Anda di halaman 1dari 10

ANALISIS WACANA

DR. PATRIANTORO, M.HUM.

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK
TAHUN 2017
ANALISIS WACANA
BAB I
PENDAHULUAN

A.Pendapat Para Ahli tentang Wacana


Definisi wacana yang dikemukakan para ahli bahasa ada bermacam-macam. Berikut
ini ada beberapa pendapat tentang wacana. Pertama, Michael Mc Chharthy (1997:5) dalam
bukunya Discourse Analysis for Language, analisis wacana berkaitan dengan studi tentang
hubungan antara bahasa dengan konteks dalam pemakaian bahasa. Analisis wacana
mempelajari bahasa dalam pemakaian, berupa semua teks tertulis dan teks lisan; dari
percakapan sampai dengan bentuk-bentuk percakapan yang utuh.
Kedua, I Praptomo Baryadi (2001) dalam bukunya Konsep-konsep Pokok dalam
Analisis Wacana menyatakan analisis wacana mengkaji wacana dari sisi internal maupun sisi
eksternal. Dari sisi internal wacana dikaji berdasarkan jenis, struktur, dan hubungan bagian-
bagian wacana. Kajian wacana berdasarkan faktor eksternal wacana dikaji dari sisi
keterkaitan wacana itu dengan pembicara, hal yang dibicarakan, dan mitra bicara. Tujuan
analisis wacana adalah untuk mengungkapkan kaidah kebahasaan yang mengkonstruksi
wacana, memproduksi wacana, pemahaman wacana, dan pelambangan suatu hal dalam
wacana. Di samping itu, analisis wacana untuk memerikan atau mendeskripsikan bahasa
dalam fungsinya sebagai alat komunikasi.
B. Jenis-jenis Wacana
Berdasarkan jenisnya wacana ada 2: (1) wacana monolog (khotbah, ceramah,); dan
wacana dialog (diskusi, seminar, musyawarah). Berdasarkan cara dan tujuannya wacana
dikelompokkan menjadi 5 yaitu wacana: (1) narasi, (2) deskripsi, (3) eksposisi, (4) persuasi,
(5) argumentasi. Liamzon dalam bukunya Discourse Analysis (1984) membagi wacana
berdasarkan sifatnya: (1) wacana naratif, (2) wacana prosedural, (3) wacana hortatorik, (4)
wacana ekspositorik, dan (5) wacana deskriptif.
Wacana naratif merupakan rangkaian tuturan yang menceritakan atau menyajikan
suatu hal melalui penonjolan tokoh atau pelaku (orang pertama atau ke-3), maksudnya untuk
memperluas pengetahuan pendengar atau pembaca. Kekuatan wacana terletak pada urutan
cerita berdasarkan waktu dan cara-cara bercerita yang diatur dalam alur atau plot.
Wacana prosedural merupakan rangkaian tuturan yang melukiskan sesuatu secara
berurutan yang tidak boleh dibolak balik unsur-unsurnya, karena urgensi unsur terdahulu
menjadi landasan unsur yang berikutnya. Wacana ini biasanya untuk menjawab pertanyaan
bagaimana sesuatu bekerja atau terjadi dan cara mengerjakan sesuatu. Misal cara
membongkar dan memasang mesin mobil.
Wacana hortatorik tuturan yang bersifat ajakan-ajakan atau nasihat, kadang tuturan
bersifat memperkuat keputusan untuk lebih meyakinkan. Wacana ini hampir sama dengan
wacana persuasi.
Wacana ekspositorik rangkaian tuturan yang bersifat memaparkan pokok pikiran.
Pokok pikiran lebih dijelaskan lagi dengan cara menyampaikan uraian bagian-bagian atau
detilnya. Tujuan wacana ini agar tercapai tingkat pemahaman terhadap sesuatu secara jelas,
mendalam, dan luas.
Wacana deskriptif rangkaian tuturan yang memaparkan atau melukiskan sesuatu
berdasarkan pengalaman atau pengetahuan penuturnya. Tujuan wacana ini tercapainya
pengamatan yang imajinatif, sehingga pendengar atau pembaca merasakan seolah-olah
mengalaminya atau mengetahui secara langsung. Wacana ini ada yang mendeskripsikan
secara objektif dan ada yang secara imajinatif, deskripsi objektif bersifat menginformasikan
apa adanya, deskripsi imajinatif menambahkan daya khayal.
BAB II
ASPEK GRAMATIKAL DALAM ANALISIS WACANA

A. Pengacuan atau Referensi


Acuan atau referen dibedakan menjadi 2: (1) acuan endofora yaitu acuan yang
terdapat atau ada dalam teks tersebut; (2) acuan eksofora apabila acuan berada di
luar teks wacana. Jenis kohesi, pengacuan endofora ada 2.
1) Pengacuan anaforis (anaphoric reference) merupakan kohesi gramatikal yang
berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain yang
mendahuluinya, atau mengacu pada unsur yang telah disebut sebelumnya, atau
mengacu anteseden di sebelah kiri.
2) Pengacuan kataforis (caataphoric reference) merupakan kohesi gramatikal
yang berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain
yang mengikutinya, atau mengacu pada unsur yang baru disebut kemudian,
atau mengacu anteseden di sebelah kanan.

Satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain dapat berupa
persona (kata ganti orang), demontratif (kata ganti penunjuk), dan komparatif
(satuan lingual yang berfungsi membandingkan antara unsur yang satu dengan
unsur yang lainnya).

1. Pengacuan Persona
Pengacuan persona direalisasikan melalui pronomina persona (kata ganti orang)
Persona : I a. tunggal (aku, saya, hamba, gue/gua, ane/ana, ku-, -ku)
b. jamak (kami, kami semua, kita)
II a. tunggal (kamu, anda, anta, ente, kau-, -mu)
b. jamak (kamu semua, kalian, kalian semua)
III a. tungal (ia, dia, beliau, dia, -nya)
b. jamak (mereka, mereka semua)

2. Pengacuan Demonstratif
Pengacuan demontratif (kata ganti penunjuk) dikelompokkan menjadi dua: pengacuan
demontratif waktu dan tempat (lokasional).
Demontratif : 1. Waktu : kini (kini, sekarang, saat ini)
: lampau (kemarin, dulu, tempo hari)
: y.a.d (besok, yad, lusa)
: netral (pagi, siang, sore, malam)
2. Tempat : dekat (ini, sini, di sini)
: agak jauh (itu, situ, di situ)
: jauh (sana)
: menunjuk eksplisit (Sintang, Sambas, Solo)

B. Penyulihan atau Substitusi


Penyulihan (substitusi)
1. Substitusi Nominal
gelar -- titel
derajat -- tingkat -- pangkat
2. Substitusi Verbal
mengarang -- berkarya
berusaha -- berikhtiar
3. Substitusi Frasal
a. Aku tidak meneruskan pertanyaanku. Ibuku tidak berbicara. Dua orang
sama-sama diam seribu bahasa.
b. Saya dan istri mau menengok orang tua. Kebetulan hari Minggu tidak ada
acara, hari libur untuk jalan-jalan.
C. Pelesapan atau Elips
Pelesapan merupakan satu jenis kohesi gramatikal yang berupa penghilangan atau
pelesapan satuan lingual tertentu.
1. Suleman terbangun seketika. Menutupi matanya karena silau, mengusap muka
dengan tisu, seraya bertanya “Sudah sampai mana ini?”
2. Aku dan Juleha sama-sama mahasiswa UGM. Berangkat bersama, pulang
bersama.
D. Perangkaian atau Konjungsi
Konjungsi adalah satu jenis kohesi gramatikal yang dilakukan dengan cara
menghubungkan unsur bahasa yang satu dengan unsur bahasa yang lain dalam
wacana. Unsur bahasa yang dirangkaian dapat berupa satuan lingual kata, frasa,
klausa, kalimat, alinea dengan pemarkah lanjutan topik pembicaraan dengan
pemarkah alih topik (pemarkah disjungtif). Makna perangkaian beserta konjungsi
dapat dilihat di bawah ini.
1. Sebab-akibat (kausalitas) : sebab, karena, maka, makanya
2. Pertentangan : tetapi, namun.
3. Kelebihan (ekspresif) : malah
4. Perkecualian (ekseptif) : kecuali
5. Konsesif : walaupun, meskipun
6. Tujuan : agar, supaya, untuk
7. Penambahan (aditif) : dan, juga, serta
8. Pilihan (alternatif) : atau
9. Harapan (optatif) : semoga, moga-moga
10. Urutan (sekuensial) : kemudian, lalu, terus
11. Perlawanan : sebaliknya
12. Waktu (temporal) :setelah, sesudah, selesai, usai
13. Syarat : apabila, jika, demikian
14. Cara : dengan cara, begitu
15. Makna lainnya : yang ada dalam tuturan
BAB III

KONTEKS DAN INFERENSI DALAM WACANA

Konteks wacana adalah aspeks-aspeks internal wacara dan segala sesuatu yang secara
eksternal melingkupi sebuah wacana. Konteks wacana ada dua yaitu konteks bahasa (ko-teks)
atau konteks internal wacana “internal discourse context” dan konteks luar bahasa (konteks
situasi dan budaya) sebagai konteks eksternal wacana “external discourse context’. Inferensi
merupakan proses yang harus dilakukan oleh pendengar atau pembaca untuk memahami
maksud pembicara atau penulis. Pemahaman untuk memahami maksud pembicara atau
penulis harus didasari pemahaman makna secara harafiah dan pemahaman makna
berdasarkan pemahaman konteks sosial dan budaya. Pemahaman wacana secara internal dan
secara eksternal merupakan dasar inferensi pengambilan kesimpulan.

Pemahaman konteks sosial dan budaya dalam wacana dapat dilakukan dengan
beberapa prinsip penafsiran dan prinsip analogi. Ada 4 prinsip yang harus diperhatikan.

1. Prinsip penafsiran personal.


Prinsip penafsiran personal berkaitan dengan siapa sesungguhnya yang menjadi
partisipan dalam sebuah wacana. Siapa penutur dan siapa mitra wicara sangat
menentukan makna sebuah tuturan.
Contoh: Kau tampan sekali hari ini.
Bagaimana mitra bicara memahami makna dan dampak tuturan biasa atau luar biasa.
2. Prinsip penafsiran lokasional.
Berkenaan dengan penafsiran tempat terjadinya peristiwa (lokasi, tempat: di sini, di
sana, di situ).
3. Prinsip penafsiran temporal.
Berkenaan dengan penafsiran pemahaman waktu terjadinya peristiwa (kapan dan
berapa lama: sekarang, kemarin, yang lalu.
4. Prinsip analogi.
Berkenaan dengan penafsiran makna dan mengidentifikasi maksud dari bagian atau
keseluruhan sebuah wacana.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memahami wacana melalui empat prinsip diatas
harus mempertimbangkan: (1) faktor sosial, (2) situasional, (3)kultural (budaya), (4)
pengetahuan tentang dunia (makrokosmos dan mikrokosmos).

MODALITAS IV

Modalitas adalah sikap pembicara terhadap suatu proposisi atau peristiwa. Proposisi adalah
apa yang dapat dipercaya, disangsikan, disangkal, atau dapat dibuktikan benar atau salahnya
sebagaimana yang terkadung dalam kalimat.

1. Modalitas Kemampuan : dapat, bisa, mampu, sanggup.


2. Modalitas Kemungkinan : mungkin, barangkali, nampaknya, kelihatannya.
3. Perkiraan: saya kira, saya pikir, agaknya, kira-kira.
4. Kepastian: pasti, sungguh, percaya, benar.
5. Keharusan: harus, selayaknya, sepatutnya, mengharuskan.
6. Keperluan: perlu, memerlukan, membutuhkan.
7. Paksaan: harus.
8. Kehendak: hendak, hendaknya, berkehendak.
9. Kemauan: mau, besedia, siap, mau saya.
10. Keinginan: ingin, menginginkan, berkeinginan.
11. Nasihat: hendaknya, seyogyanya, biarlah, biarkan.
12. Harapan: semoga, mudah-mudahan, sudilah, mengharap.
13. Perintah: kerjakan, perintah, memerintah, memerintahkan.
14. Suruhan: menyuruh, disuruh, suruh.
15. Persilahan: silahkan, dipersilahkan , coba, menyilahkan.
16. Ajakan: mari, ayo, marilah, menghimbau, mengharap.
17. Keizinan: boleh, dapat, bisa, diperkenankan, dapat saja.
18. Larangan: jangan, dilarang, melarang.
19. Seruan: aduh, celaka, astaga, astaghfirullah.
20. Ingkaran: bukan, tidak, tidah usah, tidak dapat.
21. Pengandaian: seandainya, misalnya, seumpama, sepertinya.
22. Kewajiban: wajib.
BAB V

ASPEK LEKSIKAL DALAM ANALISIS WACANA

A. Repetisi
B. Sinonimi
C. Antonimi
D. Hiponimi
E. Tipe Arti
TUGAS TERSTUKTUR
1. Analisis teks (wacana) dengan:
a. Judul “Analisis Wacana Teks ..................................”
b. Latar Belakang dua paragraf (pentingnya analisis teks tsb, alasan
mengapa menganalisis teks tsb)
c. Masalah penelitian ( pengacuan, elips dan konjungsi, konteks dan
inferensi, dan modalitas).
d. Teori disesuaikan dengan masalah.
e. Metodologi.
f. Daftar Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai