MODUL PERKULIAHAN
U002100001
PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM
Manusia dan Agama
Abstrak Sub-CPMK
01
Hj. Sri Rosmalina Soejono, S.PdI, M.PdI
TI Teknik Informatika
Manusia dan Agama
Latar Belakang
Pendidikan Agama Islam merupakan mata kuliah umum yang diarahkan pada
pengembangan kepribadian yang diberikan kepada semua mahasiswa yang beragama
Islam pada semua jurusan dan program studi yang ada di Universitas Mercu Buana.
Selesai mengikuti perkuliahan ini, diharapkan mahasiswa memiliki kompetensi: (1)
Memiliki wawasan pengetahuan tentang ajaran Agama Islam dengan berbagai fenomena
dan permasalahannya yang muncul dalam kehidupan, (2) Mampu menjadikan Islam
sebagai sumber nilai, pedoman hidup dan landasan berfikir dan berperilaku dalam
menerapkan Ilmu dan Profesi.
Sebelum Allah menciptakan Adam sebagai manusia pertama, alam semesta telah
diciptakan-Nya dengan tatanan kerja yang teratur, rapi, dan serasi. Keteraturan,kerapian
dan keserasian alam semesta dapat dilihat pada dua kenyataan.
Setiap waktu, secara teratur dan tetap matahari menyiramkan energinya kepada
alam semesta, tanpa bergeser dari posisi yang ditetapkan Allah baginya. Bumi, sebagai
bagian alam semesta, menyerap sinar matahari yang turun secara tetap, tidak berubah-
ubah. Menurut para ahli, sebesar seperdua milyar bagian dari seluruh pancaran matahari
yang meluncur ke bumi.
Dari satu bagian tata surya saja dapat dilihat kenyataan, begitu luar biasanya
keteraturan, kerapian, keserasian, dan keseimbangan yang ada pada ciptaan Allah.
Tanpa ketepatan (presisi) yang sangat cermat (akurat), mustahil bumi, sebagai bagian
tata surya, dapat mendukung kehidupan dengan keseimbangan yang serasi. Sistem kerja
seperti inilah secara faktual membuat para ahli ilmu falak dapat meramalkan berbagai
peristiwa alam seperti gerhana matahari dan bulan, pergantian musim, curah hujan,
prakiraan cuaca, dan sebagainya yang sangat bertautan dengan ketentuan-ketentuan
yang telah menjadi hukum dalam sistem alam semesta Dalam lingkup yang lain, bisa pula
dilihat bagaimana Sunnatullah (ketetapan atau ketentuan-ketentuan Allah) berlaku pada
benda atau makhluk lain yang, sepintas lalu, dianggap tidak berguna, namun ternyata
bermanfaat dan mempengaruhi benda atau makhluk lain. Lihatlah, bagaimana tumbuh-
tumbuhan yang membusuk atau kotoran hewan yang memiliki Sunnatullah pada dirinya
berguna sebagai pupuk untuk menumbuhsuburkan tanaman.
1. Sunnahtullah yang pertama, pasti atau tentu disebut pada ujung ayat 2 Al-
Qur’an surat 25 (Al-Furqan) yang berbunyi sebagai berikut, “Dia telah
menciptakan sesuatu, dan Dia (pula yang) memastikan (menentukan)
ukurannya dengan sangat rapi.” Di penghujung ayat 3 surat 65 (at-Talaq) Allah
berfirman, "Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan (kepastian) bagi
tiap sesuatu".
2. Kenyataan tersebut di atas didukung oleh sifat Sunnatullah kedua yaitu tetap,
tidak berubah-ubah. Sifat ini terdapat dalam bagian ayat 115 surat al-An'am (6)
yang terjemahannya sebagai berikut,..."Tidak ada yang sanggup mengubah
kalimat-kalimat Allah". Dalam bagian ayat 77 surat al-Isra' (17) Allah
menyatakan sebagai berikut “Dan engkau tidak akan menemui perubahan
dalam Sunnah Kami...." Sifat itu selalu terbukti dalam praktik, sehingga
seorang perencana dapat menghindarkan kerugian yang mungkin terjadi kalau
suatu rencana dilaksanakan. Dengan sifat Sunnatullah yang tidak berubah-
ubah itu, seorang ilmuwan dapat memperkirakan gejala alam yang akan terjadi
dan memanfaatkan gejala alam itu. Seorang ilmuwan, karena itu, dengan
mudah memahami gejala alam yang satu dikaitkan dengan gejala alam lain
yang senantiasa mempunyai hubungan yang konsisten (taat asas).
Agar dapat menjalankan kedudukannya itu, manusia diberi bekal berupa potensi di
antaranya adalah akal yang melahirkan berbagai ilmu sebagai alat untuk mengelola dan
memanfaatkan alam semesta serta mengurus bumi ini. Ketika Adam sebagai manusia
diangkat menjadi khalifah di bumi, Allah mengajarkan kepadanya ilmu pengetahuan
tentang "nama-nama (benda)." Dalam bagian pertama ayat 31 surat al-Baqarah (2) Allah
menyatakan, “Dia telah mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda) seluruhnya ...."
Pengetahuan yang diajarkan Allah kepada Adam ini merupakan keunggulan komparatif
manusia dari makhluk- makhluk lainnya.
Dengan akal dan ilmu yang dikuasainya manusia akan mampu menjalankan
kedudukannya sebagai khalifah mengelola dan memanfaatkan alam semesta serta
mengurus bumi ini untuk kepentingan hidup dan kehidupan manusia serta makhluk lain di
lingkungannya. Dan, untuk pelaksanaan kedudukannya itu, manusia akan dimintai
pertanggungjawaban di akhirat kelak. Manusia akan ditanya apakah dalam menjalankan
'amanat' yang dipercayakan kepadanya itu, ia mengikuti dan mematuhi pola dan garis-
Manusia adalah makhluk yang sangat menarik. Oleh karena itu, ia telah menjadi
sasaran studi sejak dahulu, kini, dan kemudian hari. Hampir semua lembaga pendidikan
tinggi mengkaji manusia, karya dan dampak karyanya terhadap dirinya sendiri,
masyarakat dan lingkungan hidupnya. Para ahli telah mengkaji manusia menurut bidang
studinya masing-masing, tetapi sampai sekarang para ahli masih belum mencapai kata
sepakat tentang manusia. Ini terbukti dari banyaknya penamaan manusia, misalnya homo
sapien (manusia berakal), homo economicus (manusia ekonomi) yang kadangkala
disebut economic animal (binatang ekonomi), dan sebagainya.
Di dalam al-Quran manusia disebut antara lain dengan bani Adam (QS. al-Isra'
(17):70), basyar (QS. al-Kahfi (18):110), al-insan (QS. al-Insan (76):1), an-nas (QS. an-
Nas (114):1). Berbagai rumusan tentang manusia telah pula diberikan orang. Salah satu
di antaranya, berdasarkan studi isi al-Quran dan al-Hadis, berbunyi (setelah disunting)
sebagai berikut: Al-insan (manusia) adalah makhluk ciptaan Allah yang memiliki potensi
untuk beriman (kepada Allah), dengan mempergunakan akalnya mampu memahami dan
mengamalkan wahyu serta mengamati gejala-gejala alam, bertanggung jawab atas
segala perbuatannya dan berakhlak). Bertitik tolak dari rumusan singkat itu, menurut
ajaran Islam, manusia, dibandingkan dengan makhluk lain, mempunyai berbagai ciri,
antara lain ciri utamanya adalah:
1. Makhluk yang paling unik, dijadikan dalam bentuk yang baik, ciptaan Tuhan yang
paling sempurna. "Sesungguhnya Kami telah menjadikan manusia dalam bentuk
4. Manusia diciptakan Tuhan untuk menjadi khalifah- Nya di bumi. Hal itu dinyatakan
Allah dalam firman-Nya. Di dalam surat al-Baqarah (2):30 dinyatakan bahwa Allah
menciptakan manusia untuk menjadi khalifah-Nya di bumi. Perkataan "menjadi
khalifah" dalam ayat tersebut mengandung makna bahwa Allah menjadikan
5. Di samping akal, manusia dilengkapi Allah dengan perasaan dan kemauan atau
kehendak (seperti telah disinggung di atas). Dengan akal dan kehendaknya
manusia akan tunduk dan patuh kepada Allah, menjadi muslim; tetapi dengan akal
dan kehendaknya juga manusia dapat tidak percaya, tidak tunduk dan tidak patuh
kepada kehendak Allah, bahkan mengingkari-Nya (kafir). Karena itu, di dalam surat
al-Kahfi (18):29 Allah menegaskan, “Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu.
Barangsiapa yang mau beriman hendaklah ia beriman dan barangsiapa yang tidak
ingin beriman, biarlah ia kafir”
7. Berakhlak. Berakhlak adalah ciri utama manusia dibandingkan dengan makhluk lain.
Artinya, manusia adalah makhluk yang diberi Allah kemampuan untuk membedakan
yang baik dengan yang buruk. Dalam Islam kedudukan akhlak sangat penting,
menjadi komponen ketiga agama Islam. Kedudukan itu dapat dilihat dari Sunnah
Nabi yang mengatakan bahwa beliau diutus untuk menyempurnakan akhlak
manusia. Suri teladan yang diberikan Nabi semasa hayatnya merupakan contoh
yang seyogyanya diikuti oleh ummat Islam. Selain dari keteladanan beliau, butir-
butir akhlak banyak sekali terdapat dalam al-Quran. Ajaran akhlak yang berasal dari
al-Quran dan al-Hadis berlaku abadi, selama-lamanya. Perwujudannya kelihatan
pada sikap yang dilanjutkan dengan perbuatan baik atau buruk (akan diuraikan
nanti dalam bab tersendiri).
Kepercayaan dan sistem hubungan manusia dengan para Dewa atau Tuhan itu
membentuk agama. Manusia, Karen itu, dalam masyarakat sederhana mempunyai
hubungan erat dengan agama. Gambaran ini berlaku di seluruh dunia. Dalam masyarakat
modern yaitu masyarakat yang telah maju, masyarakat yang telah memahami peristiwa-
peristiwa alam dan dirinya melalui ilmu pengetahuan, ketergantungan kepada kekuatan
yang dianggap menguasai alam gaib dalam masyarakat sederhana, menjadi berkurang
bahkan di beberapa bagian dunia menjadi bilang, Perkembangan pemikiran manusia
terhadap diri dan alam sekitarnya menjadi berubah.
Timbullah berbagai teori mengenai hubungan manusia dengan diri dan alam
sekitarnya. Salah satu teori (pendapat yang dikemukakan sebagai keterangan mengenai
suatu peristiwa) yang banyak mempengaruhi perkembangan ilmu pengetahuan,
khususnya ilmu pengetahuan sosial, adalah teori August Comte yang terdapat dalam
bukunya yang masyhur: Course de la Philosophie Positive(1842).
Dalam buku yang terdiri dari enam jilid itu, August Comte menyebut tiga tahap
perkembangan pemikiran manusia de lois des trois etat (terjemahan bebasnya, lebih
kurang tiga hukum perkembangan). Menurut August Comte dalam bukunya itu, sepanjang
sejarah, sejak dahulu sampai sekarang, pemikiran manusia berkembang melalui tiga
tahap, yaitu (a) tahap teologik, (b) tahap metafisik dan (c) tahap positif. Kerangka berpikir
ini melahirkan filsafat positivisme di abad XIX, yang seperti telah disebut di atas,
mempengaruhi ilmu pengetahuan sosial dan humaniora (ilmu pengetahuan yang
bertujuan membuat manusia lebih manusiawi, dalam pengertian membuat manusia lebih
berbudaya, dengan teologi, filsafat, hukum, sejarah, bahasa, kesusasteraan, dan
kesenian) di seluruh dunia, terutama social sciences. Menurut Comte, yang gaung
pemikirannya sangat bergema dalam ilmu-ilmu sosial, khususnya sosiologi,
perkembangan pemikiran manusia selalu berangkat dari tahap yang paling rendah ke
tahap yang paling tinggi atau kompleks.
Menurut dia, tahap pemikiran yang paling rendah ialah (a) tahap pemikiran
teologik yaitu tahap pemikiran manusia yang percaya kepada Tuhan, percaya pada ajaran
agama. Menurut Comte, dalam pemikiran teologik ini manusia belum tahu tentang sebab
musabab kejadian di alam ini, tidak tahu mengenai hal atau peristiwa-peristiwa yang
Pada tingkat atau tahapan ini seperti di zaman modern sekarang, manusia telah
mempunyai pengetahuan yang cukup tentang alam dan dirinya sendiri. Manusia telah
mengetahui hukum-hukum alam, telah mampu memanfaatkan bahkan 'menundukkan
alam untuk kepentingan manusia. Dari ajaran ini, lahirlah filsafat positivisme (aliran filsafat
yang beranggapan bahwa pengetahuan semata-mata berdasarkan pengalaman dan ilmu
yang pasti) seperti telah disebut di atas, yang mempengaruhi perkembangan sains dan
teknologi zaman sekarang.
Beberapa paham (isme-isme) atau aliran filsafat yang dilahirkan oleh otak
manusia di abad yang lampau, seperti teori Comte di atas, perkembangan sains dan
teknologi di abad ini, ternyata tidak mampu memecahkan berbagai masalah asasi
manusia dan kemanusiaan. Akibatnya, orang menjadi ragu atau tidak sepenuhnya lagi
percaya kepada kemampuan manusia untuk membentuk kehidupan yang bahagia tanpa
Perang dunia pertama dan kedua yang terjadi di abad ini telah membuktikan
bahwa teknologi (perang) yang amat maju dengan mudah memusnahkan kehidupan
manusia dan kemanusiaan. Untuk mengendalikan teknologi yang maju itulah, kini
manusia memerlukan kembali, lebih dari di masa yang lampau, pedoman dan pegangan
hidup yang sejati, yaitu agama yang mampu mengendalikan dan mengarahkan
penggunaan teknologi untuk kepentingan ummat manusia secara keseluruhan. Dengan
panduan agama, terutama agama yang berasal dari Allah subhanahu wata'ala, teknologi
dapat dikembangkan dan diarahkan untuk tujuan-tujuan yang bermanfaat bagi kehidupan,
membawa keselamatan dan kebahagiaan umat manusia.
Dari uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa agama, sangat perlu bagi manusia
terutama bagi orang yang berilmu, apa pun disiplin ilmunya. Sebabnya, karena dengan
agama ilmunya akan lebih bermakna. Bagi kita ummat Islam, agama yang dimaksud
adalah agama yang kita peluk yaitu agama Islam.
Kenapa Islam?
Sebabnya, karena agama Islam adalah agama akhir yang tetap mutakhir, agama
yang selalu mendorong manusia untuk mempergunakan akalnya untuk memahami ayat-
ayat kauniyah (Sunnatullah) yang terbentang di alam semesta dan memahami ayat-ayat
qur'aniyah yang terdapat di dalam al-Quran, yang menurut penelitian Dr. Maurice Bucaille
(1976) (seperti telah disebut di muka), mengandung pernyataan ilmiah yang sangat
modern.
Di kalangan ilmuwan Islam pun penyatuan agama dan ilmu itu telah menjadi cita-
cita. Dengan mengikuti tradisi yang dikembangkan oleh Ghazali dengan ilmu fardu ‘ain,
yaitu ilmu yang wajib dituntut, diketahui dan diamalkan oleh setiap muslim dan muslimat
dan ilmu fardu kifayah yaitu ilmu yang kalau sudah dituntut orang lain tidak diwajibkan
yang lain menuntutnya pula, Ibnu Khaldun dengan ladunnî atau ilmu yang diperoleh dari
Allah tanpa usaha manusia dan insani yaitu ilmu hasil penalaran manusia.
Ilmu pengetahuan dibagi dua. Pembagian ilmu ke dalam dua kelompok ini
dipertegas oleh Konferensi Pendidikan Islam di Mekkah tahun 1977 dengan nama (1)
revealed knowledge, yaitu ilmu pengetahuan yang diwahyukan, dan (2) acquired
knowledge, yaitu ilmu pengetahuan penalaran manusia. Di kurikulum Universitas Islam
Antar Bangsa Kuala Lumpur, ilmu yang terdapat di dalam al-Quran (revealed knowledge)
itu disebut ilmu ilahi ilmu Allah) sedang ilmu yang dikembangkan dari hasil penalaran
(acquired knowledge) disebut ilmu insani (ilmu manusia), Di dalam kepustakaan Islam
ilmu jenis pertama disebut ilmu yang bersumber dari wahyu, sedang ilmu jenis kedua
disebut ilmu yang bersumber dari ra'yu. Kedua macam ilmu pengetahuan ini perlu
dibedakan tetapi tidak boleh dipisahkan, seperti tradisi ilmu yang berasal dari Barat
(semata-mata insani) yang diajarkan di perguruan-perguruan tinggi, juga di perguruan
tinggi di tanah air kita. Dalam kebangkitan Islam dan untuk kejayaan ummat Islam di
masa yang akan datang, kedua ilmu itu seyogyanya dipergunakan. Ilmu Ilahi atau ilmu
yang datang dari Allah yang terdapat dalam ajaran agama menjadi dasar atau titik tolak
pengembangan ilmu insani atau ilmu yang dikembangkan oleh penalaran manusia. Ilmu
insani tidak boleh bertentangan dengan ilmu Ilahi.
Muhammad bin Abi Abdillah Al-Khuza'i bercerita kepada kami, bahwa ada
seorang laki-laki dari Syam pernah bercerita kepadanya; Suatu hari, saya masuk ke
dalam gua di sebuah gunung yang terletak di sebelah jalan. Di dalam gua, saya
mendapati seorang laki-laki tua sedang tertelungkup sujud. Dia berkata, "Jika Engkau
membuat saya bersusah payah dalam waktu lama di dunia ini dan memperpanjang
kesengsaraan saya di akhirat kelak, maka berarti Engkau telah mengabaikan saya
dan menghinakan saya di mata-Mu, wahai Yang Maha Pemurah."
"Bukankah dunia ini luas dan penduduknya adalah manusia yang tidak asing
buat kalian?!” kata orang itu kepadaku, karena merasa terganggu dengan
kehadiranku.
"Engkau, wahai saudaraku, apa pun yang engkau yakini bisa membuat engkau
lebih dekat kepada Allah, maka carilah jalan untuk melakukannya, karena tidak ada
hal lain yang bisa menggantikannya," katanya kepadaku.
"Maukah engkau saya bawa pergi dari tempat ini ke daerah kampung di
Lalu, dia menangis, kemudian berkata, "Kampung dan tanah yang subur
adalah tempat di mana ketaatan kepada Allah dijalankan. Saya sudah lanjut usia dan
tidak lama lagi akan mati. Saya tidak ada keperluan dengan manusia."
Group
Mohammad Daud Ali, 2018, Pendidikan Agama Islam, Depok: Rajawali Pers
Ibnu Ibnul Jauzi, 2017, 500 Kisah Orang Saleh Penuh Hikmah, Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar