Anda di halaman 1dari 25

Referat

STROKE LAKUNAR

Disusun Oleh :

Elizabeth Theresia

19360098

Preseptor :

dr. Fitriyani, Sp.S, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI

RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN

BANDAR LAMPUNG

2020
BAB I

PENDAHULUAN

Stroke merupakan penyebab utama kematian di seluruh dunia. Angka

kematian stroke cukup tinggi di Eropa dan Asia. Stroke juga merupakan penyebab

utama disabilitas pada orang dewasa.1 Dari seluruh kasus stroke, angka kejadian

stroke iskemik mencapai 87% dibandingkan dengan stroke perdarahan.2,3 Diantara

kasus stroke iskemik tersebut, Oxfordshire Community Stroke Project (OCSP)

menyebutkan 25% adalah stroke lakunar.4

Stroke lakunar adalah stroke iskemik yang diakibatkan oleh adanya oklusi

salah satu cabang arteri penetrasi yang mensuplai darah ke struktur bagian dalam

otak. Karena arteri ini (penetrating arteries) hanya memiliki sedikit hubungan

kolateral maka disebut juga end arteries, sehingga obstruksi pada arteri ini

menyebabkan area infark yang hanya terbatas. Stroke yang manifestasi klinisnya

didasari atas terjadinya infark kecil (“lacunar infarction”) ini disebut stroke

lakunar. Istilah infark lakunar digunakan apabila ditemukan infark dengan ukuran

kurang dari 15mm pada daerah vaskularisasi suatu pembuluh darah kecil.5

Infark lakunar dapat terjadi di semua sistem susunan saraf pusat bahkan di

medulla spinalis dan dapat pula terjadi tanpa gejala. Dengan menggunakan

Computed Tomography (CT), maka konfirmasi diagnosis infark lakunar menjadi

lebih mudah. Namun ukuran infark (juga infark lakunar) tidak selalu berbanding

lurus dengan beratnya gejala klinis stroke; maka walaupun berukuran kecil, infark

lakunar dapat menyebabkan defisit neurologis yang berat jika terjadi pada bagian

otak tertentu seperti di kapsula interna atau pons.5

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. ANATOMI DAN FISIOLOGI PEMBULUH DARAH OTAK

Sistem serebrovaskular memberi otak aliran darah yang banyak mengandung

zat makanan yang penting bagi fungsi normal otak. Terhentinya aliran darah

serebrum (CBF) selama beberapa detik saja akan menimbulkan gejala disfungsi

serebrum. Apabila berlanjut selama beberapa detik, defisiensi CBF regional pada

suatu daerah mengakibatkan otak terisolasi dari jangkauan aliran darah, yang

mengangkut O2 dan glukosa yang sangat diperlukan untuk metabolisme oksidatif

serebral.6 Daerah yang terisolasi itu tidak berfungsi lagi dan timbullah manifestasi

defisit neurologis yang biasanya berupa hemiparalisis, hemihipestesia,

hemiparestesia yang bisa disertai defisit fungsi luhur seperti afasia serta dapat

hilangnya kesadaran.5,6 Kerusakan otak ireversibel akan mulai timbul setelah 4

sampai 6 menit penghentian total pasokan oksigen (biasanya akibat henti kardio-

pulmonal). CBF normal adalah sekitar 50-60ml/100 gram jaringan otak per

menit.6,7 Pada keadaan istirahat otak menerima seperenam dari curah jantung.

Apabila sebuah pembuluh darah serebrum tersumbat maka sirkulasi kolateral akan

membantu mempertahankan CBF ke daerah iskemik.7

Otak memperoleh darah melalui dua sistem yakni sistem karotis (arteri

carotis interna kanan dan kiri) dan dua arteri vertebralis (yang menyatu dengan

arteri basilaris untuk membentuk sistem vertebrobasilar). Arteri carotis interna,

setelah memisahkan diri dari arteri carotis communis, akan naik dan masuk ke

rongga tengkorak melalui canalis caroticus kemudian berjalan dalam sinus

2
cavernosum dan mempercabangkan arteri opthalmica untuk nervus opticus dan

retina, akhirnya bercabang dua menjadi arteri cerebri anterior dan arteri cerebri

media. Untuk otak, sistem ini memberi darah bagi lobus frontalis, parietalis dan

beberapa bagian lobus temporalis.8

Sistem vertebral dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan kiri yang

berpangkal di arteri subclavia, menuju dasar tengkorak melalui canalis

transversalis di kolumna vertebralis cervical, masuk rongga cranium melalui

foramen magnum, lalu mempercabangkan masing-masing sepasang arteri

cerebelli inferior. Pada batas medulla oblongata dan pons, keduanya bersatu

menjadi arteri basilaris, dan setelah mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri, pada

tingkat mesensefalon, arteri basilaris berakhir sebagai sepasang cabang arteri

cerebri posterior, yang melayani darah bagi lobus oksipitalis, dan bagian medial

lobus temporalis.8

Ketiga pasang arteri serebri ini bercabang-cabang menelusuri permukaan

otak, dan beranastomosis satu bagian lainnya. Cabang-cabang yang lebih kecil

menembus ke dalam jaringan otak dan juga saling berhubungan dengan cabang-

cabang arteri serebri lainnya. Untuk menjamin pemberian darah ke otak, ada

sekurang-kurangnya 3 sistem kolateral antara sistem karotis dan sistem vertebral,

yaitu :

- Sirkulus willisi yakni lingkungan pembuluh darah yang tersusun oleh arteri

cerebri media kanan dan kiri, arteri communicans anterior (yang

menghubungkan kedua arteri cerebri anterior), sepasang arteri cerebri

posterior dan arteri communicans posterior (yang menghubungkan arteri

3
cerebri media dan posterior) kanan dan kiri. Anyaman arteri ini terletak di

dasar otak.

- Anastomosis antara arteri cerebri media dan arteri carotis externa di daerah

orbita, masing-masing melalui arteri opthalmica dan arteri facialis ke arteri

maxillaris externa.

- Hubungan antara sistem vertebral dengan arteri carotis externa (pembuluh

darah ekstrakranial).

Selain itu masih terdapat lagi hubungan antara cabang-cabang arteri tersebut,

sehingga tidak ada arteri ujung (true end arteries) dalam jaringan otak.8

Darah vena dialirkan dari otak melalui 2 sistem yaitu kelompok vena interna

yang mengumpulkan darah ke vena galen dan sinus rectus, dan kelompok vena

eksterna yang terletak dipermukaan hemisfer otak, dan mencurahkan darah ke

sinus sagitalis superior dan sinus-sinus basalis lateralis, dan seterusnya melalui

vena-vena jugularis dicurahkan menuju ke jantung.8

Sistem karotis terutama melayani kedua hemisfer otak, dan sistem

vertebrobasilaris terutama memberi darah bagi batang otak, cerebellum dan

bagian posterior hemisfer. Aliran darah di otak dipengaruhi terutama oleh tiga

faktor. Dua faktor terpenting adalah tekanan untuk memompa darah dari sistem

arteri kapiler ke sistem vena dan tahanan perifer pembuluh darah otak. Faktor

ketiga adalah faktor darah sendiri yaitu viskositas darah dan koagulobilitasnya

(kemampuan untuk membeku).8

2. DEFINISI

4
Stroke lakunar adalah sindrom stroke klinis dengan gejala dan tanda khusus

yang merupakan lesi kecil pada subkorteks atau batang otak. 9 Dalam klasifikasi

yang dibuat oleh TOAST disebutkan bahwa pada stroke lakunar seharusnya

didapatkan temuan klinis dari salah satu sindrom lakunar, pencitraan bisa normal

atau menunjukkan lesi yang relevan berukuran <1,5cm pada batang otak atau

hemisfer subkorteks. Infark ini terjadi dari oklusi arteri perforator, terutama arteri

choroidalis anterior, cerebri media, cerebri posterior, dan arteri basilaris.10

3. EPIDEMIOLOGI

Angka-angka epidemiologi tentang stroke lakunar yang dilaporkan cukup

beragam. Secara umum infark lakunar diperkirakan sekitar 25% dari semua stroke

iskemik, dengan insidensi tahunan sekitar 15 per 100.000 orang. Insidensi infark

lakunar meningkat menurut umur(umur rata-rata pertama kali menderita stroke

lakunar adalah 65 tahun) dan ditemukan lebih sering pada laki-laki dibanding

perempuan. Beberapa studi juga menemukan rekurensi yang lebi sering pada kulit

hitam, Amerika-Meksiko, dan Cina-Hongkong. Di Amerika Serikat dan di Negara

barat lainnya, infark lakunar meliputi 15-25% dari seluruh stroke iskemik. Dua

studi berbasis komunitas di Amerika Serikat, melaporkan bahwa insidensi tahunan

stroke lakunar masing-masing adalah 13,4 dan 19,5 kasus per 100.000 populasi,

namun 2 studi berbasis komunitas di Eropa menemukan angka insidensi tahunan

yang lebih tinggi (yaitu 31,7 dan 53 kasus per 100.000 populasi). Perbedaan

laporan mengenai insidensi infark lakunar antara studi di Amerika Serikat dan

Eropa ini mungkin disebabkan oleh definisi yang berbeda.5

5
4. GAMBARAN ANATOMI

Stroke lakunar merupakan salah satu manifestasi dari Small Vessel Disease

(SVD). Yang dimaksud small vessel adalah pembuluh darah yang berdiameter

kurang dari 500μm dan berlokasi di area yang lebih dalam dari korteks serebri

(Pantoni L, 2014). SVD ini terutama mengenai a. lenticulostriata, cabang dari a.

cerebri media; a. rekurens Heubner, cabang dari a. cerebri anterior; a. perforator

dari a. choroidalis anterior; a. talamoperforata dan talamogenikulata, cabang dari

a. cerebri posterior; a. paramedian perforata dari a. basilaris pons, mesensefalon,

dan talamus.11,12

Sebagian besar infark lakunar berasal dari arteri dengan ukuran 200-400 μm

dan menghasilkan infark sekitar 2-3 mm. Infark kecil ini ditemukan reguler hanya

pada MRI 1,5 tesla, biasanya terlewatkan pada CT scan, dan terabaikan pada

otopsi.3

5. PATOLOGI

Infark lakunar adalah lesi kecil, seringkali ireguler, dengan ukuran berkisar 1-

15 mm. Hanya 17% dari lakunar yang berukuran lebih kecil dari 1 cm. Inspeksi

dari kavitas kecil biasanya tampak anyaman halus dari jaringan ikat menyerupai

jaring laba-laba.11 Dominasi lakuna adalah di ganglia basalis, terutama putamen,

talamus, dan substansia alba dari kapsula interna dan pons. Jarang terjadi pada

korpus kalosum, radiasio optika, sentrum semiovale, hemisfer serebri, medula,

serebelum, spinal.3

Patologi yang mendasari terjadinya infark lakunar berdasarkan studi

klinikopatologi, didapatkan sebagian besar infark lakunar simtomatis

6
berhubungan dengan oklusi arteri perforating dengan diameter 200-800μm oleh

plak ateroma dengan atau tanpa komplikasi trombus. Sebagian besar infark

lakunar yang asimtomatis berhubungan dengan oklusi arteri perforating dengan

diameter 40-200μm dengan lipohialinosis, suatu lesi destruktif pada pembuluh

darah kecil dengan karakteristik pada fase akut sebagai fibrinoid nekrosis dan

pada fase penyembuhan dengan hilangnya struktur normal dinding pembuluh

darah, sklerosis kolagen, dan sel sabun subintima.13

6. PATOFISIOLOGI

Abnormalitas yang paling sering pada stroke lakunar adalah penyakit

pembuluh darah arteri kecil (diameter 40-200μm), yang disebut sebagai

arteriosklerosis, lipohialinosis, fibrinoid nekrosis, dimana sebagian besar

disebabkan oleh hipertensi. Perubahan dinding pembuluh darah meliputi infiltrasi

komponen plasma dan sel radang ke dalam dinding sel dan kerusakan jaringan

perivaskular otak.14 Awalnya berupa deposit fokal material fibrinoid pada

subintima, muncul sebagai material eosinophilia granular. Pada stadium lanjut,

material fibrinoid ini didistribusikan melalui semua lapisan dinding pembuluh

darah. Disorganisasi ini akhirnya mengarah pada pembentukan “mikroaneurisma”.

Aneurisma ini tidak hanya dapat menyebabkan perdarahan kecil tetapi juga infark

lacunar.5

Pada otopsi, dibedakan dua tipe dari patologi vaskular yang mendasari:

lipohialinosis dan mikroateroma. Lipohialinosis terutama pada pasien dengan

riwayat hipertensi selama hidupnya, dimana lakunarnya berukuran lebih kecil,

7
multipel dan asimtomatis. Mikroateroma didapatkan terutama pada pasien dengan

lakunar tunggal, lebih besar dan simtomatis.15

Gambar 2.1 Tampilan histologis dari arteriol dengan patologi SVD, dari

arteriolosklerosis dini ke nekrosis fibrinoid. A. Arteriol dimana otot polos

tergantikan oleh jaringan kolagen dan kumpulan kecil dari sel inflamasi

perivaskular. B. Lipohialinosis dengan penebalan kolagen dari dinding pembuluh

darah, deposisi makrofag, dan infiltrasi sel inflamasi, lumen yang tersisa terdiri

dari beberapa trombus post mortem. C. Fibrinoid nekrosis dengan destruksi

dinding pembuluh darah segmental dan inflamasi disekitarnya. D. Arteriol

terganggu berat dengan oklusi (panah).

Ukuran dari infark lakunar diduga terkait dengan ukuran arteri yang terkena,

dan karena lesi yang lebih besar cenderung menyebabkan gejala, infark lakunar

yang simtomatis dipercaya terkait dengan aterosklerosis atau emboli pada arteri

yang lebih besar, sedangkan infark silent lebih kecil dan dihubungkan dengan

lipohialinosis atau fibrinoid nekrosis pada arteri yang lebih kecil.14

7. FAKTOR RESIKO

Hubungan antara faktor resiko vaskular dan infark lakunar masih belum

sepenuhnya dipahami. Hipertensi, diabetes melitus, hiperkolesterolemia dan

8
merokok sama seringnya pada pasien dengan aterotromboemboli sebagaimana

pada stroke lakunar.14 Baik hipertensi maupun diabetes sama-sama merupakan

faktor resiko yang umum pada stroke lakunar dan non lakunar, namun stroke

lakunar jarang disebabkan oleh emboli dari jantung atau proksimal arteri dan

prevalensi yang lebih rendah untuk penyakit jantung iskemik pada stroke

lakunar.16 Stroke lakunar simtomatis terkait dengan hipertensi, diabetes, merokok,

penyakit jantung iskemik dan hiperlipidemia. Faktor resiko stroke lakunar hampir

sama dengan stroke infark arteri besar kecuali bahwa pada stroke lakunar TIA

lebih jarang, yaitu 13% dibanding 40%, dan riwayat stroke sebelumnya yaitu 19%

dibanding 39%.17

8. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis stroke lakunar dapat menggambarkan lokasi lesi. Namun

karena lesi yang kecil dan lokasi yang terlibat seringkali berupa silent area,

kejadian infark lacunar sering tidak terdeteksi segera.18 Gejala klinis infark

lacunar dapat terjadi secara tiba-tiba atau mungkin berkembang secara

berfluktuatif atau progresif. Sekitar 20-50% pasien memperlihatkan gambaran

defisit neurologis secara progresif hingga 72 jam. Pasien dengan infark lacunar

dengan onset yang progresif menunjukkan luaran yang kurang baik dalam

sebulan.5

Sindrom lakunar diartikan sebagai suatu gambaran klinis yang pada mayoritas

kasus dikaitkan dengan infark serebri tipe lakunar. 4 Sindrom lakunar memiliki

nilai klinis diagnostik sekaligus merupakan suatu prediktor terjadinya infark

lakunar, dengan nilai prediktif sekitar 84%-90%. Hubungan antara sindrom

9
lakunar dengan infark lakunar bergantung pada waktu munculnya gejala dan

pemeriksaan. Paling besar hubungannya pada pasien yang diperiksa hingga 96

jam setelah onset stroke, dan kurang keterkaitannya pada pasien yang diperiksa

pada jam-jam awal onset stroke.19

A. SINDROM LAKUNAR KLASIK/TIPIKAL

(1) Pure Motor Stroke/Hemiparesis Murni

Pure motor stroke/hemiparesis merupakan sindrom lakunar yang

paling sering ditemukan (33-50%).5 Kelainan yang terjadi dapat

disebabkan oleh oklusi arteri carotis interna atau arteri cerebri media,

subdural hematoma atau masa intraserebral. 18 Infark lakunar biasanya

terjadi pada posterior limb capsula interna atau basis pontis. 5,8 Sindrom

ini terdiri dari hemiparesis atau hemiplegia pada wajah, lengan dan

tungkai sesisi yang bersifat kontralateral. 5,18 Dapat ditemukan disartria,

disfagia dan gejala sensorik transien yaitu pasien merasakan kram-kram,

perasaan berat, geli atau dingin pada tungkai, sedangkan pada

pemeriksaan tidak ditemukan defisit sensorik.5 Tidak terdapat gangguan

fungsi sensorik, visual dan bahasa.18

(2) Ataxic Hemiparesis

Ataxic hemiparesis adalah sindrom lakunar tersering yang kedua.5

Lokasi lakunar terserinng yaitu pada kornu posterior kapsula interna,

basis pontis, dan corona radiate.5 Sindrom ini adalah kombinasi dari

gejala serebellar dan motoric, meliputi kelemahan dan kram-kram pada

sisi tubuh ipsilateral terutama mengenai kaki. Tungkai lebih dulu terkena

dari pada lengan. Dikenal juga sebagai “homolateral ataxia and cural

10
paresis”.5,18 Onset terjadi selama beberapa jam atau hari. Kombinasi

gejala pyramidal (seperti hemiparesis, hiperrefleks, dan tanda Babinski)

dan ataksia serebelar pada sisi tubuh yang sama.5

(3) Dysarthria/Clumsy Hand Syndrome

Dysarthria/clumsy hand syndrome dianggap sebagai variasi dari ataxic

hemiparesis. Lokasi infark lacunar yaitu pada basis pontis atau kapsula

interna.5,8,18 Gejala utama adalah disartria dan kelemahan lengan yang

terjadi pada saat pasien menulis. Gejala lain berupa kelemahan wajah

unilateral, disfagia, disartria, lidah deviasi ke sisi kelemahan wajah,

hemiparesis ipsilateral, ataksia lengan/gangguan koordinasi lengan pada

sisi yang sama dengan kelemahan wajah, hiperrefleks ipsilateral dan

tanda Babinski.5,18

(4) Pure Sensorik Stroke

Infark lakunar pada sindrom lakunar jenis ini biasanya terjadi di

ventral thalamus.5,8 Gejala terdiri dari hemihipestesi atau mati rasa atau

parestesi yang persisten atau transien pada salah satu sisi tubuh (wajah,

lengan, tungkai, dan trunkus) akibat dari infark lakunar pada thalamus

kontralateral.5,18 Pasien mengeluh rasa sakit atau terbakar, atau sensasi

tidak menyenangkan lainnya. Terjadi kehilangan sensorik unilateral dan

tidak ditemukan kelemahan pada pemeriksaan.5

(5) Mixed Sensorimotor Stroke

Infark lakunar pada mixed sensorimotor stroke biasanya di thalamus

dan kornu posterior kapsula interna. Tipe ini adalah kombinasi antara

11
defisit sensorik dan defisit motorik. Gejala berupa hemiparesis atau

hemiplegia dengan defisit sensorik unilateral, defisit sensorik lebih

dahulu muncul dibandingkan defisit motorik.5

B. SINDROM LAKUNAR ATIPIKAL

Sindrom lakunar atipikal diantaranya hemikorea-hemibalismus, disartria

dengan paresis fasial sentral, disartria terisolasi, hemiataksia terisolasi.4

9. DIAGNOSIS

A. Anamnesis Faktor Resiko

Faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya infark lakunar adalah

usia tua, hipertensi, diabetes mellitus, hyperlipidemia dan merokok.5,7,8

Tekanan darah dilaporkan meningkat pada pasien sindrom lakunar selama

fase akut. Diabetes sebagai penyebab penyakit pembuluh darah kecil

sehingga lebih cenderung menjadi faktor risiko pada infark lakunar. Tes

resistensi insulin abnormal ditemukan pada populasi ini dibandingkan

populasi kontrol. Merokok juga merupakan faktor resiko infark lakunar.

Faktor risiko lain terjadinya infark lakunar termasuk marker inflamasi seperti

meningginya kadar serum c-reactive protein (CRP) dan homosistein.5

B. Temuan Klinis

Pada infark lakunar terjadi oklusi pembuluh darah kecil, pasien harus

mempunyai satu gejala klinis sindrom lakunar dan tidak mempunyai gejala

gangguan disfungsi kortikal serebral. Pasien biasanya mempunyai gambaran

12
CT Scan/MRI otak normal atau infark lakunar dengan diameter <1,5mm di

daerah batang otak atau subkortikal.5

Pasien infark lacunar membutuhkan pemeriksaan serebrovaskular

lengkap, termasuk pemeriksaan sumber emboli ekstraserebral, dan semua

faktor resiko serebrovaskuler membutuhkan penanganan agresif. Pemeriksaan

arteri karotis ekstrakranial dilakukan pada pasien dengan infark lacunar pada

sirkulasi anterior. Pemeriksaan diagnostik noninvasif lanjut untuk informasi

lokalisasi potensial infark mungkin dilakukan bila tidak ditemukan faktor

resiko aterosklerosis pada pasien, pasien dengan sindrom lakunar atipik, ada

bukti radiografik infark lakunar pada daerah atipik, dan pasien dengan

sindrom lakunar tipikal tapi gambaran imaging menunjukkan infark non

lakunar.5

Pemeriksaan arteri karotis hendaknya dilakukan pada stroke lakunar

dengan ultrasonografi Doppler dan MR angiogram. Penderita yang

mengalami stenosis arteri carotis interna ekstrakranial simptomatik yang

sedang hingga berat disarankan untuk dilakukan angiografi serebral dan

carotid endarterectomy. Transcranial Doppler Ultrasonography (TCD) adalah

pemeriksaan alternatif metode invasif untuk mendeteksi stenosis vascular

intracranial dan mengevaluasi reaktivitas vascular serebral, indeks

pulsatilitas, dan indeks resistivitas sebagai penanda oklusi pembuluh darah

besar dan kecil intracranial.5

Indikasi dilakukan uji lainnya berdasarkan temuan klinis.

Transesophageal echocardiography (TEE) bermanfaat dalam investigasi

mekanisme stroke, bukti yang ada menunjukkan kombinasi infark kecil

13
subkortikal dengan sindrom lakunar tipikal nilai prediktifnya negatif untuk

sumber kardioemboli. Diagnosis infark lakunar dibuat berdasarkan gambaran

klinis dan brain imaging.5

Gambar 9.1 Gambaran klinis dan kriteria radiologi yang digunakan untuk

mengklasifikasikan stroke hemisfer

* Sindrom berdasarkan tanda dan gejala pada satu atau lebih area yang

meliputi wajah, lengan dan kaki. Lesi lakunar diidentifikasi sebagai

bentuk/gambaran oval dengan ukuran ≤ 1 cm, berlokasi di daerah yang

diperdarahi oleh arteri perforantes kecil yang superfisial atau profunda, bukan

di daerah kortikal dan tidak terdapat karakteristik dari internal border zone

infarcts.20

C. Pemeriksaan Imaging

Pemeriksaan neuroimaging untuk diagnosis infark lakunar menggunakan

Computed Tomography (CT) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI)

14
tertentu. Umumnya MRI jauh lebih sensitive dibandingkan CT, terutama

untuk mendeteksi lesi pada batang otak.5

Gambar 9.2 CT-Scan dan MRI Stroke Lakunar

Pada CT tampak focus lesi hipodens kecil pada ganglia basalis dan deep

white matter. Pada MRI tampak lebih jelas pada gambaran T2WI yang

tampak sebagai focus hiperintens bundar, atau slit-like. Namun adakalanya

infark lakunar tidak terdeteksi dengan MRI.5

Lesi maksimal 15mm disepakati sebagai kriteria utama diagnosis

imaging. Pada fase akut lesi iskemik akibat infark lakunar bisa tampak lebih

besar, dan pada DWI-MRI mayoritas lesi iskemik berdiameter 15-20mm

tanpa penyebab lain yang diketahui selain penyakit arteri penetrasi tunggal.5

10. PENATALAKSANAAN

A. Terapi Trombolitik

Terapi dengan dosis 0,9 mg/kgBB tPA intravena dalam 3 jam onset

gejala menunjukkan luaran primer modified ranking scale score 0-1 serupa

pada pasien infark lakunar dan pasien stroke iskemik. Namun kini di klinik,

stroke lakunar tidak diindikasikan untuk pengobatan dengan tPA, selain

15
karena risiko terjadinya perdarahan/stroke hemoragik, juga karena dengan

terapi antiplatelet seperti ASA (aspirin, dll) secara empiris hasilnya cukup

memuaskan.5

B. Terapi Antiplatelet

Canadian American Ticlodipin Study (CATS) menunjukkan ticlodipine

(500 mg/hari) mengurangi resiko relative stroke, infark myocardial, dan

kematian akibat vascular sebesar 30,39% secara keseluruhan, dan pada

subgroup analisis, resiko relative berkurang dengan ticlodipine dilaporkan

serupa pada pasien yang mengalami infark aterotrombosis dan stroke lakunar.

Studi Japanese Antiplatelet Stroke Prevention Study Group (JASPSG) adalah

uji klinik prospektif, random, terapi antiplatelet pada 610 pasien lakunar.

Pasien secara random menerima placebo atau terapi antiplatelet. Terapi

antiplatelet adalah aspirin, biclopidine atau keduanya. Setelah periode follow

up 29 bulan (rata-rata), dilaporkan bahwa laju rekurensi tahunan stroke

iskemik adalah 3,4%pada 332 pasien yang diterapi dengan antiplatelet tidak

signifikan berbeda dari 2,9% pada 278 pasien kelompok placebo.5

Penelitian The International Stroke Trial menunjukkan pemberian aspirin

maupun heparin pada penderita infark lakunar tidak menunjukkan adanya

bukti secara langsung terhadap perubahan angka kematian atau disabilitas

setelah enam bulan saat terapi dilakukan sesegera mungkin setelah terjadinya

infark lakunar. Penelitian lainnya, Chinese Acute Stroke Trial, tidak

menemukan bukti spesifik yang mendukung penggunaan terapi aspirin fase

akut atau antikoagulan pada stroke lacunar.5

16
Meta analisis prospektif dua penelitian menggunakan aspirin

menunjukkan penggunaan aspirin fase akut secara statistik bermakna

mengurangi resiko stroke iskemik rekuren dalam 14-28 hari. Ada

kecenderungan peningkatan risiko stroke hemoragik atau transformasi

hemoragik. Aspirin menurunkan laju kematian tanpa perburukan stroke. Pada

stroke lakunar, ditemukan luaran yang serupa dengan stroke iskemik lainnya.5

Bukti yang ada sedikit namun menunjukkan secara statistik manfaat

penggunaan aspirin pada semua jenis stroke iskemik, juga termasuk stroke

lakunar. Aspirin digunakan pada stroke lakunar akut segera setelah

kemungkinan perdarahan intraserebral disingkirkan dengan CT-scanning

otak.5

C. Terapi Antikoagulan

Secara teoritis karena dugaan mekanisme terjadinya stroke lakunar

adalah lipohialinosis dipertimbangkan bahwa antikoagulan mungkin

kontraindikasi walaupun tidak ada bukti langsung untuk hal ini. Namun,

dalam uji yang membandingkan warfarin dan aspirin pada pencegahan

rekurensi stroke tidak ada perbedaan bermakna pada frekuensi, waktu,

primary end point, atau perdarahan mayor berdasarkan penyebab inisial

stroke (56,1% dari 2.206 pasien penelitian yang telah mengalami infark

pembuluh darah kecil atau infark lacunar sebelumnya).5

D. Terapi Penurunan Tekanan Darah

Karena tekanan darah merupakan faktor resiko penting pada stroke

lakunar, menurunkan tekanan darah adalah strategi pencegahan sekunder

potensial paling penting. Pada uji ini, progress menggunakan perindopril dan

17
indapamid sebagai zat penurun tekanan darah pasien TIA dan stroke minor

secara umum, kejadian luaran stroke lakunar berkurang 23%, tidak berbeda

dari luaran subtype stroke lainnya.5

11. PROGNOSIS

Mortalitas awal pada stroke lakunar rendah, sekitar 0-2% pada 30 hari

pertama. Pada fase akut kematian kemungkinan terkait dengan adanya komplikasi

dibanding dari infark lakunar itu sendiri. Prognosis jangka pendek infark lakunar

cukup baik karena in-hospital mortality sangat rendah dan case fatality rate satu

tahun pertama kurang dari 2,8% hampir sama dengan populasi umum. Pada

sebuah studi berbasis populasi, angka survival adalah 96% pada 1 bulan, 86%

pada 2 tahun. Sedangkan pada jangka panjang, meskipun mortalitas rata-rata

sekitar 3% per tahun, resiko kematian meningkat dari 27,4% pada 5 tahun, 60%

setelah 10 tahun, dan 75% setelah 14 tahun. Penyebab kematian berasal dari

kardiovaskular 52%, stroke berulang 21%, dan penyebab lain 27%. Stroke

berulang terjadi 7,7% setelah 1 tahun. Setelah 5 tahun naik menjadi 22,4%

terutama infark lakunar baru (50-72%) dan yang lebih jarang adalah perdarahan

intraserebral (10%). Hipertensi, diabetes melitus, leukoaraiosis dan tingginya

level hematokrit merupakan faktor resiko utama terjadinya rekurensi dan stroke

lakunar multipel. Stroke berulang biasanya adalah subtipe lakunar juga. Stroke

lakunar yang berulang atau multipel bertanggung jawab terhadap terjadinya

gangguan kognitif dimana 16% terjadi pada rekurensi pertama, sedangkan pada

rekurensi multipel gangguan kognitif terjadi mencapai 40%.4

18
19
BAB III

KESIMPULAN

Stroke lakunar merupakan salah satu subtipe stroke yang cukup sering

ditemukan. OCSP menyebutkan bahwa 25% dari stroke iskemik adalah lacunar.

Stroke lakunar adalah sindrom stroke klinis dengan gejala dan tanda khusus yang

merupakan lesi kecil pada subkorteks atau batang otak. Dalam klasifikasi yang

dibuat oleh TOAST disebutkan bahwa pada stroke lakunar seharusnya didapatkan

temuan klinis dari salah satu sindrom lacunar.

Kelainan yang mendasari terjadinya stroke ini adalah SVD dengan proses

patologis yang terjadi pada arteri perforator, yang merupakan pembuluh darah

kecil berdiameter 100-400 μm. Patologi yang ditemukan dapat berupa

mikroateroma, lipohialinosis, nekrosis fibrinoid, yang pada akhirnya

menyebabkan oklusi dari pembuluh darah tersebut, dan menyebabkan infark

dengan area 2-15 mm. Faktor resiko yang paling sering untuk terjadinya proses ini

adalah hipertensi dan diabetes melitus, selain faktor-faktor lain yang telah

disebutkan sebelumnya.

Diagnosis stroke lakunar ini dibuat berdasarkan anamnesis, temuan klinis dan

pemeriksaan penunjang. MRI adalah pencitraan yang paling baik dalam

menggambarkan stroke lakunar. DWI merupakan tehnik yang paling sensitif dan

spesifik dalam mendeteksi stroke lakunar akut.

Hingga saat ini belum ada terapi khusus untuk penatalaksanaan stroke

lakunar. Penggunaan tPA masih kontroversial, mengingat gejala klinis yang

diakibatkan oleh stroke tipe ini relatif ringan, dibandingkan dengan resiko

20
perdarahan yang mungkin terjadi. Pengendalian faktor resiko masih merupakan

penatalaksanaan utama seperti halnya stroke iskemik pada umumnya. Terapi

dengan antihipertensi, kontrol gula darah, pemberian obat antiplatelet,

antikoagulan, dan statin, bermanfaat dalam pencegahan terjadinya rekurensi.

Saat ini diketahui bahwa stroke lakunar merupakan penyebab utama

progresifitas defisit motorik. Selain itu, meskipun prognosis jangka pendek untuk

kematian cukup rendah, ternyata untuk jangka menengah dan panjang, dalam hal

rekurensi dan mortalitas stroke lakunar cukup tinggi. Resiko terjadinya demensia

vaskular setelah stroke dibandingkan subtipe lain, stroke lakunar paling banyak

terkait dengan demensia vaskular. Dari pembahasan ini dapat diketahui bahwa

meskipun seringkali dijumpai gejala klinis pada stroke lakunar adalah ringan,

namun stroke subtipe ini ternyata memiliki keluaran yang kurang baik sehingga

tidak bisa kita anggap sebagai penyakit yang ringan.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Daroff R, Fenichel G, Jancovich J, et al. 2012. Bradley’s Neurology and

Clinical Practice. 6th ed. Vol 1. Philadelphia: Elsevier Saunders, pp 1012-1013

2. Go AS, Mozaffarian D, Roger VL, et al, 2014. Heart Disease and Stroke

Statistics-Association 2014 Update: A Report From the American Heart

Association. Circulation 129: e28-e292

3. Marti JL, Arboix A, Mohr JP, 2011. Microangiopathies (Lacunes). In Mohr

JP, Wolf PA, Grotta JC (Eds). Stroke: Pathophysiology, Diagnosis, and

Management, 5th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders, pp 506-508

4. Arboix A, Marti JL, 2009. Lacunar Stroke. Neurother 9: 179–196

5. Gofur A et al. Stroke Lakunar. Neurology Update, Makalah ilmiah. Edisi I.

2011. Yogyakarta : KONAS PERDOSSI ke-7 Manado dan Pustaka Cendekia

Press.

6. Mardjono M, Priguna S. Mekanisme gangguan vascular susunan saraf.

Neurologi Klinis Dasar. 2009. Jakarta : Dian Rakyat.

7. Hartwig M S. Penyakit Serebrovaskuler. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-

proses dasar penyakit. Volume 2. Edisi 6. 2006. Jakarta : EGC.

8. Smith W S, English J D et al. Cerebrovascular Disease. Harrison’s Neurology

in Clinical Medicine. Second Edition. 2010. San Fanscisco: Mc-Graw Hill.

9. Wardlaw JM, 2008. What Is a Lacune? Stroke 39: 2921-2922

10. Toni D, Sacco RL, Brainin M, et al. 2011. Classification of Ischemic Stroke.

In Mohr JP, Wolf PA, Grotta JC (Eds). Stroke: Pathophysiology, Diagnosis,

and Management, 5th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders, p 294

22
11. Caplan LR, 2009. Basic pathology, Anatomy, and Pathophysiology of Stroke.

In Caplan’s stroke: a clinical approach, 4th ed. Philadelphia: Elsevier

saunders, pp 35-45

12. Caplan LR, 2009. Penetrating and Branch Artery Disease. In Caplan’s Stroke:

a Clinical Approach, 4th ed. Philadelphia: Elsevier saunders, pp 291-303

13. Jackson C, Sudlow C, Phil D. 2005. Are Lacunar Strokes Really Different? A

Systematic Review of Differences in Risk Factor Profiles Between Lacunar

and Nonlacunar Infarcts. Stroke AHA ASA;36:891-901

14. Wardlaw J, Smith C, Dichgans M, 2013. Mechanisms of sporadic cerebral

SVD: insights from neuroimaging. Lancet Neurol 12: 483–97

15. De Jong G, Kessels F, Lodder J. 2002. Two Types of Lacunar Infarcts

Further Arguments From a Study on Prognosis. J. Stroke.33:2072-2076

16. Jackson CA, Hutchison A, Dennis MS, et al. 2010. Differing Risk Factor

Profiles of Ischemic Stroke Subtypes Evidence for a Distinct Lacunar

Arteriopathy? Stroke 41: 624-629

17. Kim MH, Moon JS, Park SY, et al, 2011. Different Risk Factor Profiles

between Silent Brain Infarction and Symptomatic Lacunar Infarction. Eur

Neurol 65:250–256

18. Wahjoepramono E. Korelasi Neuroanatomi dengan Gejala Klinis, Stroke

Iskemik. Buku Stroke Tatalaksana Fase Akut. 2005. Jakarta : Fakultas

Kedokteran Universitas Pelita Harapan.

19. Biller J, Love BB, Schneck MJ, 2012. Vascular Diseases of the Nervous

System Ischemic Cerebrovascular Disease. In: Daroff RB, Fenichel GM,

Jankovic J, et al (Eds). Bradley’s Neurology in Clinical Practice Volume I:

23
Principles of Diagnosis and Management, 6th ed. Philadelphia: Elsevier

Saunders, pp 1017-1018

20. Inzitari D et al. Neurology 2000 ; 54 : 660-660. American Academy of

neurology.

24

Anda mungkin juga menyukai