusia mempergunakan akalnya dan karunia Tuhan lainnya. Namun, kalau
manusia tidak mempergunakan akal dan berbagai potensi pemberian Tuhan yang sangat
tinggi nilainya yakni pemikiran (rasio), kalbu, jiwa, raga, serta pancaindera secara baik
dan benar, ia akan menurunkan derajatnya sendiri menjadi hewan seperti yang
dinyatakan Allah di dalam al-Quran surat al-A'raf(7): sebagai berikut:, ... "mereka
(maksudnya manusia) punya hati tetapi tidak dipergunakan untuk memahami (ayat-ayat
Allah), punya mata tetapi tidak dipergunakan untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan
Allah), punya telinga tetapi tidak mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka (manusia) yang
seperti itu sama (martabatnya) dengan hewan, bahkan lebih rendah (lagi) dari binatang."

Di dalam al-Quran manusia disebut antara lain dengan bani Adam (QS. al-Isra'
(17):70), basyar (QS. al-Kahfi (18):110), al-insan (QS. al-Insan (76):1), an-nas (QS. an-
Nas (114):1). Berbagai rumusan tentang manusia telah pula diberikan orang. Salah satu
di antaranya, berdasarkan studi isi al-Quran dan al-Hadis, berbunyi (setelah disunting)
sebagai berikut: Al-insan (manusia) adalah makhluk ciptaan Allah yang memiliki potensi
untuk beriman (kepada Allah), dengan mempergunakan akalnya mampu memahami dan
mengamalkan wahyu serta mengamati gejala-gejala alam, bertanggung jawab atas
segala perbuatannya dan berakhlak). Bertitik tolak dari rumusan singkat itu, menurut
ajaran Islam, manusia, dibandingkan dengan makhluk lain, mempunyai berbagai ciri,
antara lain ciri utamanya adalah:

1. Makhluk yang paling unik, dijadikan dalam bentuk yang baik, ciptaan Tuhan yang
paling sempurna. "Sesungguhnya Kami telah menjadikan manusia dalam bentuk

Pendidikan Agama Islam


2021 6 Hj. Sri Rosmalina Soejono, S.PdI, M.PdI Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
yang sebaik-baiknya,” (QS. at-Tin (95): 4). Karena itu pula keunikannya
(kelainannya dari makhluk ciptaan Tuhan yang lain) dapat dilihat pada bentuk dan
struktur tubuhnya, gejala-gejala yang ditimbulkan jiwanya, mekanisme yang terjadi
pada setiap organ tubuhnya, proses pertumbuhannya melalui tahap-tahap tertentu.

2. Manusia memiliki potensi (daya atau kemampuan yang mungkin dikembangkan)


beriman kepada Allah. Sebab sebelum ruh (ciptaan) Allah dipertemukan dengan
jasad di rahim ibunya, ruh yang berada di alam gaib itu ditanyai Allah, apakah
mereka mengakui Allah sebagai Tuhan mereka (“Alastu bi rabbikum?: Apakah
kalian mengakui Aku sebagai Tuhan kalian?”). Serentak dan semuanya mengakui
Allah sebagai Tuhan mereka (“Balâ syahidnâ: Ya, kami akui (kami saksikan)
Engkau adalah Tuhan kami”). (QS. al-A'raf (7):172). Dengan pengakuan itu,
sesungguhnya sejak awal, dari tempat asalnya manusia telah mengakui Tuhan,
telah bertuhan, berketuhanan. Pengakuan dan penyaksian bahwa Allah adalah
Tuhan ruh yang ditiupkan ke dalam rahim wanita yang sedang mengandung
manusia itu berarti bahwa manusia mengakui (pula) kekuasaan Tuhan, termasuk
kekuasaan Tuhan menciptakan agama untuk pedoman hidup manusia di dunia ini.
Ini bermakna pula bahwa secara potensial manusia percaya atau beriman kepada
ajaran agama yang diciptakan Allah Yang Maha Kuasa.

3. Manusia diciptakan Allah untuk mengabdi kepada-Nya. Tugas manusia untuk


mengabdi kepada Allah dengan tegas dinyatakan-Nya dalam al-Quran surat az-
Zariyat (51):56. Terjemahannya sebagai berikut, "Tidaklah Kujadikan jin dan
manusia, kecuali untuk mengabdi kepada-Ku." Mengabdi kepada Allah dapat
dilakukan manusia melalui dua jalur, jalur khusus dan jalur umum. Pengabdian
melalui jalur khusus dilaksanakan dengan melakukan ibadah khusus, yaitu segala
upacara pengabdian langsung kepada Allah yang cara dan waktunya telah
ditentukan oleh Allah sendiri sedang rinciannya dijelaskan oleh Rasul-Nya, seperti
ibadah shalat, zakat, saum, dan haji. Pengabdian melalui jalur umum dapat
diwujudkan dengan melakukan perbuatan-perbuatan baik yang disebut amal saleh
yaitu segala perbuatan yang bermanfaat bagi diri sendiri dan masyarakat, dengan
niat ikhlas untuk mencari keridaan Allah.

4. Manusia diciptakan Tuhan untuk menjadi khalifah- Nya di bumi. Hal itu dinyatakan
Allah dalam firman-Nya. Di dalam surat al-Baqarah (2):30 dinyatakan bahwa Allah
menciptakan manusia untuk menjadi khalifah-Nya di bumi. Perkataan "menjadi
khalifah" dalam ayat tersebut mengandung makna bahwa Allah menjadikan

Pendidikan Agama Islam


2021 7 Hj. Sri Rosmalina Soejono, S.PdI, M.PdI Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
manusia wakil atau pemegang kekuasaan-Nya mengurus dunia dengan jalan
melaksanakan segala yang diridhai-Nya di muka bumi ini.

5. Di samping akal, manusia dilengkapi Allah dengan perasaan dan kemauan atau
kehendak (seperti telah disinggung di atas). Dengan akal dan kehendaknya
manusia akan tunduk dan patuh kepada Allah, menjadi muslim; tetapi dengan akal
dan kehendaknya juga manusia dapat tidak percaya, tidak tunduk dan tidak patuh
kepada kehendak Allah, bahkan mengingkari-Nya (kafir). Karena itu, di dalam surat
al-Kahfi (18):29 Allah menegaskan, “Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu.
Barangsiapa yang mau beriman hendaklah ia beriman dan barangsiapa yang tidak
ingin beriman, biarlah ia kafir”

6. Secara individual manusia bertanggung jawab atas segala perbuatannya. Ini


dinyatakan Tuhan dalam firman-Nya yang kini dapat dibaca dalam al-Quran surat
at-Thur (52) ujung ayat 21 yang terjemahannya berbunyi sebagai berikut: ... “Setiap
orang (manusia) terikat (dalam arti bertanggung jawab) terhadap apa yang
dilakukannya.”

7. Berakhlak. Berakhlak adalah ciri utama manusia dibandingkan dengan makhluk lain.
Artinya, manusia adalah makhluk yang diberi Allah kemampuan untuk membedakan
yang baik dengan yang buruk. Dalam Islam kedudukan akhlak sangat penting,
menjadi komponen ketiga agama Islam. Kedudukan itu dapat dilihat dari Sunnah
Nabi yang mengatakan bahwa beliau diutus untuk menyempurnakan akhlak
manusia. Suri teladan yang diberikan Nabi semasa hayatnya merupakan contoh
yang seyogyanya diikuti oleh ummat Islam. Selain dari keteladanan beliau, butir-
butir akhlak banyak sekali terdapat dalam al-Quran. Ajaran akhlak yang berasal dari
al-Quran dan al-Hadis berlaku abadi, selama-lamanya. Perwujudannya kelihatan
pada sikap yang dilanjutkan dengan perbuatan baik atau buruk (akan diuraikan
nanti dalam bab tersendiri).

Hubungan Manusia dengan Agama

Dalam masyarakat sederhana banyak peristiwa yang terjadi dan berlangsung di


sekitar manusia dan di dalam diri manusia, tetapi tidak dipahami oleh mereka. Yang tidak
dipahami itu dimasukkan ke dalam kategori gaib. Karena banyak hal atau peristiwa gaib
ini menurut pendapat mereka, mereka merasakan hidup dan kehidupan penuh dengan
keghaiban. Menghadapi peristiwa gaib ini mereka merasa lemah tidak berdaya. Untuk
menguatkan diri, mereka mencari perlindungan pada kekuatan yang menurut anggapan

Pendidikan Agama Islam


2021 8 Hj. Sri Rosmalina Soejono, S.PdI, M.PdI Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
mereka menguasai alam gaib yaitu Dewa atau Tuhan. Karena itu hubungan mereka
dengan para Dewa atau Tuhan menjadi akrab. Keakraban hubungan dengan Dewa-Dewa
atau Tuhan itu terjalin dalam berbagai segi kehidupan: sosial, ekonomi, kesenian dan
sebagainya.

Kepercayaan dan sistem hubungan manusia dengan para Dewa atau Tuhan itu
membentuk agama. Manusia, Karen itu, dalam masyarakat sederhana mempunyai
hubungan erat dengan agama. Gambaran ini berlaku di seluruh dunia. Dalam masyarakat
modern yaitu masyarakat yang telah maju, masyarakat yang telah memahami peristiwa-
peristiwa alam dan dirinya melalui ilmu pengetahuan, ketergantungan kepada kekuatan
yang dianggap menguasai alam gaib dalam masyarakat sederhana, menjadi berkurang
bahkan di beberapa bagian dunia menjadi bilang, Perkembangan pemikiran manusia
terhadap diri dan alam sekitarnya menjadi berubah.

Timbullah berbagai teori mengenai hubungan manusia dengan diri dan alam
sekitarnya. Salah satu teori (pendapat yang dikemukakan sebagai keterangan mengenai
suatu peristiwa) yang banyak mempengaruhi perkembangan ilmu pengetahuan,
khususnya ilmu pengetahuan sosial, adalah teori August Comte yang terdapat dalam
bukunya yang masyhur: Course de la Philosophie Positive(1842).

Dalam buku yang terdiri dari enam jilid itu, August Comte menyebut tiga tahap
perkembangan pemikiran manusia de lois des trois etat (terjemahan bebasnya, lebih
kurang tiga hukum perkembangan). Menurut August Comte dalam bukunya itu, sepanjang
sejarah, sejak dahulu sampai sekarang, pemikiran manusia berkembang melalui tiga
tahap, yaitu (a) tahap teologik, (b) tahap metafisik dan (c) tahap positif. Kerangka berpikir
ini melahirkan filsafat positivisme di abad XIX, yang seperti telah disebut di atas,
mempengaruhi ilmu pengetahuan sosial dan humaniora (ilmu pengetahuan yang
bertujuan membuat manusia lebih manusiawi, dalam pengertian membuat manusia lebih
berbudaya, dengan teologi, filsafat, hukum, sejarah, bahasa, kesusasteraan, dan
kesenian) di seluruh dunia, terutama social sciences. Menurut Comte, yang gaung
pemikirannya sangat bergema dalam ilmu-ilmu sosial, khususnya sosiologi,
perkembangan pemikiran manusia selalu berangkat dari tahap yang paling rendah ke
tahap yang paling tinggi atau kompleks.

Menurut dia, tahap pemikiran yang paling rendah ialah (a) tahap pemikiran
teologik yaitu tahap pemikiran manusia yang percaya kepada Tuhan, percaya pada ajaran
agama. Menurut Comte, dalam pemikiran teologik ini manusia belum tahu tentang sebab
musabab kejadian di alam ini, tidak tahu mengenai hal atau peristiwa-peristiwa yang

Pendidikan Agama Islam


2021 9 Hj. Sri Rosmalina Soejono, S.PdI, M.PdI Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
terjadi di sekitarnya. Karena itu ia selalu hidup dalam ketakutan terhadap, misalnya,
bencana alam seperti banjir, gunung meletus dan sebagainya. Untuk menghindari
ketakutan itu, manusia lalu melindungkan dirinya pada Tuhan atau Dewa, menyerahkan
dirinya pada Yang Maha Kuasa. Tahap ini adalah tahap yang paling bawah dalam tingkat
pemikiran manusia. Oleh karena itu, katanya lebih lanjut, bila pemikiran manusia
berkembang, karena pertambahan pengalaman dan pengetahuan, manusia akan
meninggalkan tahap teologik atau tahap percaya pada ajaran agama dan pada Tuhan
yang melindunginya, pindah ke tahap yang lebih tinggi yaitu (b) tahap metafisik (tahap
percaya pada kekuatan atau hal-hal nonfisik, yang tidak kelihatan). Untuk keselamatan
dirinya, dalam tahap ini manusia berusaha menjinakkan kekuatan-kekuatan nonfisik itu
dengan saji-sajian. Dan apabila pengalaman serta pengetahuan manusia tumbuh dan
berkembang lebih lanjut, tahap pemikirannyapun meningkat ke tingkatan yang lebih tinggi.

Pada tingkat atau tahapan ini seperti di zaman modern sekarang, manusia telah
mempunyai pengetahuan yang cukup tentang alam dan dirinya sendiri. Manusia telah
mengetahui hukum-hukum alam, telah mampu memanfaatkan bahkan 'menundukkan
alam untuk kepentingan manusia. Dari ajaran ini, lahirlah filsafat positivisme (aliran filsafat
yang beranggapan bahwa pengetahuan semata-mata berdasarkan pengalaman dan ilmu
yang pasti) seperti telah disebut di atas, yang mempengaruhi perkembangan sains dan
teknologi zaman sekarang.

Sejarah ummat manusia di Barat menunjukkan kepada kita bahwa dengan


mengenyampingkan agama dan menempatkan ilmu dan akal manusia semata-mata
sebagai satu-satunya ukuran untuk menilai segala-galanya (anthropocentrisme yaitu
paham yang menjadikan manusia menjadi pusat), telah menyebabkan berbagai krisis dan
malapetaka. Dan karena pengalaman itu, kini perhatian manusia di bagian dunia itu dan
di seluruh dunia kembali kepada agama. Ini disebabkan karena beberapa hal. Di
antaranya adalah karena (1) para ilmuwan yang selama ini meninggalkan agama, kembali
berpaling pada agama sebagai pegangan hidup yang sesungguhnya, dan (2) karena
harapan manusia kepada otak manusia untuk memecahkan segala masalah yang
dihadapinya pada abad-abad yang lalu, ternyata tidak terwujud.

Beberapa paham (isme-isme) atau aliran filsafat yang dilahirkan oleh otak
manusia di abad yang lampau, seperti teori Comte di atas, perkembangan sains dan
teknologi di abad ini, ternyata tidak mampu memecahkan berbagai masalah asasi
manusia dan kemanusiaan. Akibatnya, orang menjadi ragu atau tidak sepenuhnya lagi
percaya kepada kemampuan manusia untuk membentuk kehidupan yang bahagia tanpa

Pendidikan Agama Islam


2021 10 Hj. Sri Rosmalina Soejono, S.PdI, M.PdI Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
agama. Memang, sains dan teknologi telah memudahkan dan menyenangkan kehidupan
manusia, namun bersamaan dengan itu teknologi itu sendiri telah mengancam kehidupan
manusia yang membuatnya. Dengan sains dan teknologi, memang kehidupan manusia
menjadi senang, tetapi perkembangan sains dan teknologi, terutama teknologi perang,
menyebabkan kehidupan manusia, seluruhnya, menjadi tidak tenang.

Perang dunia pertama dan kedua yang terjadi di abad ini telah membuktikan
bahwa teknologi (perang) yang amat maju dengan mudah memusnahkan kehidupan
manusia dan kemanusiaan. Untuk mengendalikan teknologi yang maju itulah, kini
manusia memerlukan kembali, lebih dari di masa yang lampau, pedoman dan pegangan
hidup yang sejati, yaitu agama yang mampu mengendalikan dan mengarahkan
penggunaan teknologi untuk kepentingan ummat manusia secara keseluruhan. Dengan
panduan agama, terutama agama yang berasal dari Allah subhanahu wata'ala, teknologi
dapat dikembangkan dan diarahkan untuk tujuan-tujuan yang bermanfaat bagi kehidupan,
membawa keselamatan dan kebahagiaan umat manusia.

Dari uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa agama, sangat perlu bagi manusia
terutama bagi orang yang berilmu, apa pun disiplin ilmunya. Sebabnya, karena dengan
agama ilmunya akan lebih bermakna. Bagi kita ummat Islam, agama yang dimaksud
adalah agama yang kita peluk yaitu agama Islam.

Kenapa Islam?

Sebabnya, karena agama Islam adalah agama akhir yang tetap mutakhir, agama
yang selalu mendorong manusia untuk mempergunakan akalnya untuk memahami ayat-
ayat kauniyah (Sunnatullah) yang terbentang di alam semesta dan memahami ayat-ayat
qur'aniyah yang terdapat di dalam al-Quran, yang menurut penelitian Dr. Maurice Bucaille
(1976) (seperti telah disebut di muka), mengandung pernyataan ilmiah yang sangat
modern.

Agama Islam adalah agama keseimbangan dunia akhirat, agama yang


mempertentangkan iman dan ilmu, bahkan, menurut sunnah Rasulullah, agama yang
mewajibkan manusia, baik pria maupun wanita, menuntut ilmu pengetahuan mulai dari
buaian sampai ke liang lahat: minalmahdi ilal lahdi, yang kemudian dirumuskan oleh
Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan life long education, dan diterjemahkan ke dalam
bahasa kita dengan pendidikan seumur hidup, menuntut ilmu selama hayat dikandung
badan. Simpul kata, dengan ilmu kehidupan manusia akan bermutu, dengan agama
kehidupan manusia akan lebih bermakna. Dengan ilmu dan agama kehidupan manusia

Pendidikan Agama Islam


2021 11 Hj. Sri Rosmalina Soejono, S.PdI, M.PdI Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
akan sempurna dan bahagia. Karena itu pula, dalam masyarakat moderen pun agama
tetap diperlukan manusia, bahkan di tanah air kita ilmu pengetahuan dan teknologi (akan)
dipadukan menjadi satu dengan agama.

Di kalangan cendekiawan muslim Indonesia ada pemikiran untuk memadukan ilmu


dengan agama, mengendalikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan
agama agar ilmu pengetahuan dan teknologi benar-benar menjadi alat untuk mewujudkan
kesejahteraan manusia, terutama pada abad XXI yang akan datang. Ini juga menjadi
kehendak bangsa Indonesia.

Di kalangan ilmuwan Islam pun penyatuan agama dan ilmu itu telah menjadi cita-
cita. Dengan mengikuti tradisi yang dikembangkan oleh Ghazali dengan ilmu fardu ‘ain,
yaitu ilmu yang wajib dituntut, diketahui dan diamalkan oleh setiap muslim dan muslimat
dan ilmu fardu kifayah yaitu ilmu yang kalau sudah dituntut orang lain tidak diwajibkan
yang lain menuntutnya pula, Ibnu Khaldun dengan ladunnî atau ilmu yang diperoleh dari
Allah tanpa usaha manusia dan insani yaitu ilmu hasil penalaran manusia.

Ilmu pengetahuan dibagi dua. Pembagian ilmu ke dalam dua kelompok ini
dipertegas oleh Konferensi Pendidikan Islam di Mekkah tahun 1977 dengan nama (1)
revealed knowledge, yaitu ilmu pengetahuan yang diwahyukan, dan (2) acquired
knowledge, yaitu ilmu pengetahuan penalaran manusia. Di kurikulum Universitas Islam
Antar Bangsa Kuala Lumpur, ilmu yang terdapat di dalam al-Quran (revealed knowledge)
itu disebut ilmu ilahi ilmu Allah) sedang ilmu yang dikembangkan dari hasil penalaran
(acquired knowledge) disebut ilmu insani (ilmu manusia), Di dalam kepustakaan Islam
ilmu jenis pertama disebut ilmu yang bersumber dari wahyu, sedang ilmu jenis kedua
disebut ilmu yang bersumber dari ra'yu. Kedua macam ilmu pengetahuan ini perlu
dibedakan tetapi tidak boleh dipisahkan, seperti tradisi ilmu yang berasal dari Barat
(semata-mata insani) yang diajarkan di perguruan-perguruan tinggi, juga di perguruan
tinggi di tanah air kita. Dalam kebangkitan Islam dan untuk kejayaan ummat Islam di
masa yang akan datang, kedua ilmu itu seyogyanya dipergunakan. Ilmu Ilahi atau ilmu
yang datang dari Allah yang terdapat dalam ajaran agama menjadi dasar atau titik tolak
pengembangan ilmu insani atau ilmu yang dikembangkan oleh penalaran manusia. Ilmu
insani tidak boleh bertentangan dengan ilmu Ilahi.

Pendidikan Agama Islam


2021 12 Hj. Sri Rosmalina Soejono, S.PdI, M.PdI Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
Kisah Inspiratif

KISAH SEORANG LAKI-LAKI DI DALAM GUA

Muhammad bin Abi Abdillah Al-Khuza'i bercerita kepada kami, bahwa ada
seorang laki-laki dari Syam pernah bercerita kepadanya; Suatu hari, saya masuk ke
dalam gua di sebuah gunung yang terletak di sebelah jalan. Di dalam gua, saya
mendapati seorang laki-laki tua sedang tertelungkup sujud. Dia berkata, "Jika Engkau
membuat saya bersusah payah dalam waktu lama di dunia ini dan memperpanjang
kesengsaraan saya di akhirat kelak, maka berarti Engkau telah mengabaikan saya
dan menghinakan saya di mata-Mu, wahai Yang Maha Pemurah."

Kemudian, saya menyapanya dengan mengucapkan salam. Lantas, dia


mengangkat kepalanya. Ternyata, air matanya telah membasahi tanah di mana dia
sedang bersujud.

"Bukankah dunia ini luas dan penduduknya adalah manusia yang tidak asing
buat kalian?!” kata orang itu kepadaku, karena merasa terganggu dengan
kehadiranku.

"Semoga Allah merahmatimu. Engkau menghindar dari manusia dan


mengasingkan diri di tempat ini?" Kataku kepadanya ketika melihat bahwa dia adalah
sosok yang arif dan bijaksana.

"Engkau, wahai saudaraku, apa pun yang engkau yakini bisa membuat engkau
lebih dekat kepada Allah, maka carilah jalan untuk melakukannya, karena tidak ada
hal lain yang bisa menggantikannya," katanya kepadaku.

"Dari mana engkau mendapatkan makanan?” Tanyaku kepadanya.

"Jika sedang butuh makanan dan menginginkannya, maka saya makan


tumbuh-tumbuhan dan bagian dalam pohon yang lunak” jawabnya.

"Maukah engkau saya bawa pergi dari tempat ini ke daerah kampung di

mana tanahnya subur?" Kataku kepadanya.

Lalu, dia menangis, kemudian berkata, "Kampung dan tanah yang subur
adalah tempat di mana ketaatan kepada Allah dijalankan. Saya sudah lanjut usia dan
tidak lama lagi akan mati. Saya tidak ada keperluan dengan manusia."

Pendidikan Agama Islam


2021 13 Hj. Sri Rosmalina Soejono, S.PdI, M.PdI Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
Daftar Pustaka

Mardani, 2019, Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi,Depok: Prenadamedia

Group

Mohammad Daud Ali, 2018, Pendidikan Agama Islam, Depok: Rajawali Pers

Ibnu Ibnul Jauzi, 2017, 500 Kisah Orang Saleh Penuh Hikmah, Jakarta: Pustaka Al-

Kautsar

Pendidikan Agama Islam


2021 14 Hj. Sri Rosmalina Soejono, S.PdI, M.PdI Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU

Anda mungkin juga menyukai