Birrul Walidain
Birrul Walidain
Birrul Walidain (Arab: )بر الوالدينadalah bagian dalam etika Islam yang menunjukan kepada
tindakan berbakti (berbuat baik) kepada kedua orang tua. Yang mana berbakti kepada orang tua
ini hukumnya fardhu (wajib) ain bagi setiap Muslim, meskipun seandainya kedua orang tuanya
adalah non muslim. Setiap muslim wajib mentaati setiap perintah dari keduanya selama perintah
tersebut tidak bertentangan dengan perintah Allah. Birrul walidain merupakan bentuk
silaturahim yang paling utama.
Dalam Islam tidak saja ditekankan harus menghormati kedua orang tua saja, akan tetapi ada
akhlak yang mengharuskan orang yang lebih muda untuk menghargai orang yang lebih tua
usianya dan yang tua harus menyayangi yang muda, seorang ulama dalam bukunya juga
menjelaskan hal yang serupa. Dalam segala kegiatan umat Islam diharuskan untuk
mendahulukan orang-orang yang lebih tua usianya, penjelasan ini berdasarkan perintah dari
Malaikat Jibril, karena dikatakan bahwa menghormati orang yang lebih tua termasuk salah satu
mengagungkan Allah.
Akhlak ini telah dilakukan oleh para sahabat, mereka begitu menghormati terhadap yang orang
yang lebih tua meskipun umurnya hanya selisih satu hari atau satu malam, atau bahkan lahir
selisih beberapa menit saja.
Oleh karena itu bagi seorang muslim, berbuat baik dan berbakti kepada orang tua bukan sekedar
memenuhi tuntunan norma susila dan norma kesopanan, namun yang utama adalah dalam rangka
menaati perintah Allah Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah Ta’ala
berfirman:
ْن إِحْ َسانًا:ِ َوا ْعبُ ُدوا هَّللا َ َواَل تُ ْش ِر ُكوا بِ ِه َش ْيئًا َوبِ ْال َوالِ َدي
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan
berbuat baiklah kepada kedua orang tua” (QS. An Nisa: 36).
Kita tahu bersama inti dari Islam adalah tauhid, yaitu mempersembahkan segala bentuk ibadah
hanya kepada Allah semata. Tauhid adalah yang pertama dan utama bagi seorang muslim. Dan
dalam banyak ayat di dalam Al Qur’an, perintah untuk berbakti kepada orang tua disebutkan
setelah perintah untuk bertauhid. Sebagaimana pada ayat-ayat yang telah disebutkan. Ini
menunjukkan bahwa masalah birrul walidain adalah masalah yang sangat urgen, mendekati
pentingnya tauhid bagi seorang muslim.
Namun para ulama memberi catatan, ini berlaku bagi jihad yang hukumnya fardhu kifayah.
Demikian juga birrul walidayn lebih utama dari semua amalan yang keutamaannya di bawah
jihad fi sabiilillah. Birrul walidayn juga lebih utama dari thalabul ilmi selama bukan menuntut
ilmu yang wajib ‘ain, birrul walidain juga lebih utama dari safar selama bukan safar yang wajib
seperti pergi haji yang wajib. Adapun safar dalam rangka mencari pendapatan maka tentu lebih
utama birrul walidain dibandingkan safar yang demikian.
Surga memiliki beberapa pintu, dan salah satunya adalah pintu birrul walidain. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ْ َالباب أو احف
ظه َ فأضع ذلك َ
ِ شئت فإن ِ الوالِ ُد أوسطُ أبوا
َّ ،ب الجنَّ ِة
“Kedua orang tua itu adalah pintu surga yang paling tengah. Jika kalian mau memasukinya
maka jagalah orang tua kalian. Jika kalian enggan memasukinya, silakan sia-siakan orang tua
kalian” (HR. Tirmidzi, ia berkata: “hadits ini shahih”, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash
Shahihah no.914).
[4] Birrul Walidayn adalah salah satu cara ber-tawassul kepada Allah
Tawassul artinya mengambil perantara untuk menuju kepada ridha Allah dan pertolongan Allah.
Salah satu cara bertawassul yang disyariatkan adalah tawassul dengan amalan shalih. Dan
diantara amalan shalih yang paling ampuh untuk bertawassul adalah birrul walidain.
Sebagaimana hadits dalam Shahihain mengenai kisah yang diceritakan oleh Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam mengenai tiga orang yang terjebak di dalam gua yang tertutup batu
besar, kemudian mereka bertawassul kepada Allah dengan amalan-amalan mereka, salah satunya
berkata: “Ya Allah sesungguhnya saya memiliki orang tua yang sudah tua renta, dan saya juga
memiliki istri dan anak perempuan yang aku beri mereka makan dari mengembala ternak.
Ketika selesai menggembala, aku perahkan susu untuk mereka. Aku selalu dahulukan orang
tuaku sebelum keluargaku. Lalu suatu hari ketika panen aku harus pergi jauh, dan aku tidak
pulang kecuali sudah sangat sore, dan aku dapati orang tuaku sudah tidur. Lalu aku perahkan
untuk mereka susu sebagaimana biasanya, lalu aku bawakan bejana berisi susu itu kepada
mereka. Aku berdiri di sisi mereka, tapi aku enggan untuk membangunkan mereka. Dan aku pun
enggan memberi susu pada anak perempuanku sebelum orang tuaku. Padahal anakku sudah
meronta-ronta di kakiku karena kelaparan. Dan demikianlah terus keadaannya hingga terbit
fajar. Ya Allah jika Engkau tahu aku melakukan hal itu demi mengharap wajahMu, maka
bukalah celah bagi kami yang kami bisa melihat langit dari situ. Maka Allah pun membukakan
sedikit celah yang membuat mereka bisa melihat langit darinya“(HR. Bukhari-Muslim).
Dalam suatu hadits shahih yang diriwayatkan sahabat Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut berbuat baik kepada kedua orang tua sebagai salah
satu amalan yang paling dicintai oleh Allah.
Ibnu Mas’ud mengatakan, “Beliau terus menyampaikan kepadaku (amalan yang paling dicintai
oleh Allah), andaikan aku meminta tambahan, maka beliau akan menambahkan kepadaku”.
(HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, dan Nasai).
Berbuat baik dan berbakti kepada orang tua juga merupakan amalan yang afdhal atau paling
utama. Sebagaimana dalam versi riwayat lain hadits Ibnu Mas’ud di atas.
Dari ‘Abdullh bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, “Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam”, “Amalan apakah yang paling afdhal (utama)?” Rasul menjawab, “Shalat
pada –waktu-waktunya.” Aku bertanya lagi, “Kemudian apa lagi?” Beliau Mmenjawab lagi,
“Berbakti kepada kedua orang tua.”Aku bertanya kembali.” “Kemudian apa lagi?” “Kemudian
jihad fi Sabilillah.” Kemudian aku terdiam dan tidak lagi bertanya kepada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Andaikan aku meminta tambahan, maka beliau akan
menambahkan kepadaku”. (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, dan Tirmidzi).
3. Umur Panjang dan Kemudahan Rezki Bagi Anak yang Berbakti Kepada Kedua Orang
Tua
Anak yang senantiasa berbuat baik dan berbakti kepada kedua orang tuanya akan memperoleh
keberkahan hidup berupa umur panjang dan kemudahan rezki. Sebagaimana dikabarkan oleh
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits yang diriwaykan oleh Imam Ahmad dan
dishahihkan oleh Syaikh Syu’aib al-Arnauth;
فَ ْليَبَ َّر، َوأَ ْن يُزَا َد لَهُ فِي ِر ْزقِ ِه، « َم ْن أَ َحبَّ أَ ْن يُ َم َّد لَهُ فِي ُع ْم ِر ِه:صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم
َ ِ قَا َل َرسُو ُل هَّللا:قَا َل، ك ِ ع َْن أَن
ٍ َِس ْب ِن َمال
ُصلْ َر ِح َمه ِ َ َو ْلي، َوالِ َد ْي ِه.
Bakti seorang anak kepada kedua orang tuanya akan mengundang ridha kedua orang tua kepada
anak. Sementara ridha kedua orang tua terhadap anak merupakan penentun seorang anak
mendapat ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala.
«26( .» َو َس َخطُ الرَّبِّ فِي َس َخ ِط ْال َوالِ ِد،ضى ال َوالِ ِد
َ ضى الرَّبِّ فِي ِر
َ ِر
“Ridha Rabb tergantung ridha orang tua, dan murka Allah tergantung murka orang tua”. (HR.
Tirmidzi dan Ibnu Hibban, dishahihkan oleh Syekh Al-Albani).
Anak yang berbakti akan senantiasa didokan oleh orang tuanya, dan do’a orang tua untuk
kebaikan anaknya meruapakan salah satu do’a yang musatajab (memiliki peluang besar
dikabulkan oleh Allah).
” َو َد ْع َوةُ ْال َوالِ ِد لِ َولَ ِد ِه، َو َد ْع َوةُ ْال ُم َسافِ ِر،وم ْ َد ْع َوةُ ْال َم:ك فِي ِه َّن
ِ ُظل َّ اَل َش،ت يُ ْستَ َجابُ لَه َُّن ُ “ ثَاَل
ٍ ث َد َع َوا
“Ada tiga do’a yang mustajab, tidak ada keraguan akan hal itu; do’a orang yang terdzalimi,
do’a musafir, dan do’a orang tua untuk (kebaikan) anaknya”. (HR. Ibnu Majah dan dihasankan
oleh Syekh Al-Arnauth).
Berbuat baik atau berbakti kepada kedua orang tua atau kepada salah satu dari keduanya
merupakan salah satu sebab dikabulkannya taubat. Ibnu Umar meriwayatkan bahwa;
Dalil 1
Dari Mu’awiyah bin Haidah Al Qusyairi radhiallahu’ahu, beliau bertanya kepada Nabi:
:ت ُ قُ ْل، ك َ أُ َّم: َم ْن أَبَرُّ ؟ قال: ت َ أُ َّم: يا رسو َل هللاِ ! َم ْن أَبَرُّ ؟ قال
ُ قُ ْل، ك
بَ ب فَاألَ ْق َرَ ثُ َّم األَ ْق َر، : أباك: َم ْن أَبَرُّ ؟ قال: ت َ أُ َّم: قال: َُّم ْن أَبَر
ُ قُ ْل، ك
“wahai Rasulullah, siapa yang paling berhak aku perlakukan dengan baik? Nabi menjawab:
Ibumu. Lalu siapa lagi? Nabi menjawab: Ibumu. Lalu siapa lagi? Nabi menjawab: Ibumu. Lalu
siapa lagi? Nabi menjawab: ayahmu, lalu yang lebih dekat setelahnya dan setelahnya” (HR. Al
Bukhari dalam Adabul Mufrad, sanadnya hasan).
Fadhlullah Al Jilani, ulama India, mengomentari hadits ini: “ibu lebih diutamakan daripada ayah
secara ijma dalam perbuatan baik, karena dalam hadits ini bagi ibu ada 3x kali bagian dari yang
didapatkan ayah. Hal ini karena kesulitan yang dirasakan ibu ketika hamil, bahkan terkadang ia
bisa meninggal ketika itu. Dan penderitaannya tidak berkurang ketika ia melahirkan. Kemudian
cobaan yang ia alami mulai dari masa menyusui hingga anaknya besar dan bisa mengurus diri
sendiri. Ini hanya dirasakan oleh ibu”.
ُ وعقو، النفس
وقو ُل، ق الوال َدي ِْن ِ ُ اإلشرا: الكبائر
وقت ُل، ك باهلل ِ أكب ُر
الزور
ِ ُ وشهادة: أو قال. الزور
ِ
“dosa-dosa besar yang paling besar adalah: syirik kepada Allah, membunuh, durhaka kepada
orang tua, dan perkataan dusta atau sumpah palsu” (HR. Bukhari-Muslim dari sahabat Anas
bin Malik).
“sesungguhnya Allah mengharamkan sikap durhaka kepada para ibu, pelit dan tamak,
mengubur anak perempuan hidup-hidup. Dan Allah juga tidak menyukai qiila wa qaala, banyak
bertanya dan membuang-membuang harta” (HR. Bukhari – Muslim).