Anda di halaman 1dari 34

i

PEMBERIAN ASTAXANTHIN DAN VITAMIN E DALAM


PAKAN TERHADAP PERKEMBANGAN GONAD CALON INDUK
UDANG VANAME, Litopenaeus vannamei

MITA ISTIFARINI

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN


SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Pemberian astaxanthin


dan vitamin E dalam pakan terhadap perkembangan gonad calon induk udang
vaname, Litopenaeus vannamei” adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan dan tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2013

Mita Istifarini
NIM C14090042
i

ABSTRAK
MITA ISTIFARINI. Pemberian astaxanthin dan vitamin E dalam pakan terhadap
perkembangan gonad calon induk udang vaname, Litopenaeus vannamei.
Dibimbing oleh HARTON ARFAH dan MIA SETIAWATI.

Benih udang berkualitas baik tentunya berasal dari induk unggul.


Meningkatkan produksi induk udang vaname (Litopenaeus vannamei) berkualitas
dapat dilakukan dengan penambahan vitamin E atau astaxanthin pada pakan.
Dosis yang digunakan 350 ppm vitamin E, 500 ppm astaxanthin, 350 ppm vitamin
E dan 500 ppm astaxanthin, 175 ppm vitamin E dan 250 ppm astaxanthin. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian astaxanthin dan
vitamin E dengan dosis berbeda dalam pakan terhadap tingkat kematangan gonad
calon induk udang vaname. Pemberian pakan dengan penambahan vitamin E dan
astaxanthin dilakukan sebanyak tiga kali, yaitu jam 06.00, 13.00, dan 20.00 WIB
sebanyak 2% dari bobot udang. Hasil menunjukkan bahwa perlakuan terbaik
didapatkan pada pemberian kombinasi 175 ppm vitamin E dan 250 ppm
astaxanthin yaitu tingkat kelangsungan hidup induk udang 100,00±0,00%, laju
pertumbuhan spesifik induk udang 1,07±0,26%/hari, kematangan gonad pertama
tercepat dicapai pada 14 hari sebanyak 19,45±4,81%, kematangan gonad keempat
didapat pada hari ke-41, tingkat pemijahan 33,33±8,33%, fekunditas
87.000±2.000 telur, dan derajat penetasan telur mencapai 49±1,53%.

Kata kunci: astaxanthin, udang vaname Litopenaeus vannamei, vitamin E.

ABSTRACT
MITA ISTIFARINI Supplementation of astaxanthin and vitamin E in feed on the
development of gonads white shrimp broodstock, Litopenaeus vannamei.
Supervised by HARTON ARFAH and MIA SETIAWATI.

High quality of shrimp larvae produced by using a good broodstock.


Increase production high quality of white shrimp (Litopenaeus vannamei)
broodstock can be done with the addition of vitamin E or astaxanthin. A dose used
was 350 ppm vitamin E, 500 ppm astaxanthin, combination of 350 ppm vitamin E
and 500 ppm astaxanthin, combination of 175 ppm vitamin E and 250 ppm
astaxanthin. The purpose of this research was to evaluate the effect of astaxanthin
and vitamin E supplementation with different dose in the feed on gonad maturity
of white shrimp broodstock. Feeding of vitamin E and astaxanthin was performed
in three times, at 06.00, 12.00 and 20.00 by as much as 2% of the shrimp weight.
The results showed that dose was used combination of 175 ppm vitamin E and
250 ppm astaxanthin giving highest relative survival (100.00±0.00%), growth rate
of broodstock shrimp (1.07±0.26%/day), the fastest maturity of first gonads level
achieved 14 days (19.45 ±4.81%), maturity of fourth gonads level achieved 41
days, levels of spawning (33.33±8.33%), fecundity (87000±2000 eggs) and
hatching rate (49±1.53%).

Keywords: astaxanthin, white shrimp Litopenaeus vannamei, vitamin E.


PEMBERIAN ASTAXANTHIN DAN VITAMIN E DALAM
PAKAN TERHADAP PERKEMBANGAN GONAD CALON INDUK
UDANG VANAME, Litopenaeus vannamei

MITA ISTIFARINI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Budidaya Perairan

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul Skripsi : Pemberian astaxanthin dan vitamin E dalam pakan terhadap
perkembangan gonad calon induk udang vaname, Litopenaeus
vannamei.
Nama : Mita Istifarini
NIM : Cl4090042
Program Studi : Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya

Disetujui oleh

it. Harton Arfah, M .Si. Dr. Ir. Mia Setiawati, M.Si.


Pembimbing I Pembimbing II

Tanggal Lulus:
1 ~tP 2U13
iii

Judul Skripsi : Pemberian astaxanthin dan vitamin E dalam pakan terhadap


perkembangan gonad calon induk udang vaname, Litopenaeus
vannamei.
Nama : Mita Istifarini
NIM : C14090042
Program Studi : Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya

Disetujui oleh

Ir. Harton Arfah, M.Si. Dr. Ir. Mia Setiawati, M.Si.


Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. Sukenda, M.Sc.


Ketua Departemen

Tanggal Lulus:
PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunianya sehingga penyusunan skripsi dengan judul “Pemberian
astaxanthin dan vitamin E dalam pakan terhadap perkembangan gonad calon
induk udang vaname, Litopenaeus vannamei” dapat diselesaikan. Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan April 2013 sampai Mei 2013 bertempat di Balai
Budidaya Air Payau (BBAP) Situbondo, Instalasi Pembenihan Udang (IPU)
Gelung, Jawa Timur.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ayahanda Drs. H. Miftahol Arifin dan Ibunda Hj. Bariroh, serta Kakak
Rahman Setyawan Ramadhan atas doa, kasih sayang, dan dukungannya.
2. Ir. Harton Arfah, M.Si. selaku Pembimbing Akademik serta Pembimbing I
dan Dr. Ir. Mia Setiawati, M.Si. selaku pembimbing II yang telah banyak
memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis sampai menyelesaikan
skripsi ini.
3. Dr. Ir. Nur Bambang Priyo Utomo, M.Si. selaku dosen penguji.
4. Dr. Alimuddin, S.Pi, M.Sc. selaku komisi program studi atas arahan dan
koreksinya.
5. Bapak Ir. Dwi Soehermanto, MM selaku kepala Balai Budidaya Air Payau
(BBAP) Situbondo dan Bapak Ir. Mohammad Afandi selaku kepala Instansi
Pembenihan Udang, Gelung, yang telah memberikan izin kepada penulis
dalam melaksanakan penelitian di Situbondo.
6. Deni Sugianto, S.Pi selaku pembimbing lapang, Wendy Tri Prabowo, S.Pi,
Bapak Sugianto, Bapak Mulyanto, Bapak Edi, Ibu Imron, Bapak Imron yang
telah membantu penulis melaksanakan penelitian di Situbondo.
7. Fahmi, Ayi, Uus, Dina (APS), Resandi, Raisa, Anak-anak Sorong yang telah
membantu penulis menyelesaikan penelitian.
8. Teman teman kosan bintang
9. Keluarga besar BDP 48, BDP 47, BDP 45 dan khususnya BDP 46 (Aya, Soya,
Ardilla, Hari, Peni, Ulfah Fayumi dan temen-temen yang tidak bisa
disebutkan satu persatu) terimakasih atas bantuan dan kerjasamanya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2013

Mita Istifarini
v

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL .................................................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ vii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... vii
PENDAHULUAN ...................................................................................................1
Latar Belakang ....................................................................................................1
Tujuan Penelitian .................................................................................................2
METODE .................................................................................................................2
Materi Uji ............................................................................................................2
Persiapan wadah pemeliharaan induk .............................................................2
Pemilihan calon induk ....................................................................................3
Aklimatisasi induk ..........................................................................................3
Penyediaan pakan ...........................................................................................3
Pemberian pakan .............................................................................................3
Pemeliharaan Induk ........................................................................................4
Ablasi mata .....................................................................................................4
Analisis data....................................................................................................4
Parameter pengamatan ........................................................................................4
Tingkat kelangsungan hidup induk.................................................................4
Parameter pertumbuhan ..................................................................................4
Tingkat kematangan gonad .............................................................................5
Tingkat pemijahan ..........................................................................................5
Jumlah telur ....................................................................................................5
Derajat penetasan telur (HR) ..........................................................................6
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................................6
Hasil ....................................................................................................................6
Tingkat kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan spesifik .........................6
Tingkat kematangan gonad .............................................................................6
Tingkat pemijahan, jumlah telur dan derajat penetasan telur .........................8
Pembahasan .......................................................................................................10
KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................................................14
Kesimpulan ........................................................................................................14
Saran ..................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................15
LAMPIRAN ...........................................................................................................17
RIWAYAT HIDUP ................................................................................................23
DAFTAR TABEL
1. Pemberian dosis astaxanthin dengan vitamin E pada pakan............................... 3
2. Tingkat kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan spesifik calon
induk vaname ...................................................................................................... 6
3. Persentase kumulatif calon induk vaname dengan tingkat kematangan
gonad pertama (TKG1) ....................................................................................... 7
4. Persentase kumulatif calon induk vaname dengan tingkat kematangan
gonad kedua (TKG 2) ......................................................................................... 7
5. Persentase calon induk vaname dengan tingkat kematangan gonad
ketiga (TKG 3) setelah ablasi ............................................................................. 8
6. Persentase calon induk vaname dengan tingkat kematangan gonad
keempat (TKG 4) setelah ablasi.......................................................................... 8

DAFTAR GAMBAR
1. Induk betina matang telur .................................................................................... 5
2. Induk jantan matang gonad.................................................................................. 5
3. Persentase pemijahan udang vaname setelah ablasi ............................................ 9
4. Jumlah telur udang vaname setelah ablasi ........................................................... 9
5. Derajat penetasan udang vaname setelah ablasi .................................................. 9
6. Metabolisme asam arakidonat ........................................................................... 12

DAFTAR LAMPIRAN
1. Pencampuran astaxanthin dan vitamin E ........................................................... 17
2. Tahapan Ablasi mata ......................................................................................... 18
3. Tingkat pematangan gonad ................................................................................ 18
4. Pengujian ANOVA dan uji lanjut Tukey .......................................................... 19
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Udang vaname (Litopenaeus vannamei) merupakan salah satu komoditas


perikanan yang mempunyai peluang di pasar domestik dan pasar internasional
karena nilai penjualan yang sangat tinggi. Menurut Kementerian Kelautan
Perikanan KKP (2013) mencatat produksi udang untuk diekspor ke luar negeri
pada tahun 2010 sebesar 145.092 ton dan tahun 2012 sebesar 162.068 ton.
Produksi budidaya udang vaname pada tahun 2012 mencapai 250.300 ton,
sedangkan produksi budidaya udang windu mencapai 143.300 ton. Berdasarkan
data produksi perikanan budidaya, produksi udang yang mendominasi produksi
nasional tersebut adalah udang vaname.
Tingginya produksi udang vaname tidak lepas dari produksi benur
berkualitas baik. Kualitas benur yang dihasilkan sering mengalami penurunan dari
waktu ke waktu seperti pertumbuhan udang yang lambat, ukuran tidak seragam,
dan rentan terhadap perubahan lingkungan sehingga dapat menyebabkan
rendahnya dalam produksi budidaya udang vaname. Produksi benih berkualitas
sangat ditentukan oleh kualitas induk. Pada kualitas induk udang vaname hasil
domestikasi, sering dijumpai kematangan telur yang tidak sempurna, kegagalan
dalam perkawinan, frekuensi atau jumlah induk yang mating (kawin) sangat
sedikit (Subaidah et al. 2008). Untuk mengevaluasi kegagalan reproduksi ada dua
kemungkinan yaitu faktor internal (pakan dan kesehatan) dan faktor eksternal
(lingkungan). Pakan induk besar pengaruhnya terhadap kematangan telur dan
sperma. Penggunaan pakan segar sangat mempengaruhi kualitas telur dan sperma
tetapi dalam ketersediannya pakan segar harus disimpan dalam lemari pendingin
dan kesegarannya juga tidak dapat dipastikan, sehingga kualitasnya menurun
(Subaidah et al. 2008). Untuk meningkatkan kualitas pakan yang diberikan pada
induk udang vaname dapat dilakukan dengan pemberian pakan buatan yang
ditambahkan vitamin E (Alava et al. 1993; Cahu et al. 1995; Du et al. 2006;) atau
astaxanthin (Pangantihon-Kuhlmann et al. 1998; Kurnia et al. 2008;
Paibulkichakul et al. 2008).
Penambahan astaxanthin diduga dapat mempercepat kematangan gonad
induk. Pada induk kakap merah pemberian astaxanthin dalam pakannya dapat
meningkatkan kualitas telur dan produksi larva. Pada ikan salmon, astaxanthin
digunakan untuk kematangan gonad (Kurnia et al. 2008). Astaxanthin dan lipid
juga berperan sebagai nutrisi penting yang dapat mempengaruhi kinerja
reproduksi udang (Pangantihon-Kuhlmann et al. 1998). Penambahan minyak ikan
8% (total lemak 12%) dan 280 mg/kg astaxanthin secara signifikan dapat
meningkatkan pematangan induk udang windu dan keberhasilan dalam pemijahan
(Paibulkichakul et al. 2008).
Pemberian vitamin E juga berperan penting dalam proses reproduksi.
Beberapa peneliti mengemukakan bahwa vitamin E merupakan nutrisi penting
untuk fisiologi reproduksi ikan dan krustase. Vitamin E dilaporkan dapat
meningkatkan kinerja reproduksi spesies krustase, seperti perkembangan ovarium
Penaeus japonicus (Alava et al. 1993), peningkatan daya tetas telur Penaeus
indicus (Cahu et al. 1995), dan penetasan telur pada L. vannamei (Du et al. 2006).
2

Astaxanthin merupakan sumber vitamin A di dalam tubuh manusia


(Handoyo 1990). Meskipun tidak secara sempurna diubah menjadi vitamin A,
namun asupan astaxanthin tetap menambah pasokan vitamin A bagi tubuh.
Astaxanthin diserap tubuh dalam bentuk vitamin A, sebagian sisanya disimpan
dalam bentuk aslinya. Di samping menjalankan fungsi fisiologis sebagai vitamin
A, astaxanthin juga merupakan antioksidan yang unggul dibandingkan vitamin C,
beta karoten dan pycnogenol. Kelebihan dari astaxanthin serupa dengan lipoic
acid, yaitu memiliki daya perlindungan yang sangat kuat terhadap sitoplasma dan
inti sel, membantu vitamin C dan E bekerja lebih baik (Lingga 2012). Jenis
antioksidan yang lainnya adalah vitamin E dapat diangkut dari jaringan periferal
ke gonad melalui hati bersama lipoprotein plasma, hal ini menunjukkan bahwa
vitamin E berperan dalam proses reproduksi. Selama proses vitellogenesis, kadar
vitamin E dalam tubuh menurun sampai kira-kira 10% hingga pematangan.
Selama proses vitellogenesis diduga bahwa vitamin E ditanspor dari pembuluh
darah ke hati oleh high density lipoprotein. Pada penelitian ini belum diketahui
lebih jelas pengaruh astaxanthin pada kematangan gonad, tetapi beberapa
penelitian menyatakan astaxanthin dapat meningkatkan ukuran gonad pada udang
windu (Paibulkichakul et al. 2008). Hal ini diduga astaxanthin dapat
meningkatkan asam lemak esensial, sebagai bahan baku pembentuk prostaglandin.
Prostaglandin merupakan salah satu hormon yang berperan penting dalam proses
reproduksi pada sapi (mempengaruhi hipofisa, bekerja sebagai anti gonadotropin,
mempengaruhi aliran darah ke ovarium, pengaturan siklus berahi, waktu
penyeragaman berahi dalam inseminasi buatan) (Jamaludin 1985). Berdasarkan
hasil penelitian tersebut maka, pemberian astaxanthin bersama vitamin E dalam
pakan calon induk udang vaname diharapkan dapat berpengaruh pada kualitas
reproduksi sehingga dapat meningkatkan keberhasilan pemijahan, jumlah telur,
penetasan telur, dan kualitas larva.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh pemberian


astaxanthin dan vitamin E dengan dosis berbeda dalam pakan terhadap tingkat
kematangan gonad calon induk udang vaname.

METODE

Materi Uji

Persiapan wadah pemeliharaan induk


Wadah yang digunakan pada penelitian ini adalah bak pemeliharaan 2 buah
ukuran 20 x 2 x 1 m, 1 bak perkawinan kapasitas 8 ton dan 15 bak penetasan telur
berukuran 76,5 x 53,5 x 45,5 cm. Persiapan wadah pemeliharaan induk diawali
dengan sterilisasi bak menggunakan kaporit 100 ppm. Sterilisasi dilakukan
dengan pencucian dan pengeringan bak. Pencucian bak dilakukan dengan dicuci
menggunakan deterjen agar bak menjadi bersih dari kotoran dan kuman kemudian
dibilas tiga kali yakni dengan air tawar, air laut dan terakhir dibilas air tawar
selanjutnya dilakukan pengeringan. Setelah pengeringan, bak diisi air laut sekitar
3

50% dengan sistem flow through (pergantian air terus-menerus). Aerasi dipasang
menggantung mengitari bak pemeliharaan dan diberi jarak dari dasar bak sekitar 5
cm agar kotoran dan sisa pakan tidak teraduk.

Pemilihan calon induk


Calon induk udang yang digunakan berasal dari BBAP Situbondo yaitu
Vaname Nusantara 1 yang belum melakukan perkawinan. Jumlah yang digunakan
pada calon induk betina sebanyak 180 ekor. Bobot rata-rata calon induk betina
28,35±1,11 gram dan panjang rata-rata 15,90± 0,26 cm.

Aklimatisasi induk
Aklimatisasi pada induk dilakukan sebelum tahapan penelitian selama 3 hari.
Aklimatisasi dilakukan agar udang yang digunakan tidak stres dan kondisi sehat
pada saat dilakukan penelitian.

Penyediaan pakan
Pakan yang digunakan berbentuk pelet dengan kandungan nutrien pada
kantong kemasan adalah kadar protein minimal 48%, kadar lemak minimal
14,5%, kadar serat kasar maksimal 2%, kadar abu kasar maksimal 14%, kadar
kalsium minimal 2,2%, kadar fosfor minimal 1,7% dan kadar air maksimal 6,5%.
Astaxanthin yang digunakan merk ROCHE dengan kandungan 10% astaxanthin,
sedangkan vitamin E yang digunakan vitamin E ROCHE (Roche Itd.) yang
mengandung 78% d-alpha tochoperol. Pemberian dosis astaxanthin (500 ppm
Asx) diacu dari Paibulkichakul et al. (2008) dan vitamin E (350 ppm VE) diacu
dari Du et al. (2006) yang digunakan pada pakan disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Dosis pemberian astaxanthin dan vitamin E pada pakan
Perlakuan Dosis Pemberian Astaxanthin (Asx) dan Vitamin E (VE) (ppm pakan)
1 0 ppm Asx + 0 ppm VE
2 500 ppm Asx
3 350 ppm VE
4 500 ppm Asx dan 350 ppm VE
5 250 ppm Asx dan 175 ppm VE
Prosedur suplementasi astaxanthin dan vitamin E ke dalam pakan komersial
yaitu dengan cara astaxanthin dilarutkan dengan akuades, sedangkan untuk
melarutkan vitamin E menggunakan minyak ikan. Untuk merekatkan astaxanthin
dan vitamin E digunakan telur ayam sebanyak 2 butir/kg pakan (Lampiran 1).
Kemudian diaduk merata pada pakan, setelah itu dikeringanginkan di tempat
tanpa cahaya matahari selama kurang lebih 24 jam. Setelah kering, pelet dapat
diberikan pada induk dan sisanya disimpan ke dalam lemari es untuk mencegah
ketengikan pada pakan, ketika digunakan kemudian.

Pemberian pakan
Pemberian pakan terdiri dari pakan buatan (berupa pelet) dan pakan alami
(cacing laut). Pemberian pakan pelet sebanyak 2% dari bobot udang dengan
frekuensi pemberiannya tiga kali yaitu jam 06.00, 13.00, dan 20.00 WIB.
Pemberian pakan berupa cacing laut sebanyak 10% dari bobot udang dengan
frekuensi pemberian pakan dua kali yaitu setiap jam 09.30 dan 16.30 WIB.
4

Pemeliharaan induk
Sebanyak 12 ekor induk diberi pakan perlakuan, dipelihara di bak selama 28
hari dalam wadah percobaan. Air yang digunakan berasal dari laut yang telah
difilter dan diberi aerasi untuk meningkatkan kadar O2 dalam air. Dilakukan
pergantian air dengan sistem flow through. Suhu pemeliharaan dijaga antara 28-
29 °C dan salinitasnya 31-33 ppt.

Ablasi mata
Setelah 28 hari pemberian pakan perlakuan dilakuan proses ablasi yaitu
proses pemotongan tangkai mata udang. Proses ablasi dilakukan pada hari ke-35
setelah perlakuan. Pemotongan pada tangkai mata menggunakan gunting yang
dipanasi terlebih dahulu (Lampiran 2).

Analisis data
Penelitian ini memiliki 5 perlakuan dengan masing-masing 3 ulangan. Pada
pengamatan selama 28 hari menggunakan rancangan yang digunakan yaitu
rancangan acak lengkap menggunakan analisis ragam (ANOVA) yang dilanjutkan
dengan Uji Tukey. Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik
menggunakan Microsoft Excel 2010 dan dianalisis menggunakan SPSS 16.0
(ANOVA dan diuji lanjut uji Tukey) pada selang kepercayaan 95%. Sedangkan
setelah perlakuan ablasi analisis data menggunakan metode eksperimental, data
diolah menggunakan Microsoft excel 2010 dan dibahas secara deskriptif.

Parameter pengamatan
Parameter yang diamati meliputi derajat kelangsungan hidup induk, tingkat
pematangan gonad, parameter pertumbuhan, tingkat pemijahan, jumlah telur dan
derajat penetasan telur.
a. Tingkat kelangsungan hidup induk
Tingkat kelangsungan hidup merupakan persentase jumlah udang yang
hidup dari jumlah seluruh udang yang dipelihara dalam suatu wadah. Untuk
mengetahui tingkat kelangsungan hidup pada akhir penelitian selama 28 hari
pemeliharaan, digunakan rumus sebagai berikut:

SR (%)=
SR = Tingkat kelangsungan hidup (%)
Nt = Jumlah udang pada akhir pemeliharaan (ekor)
No = Jumlah udang pada saat awal (ekor)
b. Parameter pertumbuhan
Parameter pertumbuhan diukur berdasarkan laju pertumbuhan spesifik
(specific growth rate /SGR) yang ditentukan sebagai berikut:
SGR= 100 (ln W2 – ln W1) / T
SGR = Laju pertumbuhan spesifik (%/hari)
W1 = Bobot rata-rata induk pada pengamatan pertama (g)
W2 = Bobot rata-rata induk pada pengamatan kedua (g)
T = Periode waktu pengukuran
5

c. Tingkat kematangan gonad


Tingkat kematangan gonad diperiksa secara rutin setiap hari pada pagi hari
selama empat minggu. Tingkat pematangan gonad dicatat selama percobaan dan
diakumulasikan hingga akhir percobaan. Pemeriksaan udang yang dihitung hanya
udang yang telah matang gonad. Udang yang matang gonad punggungnya
berwarna merah kekuningan. Pemeriksaaan tingkat kematangan gonad dilakukan
dengan cara melihat perkembangan warna dan tingkat ketebalan gonad pada
punggung udang.

MI (%)= ∑
MI = Persentase tingkat kematangan gonad (%)
TKG = Tingkat kematangan gonad
d. Tingkat pemijahan
Pemijahan dilakukan dengan memindahkan induk betina yang telah matang
gonad ke dalam bak pemijahan yang di dalamnya terdapat induk jantan.
Kematangan gonad pada calon induk udang vaname ditandai dengan
perkembangan ovari yang terletak di bagian dorsal tubuh udang dan berwarna
oranye (Gambar 1), sedangkan pada udang jantan (Gambar 2) kematangan gonad
terlihat jelas pada kantong sperma yang berwarna putih penuh berisi sperma
(Subaidah et al. 2006). Tingkat pemijahan diperiksa 5-7 jam setelah induk betina
dan jantan digabungkan. Persentase tingkat pemijahan dapat dihitung sebagai
berikut.

Tingkat Pemijahan = x 100%

Gambar 1. Induk betina matang telur Gambar 2. Induk jantan matang gonad
e. Jumlah telur
Jumlah telur dari setiap ekor induk ditentukan berdasarkan penghitungan
telur dari 1 liter media yang diambil acak sebanyak 10 kali. Jumlah sampel telur
dalam media dihitung untuk dijadikan dasar penentuan jumlah total telur yang
dilepas hewan uji dengan rumus.

Jt = x Yt
Jt = Jumlah telur yang dihasilkan setiap ekor induk
Bp = Volume air wadah pemijahan
Ps = Frekuensi pengambilan contoh telur
Gc =Volume air contoh gelas ukur yang dipergunakan dalam
pengambilan contoh telur
Yt = Jumlah telur dari seluruh contoh
6

f. Derajat penetasan telur (HR)


Derajat penetasan telur adalah persentase jumlah embrio yang menetas
(EM) dibandingkan jumlah telur yang dibuahi (TB). Perhitungan HR dilakukan
setelah telur menetas secara keseluruhan, dan HR dihitung dengan rumus
perhitungan sebagai berikut:

HR = x 100%
HR = Derajat penetasan telur (%)
EM = Persentae jumlah embrio yang menetas
TB = Jumlah telur yang terbuahi

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Tingkat kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan spesifik


Pengamatan tingkat kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan spesifik
selama pemeliharaan calon induk udang vaname pada masing-masing perlakuan
setelah 28 hari menunjukkan bahwa, analisis data terhadap perlakuan tidak ada
perlakuan yang berbeda nyata pada parameter tingkat kelangsungan hidup dan
laju pertumbuhan spesifik calon induk udang vaname (P>0,05). Parameter tingkat
kelangsungan hidup berkisar 94,44-100% dan laju pertumbuhan spesifik berkisar
0,74-1,07%.
Tabel 2. Tingkat kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan spesifik calon induk
vaname
Tingkat kelangsungan hidup Laju pertumbuhan spesifik
Perlakuan
(%) (%/hari)
0 ppmAsx + 0 ppmVE 97,22±4,81a 0,74±0,12a
500 ppmAsx 100,00±0,00a 0,91±0,12a
350 ppmVE 97,22±4,81a 0,74±0,27a
a
500 ppmAsx+350 ppmVE 94,44±4,81 0,74±0,29a
250 ppmAsx+175 ppmVE 100,00±0,00a 1,07±0,26a
*Nilai rata-rata ± SD (n=3). Pada baris dengan superskrip yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda
nyata (p> 0,05)

Tingkat kematangan gonad


Tingkat kematangan gonad (TKG) pada calon induk udang vaname selama
perlakuan 28 hari hanya mencapai TKG 1 dan TKG 2. Ablasi dilakukan pada hari
ke-35. Berikut ini adalah kumulatif persentase kematangan gonad pada calon
induk udang vaname tersaji pada Tabel 3, 4, 5 dan 6.
7

Tabel 3. Persentase kumulatif calon induk vaname dengan tingkat kematangan


gonad pertama (TKG 1)
Kumulatif persentase calon induk vaname mencapai TKG 1
Perlakuan
Hari ke-0 Hari ke-7 Hari ke-14 Hari ke-21 Hari ke-28
a a
0 ppmAsx + 0 ppmVE 0 0 0,00±0,00 11,11±4,81 61,11±4,81a
500 ppmAsx 0 0 0,00±0,00a 50,00±8,33b 100,00±0,00b
350 ppmVE 0 0 13,89±4,82bc 66,67±8,34c 97,22±4,82b
ab bc
500 ppmAsx+350 ppmVE 0 0 5,55±4,81 52,78±4,81 94,44±4,81b
250 ppmAsx+175 ppmVE 0 0 19,45±4,81c 91,67±0,00d 100,00±0,00b
Nilai rata-rata ± SD (n=3). Pada baris dengan superskrip yang berbeda menunjukkan hasil yang
berbeda nyata (p< 0,05)
Berdasarkan analisis data menunjukkan bahwa persentase induk vaname
dengan tingkat kematangan gonad pertama setelah hari ke-14 perlakuan (0 ppm
astaxanthin + 0 ppm vitamin E), (500 ppm asxanthin), dan (500 ppm astaxanthin+
350 ppm vitamin E) berbeda nyata dengan perlakuan (350 ppm vitamin E) dan
(250 ppm astaxanthin + 175 ppm vitamin E) (P<0,05), tetapi tidak berbeda nyata
antara perlakuan (350 ppm vitamin E) dengan perlakuan (500 ppm astaxanthin +
350 ppm vitamin E). Hari ke-21 menunjukkan persentase tingkat kematangan
gonad kedua (0 ppm astaxanthin + 0 ppm vitamin E) berbeda nyata antar
perlakuan (P<0,05). Hari ke-28 menunjukkan tidak berbeda nyata antar perlakuan
(500 ppm astaxanthin), (350 ppm vitamin E), (500 ppm astaxanthin + 350 ppm
vitamin E), dan (250 ppm astaxanthin + 175 ppm vitamin E).
Tabel 4. Persentase kumulatif calon induk vaname dengan tingkat kematangan
gonad kedua (TKG 2)
Kumulatif persentase calon induk vaname
Perlakuan mencapai TKG 2
Hari ke-21 Hari ke-28
0 ppmAsx + 0 ppmVE 0,00±0,00a 11,11±4,81a
500 ppmAsx 0,00±0,00a 50,00±8,33b
350 ppmVE 13,89±4,82bc 66,67±8,34c
500 ppmAsx+350 ppmVE 5,55±4,81ab 52,78±4,81bc
c
250 ppmAsx+175 ppmVE 19,45±4,81 91,67±0,00d
Nilai rata-rata ± SD (n=3). Pada baris dengan superskrip yang berbeda menunjukkan hasil yang
berbeda nyata (p< 0,05)
Berdasarkan analisis data menunjukkan bahwa persentase induk vaname
dengan tingkat kematangan gonad kedua setelah hari ke-21 perlakuan (0 ppm
astaxanthin + 0 ppm vitamin E), (500 ppm asxanthin), dan (500 ppm astaxanthin+
350 ppm vitamin E) berbeda nyata dengan perlakuan (350 ppm vitamin E) dan
(250 ppm astaxanthin + 175 ppm vitamin E) (P<0,05), tetapi tidak berbeda nyata
antara perlakuan (350 ppm vitamin E) dengan perlakuan (500 ppm astaxanthin +
350 ppm vitamin E). Hari ke-28 menunjukkan persentase tingkat kematangan
gonad kedua (0 ppm astaxanthin + 0 ppm vitamin E) berbeda nyata antar
perlakuan (P<0,05).
8

Tabel 5. Persentase calon induk vaname dengan tingkat kematangan gonad ketiga
(TKG 3) setelah ablasi
Persentase calon induk vname mencapai TKG 3
Perlakuan
Hari ke-39 Hari ke-40 Hari ke-41
0 ppmAsx + 0 ppmVE 0 0 100,00±0,00
500 ppmAsx 0 0 100,00±0,00
350 ppmVE 100,00±0,00 100,00±0,00 100,00±0,00
500 ppmAsx+350 ppmVE 0 0 100,00±0,00
250 ppmAsx+175 ppmVE 100,00±0,00 100,00±0,00 100,00±0,00

Berdasarkan perlakuan yang telah dilakukan, pada tingkat kematangan


gonad ketiga calon induk vaname terlihat bahwa pada hari ke-39 100% calon
induk yang telah mencapai TKG 3 adalah perlakuan (350 ppm vitamin E) dan
perlakuan (175 ppm vitamin E + 250 ppm astaxanthin). Pada perlakuan (kontrol),
perlakuan (500 ppm astaxanthin), dan perlakuan D (350 ppm vitamin E + 500
ppm astaxanthin) mencapai tingkat kematangan gonad ketiga pada hari ke-41.
Tabel 6. Persentase calon induk vaname dengan tingkat kematangan gonad
keempat (TKG 4) setelah ablasi
Persentase calon induk vaname mencapai TKG 4
Perlakuan
Hari ke-41 Hari ke-42 Hari ke-43
0 ppmAsx + 0 ppmVE 0 0 100,00±0,00
500 ppmAsx 0 0 100,00±0,00
350 ppmVE 100,00±0,00 100,00±0,00 100,00±0,00
500 ppmAsx+350 ppmVE 0 0 100,00±0,00
250 ppmAsx+175 ppmVE 100,00±0,00 100,00±0,00 100,00±0,00

Pada calon induk vaname mencapai tingkat kematangan gonad keempat


calon induk vaname terlihat bahwa pada hari ke-41 calon induk yang telah
mencapai TKG 4 adalah perlakuan (350 ppm vitamin E) dan perlakuan (175 ppm
vitamin E + 250 ppm astaxanthin). Pada perlakuan (0 ppm astaxanthin+ 0 ppm
vitamin E), perlakuan (500 ppm astaxanthin), dan perlakuan D (350 ppm vitamin
E + 500 ppm astaxanthin) mencapai tingkat kematangan gonad keempat 100%
pada hari ke-43.

Tingkat pemijahan, jumlah telur (fekunditas) dan derajat penetasan telur


Pengukuran tingkat pemijahan pada calon induk vaname dihitung
berdasarkan rasio jumlah induk yang dibuahi dengan jumlah calon induk yang
matang gonad. Jumlah telur dan derajat penetasan telur dihitung berdasarkan
sampel setelah dilakukan pemijahan calon induk vaname. Gambar 3, 4 dan 5
merupakan hasil pengukuran tingkat pemijahan calon induk vaname, jumlah telur
dan derajat penetasan telur.
9

50
33,33 KET:
40 A= kontrol

Pemijahan (%)
27,78
B= 500 Asx
30 19,44 C= 350 Vit A
E
20 16,67 D= 500Asx
+ 350 Vit E
8,33
10 E= 250 Asx
+ 175 Vit E

0
A B C D E
Perlakuan

Gambar 3. Tingkat pemijahan udang vaname setelah ablasi


Tingkat pemijahan berkisar antara 8,33-33,33%. Perlakuan yang
memberikan tingkat pemijahan yang tinggi adalah perlakuan E (250 ppm
Asx+175 ppm VE) sebesar 33,33%.
100000 86333 86667 84667 87000
86000
90000
Jumlah telur (butir)

80000
70000 KET:

60000 A= kontrol

50000 B= 500 Asx


40000 C= 350 Vit E
30000 D= 500Asx +
20000 350 Vit E
10000 E= 250 Asx
0 + 175 Vit E A
A B C D E
Perlakuan

Gambar 4. Jumlah telur (fekunditas) udang vaname setelah ablasi


Berdasarkan Gambar 4 jumlah telur induk udang vaname berkisar 86333-
87000 butir, relatif sama antar perlakuan.
50 48 49
Derajat penetasan telur (%)

40
KET:

30 A= kontrol

21 A
19 20 B= 500
Asx
20
C= 350 Vit
E
10
D= 500Asx
+ 350 Vit E
0 E= 250
Asx + 175
A B C D E Vit E

Perlakuan

Gambar 5. Derajat penetasan telur (%) udang vaname setelah ablasi


10

Berdasarkan Gambar 5 derajat penetasan telur berkisar 19-49 %. Perlakuan


yang memberikan derajat penetasan telur yang tinggi adalah perlakuan E (250
ppm astaxanthin +175 ppm vitamin E) sebesar 49% dan perlakuan C (350 ppm
vitamin E ) 48%.

Pembahasan

Pemilihan kriteria calon induk yang baik harus sesuai dengan persyaratan,
selain itu juga dipengaruhi oleh kualitas media pemeliharaan dan pakan. Solusi
pemilihan induk yang baik akan mendukung proses pematangan gonad dan
perkawinan, dapat mempengaruhi kinerja reproduksi dari calon induk udang
vaname sehingga, syarat tingkat kematangan telur dan keberhasilan perkawinan,
frekuensi atau jumlah induk kawin sangat sedikit (Subaidah et al. 2008). Hal ini
sangat berdampak pada kualitas benur yang dihasilkan. Kriteria induk yang baik
adalah tubuh tidak cacat, warna cerah, organ tubuh lengkap dan normal, umur 7-8
bulan, ukuran induk betina dengan panjang >18 cm dan berat 40-45 g sedangkan
induk jantan panjang >17 cm dan berat 35-40 g, organ reproduksi dalam keadaan
baik dan bebas penyakit bakteri maupun virus (Mei et al. 2008). Sedangkan induk
yang digunakan pada penelitian ini ukurannya diatas 25 gram dan rata-rata umur
induk sekitar 8 bulan.
Tingkat kelangsungan hidup pada calon induk udang vaname tidak
menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05), berkisar antara 94,44-100%.
Selama pemeliharaan tingkat kelangsungan hidup cukup baik, hal ini diduga calon
induk pada udang vaname dapat beradaptasi pada lingkungan yang baru dan
penambahan astaxanthin dan vitamin E pada calon induk udang vaname tidak
berdampak negatif untuk tingkat kelangsungan hidup. Hasil pada laju
pertumbuhan spesifik juga tidak berbeda nyata (P>0,05), menunjukkan nilai
kisaran sebesar 0,74-1,07%. Bertambahnya bobot udang selain dipengaruhi oleh
faktor adaptasi udang terhadap lingkungan baru juga dipengaruhi oleh jenis pakan
yang diberikan (Yusuf 2011). Menurut Syahrizal (1998) menjelaskan bahwa
pertumbuhan hanya terjadi bila jumlah pakan yang dikonsumsi lebih besar dari
yang dibutuhkan untuk pemeliharan tubuh. Semua perlakuan pada calon induk
udang vaname dapat memberikan peningkatan terhadap laju pertumbuhan spesifik.
Penelitian ini menggunakan pakan kadar protein sekitar 48%. Fungsi dari protein
yang tinggi untuk pertumbuhan, pemeliharaan jaringan tubuh, sintesis hormon dan
kondisi tertentu dapat sebagai sumber energi, defisiensi protein dapat menurunkan
fungsi reproduksi berupa kawin berulang, anestrus, kematian embrio dini, anak
lahir lemah dan prematur (Yudi & Parakksi 2005). Menurut Shiau (1998) pada
umumnya semua jenis udang dapat diberi pakan dengan kadar protein sekitar
30%-57%. Dalam pemberian pakan dengan kadar protein 48% dapat berpengaruh
terhadap pertumbuhan untuk calon induk vaname. Pada penelitian ini juga
ditambahkan telur pada pelet, berfungsi sebagai perekat (binder) dan memiliki
bau (attractant) yang dapat merangsang nafsu makan udang. Selain itu diberikan
juga berupa cacing laut nereis yang memiliki kandungan protein, lemak,
karetonoid dan asam lemak yang tinggi (Haryati et al.2010). Pada pemberian pelet
diselingi pakan segar yang berupa cumi-cumi dan cacing laut nereis dilakukan
pada semua perlakuan selama pemeliharaan. Menurut Subaidah et al. (2008),
11

kombinasi pakan segar dan pakan buatan dapat menjadi alternatif dalam
mempercepat proses kematangan gonad pada perbaikan nutrisi udang vaname.
Tingkat kematangan gonad pada setiap perlakuan selama 28 hari berbeda-
beda. Kematangan gonad pada udang vaname hanya mencapai TKG 2 selama
pemeliharaan. Sedangkan pada hari ke-35 dilakukan ablasi mata pada semua calon
induk udang vaname. Berdasarkan hasil yang didapat persentase calon induk
udang vaname dengan tingkat kematangan gonad pertama dapat dilihat pada
Tabel 3 dan 4, tampak bahwa tingkat kematangan gonad pertama pada hari ke-14,
hari ke-21 dan hari-28 berbeda nyata (P<0,05). Sedangkan pada tingkat
kematangan gonad kedua terjadi pada hari ke-21 dan hari ke-28 terlihat berbeda
nyata (P<0,05). Perlakuan (250 ppm Asx + 175 ppm VE) dan (350 ppm VE)
memberikan dampak yang positif dalam kematangan gonad pada calon induk
udang vaname, walaupun hanya mencapai tingkat kematangan gonad kedua
selama 28 hari. Kedua perlakuan tersebut lebih cepat dalam pencapaian tingkat
kematangan gonad kedua dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya. Fungsi
yang paling nyata dari vitamin E adalah sebagai antioksidan, terutama melindungi
asam lemak tidak jenuh pada fosfolipid dalam membran sel. Selain itu astaxanthin
juga merupakan sumber vitamin A di dalam tubuh manusia. Meskipun tidak
secara sempurna diubah menjadi vitamin A, namun asupan astaxanthin tetap
menambah pasokan vitamin A bagi tubuh. Astaxanthin diserap dalam tubuh
dalam bentuk vitamin A, sebagian sisanya disimpan dalam bentuk aslinya. Di
samping menjalankan fungsi fisiologis sebagai vitamin A, astaxanthin juga
merupakan antioksidan yang unggul dibandingkan vitamin C, beta karoten dan
pycnogenol. Kelebihan dari astaxanthin serupa dengan lipoic acid, yaitu memiliki
daya perlindungan yang sangat kuat terhadap sitoplasma dan inti sel, membantu
vitamin C dan E bekerja lebih baik (Lingga 2012). Jadi dengan adanya
penambahan vitamin E dan astaxanthin dalam pakan maka keberadaan lemak di
dalam telur dapat dipertahankan sebelum digunakan untuk proses perkembangan
selanjutnya. Lemak merupakan bahan penyusun sejumlah besar fosfolipid yang
ditimbun dalam sitoplasma, kutub anima telur, bahan penyusun struktur butiran
lemak dan butiran kuning telur (Yulfiperius 2001).
Hubungan vitamin E dengan vitelogenesis dalam perkembangan oosit pada
ikan melalui prostaglandin, yang disintesis secara enzimatik dengan menggunakan
asam lemak esensial. Sedangkan vitamin E dapat mempertahankan keberadaan
dari asam lemak tersebut, karena salah satu fungsinya adalah sebagai antioksidan
(Yulfiperius 2001). Prostaglandin berasal dari asam-asam lemak esensial dan
mempunyai 20 atom karbon (C) asam lemak disertai dengan sebuah ring yang
mempunyai 5 karbon. Prostaglandin terdiri atas lima tipe menurut pergantian di
dalam cincin cyclopentana, yaitu PGA, PGB, PGC, PGE dan PGF. Prostaglandin
yang terbanyak terdapat dalam jaringan adalah PGE dan PGF. Perkursor dari
prostaglandin adalah asam arakidonat. Membran sel terdiri atas lapisan
bimolekuler fosfolipid. Asam arakidonat yang terdapat dalam bentuk ester di
dalam fosfolipid dapat dilepaskan oleh enzim fosfolipase A2. Karena asam
arakidonat bebas di dalam cairan interstisial maupun darah, maka telah diajukan
hipotesis bahwa aktivitas enzim fosfolipase A2 merupakan “rate-limiting step”
dalam biosintesis prostaglandin. Prostaglandin merupakan salah satu hormon yang
berperan penting dalam proses-proses reproduksi pada sapi (mempengaruhi
hipofisa, bekerja sebagai anti gonadotropin, mempengaruhi aliran darah ke
12

ovarium, pengatuan siklus berahi, waktu penyeragaman berahi dalam inseminasi


buatan) (Jamaludin 1985). Dengan adanya pengaruh horman tersebut diduga
berdampak pada percepatan dalam tingkat kematangan gonad pada calon induk
udang vaname. Begitu juga perlakuan setelah ablasi, penambahan astaxanthin dan
vitamin E juga memberikan dampak yang baik pada tingkat kematangan calon
induk udang vaname. Asam arakidonat merupakan asam lemak esensial.
Peningkatan asam arakidonat berasal dari pemberian astaxanthin dan vitamin E
yang memiliki antioksidan yang tinggi, sehingga mencegah terjadinya oksidasi
asam lemak esensial dan dapat meningkatkan penyimpanan asam lemak dalam
telur. Gambar 6 merupakan metabolisme asam arakidonat.
Asam lemak esensial
(asam linoleat, asam arakidonat)

fosfolipid membran sel

Stimulus Aktivasi
Kimiawi Fosfolipase A2
Mekanis Acylhidrolase
dll dll

Asam Arakidonat
Lipoxygenasee Siklooksigenase

12-HPETE PGG 2 Endoperoxid siklik


(12-hydroperoxy-asam-
eikosatetraenoat)
PGH 2

12-HPTE thromoboxansintetase
Protasiklin
(12-hydroperoxy-asam- sintase
xikosa-teta-enooat)
Leukotrien TXA 2
PGI 2
(prostasiklin)
PGD 2 HHT
PGE 2 PGF 2α
6-oxo-PGF1 α TXB2
Keterangan: PGG2 (prostaglandin G2), PGH2 (prostaglandin H2), TXA2 (thromboxan A2), TXB2 (thromboxan
B2), PGE2 (prostaglandin E2), PGD2 (prostaglandin D2), PGF2α (prostaglandin) dan HHT (10-
Heptadecatrienoic acid) (Lubis 1986).

Gambar 6. Metabolisme asam arakidonat


Pengaruh ablasi mata merangsang perkembangan telur pada udang.
Perkembangan telur terjadi akibat dihilangkannya kelenjar sinus. Sedangkan
Charniaux 1960 dalam Ismail (1991) menyatakan bahwa yang memegang peranan
penting dalam siklus reproduksi bukan saja kelenjar sinus tetapi juga organ-x
sebagai penghasil gonad inhibiting hormon (GIH). Organ-x ini bekerja
menghasilkan GIH dan mandibular organ inhibiting hormone (MOIH). Gonad
Inhibiting Hormon mempunyai peranan dalam pematangan gonad baik jantan dan
betina, hal ini dikarenakan hormons bekerja menghambat perkembangan gonad.
Sama halnya dengan hormon MOIH yang berfungsi untuk menghambat proses
sintesis methyl farnesoate oleh organ mandibular (Huberman 2000). Pengaruh
hormon GIH maupun MOIH sangat dominan pada udang sehingga dapat
13

menghambat perkembangan gonad. Berdasarkan data diatas menunjukkan bahwa


pemberian astaxanthin dan vitamin E memberikan tingkat pematangan gonad IV
yang sama setelah dilakukan ablasi mata. Dibandingkan dengan penelitian Yusuf
(2011) menyatakan bahwa pada perlakuan ablasi mata udang yang matang gonad
pada hari ke-14 berjumlah 6 ekor, dan pada hari ke-28 berjumlah 13 ekor.
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa tingkat pemijahan
berbanding lurus dengan banyaknya telur dan naupli yang dihasilkan. Udang yang
diberi perlakuan E menghasilkan performa yang tertinggi di antara kesemua
perlakuan. Persentase keberhasilan pemijahannya mencapai 33,33%, jumlah telur
terbanyak yang dihasilkan 87.000 butir dan derajat penetasan telurnya ada yang
mencapai 49%. Tingkat pemijahan pada semua perlakuan masih rendah berkisar
8,33-33,33%. Hal ini dikarenakan udang jantan yang digunakan baru pertama kali
dipijahkan. Tingkat pemijahan selain dipengaruhi oleh tingkat kematangan gonad
betina juga dipengaruhi oleh kesiapan udang jantan (Yusuf 2011).
Jumlah telur pada semua perlakuan berkisar 86.333-87.000 butir. Menurut
Adiyodi dan Subraniam 1983 dalam Hidayat (1993) jumlah telur yang dihasilkan
oleh induk udang betina ditentukan oleh ukuran tubuh. Semakin besar induk maka
semakin banyak jumlah telur yang dikeluarkan. Calon induk pada setiap perlakuan
memiliki bobot rata-rata akhir berkisar 35,95±2,64 g. Menurut Arcos et al. (2003)
udang berukuran >50 gram pada pemijahan pertama akan menghasilkan
fekunditas sebesar 174.000 butir, pada pemijahan kedua 169.000 butir, pada
pemijahan ketiga 149.000 butir, dan pada pemijahan keempat 190.000 butir.
Peningkatan jumlah telur pada pemijahan keempat lebih banyak dikarenakan
konsentrasi triacyglycerides (TG) sangat baik sehingga digunakan sebagai
pengukuran kelangsungan hidup pada larva udang. Selain itu juga kandungan
protein, lemak dan karotenoid yang tinggi dapat menghasilkan telur berkualitas.
Sedangkan pada penelitian ini jumlah telur sangat rendah, dikarenakan masih
dalam pemijahan pertama dan ukuran induk yang digunakan sekitar 35 gram.
Menurut Cuming dan Peen (1981) dalam Hidayat (1993), fekunditas bervariasi
bergantung kepada ukuran induk. Induk yang lebih besar akan menghasilkan telur
yang lebih banyak.
Derajat penetasan tergantung dari kualitas telur yang dihasilkan oleh induk
udang. Menurut Primaavera dan Posadas (1981) dalam Hidayat (1993) membagi
kualitas telur udang windu (Penaeus monodon) menjadi lima tipe, di antaranya
pada tipe pertama telur berkembang normal, larva responsif fototaksis positif dan
tingkat penetasannya 58% atau lebih. Tipe kedua telur kurang baik kualitasnya
dan berkembang tidak normal, nauplius yang baru keluar keadannya lemah,
tingkat penetasannya 32%. Tipe ketiga telur kualitanya jelek, tidak dibuahi bentuk
sitoplasma tidak teratur dan tidak mampu menetas. Tipe keempat kualitas telur
yan jelek, tidak dibuahi, tidak berkembang dan sitoplasma mengelompok, tidak
mampu menetas. Tipe kelima kualitas jelek, tidak dibuahi, sitoplasma menyusut
karena serangan bakteri dan tidak mampu menetas. Menurut Mei et al. (2008)
hatching rate untuk induk hasil pemuliaan sebesar 70-80% sedangkan untuk kelas
induk impor sebesar 70-80%. Telur yang baik bersifat melayang dan berwarna
putih, tetapi untuk telur dengan kualitas yang jelek bersifat mengendap serta
warna kekuningan. Pada penelitian perlakuan C dan E sebesar 48±0,58% dan
49±1,53% berbeda nyata dengan kontrol. Derajat penetasan telur pada penelitian
belum baik. Perlakuan A , B dan D derajat penetasan pada udang vaname sebasar
14

19±2,08%, 20±2,08% dan 21±3,21%. Di lihat dari data diatas derajat penetasan
pada induk udang vaname masih rendah dari hasil induk udang berasal pemuliaan.
Hal ini dikarenakan banyak faktor dalam yang mempengaruhi dari kualitas telur
antara lain kandungan protein, lemak, dan karbohidrat dalam tubuh dan telur,
selain itu dijelaskan juga bahwa pada fase pematangan gonad, kandungan air
dalam jaringan tubuh berkurang, sedangkan kandungan lemak naik lebih tinggi
dari kenaikan kandungan protein. Faktor luar terdiri dari nutrisi dan
lingkungannya. Nutrisi induk merupakan unsur utama yang mempengaruhi
kandungan nutrisi telur. Pada fase pematangan gonad yang diberikan pada induk
akan dimanfaatkan untuk kepentingan reproduksi, yaitu menentukan kualitas telur
(Trijoko 1998). Beberapa penelitian menemukan bahwa astaxanthin dapat
digunakan sebagai reproduksi yaitu menurut Watanabe dan Miki 1991 dalam
Kurnia et al. (2008) pada induk kakap merah pemberian dengan astaxanthin dapat
meningkatkan kualitas telur dan produksi larva. Vitamin ini juga dapat
mempengaruhi komponen kimia lipid telur dan daya apung telur yellow tail.
Sedangkan dari faktor lingkungan dilihat dari cara treatmen air, suhu berkisar 31o-
32o C dan dilakukan pengadukan.
Penelitian ini menggunakan astaxanthin dan vitamin E dimaksudkan untuk
merangsang perkembangan gonad. Astaxanthin sebagai antioksidan yang dapat
melindungi asam lemak tak jenuh pada fosfolipid dalam membran sel dan untuk
perkembangan embrio sebagai penyusun struktur membran sel dan prekursor
prostaglandin, selain fungsi utama sebagai penyusun energi (Mokoginta et al.
2002). Jenis antioksidan yang lainnya adalah vitamin E dapat diangkut dari
jaringan periferal ke gonad melalui hati bersama lipoprotein plasma, hal ini
menunjukkan bahwa vitamin E berperan dalam proses reproduksi. Selama proses
vitelogenesis, kadar vitamin E dalam tubuh menurun sampai kira-kira 10% hingga
pematangan. Selama vitellogenesis diduga bahwa vitamin E ditanspor dari
pembuluh darah ke hati oleh high density liphoprotein. Pada penelitian ini
perlakuan yang paling baik adalah C (350 mg/kg vitamin E) dan perlakuan E (175
mg/kg vitamin E + 250 mg/kg astaxanthin). Hal ini menunjukkan bahwa dengan
pemberian Astaxanthin dan vitamin E berpengaruh terhadap kematangan gonad
pada udang vaname. Hal ini diduga astaxanthin digunakan untuk menurunkan
hormon PGE 2 (prostaglandin) pada saat mencapai kematangan gonad akhir
(Capelli dan Cysewski 2008). Dengan adanya penurunan hormon PGE 2
(prostaglandin) menyebabkan pembentukan gonad menjadi berkembang dan tidak
terjadi peluruhan telur sehingga kualitas telur baik serta penambahan vitamin E
dapat mempengaruhi dalam perkembangan gonad udang vaname.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pemberian 250 ppm astaxanthin dan 175 ppm vitamin E pada calon induk
udang vaname memberikan hasil terbaik dengan tingkat kematangan gonad
pertama pada tercapai hari ke-14 sebesar 19,45% dan hari ke-21 mencapai tingkat
kematangan gonad kedua sebesar 19,45%.
15

Saran

Diperlukan analisis kandungan astaxanthin dan vitamin E dalam gonad serta


penambahan parameter uji terhadap GSI (gonado somatic indeks), HSI (hepato
somatic indeks), dan histologi gonad untuk melihat pengaruh pemberian pakan
pada perkembangan gonad pada induk udang vaname.

DAFTAR PUSTAKA

Alava VR, Kanazawa A, Teshima S, Koshio S. 1993. Effect of dietary vitamins A,


E and C on ovarian development of Penaeus japonicus. Nippon Suisan
Gakkaishi 59:1235–1241.
Arcor F, Ana M, Palacios E, Boucard CV, Racotta IS. 2003. Feasible perdictive
criteria for reproductive performance of white shrimp Litopenaeus vannamei
egg quality and female physiological condition. Aquaculture 228: 335-349.
Cahu CL, Guzon G, Quazuguel P. 1995. Effect of highly unsaturated fatty acids,
α-tocopherol and ascorbic acid in broodstock diet on egg composition and
development of Penaeus indicus. Comparative Biochemistry and
Physiology 112A: 417–424.
Capelli B, Cysewski G. 2008. Astaxanthin. Hawaii (US): Cyanotech Corporation.
Hal 11-28.
Du S, Hu C, Cai S, Shen Q, Shixuan Z. 2006. Effect of different levels of dietary
α-tocopherol on ovarian maturation and reproductive performance of
broodstock Litopenaeus vannamei (Boone). Shellfish Research 25(2):589-
593.
Handoyo P. 1990. Perubahan pigmen-pigmen karotenoid udang windu (Penaeus
monodon Fabr.) selama pemanasan [Tesis]. Bogor (ID): Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Haryati, Zainuddin, Syam M. 2010. Pengaruh pemberian berbagai kombinasi
pakan alami pada induk udang windu (Penaeus monodon Fab.) terhadap
potensi reproduksi dan kualitas larva. Ilmu Kelautan 15(3): 163-169.
Hidayat MT. 1993. Pengaruh penyuntikan dosis prostagnalin F2α terhadap ovulasi
udng windu (Penaeus monodon F) [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Huberman A. 2000. Shrimp endocrinology. A review. Aquaculture 191:191-208.
Ismail A. 1991. Pengaruh rangsangan hormon terhadap perkembangan gonad
individu betina dan kualitas telur udang windu Penaeus monodon [Tesis].
Bogor (ID): Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Jamaludin M. 1985. Evaluasi hasil inseminasi buatan sesudah pengobatan hipofisa
ovarium dan corpus luteum persisten pada sapi perah di kecamatan Pujon,
Malang [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[KKP] Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2013. Data perikanan Indonesia
[Internet]. [diacu 11 Juni 2013]. Tersedia pada: http://statistik.kkp.go.id/.
Kurnia A, Satoh Shuichi, Kudo H, Makoto N, Matsumura H, Watanabe Y, Adachi
S. 2008. Effect of marine bacteria (Paracoccus sp) as an astaxanthin source
in practical red sea bream culture. Aquaculture Indonesia 9(1):9-15.
Lingga L. 2012. The Healing Power of Antioxidant. Jakarta (ID): Gramedia. Hal
107-109.
16

Lubis Rofiudin. 1986. Aktivitas fisiologis dari prostaglandin F2α pada proses
reproduksi sapi dan domba [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Mei AN, Oktiandi D, Winarno, Sitorus P, Mulyanto S. 2008. Performance induk
hasil pemuliaan pada beberapa hatchery di masyarakat. Jurnal Perekayaan
Air Payau dan Laut 4: 1-6.
Mokoginta I, Syahrizal, M. Zairin Jr. 2002. Pengaruh kadar vitamin E (α
tocopherol) pakan terhadap kadar lemak, asam lemak esensial telur dan
derajat tetas telur ikan lele, Clarias batrachus Linn. Jurnal Akuakultur
Indonesia I:1-5.
Paibulkichakul C, Piyatiratitivorakul S, Sorgeloos P, Menasveta P. 2008.
Improved maturation of pond-reared, black tiger shrimp (Penaeus monodon)
using fish oil and astaxanthin feed supplements. Aquaculture 282: 83-89.
Pangantihon KMP, Millemena O, Chern Y. 1998. Effect of dietary astaxanthin
and vitamin A on the reproductive performance of Penaeus monodon
broodstock. Aquat. Living Resour 11: 403–409.
Shiau SY. 1998. Nutrient requirements of penaeid shrimps. Aquaculture 164: 77-
93.
Subaidah S, Prabowo WT, Gede, Darmawiyanti V, Yunus M, Slamet,
Kusumaningrum I. 2008. Perbaikan Nutrisi Induk Udang Vaname
(Litopenaeus vannamei) dengan Kombinasi Pakan Segar dan Pakan Buatan
[Internet]. [diacu 20 Juli 2013]. Tersedia pada: http://www.kkp.go.id/.
Subaidah S, Pramudjo S, Asdari Mizab, Imam TN, Sugestya G, Nurul D,
Cahyaningsih S.. 2006. Pembenihan udang vaname (Lipopenaeus
vannamei). Situbondo (ID): Standarisasi dan infomasi Balai Budidaya Air
Payau Situbondo.
Syahrizal. 1998. Kadar optimum vitamin E (α tocopherol) dalam pakan induk
ikan lele, Clarias batrachus Linn [Tesis]. Bogor (ID): Program Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor.
Trijoko. 1998. Hubungan ukuran induk udang barong (Panulirus homarus L)
dengan kualitas telur (Bobot kering telur, kadar asam lemak telur, daya tetas
telur) dan daya hidup larva [Tesis]. Bogor (ID): Program Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor.
Yudi, A Parakkasi. 2005. Pengaruh level protein vitamin A dan vitamin E
terhadap pertambahan bobot badan dan beberapa fungsi reproduksi tikus
putih (Rattus norvegicus). Media peternakan 28(2): 63-69.
Yulfiperius. 2001. Pengaruh kadar vitamin E dalam pakan terhadap kualitas telur
ikan patin Pangasius hypophthalmus [Tesis]. Bogor (ID): Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Yusuf Kresna. 2011. Efektifitas dan efisiensi antidopamine dan hormon GTH
sebagai pengganti ablasi mata dalam upaya percepatan kematangan gonad
udang vaname [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
17

Lampiran 1. Pencampuran astaxanthin dan vitamin E

(a) (b)

(c) (d)

(e) (f)

(g) (h)
Gambar 1. (a) Penimbangan pakan, (b) penimbangan vitamin E, (c) penimbangan
astaxanthin, (d) pencampuran vitamin E pada telur, (e) pelarutan astaxanthin
dengan akuades, (f) penyemprotan pada pakan, (g) pengeringan, (h) penimbangan
pakan.
18

Lampiran 2. Tahapan ablasi mata


1. Calon induk udang yang tidak cacat dipilih terlebih dahulu.
2. Calon induk yang akan diablasi ditaruh kedalam ember dan ember ditaruh di
dekat bak pemeliharaan.
3. Gunting besi, tabung gas kecil, dan pemantik api yang telah dimodifikasi
disiapkan.
4. Salah satu mata udang digunting menggunakan gunting yang telah dipanaskan
dengan api.
5. Udang dimasukkan kedalam bak pemeliharaan

Lampiran 3.Tingkat pematangan gonad


TKG 1

TKG 2

TKG 3

TKG 4
19

TKG 5

Lampiran 4. Pengujian ANOVA dan uji lanjut Tukey

ANOVA
Sum of
Squares Df Mean Square F Sig.
SR Between Groups 64.763 4 16.191 1.167 .382
Within Groups 138.778 10 13.878
Total 203.541 14
SGR Between Groups .265 4 .066 1.301 .334
Within Groups .509 10 .051
Total .774 14
TKG14HR1 Between Groups 893.403 4 223.351 16.081 .000
Within Groups 138.895 10 13.889
Total 1032.298 14
TKG21HR1 Between Groups 10295.583 4 2573.896 69.487 .000
Within Groups 370.415 10 37.042
Total 10665.998 14
TKG28HR1 Between Groups 3320.747 4 830.187 59.296 .000
Within Groups 140.007 10 14.001
Total 3460.753 14
TKG21HR2 Between Groups 893.403 4 223.351 16.081 .000
Within Groups 138.895 10 13.889
Total 1032.298 14
TKG28HR2 Between Groups 10306.600 4 2576.650 69.573 .000
Within Groups 370.352 10 37.035
Total 10676.952 14
20

SR
Tukey HSD
Subset for
alpha = 0.05
Perlakuan N 1
500ppm Asx+350ppm
3 94.4467
VE
0Asx+0VE 3 97.2233
350ppm VE 3 97.2233
500ppm Asx 3 100.0000
250ppm Asx+175ppm
3 100.0000
VE
Sig. .411
Keterangan: SR= Tingkat kelangsungan hidup

SGR
Tukey HSD
Subset for alpha = 0.05
Perlakuan N 1
500ppm Asx+350ppm
3 .7367
VE
0Asx+0VE 3 .7400
350ppm VE 3 .7433
500ppm Asx 3 .9133
250ppm Asx+175ppm
3 1.0700
VE
Sig. .419
Keterangan: SGR= Laju pertumbuhan

TKG14HR1
Tukey HSD
Subset for alpha = 0.05
Perlakuan N 1 2 3
0Asx+0VE 3 .0000
500ppm Asx 3 .0000
500ppm Asx+350ppm
3 5.5533 5.5533
VE
350ppm VE 3 13.8433 13.8433
250ppm Asx+175ppm
3 19.4000
VE
Sig. .412 .119 .411
Keterangan: TKG14HR1= Tingkat kematangan gonad pertama hari ke-14 terkait dengan
Tabel 3.
21

TKG21HR1
Tukey HSD
Subset for alpha = 0.05
Perlakuan N 1 2 3 4
0Asx+0VE 3 11.0867
500ppm Asx 3 49.9667
500ppm Asx+350ppm
3 52.7667 52.7667
VE
350ppm VE 3 66.6333
250ppm Asx+175ppm
3 91.6000
VE
Sig. 1.000 .978 .108 1.000
Keterangan: TKG21HR1= Tingkat pematangan gonad pertama hari ke-21 terkait dengan
Tabel 3.
TKG28HR1
Tukey HSD
Subset for alpha = 0.05
Perlakuan N 1 2
0Asx+0VE 3 61.0667
500ppm Asx+350ppm
3 94.4000
VE
350ppm VE 3 97.2000
500ppm Asx 3 100.0000
250ppm Asx+175ppm
3 100.0000
VE
Sig. 1.000 .408
Keterangan: TKG28HR1= Tingkat pematangan gonad pertama hari ke-
28 terkait dengan Tabel 3.

TKG21HR2
Tukey HSD
Subset for alpha = 0.05
Perlakuan N 1 2 3
0Asx+0VE 3 .0000
500ppm Asx 3 .0000
500ppm Asx+350ppm
3 5.5533 5.5533
VE
350ppm VE 3 13.8433 13.8433
250ppm Asx+175ppm
3 19.4000
VE
Sig. .412 .119 .411
Keterangan: TKG21HR2= Tingkat kematangan gonad kedua hari ke-21 terkait
dengan tabel 4.
22

TKG28HR2
Tukey HSD
Subset for alpha = 0.05
Perlakuan N 1 2 3 4
0Asx+0VE 3 11.1100
500ppm Asx 3 50.0000
500ppm Asx+350ppm
3 52.7767 52.7767
VE
350ppm VE 3 66.6667
250ppm Asx+175ppm
3 91.6700
VE
Sig. 1.000 .978 .107 1.000
Keterangan: TKG28HR2= Tingkat kematangan gonad kedua hari ke-28 terkait
dengan Tabel 4.
23

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Banyuwangi, Jawa Timur pada tanggal 6 Juni 1990


dari Bapak Drs.H Miftahol Arifin dan Ibu Hj. Barioh. Penulis merupakan anak
kedua dari dua bersaudara (Rahman Setyawan Ramadhan). Penulis menyelesaikan
pendidikan akademik di SDN Kembiritan 08 Genteng Banyuwangi, SMPN 1
Genteng, SMAN 2 Genteng, dan diterima di IPB melalui jalur USMI (Undangan
Seleksi Masuk IPB) tahun 2009 pada program Studi Teknologi dan Manajemen
Perikanan Budidaya, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan.
Selama masa perkuliahan, penulis aktif mengikuti kegiatan, baik yang
diselenggarakan kampus maupun ekstra kampus. Kegiatan tersebut diantaranya
adalah IPB Goes To Field (IGTF) 2013 di Kabupaten Brebes, Penerima hibah
Tanoto Student Research Award IPB 2013 yang diselenggarakan Tanoto
Fondation, Pekan Ilmiah Mahasiswa yang didanai Dikti tahun 2011 dan tahun
2013. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Fisiologi
Reproduksi Biota Akuatik (2012). Penulis juga pernah magang di Balai
Pengembangan Budidaya Air Payau Jepara (2011) pada komoditas Udang Windu,
Surya Windu Kartika (2011) pada komoditas pembesaran udang vaname dan
Balai Budidaya Air Payau Situbondo (2012) pada komoditas udang vaname.
Penulis juga mengikuti kegiatan praktik lapangan di Balai Budidaya Air Payau
Situbondo pada bulan Juli-Agustus 2012 pada komoditas pembenihan udang
vaname.
Tugas akhir penulis dalam menyelesaikan pendidikan tinggi di Institut
Pertanian Bogor untuk mendapatkan gelar Sarjana Perikanan berjudul “Pemberian
astaxanthin dan vitamin E dalam pakan terhadap perkembangan gonad calon
induk udang vaname, Litopenaeus vannamei”.

Anda mungkin juga menyukai