Anda di halaman 1dari 65

1

PENDAHULUAN

Botani merupakan ilmu yang mempelajari tentang tumbuhan dan peran

tumbuhan bagi kehidupan. Botani berhubungan dengan studi tumbuhan, termasuk

struktur, sifat dan proses biokimia. Botani juga mempelajari klasifikasi tumbuhan

dan studi penyakit tumbuhan dan interaksi dengan lingkungan. Prinsip-prinsip dan

temuan botani telah memberikan dasar untuk beberapa ilmu seperti ilmu terapan

yaitu pertanian, hortikultura dan kehutanan. Tidak hanya tumbuh-tumbuhan,

jamur dan alga dengan mikologi dan fikologi juga masuk kedalam cabang ilmu

biologi.

Tumbuhan adalah makhluk hidup yang dapat memproduksi makanan

sendiri. Semua jenis tumbuhan mulai dari yang berukuran kecil sampai dengan

pohon yang sangat besar mempunyai morfologi yang berbeda antara satu

tumbuhan dengan tumbuhan yang lain. Morfologi tumbuhan adalah ilmu yang

mengkaji berbagai organ tumbuhan, baik bentuk maupun fungsinya. Morfologi

tumbuhan terdiri dari organ dasar dan organ sekunder. Organ dasar pada

tumbuhan adalah akar, batang dan daun, sedangkan organ sekunder adalah bunga,

buah dan biji. Setiap tumbuhan akan mempunyai morfologi yang berbeda baik

organ dasar maupun organ sekundernya.

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui perbedaan morfologi

dari berbagai jenis tanaman pangan, perkebunan, hias, buah, sayur dan obat.

Manfaat yang dapat diperoleh dari praktikum ini adalah praktikan dapat

mengetahui bentuk-bentuk morfologi dari berbagai jenis tanaman dan mengetahui

perbedaannya.
2

BAB I

TANAMAN PANGAN

JAGUNG (Zea mays)

1.1. Klasifikasi

Jagung merupakan jenis tanaman serealia, siklus hidup jagung terjadi

selama 80 – 150 hari sehingga jagung merupakan tanaman semusim (setahun).

Hal ini sesuai dengan pendapat Abdurachman et al. (2008) bahwa jagung

melakukan siklus hidup lengkap selama semusim. Jagung tergolong kedalam

tanaman jenis C4 sehingga sangat efisien memanfaatkan cahaya matahari dalam

produksi biomasa yang menjadikannya sangat produktif sebagai tanaman pangan.

Tanaman jagung memiliki tinggi antara 1 – 3 meter. Menurut temuan genetik

arkeologi, jagung berasal dari daerah Amerika Tengah dan telah dibudidayakan

sejak 10.000 tahun yang lalu. Hal ini sesuai dengan pendapat Budiarti (2007) yang

mengatakan bahwa jagung diduga berasal dari benua Amerika bagian tengah yang

dibawa oleh orang portugis ke Indonesia. Secara taksonomi jagung digolongkan

kedalam golongan berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida

Ordo : Poales

Famili : Poaceae
3

Genus : Zea

Spesies : Zea mays

1.2. Organ Akar, Batang dan Daun

1.2.1. Organ Akar

Berdasarkan praktikum Botani yang telah dilakukan diperoleh hasil

sebagai berikut :

Sumber: Data Primer Praktikum Botani, 2016.


Ilustrasi 1. Akar Jagung (Zea mays)

Berdasarkan hasil praktikum dapat diketahui bahwa jagung memiliki

akar serabut. Akar serabut pada jagung berfungsi menyerap air dan nutrisi yang

diperlukan bagi metabolisme sel. Akar jagung dapat tumbuh hingga kedalaman 2

m di dalam tanah untuk mencari air, namun jagung di Indonesia umumnya hanya

memiliki panjang akar 0,8 - 1,4 m dengan akar memusat kurang dari 20 cm. Hal

ini sesuai dengan pendapat Niswati et al. (2008) yang menyatakan bahwa akar

jagung merupakan akar serabut yang tumbuh hingga kedalaman 2 m dan


4

menyebar kearah horizontal lebih dari 1 m, namun pada umumnya akar jagung

terpusat pada kedalaman tanah kurang dari 20 cm. Menurut Melwita dan Kurniadi

(2014) akar jagung memiliki tiga tipe akar yaitu akar seminal yang tumbuh dari

radikula dan embrio, akar adventif yaitu akar yang berkembang dari buku pada

ujung mesokotil menjadi akar serabut tebal, dan akar udara yang tumbuh dari dua

atau lebih buku terbawah dekat permukaan tanah.

1.2.2. Organ Batang

Berdasarkan praktikum Botani yang telah dilakukan diperoleh hasil

sebagai berikut :

Sumber:Data Primer Praktikum Botani, 2016.


Ilustrasi 2. Batang Jagung (Zea mays)

Berdasarkan hasil praktikum dapat diketahui bahwa batang jagung

memiliki bentuk silindris tidak bercabang yang berbuku-buku serta memiliki ruas

diantara buku. Hal ini sesuai dengan pendapat Melwita dan Kurniadi (2014) yang

mengatakan bahwa batang jagung merupakan batang silindris tanpa cabang, dan
5

terdiri atas sejumlah ruas dan buku ruas. Pada buku ruas terdapat tunas yang

berkembang menjadi tongkol. Jumlah buku dan ruas pada batang jagung sama

dengan jumlah daun jagung. Hal ini sesuai dengan pendapat Muhsanati et al.

(2008) bahwa batang jagung tersusun atas ruas yang merentang diantara buku-

buku pada batang sebagai tempat duduknya daun sehingga jumlah buku dan ruas

yang terdapat pada batang memiliki jumlah yang sama dengan daun, ketiganya

memiliki asal mula yang sama dalam sel somatik tanaman. Tinggi jagung yang

bervariasi tidak berpengaruh terhadap jumlah daunnya karena tidak terjadi

penambahan jumlah ruas batang melainkan terjadi penambahan panjang antar

ruas.

1.2.3. Organ Daun

Berdasarkan praktikum Botani yang telah dilakukan diperoleh hasil

sebagai berikut :

Sumber: Data Primer Praktikum Botani, 2016.


Ilustrasi 3. Daun Jagung (Zea mays)
6

Berdasarkan hasil praktikum dapat diketahui bahwa jagung memiliki

bentuk daun yang memanjang dengan tulang sejajar dan keluar dari buku-buku

pada batang. Menurut Purwono dan Hartono (2006) daun jagung merupakan daun

sempurna yang terdiri atas pelepah daun, tangkai daun, dan helai daun. Pelepah

daun pada umumnya membungkus bagian batang, antara pelepah dan helai daun

terdapat tangkai daun dengan permukaan daun yang berbulu dan pada bagian

bawah daun tidak berbulu. Ditambahkan oleh pendapat Melwita dan Kurniadi

(2014) bahwa daun jagung berbentuk memanjang linear dengan tulang daun

sejajar yang berasal dari buku-buku batang, umumnya jumlah daun pada jagung

terdiri dari 8 – 48 helaian. Antara pelepah dengan helai daun terdapat ligula.
7

1.3. Bunga

Berdasarkan praktikum Botani yang telah dilakukan diperoleh hasil

sebagai berikut :

Sumber: Data Primer Praktikum Botani, 2016.


Ilustrasi 4. Bunga Jagung (Zea mays)

Berdasarkan hasil praktikum dapat diketahui bahwa bunga jagung

tergolong bunga sempurna karena terdapat bunga jantan dan betina dalam satu

tanaman. Bunga jantan berada pada pangkal atas tanaman dan bunga betina

berada pada ketiak daun sehingga diperlukan bantuan alam untuk melakukan

penyerbukan. Menurut Effendi (2007) pada jagung, bunga jantan terletak di

bagian pucuk paling atas yang ditandai dengan adanya tassel (rambut) sedangkan

bunga betina terletak pada ketiak daun yang akan mengeluarkan stile dan stigma.

Melwita dan Kurniadi (2014) menambahkan bahwa tassel sebagai bunga jantan

memproduksi pollen atau serbuk sari yang ditandai dengan pecahnya kantong sari
8

pada tassel, apabila bunga betina telah memiliki filamen maka penyerbukan akan

terjadi.

1.4. Buah dan Biji

1.4.1. Buah

Berdasarkan praktikum Botani yang telah dilakukan diperoleh hasil

sebagai berikut :

Sumber: Data Primer Praktikum Botani, 2016.


Ilustrasi 5. Buah Jagung (Zea mays)

Berdasarkan hasil praktikum dapat diketahui bahwa buah pada jagung

berbentuk tongkol. Hal ini sesuai dengan pendapat Marvelia et al. (2006) bahwa

tongkol jagung merupakan perkembangan dari bunga betina yang distimulasi

penyerbukan. Tongkol jagung tumbuh diantara ketiak daun yang memiliki warna

putih susu ketika pembentukan dan kuning muda saat sebelum dewasa. Setiap

batang jagung setidaknya memiliki satu tongkol jagung. Menurut Umiyasih dan
9

Wina (2008) terdapat klobot yang menyelimuti tongkol jagung untuk melindungi

adanya serangan hama yang mengganggu pembentukan biji. Umumnya tongkol

jagung bagian atas tumbuh lebih besar dibanding yang terletak pada bagian

bawah, karena lebih dulu mengalami penyerbukan sehingga menstimulasi

pembentukan biji lebih cepat. Setiap tongkol jagung terdiri atas 10 – 16 baris biji

dengan jumlah yang selalu genap.

1.4.2. Biji

Berdasarkan praktikum Botani yang telah dilakukan diperoleh hasil

sebagai berikut :

Sumber: Data Primer Praktikum Botani, 2016.


Ilustrasi 6. Biji Jagung (Zea mays)

Berdasarkan hasil praktikum dapat diketahui bahwa biji jagung

umumnya menempel dan tersusun rapih pada tongkol serta berwarna kekuningan,

setiap satu tongkol terdapat 200 – 400 biji jagung. Menurut Umiyasih dan Wina

(2008) biji pada jagung disebut kariopsis, dinding ovari atau pericarp melebur dan
10

menyatu dengan testa (kulit biji) membentuk dinding buah. Biji jagung tersusun

dari tiga bagian yaitu pericarp, endosperm, dan embrio. Hal ini sesuai dengan

pendapat Effendi (2007) bahwa biji jagung terdiri dari tiga bagian yaitu pericarp

yang terletak pada lapisan terluar biji, endosperm merupakan lapisan setelah

pericarrp berfungsi sebagai cadangan makanan biji, dan embrio atau lembaga

yang terletak pada bagian paling dalam. Embrio merupakan miniatur tanaman

yang terdiri atas plamula, akar radikal, scutelum dan koleoptil.

1.5. Perkembangbiakan

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diketahui bahwa

perkembangbiakan tanaman jagung lebih cocok dengan cara generatif karena

jagung merupakan tanaman semusim yang memiliki daur hidup kurang dari

setahun, selain itu jagung mampu manghasilkan biji dengan jumlah yang banyak

yaitu 200 hingga 400 biji pada setiap tongkol. Umunya perkembangbiakan

generatif pada jagung dilakukan dengan penyerbukan silang yang ditandai dengan

berpindahnya serbuk sari dari tassel menuji rambut-rambut pada tongkol. Hal ini

sesuai dengan pendapat Welcker et al. (2007) bahwa penyerbukan pada jagung

terjadi jika serbuk sari menyentuh rambut tongkol. Ditambahkan oleh Bello dan

Olaoye (2009) bahwa sebagian besar penyerbukan yang terjadi pada jagung

adalah penyerbukan silang (cross pollinated crop), terlepasnya serbuk sari

berlangsung antara 3 hingga 6 hari bergantung pada varietas, suhu dan

kelembaban. Penyerbukan pada jagung berlangsung selama 24 – 36 jam dan

pembentukan biji mulai terjadi setelah 10 hingga 15 hari yang ditandai dengan
11

rambut tongkol yang berubah kecoklatan dan mengering. Jagung merupakan

tanaman serealia sehingga sulit untuk dilakukan perkembang biakan secara

vegetatif, perkembang biakan generatif pada jagung mudah dilakukan secara

alami dengan bantuan angin.

1.6. Manfaat

Berdasarkan pengamatan dapat diketahui bahwa jagung dibudidayakan

untuk keperluan asupan karbohidrat serta nutrisi esensial lainnya mampu

dimanfaatkan untuk berbagai keperluan manusia. Biji jagung dapat diolah

sehingga menghasilkan tepung dan minyak yang digunakan sebagai bahan baku

industri. Selain itu limbah pengolahan jagung berupa lignoselulosa dapat

dimanfaatkan menjadi pakan ternak, hal ini sesuai dengan pendapat Umiyasih dan

Wina (2008) yang menyatakan bahwa jagung mampu diolah menjadi konsentrat

selain itu limbah jagung yang mengandung lignoselulosa dapat digunakan sebagai

pakan dengan serat dan kandungan gula yang tinggi bagi ternak. Menurut Ilmi dan

Kuswytasari (2013) Lignoselulosa yang berasal dari bongkol jagung pada limbah

pengolahan jagung dapat diolah menjadi bioetanol dengan metode hidrolisis

termal dan fermentasi. Bagi kesehatan jagung merupakan asupan yang tepat untuk

menyediakan senyawa anti-aterogenik sebagai pencegahan penyakit

kardiovaskular.
12

BAB II

TANAMAN PERKEBUNAN

TEH (Camellia sinensis)

2.1. Klasifikasi

Tanaman teh pertama kali masuk ke Indonesia tahun 1684 berupa biji teh

dari Jepang yang dibawa oleh seorang Jerman bernama Andreas Cleyer dan

ditanam sebagai tanaman hias di Jawa. Berhasilnya penanaman percobaan skala

besar di Wanayasa (Purwakarta, Jawa Barat) dan di Raung (Banyuwangi, Jawa

Timur) membuka jalan bagi Jacobus Isidorus Loudewijk Levian Jacobson,

seorang ahli teh, menaruh landasan bagi usaha perkebunan teh di Jawa. Teh dari

Jawa tercatat pertama kali diterima di Amsterdam tahun 1885. Teh jenis Assam

mulai masuk ke Indonesia dari Srilangka pada tahun 1877 dan ditanam oleh R.E.

Kerkkhoven di Kebun Gambung Jawa Barat. Menurut Soraya (2008) sejak saat itu

secara berangsur-angsur teh Assam menggantikan teh China di Indonesia serta

berkembang semakin luas. Teh dengan varietas Camellia sinensis sendiri

merupakan spesies yang tumbuh baik pada daerah pegunungan tinggi berhawa

dingin, contohnya di dataran tinggi di Indonesia. Sedangkan contoh varietas

lainnya, atau dikenal sebagai Camellia assamica, merupakan spesies yang tumbuh

dengan baik pada daerah beriklim tropis dan lembab. Menurut Setyamidjaja

(2006) kualitas teh yang baik diperoleh dari pucuk teh yang belum merekah dan

satu dua daun di bawahnya. Klasifikasi tanaman teh sebagai berikut :


13

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Parietales

Family : Theaceae

Genus : Camellia

Spesies : Camellia sinensis

2.2. Organ Akar, Batang dan Daun

2.2.1. Organ Akar

Berdasarkan praktikum Botani yang telah dilakukan diperoleh hasil

sebagai berikut :

Sumber : Data Primer Praktikum Botani, 2016


Ilustrasi 7. Akar Tanaman Teh (Camellia sinensis)

Berdasarkan hasil praktikum dapat diketahui bahwa teh memiliki jenis

akar tunggang, berwarna putih kecoklatan. Hal ini didukung oleh pendapat dari
14

Setyamidjaja (2006) yang menyatakan bahwa teh memiliki sistem perakaran yang

cukup baik, memiliki akar tunggang semu dan tidak ada pembengkakan kalus. Hal

ini diperkuat oleh pendapat dari Dewi (2008) yang menyatakan bahwa pohon teh

mempunyai akar tunggang yang panjang dan masuk kedalam lapisan tanah yang

dalam. Percabangan akarnya pun banyak, selain berfungsi sebagai penyerap air

dan hara, akar tanaman teh juga berfungsi sebagai organ penyimpan cadangan

makanan.

2.2.2. Organ Batang

Berdasarkan praktikum Botani yang telah dilakukan diperoleh hasil

sebagai berikut :

Sumber : Data Primer Praktikum Botani, 2016


Ilustrasi 8. Batang Tanaman Teh (Camellia sinensis)

Berdasarkan hasil praktikum dapat diketahui bahwa tanaman teh

memiliki batang berkayu. Batang tanaman teh berukuran ramping dan kecil, biasa

digunakan sebagai perbanyakan secara stek karena pertumbuhan teh secara

generatif sulit dan lama untuk dilakukan. Hal ini sesuai dengan Setyamidjaja
15

(2000) bahwa batang pada tanaman teh (Camellia sinensis), secara vegetatif

digunakan sebagai alat perkembangbiakan melalui metode setek batang karena

dianggap lebih cepat dan efektif dalam perbanyakan tanaman. Hal ini didukung

oleh pendapat Soraya (2007) bahwa batang dapat tumbuh kecil dan ramping

dengan ketinggian antara 5 - 10 m apabila tidak dilakukan pemangkasan secara

berkala.

2.2.3. Organ Daun

Berdasarkan praktikum Botani yang telah dilakukan diperoleh hasil

sebagai berikut :

Sumber : Data Primer Praktikum Botani, 2016


Ilustrasi 9. Daun Tanaman Teh (Camellia sinensis)

Berdasarkan hasil praktikum dapat diketahui bahwa daun tanaman teh

berwarna hijau gelap, bertekstur tebal dan ujungnya bergerigi membentuk oval.

Tipe pertulangan daun pada tanaman teh adalah menyirip dan termasuk tipe daun

yang tidak lengkap karena tidak memiliki pelepah. Tanaman teh memiliki varietas
16

yang berbeda-beda. Hal ini sesuai dengan pendapat Soraya (2007) yang

menyatakan bahwa ukuran daun teh tidak semuanya sama, perbedaan varietas

merupakan salah satu faktor utamanya. Contohnya adalah pada teh varietas

(Camellia sinensis) var. Assam dengan teh varietas (Camellia sinensis) var.

sinensis. Teh varietas assam ukuran daunnya lebih besar dan ujungnya runcing,

sedangkan teh dengan varietas sinensis memiliki daun yang kecil dan ujung yang

tumpul. Hal ini didukung oleh pendapat Elias dan Dykeman (2009) bahwa daun

tanaman teh berwarna hijau gelap dengan tepi bergerigi dan ujung meruncing,

dengan bentuk oval, sebagian banyak daun tanaman teh memiliki rambut halus

dibagian bawah daunnya dengan panjang daun rata-rata 5 - 10 cm.

2.3. Bunga

Berdasarkan praktikum Botani yang telah dilakukan diperoleh hasil

sebagai berikut :

Sumber : Data Primer Praktikum Botani, 2016


Ilustrasi 10. Bunga Tanaman Teh (Camellia sinensis)
17

Berdasarkan hasil praktikum dapat diketahui bahwa tanaman teh

memiliki bunga sempurna. Bunga pada tanaman teh terdapat pada ketiak daun,

berwarna putih dan memiliki 5 mahkota bunga sebagai ciri khas dari tanaman

dikotil. Bunga tanaman teh merupakan media perkembangbiakan teh secara

generatif. Hal ini sesuai dengan pendapat Setyamidjaja (2000) bahwa bunga pada

tanaman teh (Camellia sinensis) digunakan sebagai alat perkembangbiakan secara

generatif. Hal ini didukung oleh pendapat Soraya (2007) bahwa bunga tanaman

teh, muncul di ketiak daun, tunggal atau beberapa bunga bergabung menjadi satu,

berkelamin dua, dengan garis tengah selebar 3-4 cm berwarna putih dan memiliki

benang sari berwarna kuning dengan bau yang sedikit harum. Hal ini juga

didukung oleh Elias dan Dykeman (2009) bahwa bunga pada tanaman teh

memiliki 5 mahkota dengan jumlah kelompak antara 5-9, bunga tanaman teh

tergolong hermaprodit karena didalamnya terdapat dua organ jantan dan betina.

Penyeburkan didalam bunga tanaman teh dibantu oleh lebah.

2.4. Buah dan Biji

2.4.1. Buah

Berdasarkan praktikum Botani yang telah dilakukan diperoleh hasil

sebagai berikut :
18

Sumber : Data Primer Praktikum Botani, 2016


Ilustrasi 11. Buah Tanaman Teh (Camellia sinensis)

Berdasarkan hasil praktikum dapat diketahui bahwa buah tanaman teh

berbentuk bulat, berwarna putih kehijauan dan berukuran kecil. Hal ini sesuai

dengan pendapat Soraya (2007) yang menyatakan bahwa buah tanaman teh

(Camellia sinensis) berbentuk bulat, berdinding tebal, dan apabila telah tua akan

pecah menurut ruangnya. Ketika masih muda buah pada tanaman teh (Camellia

sinensis) akan berwarna hijau dan akan berwarna cokelat kehitaman setelah tua.

Hal ini didukung oleh pendapat Somantri dan Tanti (2011) bahwa buah tanaman

teh memiliki ukuran yang kecil menyerupai buah pala.

2.4.2. Biji

Berdasarkan praktikum Botani yang telah dilakukan diperoleh hasil

sebagai berikut :
19

Sumber : Data Primer Praktikum Botani, 2016


Ilustrasi 12. Biji Tanaman Teh (Camellia sinensis)

Berdasarkan hasil praktikum dapat diketahui bahwa tanaman teh

memiliki biji berkeping dua. Biji tanaman teh merupakan alat perkembangan

secara generatif, memiliki tekstur keras dan berwarna cokelat. Hal ini sesuai

dengan pendapat Setyamidjaja (2000) yang menyatakan bahwa biji teh (Camellia

sinensis) digunakan sebagai alat perkembangbiakan secara generatif, walau begitu

biji yang digunakan dalam perkembangbiakan secara generatif atau alami tersebut

haruslah biji yang telah mengalami perlakuan secara matang. Hal ini didukung

oleh pendapat Soraya (2007) bahwa biji teh (Camellia sinensis) memiliki tekstur

yang keras.

2.5. Perkembangbiakan

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diketahui bahwa

perkembangbiakan tanaman teh dapat dilakukan secara vegetatif dan generatif.

Cara generatif yaitu dengan cara menumbuhkan melalui bijinya, namun hal ini

sulit dilakukan karena masa tumbuh teh yang relatif lama. Hal ini sesuai dengan
20

pendapat Setyamidjaja (2000) bahwa perkembangbiakan generatif tanaman teh

dapat dikembangkan melalui bijinya. Cara vegetatif yaitu dengan cara stek,

metode sambung, dan cangkok. Hal ini sesuai dengan pendapat Mangundidjojo

(2003) bahwa stek pada tanaman teh (Camellia sinensis) juga dikenal sebagai stek

daun, karena pada pelaksanannya bagian yang dipotong adalah satu ruas batang

bersama satu daun. Hal ini didukung oleh pendapat Soraya (2007) bahwa

perbanyakan tanaman teh (Camellia sinensis) secara vegetatif tidak hanya dapat

dilakukan menggunakan metode setek tetapi juga dapat dilakukan dengan metode

sambung dan cangkok.

2.6. Manfaat

Berdasarkan pengamatan dapat diketahui bahwa manfaat teh sebagai

tanaman perkebunan telah banyak diketahui di seluruh dunia. Teh adalah salah

satu dari minuman pokok selain air mineral di dunia. Hal ini sesuai dengan

pendapat Soraya (2007) yang menyatakan bahwa teh (Camellia sinensis)

merupakan salah satu minuman yang paling populer di dunia, posisi teh sendiri

berada di urutan kedua setelah air mineral. Diperkirakan setiap tahunnya berat

kering teh yang diproduksi diseluruh dunia untuk dikonsumsi mencapai 2.5 juta

ton. Teh memiliki manfaat yang sangat banyak terutama untuk kesehatan karena

zat-zat kimia baik yang terkandung didalamnya. Hal tersebut sesuai dengan apa

yang dinyatakan Somantri dan Tanti (2011) bahwa zat-zat kimia baik beserta

manfaatnya yang terdapat dalam teh antioksidan, fluoride, kafein, dan

theophylline.
21

BAB III

TANAMAN HIAS

SOKA JAWA (Ixora javanica)

3.1. Klasifikasi

Bunga Soka Jawa hidup di daerah iklim tropis. Menurut Jarrett (2003)

Soka Jawa merupakan jenis tanaman yang berasal dari Asia Tenggara. Tanaman

soka jawa sering digunakan sebagai tanaman penghias tanaman dan sebagai

tanaman pagar yang dapat dibentuk. Tumbuhan ini memiliki bunga yang hampir

selalu mekar sehingga cocok untuk menghiasi taman supaya lebih berwarna.

Tumbuhan ini membutuhkan pencahayaan yang cukup intensif dan pengairan

yang cukup. Tanaman khas Jawa ini juga memerlukan kelembaban dengan kadar

suhu kamar. Menurut Halevy (2000) Soka Jawa termasuk tumbuhan yang selalu

hijau, serta tingginya dapat mencapai 1 m hingga 1.5 m. Secara taksonomi Soka

Jawa tergolong dalam :

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Rubiales

Family : Rubiaceae

Genus : Ixora

Spesies : Ixora javanica


22

3.2. Organ Akar, Batang dan Daun

3.2.1. Organ Akar

Berdasarkan praktikum Botani yang telah dilakukan diperoleh hasil

sebagai berikut :

Sumber: Data Primer Praktikum Botani, 2016.


Ilustrasi 13. Akar Soka Jawa (Ixora javanica)

Berdasarkan hasil praktikum dapat diketahui bahwa tanaman hias Soka

Jawa merupakan tanaman dikotil yang memiliki sistem perakaran tunggang

berkambium. Akar dari Soka Jawa selain mempunyai ciri sistem perakaran

tunggang, juga memiliki ciri lain yaitu akar tunggang yang bewarna coklat. Hal

ini sesuai dengan pendapat Setiowati dan Furqonita (2007) yang menyatakan

bahwa tanaman dikotil memiliki akar tunggang yang berkambium. Hal tersebut

juga didukung oleh pendapat Adi (2008) yang menyatakan bahwa tanaman hias

bunga Soka Jawa merupakan jenis tanaman yang memiliki sistem perakaran

tunggang, dan berwarna coklat.


23

3.2.2. Organ Batang

Berdasarkan praktikum Botani yang telah dilakukan diperoleh hasil

sebagai berikut :

Sumber: Data Primer Praktikum Botani, 2016.


Ilustrasi 14. Batang Soka Jawa (Ixora javanica)

Berdasarkan hasil praktikum dapat diketahui bahwa batang dari tanaman

Soka Jawa merupakan tipe batang berkayu bulat. Hal ini sesuai dengan pendapat

Mursito dan Prihmantoro (2011) yang menyatakan bahwa Soka Jawa merupakan

tanaman perdu berkayu, dan memiliki cabang banyak. Soka Jawa merupakan jenis

tanaman hias yang memiliki sistem percabangan simpodial. Hal tersebut didukung

oleh pernyataan Hidayat dan Rodame (2015) yang menyatakan bahwa Soka Jawa

memiliki batang yang tegak, berkayu bulat, dengan percabangan simpodial,

termasuk kedalam jenis batang berzat kayu keras dan memiliki banyak cabang.
24

3.2.3. Organ Daun

Berdasarkan praktikum Botani yang telah dilakukan diperoleh hasil

sebagai berikut :

Sumber: Data Primer Praktikum Botani, 2016.


Ilustrasi 15. Daun Soka Jawa (Ixora javanica)

Berdasarkan hasil praktikum dapat diketahui bahwa tanaman Soka Jawa

memiliki tipe daun yang tidak lengkap karena hanya memiliki tangkai daun dan

helai daun saja, serta termasuk dalam jenis daun tunggal dengan tulang daun yang

menyirip dengan anak daun yang berpasang-pasangan. Hal ini sesuai dengan

pendapat Wijayakusuma (2000) yang menyatakan bahwa Soka Jawa memiliki

daun tunggal, letaknya berhadapan, bersilangan, mempunyai tangkai daun pendek,

daunnya berbentuk bulat telur sungsang sampai lonjong. Hal tersebut juga

didukung oleh pendapat Hidayat dan Rodame (2015) yang menyatakan bahwa

daun dari tumbuhan Soka Jawa merupakan daun berbentuk lebar, tunggal,

berbentuk lonjong, pangkal meruncing, tepi daun yang rata, dan ujung daun yang

runcing.
25

3.3. Bunga

Berdasarkan praktikum Botani yang telah dilakukan diperoleh hasil

sebagai berikut :

Sumber: Data Primer Praktikum Botani, 2016.


Ilustrasi 16. Bunga Soka Jawa (Ixora javanica)

Berdasarkan hasil praktikum dapat diketahui bahwa Soka Jawa

merupakan jenis bunga majemuk berkelamin dua, serta bergerombol, benang sari

berjumlah empat dan kepala sari menempel pada bagian mahkota bunga. Selain

itu, Soka Jawa memiliki bunga dengan berbagai macam warna seperti merah,

merah muda, jingga, kuning, hingga putih. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Jarrett (2003) yang menyatakan bahwa Soka Jawa memiliki bunga yang

berukuran besar, kumpulan mahkota bunga yang berbentuk bulat dan pipih, serta

berwarna merah, kuning, merah muda, putih, atau jingga. Hal tersebut juga

didukung oleh pernyataan Mursito dan Prihmantoro (2011) bahwa bunga dari

tanaman hias bunga Soka Jawa merupakan jenis bunga majemuk, yang
26

mempunyai empat kelopak, bunganya berukuran kecil, dapat berwarna merah,

merah muda, kuning, atau oranye.

3.4. Buah dan Biji

3.4.1. Buah

Berdasarkan praktikum Botani yang telah dilakukan diperoleh hasil

sebagai berikut :

Sumber: Data Primer Praktikum Botani, 2016.


Ilustrasi 17. Buah Soka Jawa (Ixora javanica)

Berdasarkan hasil praktikum dapat diketahui bahwa kulit buah tanaman

Soka Jawa berwarna hijau saat masih muda, kemudian berubah menjadi berwarna

merah saat sudah matang. Hal tersebut didukung oleh Wijayakusuma (2000) yang

menyatakan bahwa tanaman hias Soka Jawa memiliki buah yang berbentuk bulat

dengan penampang berukuran sekitar 7 – 8 mm dan berwarna warna merah.

Selain itu buah yang diproduksi dari Soka Jawa tergolong kedalam jenis buah
27

berdaging dan memiliki kulit. Hal ini sesuai dengan pernyataan Halevy (2000)

bahwa buah dari Soka Jawa merupakan jenis buah berdaging.

3.4.2. Biji

Berdasarkan praktikum Botani yang telah dilakukan diperoleh hasil

sebagai berikut :

Sumber: Data Primer Praktikum Botani, 2016.


Ilustrasi 18. Biji Soka Jawa (Ixora javanica)

Berdasarkan hasil praktikum dapat diketahui bahwa Soka Jawa termasuk

tanaman biji berkeping dua atau dikotil, karena mempunyai biji dengan dua daun

lembaga. Soka Jawa termasuk tanaman Angiospermae karena biji berada di dalam

buah. Hal ini sesuai dengan pendapat Setiowati dan Furqonita (2007) yang

menyatakan bahwa tanaman dikotil memiliki biji dengan dua daun lembaga.

Tanaman hias Soka Jawa memiliki biji yang berbentuk lonjong, pipih, serta

berwarna putih. Hal ini sesuai dengan pernyataan Adi (2008) yang menyatakan
28

bahwa Soka Jawa memiliki biji yang berbentuk pipih, lonjong, dan berwarna

putih.

3.5. Perkembangbiakan

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diketahui bahwa Soka Jawa

merupakan salah satu jenis tanaman hias yang dapat berkembangbiak secara

generatif dan vegetatif. Tanaman Soka Jawa berkembangbiak secara generatif

karena memiliki biji yang menjadi organ reproduksi dari tumbuhan

Angiospermae. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Firmansyah et al. (2009)

yang menyatakan bahwa reproduksi generatif merupakan pembentukan individu

baru dengan adanya peleburan gamet betina dan jantan yang dapat terjadi pada

tumbuhan biji terbuka (Gymnospermae) maupun tumbuhan berbunga

(Angiospermae). Perbanyakan tanaman Soka Jawa secara vegetatif dengan cara

setek batang dan cangkok. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Lestari dan

Kencana (2015) yang menyatakan bahwa Soka Jawa dapat diperbanyak secara

vegetatif yaitu dengan metode setek batang dan cangkok.

3.6. Manfaat

Berdasarkan pengamatan dapat diketahui bahwa manfaat Soka Jawa

selain sebagai tanaman hias, juga memiliki beberapa manfaat lain seperti bagian

bunganya yang dapat digunakan untuk menyembuhkan haid tidak teratur. Fakta

tersebut sesuai dengan Wijayakususma (2000) bahwa bunga dari tanamana hias

Soka Jawa memiliki manfaat untuk menyembuhkan haid tidak teratur


29

(emenagog), tidak datang haid (amenorrhea), dan tekanan darah tinggi

(hipertensi). Tanaman hias Soka Jawa selain memiliki bunga yang bermanfaat,

juga memiliki tangkai bunga yang bermanfaat untuk menyembuhkan luka

terpukul, luka terkilir, dan badan ngilu. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan

Hidayat dan Rodame (2015) bahwa tangkai bunga dari tanaman hias Soka

memiliki khasiat sebagai obat untuk menyembuhkan luka terpukul, luka terkilir,

dan badan ngilu.


30

BAB IV

TANAMAN BUAH

KELENGKENG (Dimocarpus longan L.)

4.1. Klasifikasi

Buah kelelengkeng atau yang biasa disebut lengkeng merupakan tanaman

buah-buahan yang berasal dari wilayah Asia. Menurut Mariana (2013) bahwa

buah kelengkeng (Dimocarpus longan L.) merupakan tanaman subtropis yang

sudah dikenal 2000 tahun yang lalu, berasal dari daerah Cina Selatan,

pemanfaatannya lebih kepada khasiatnya sebagai obat, bukan sebagai buah meja.

Buah kelengkeng termasuk tanaman tahunan. Buah kelengkeng biasa dikonsumsi

langsung dalam jumlah besar, buah yang memiliki rasa manis tersebut juga ada

yang dikeringkan untuk dijadikan bahan pembuat minuman penyegar. Hal

tersebut sesuai dengan pendapat Hendrawan (2013) bahwa kebutuhan konsumsi

buah kelengkeng tiap tahunnya cenderung mengalami peningkatan, untuk itu telah

diupayakan budidaya kelengkeng tanpa bergantung pada musim atau yang biasa

disebut teknologi off-season. Klasifikasi tanaman kelengkeng adalah sebagai

berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Sapindales
31

Family : Sapindaceace

Genus : Dimocarpus

Species : Dimocarpus logan L.

4.2. Organ Akar, Batang dan Daun

4.2.1. Organ Akar

Berdasarkan praktikum Botani yang telah dilakukan diperoleh hasil

sebagai berikut :

Sumber: Data Primer Praktikum Botani, 2016.


Ilustrasi 19. Akar Tanaman Kelengkeng (Dimocarpus longan L.)

Berdasarkan hasil praktikum dapat diketahui bahwa kelengkeng memiliki

akar tunggang. Akar tunggang tanaman dewasa memiliki kedalaman lebih dari 3

m, sedangkan saat kecil biji bakal tanamannya masih terlihat melekat pada akar

yang berukuran kurang dari 5 cm ke dalam tanah dan akar lateralnya memancar

sampai batas proyeksi tajuknya dengan akar-akar penyerap hara menancap dan
32

menyebar hingga 3 cm. Akar penyerap ini berfungsi untuk menyerap air dan zat

hara mineral yang dibutuhkan tanaman untuk melakukan proses fotosintesis. Hal

ini sesuai dengan pendapat Oktavianto et al. (2015) bahwa pemanjangan akar

tunggang akan terhenti apabila ujung akar telah mencapai permukaan air tanah,

setelah berhentinya perpanjangan primer, pertumbuhan diikuti dengan

pembentukan percabangan akar. Sistem perakarannya haruslah sangat luas dan

mempunyai akar tunggang yang sangat dalam dan kokoh, sehingga sangat tahan

terhadap kekeringan dan tidak mudah roboh. Hal ini sesuai dengan pendapat yang

dikemukakan oleh Setiawan (2010) bahwa akar tanaman yang berasal dari

pembiakan generatif (biji) lebih kokoh dibandingkan akar tanaman yang berasal

dari pembiakan vegetatif.

4.2.2. Organ Batang

Berdasarkan praktikum Botani yang telah dilakukan diperoleh hasil

sebagai berikut :

Sumber: Data Primer Praktikum Botani, 2016.


Ilustrasi 20. Batang Tanaman Kelengkeng (Dimocarpus longan L.)
33

Berdasarkan hasil praktikum dapat diketahui bahwa batang tanaman

kelengkeng keras karena mengandung zat kayu (kambium). Hal tersebut sesuai

dengan pendapat Paramita (2015) bahwa lapisan luar sel-sel kambium baik pada

batang atas maupun batang bawah memproduksi sel parenkim yang bertaut.

Tanaman kelengkeng mempunyai batang berkayu. Batang kelengkeng

mempunyai cabang. Cabang utama tanaman kelengkeng lurus keatas dan

bercabang sebagai tempat menempelnya daun-daun majemuk. Hal ini sesuai

dengan pendapat Felliani (2015) bahwa tanaman dikotil umumnya memiliki

batang yang bercabang, dimana percabangan dipacu oleh sel kambium yang

terkandung pada batang.

4.2.3. Organ Daun

Berdasarkan praktikum Botani yang telah dilakukan diperoleh hasil

sebagai berikut :

Sumber: Data Primer PraktikumBotani, 2016.


Ilustrasi 21. Daun Tanaman Kelengkeng (Dimocarpus longan L.)
34

Berdasarkan hasil praktikum dapat diketahui bahwa daun kelengkeng

termasuk daun majemuk yang setiap tangkainya terdiri dari tiga sampai enam

pasang helai daun. Bentuknya oval, ujungnya agak runcing dan berbulu, tepinya

rata dan permuka atas dan bawahnya mempunyai lapisan lilin, kuncup daunnya

berwarna kuning kehijauan, tetapi ada pula yang berwarna merah. Hal tersebut

sesuai dengan pendapat Yudha et al. (2013) bahwa beberapa farkor yang

mempengaruhi dalam pembentukan klorofil adalah cahaya matahari, beberapa

unsur mineral seperti N, Mg, dan Fe sebagai pembentuk dan katalis dalam sintesis

klorofil sehingga klorofil cenderung memberikan warna hijau pada daun.

Pertulangan daun kelengkeng adalah menyirip. Hal ini sesuai dengan pendapat

Rofik (2015) bahwa tulang daun tanaman dikotil umumnya berbentuk menyirip

atau menjari.

4.3. Bunga

Berdasarkan praktikum Botani yang telah dilakukan diperoleh hasil

sebagai berikut :
35

Sumber: Data Primer Praktikum Botani, 2016.


Ilustrasi 22. Bunga Tanaman Kelengkeng (Dimocarpus longan L.)

Berdasarkan hasil praktikum dapat diketahui bahwa tanaman kelengkeng

memiliki jenis bunga sempurna, yaitu bunga yang memiliki benang sari dan putik

dalam satu bunga. Hal ini sesuai dengan pendapat Sulistiyono (2015) bahwa jenis

bunga berdasarkan kelengkapan alat gametnya dibagi menjadi dua, yaitu bunga

hemaprodit atau bunga sempurna dan bunga tidak sempurna atau hanya ada bunga

jantan atau bunga betina. Berdasarkan tata letaknya, jenis bunga kelengkeng

termasuk bunga majemuk yang ibu tangkainya bercabang dan cabangnya

bercabang lagi. Hal ini sesuai dengan pendapat Susilawati (2014) bahwa bunga

majemuk berupa malai tegak dengan panjang 15 – 25 cm dan memiliki bulir

sejumlah kurang lebih 20 bunga.


36

4.4. Buah dan Biji

4.4.1. Buah

Berdasarkan praktikum Botani yang telah dilakukan diperoleh hasil

sebagai berikut :

Sumber: Data Primer Praktikum Botani, 2016.


Ilustrasi 23. Buah Tanaman Kelengkeng (Dimocarpus longan L.)

Berdasarkan hasil praktikum dapat diketahui bahwa buah kelengkeng

berbentuk bulat, warna kulit buahnya yang matang biasanya berwarna agak gelap

dan yang belum matang cenderung agak cerah. Hal tersebut sesuai dengan

pendapat Tamura (2015) yang menyatakan bahwa varietas kelengkeng berbuah

bulat dengan daging buah tebal dan kulit buah yang mudah dikupas. Sifat daging

buah kelengkeng agak lengket. Rasa buah cenderung manis legit, dengan aroma

harum khas buah kelengkeng. Hal tersebut sesuai dengan pendapat yang

Rosdianto (2015) yang menyatakan bahwa kelengkeng memiliki rasa manis dan

aroma yang khas. Buah kelengkeng memiliki malai yang berfungsi


37

menghubungkan buah dengan rantingnya. warnanya kuning muda dan putih

kekuningan.

4.4.2. Biji

Berdasarkan praktikum Botani yang telah dilakukan diperoleh hasil

sebagai berikut :

Sumber: Data Primer Praktikum Botani, 2016.


Ilustrasi 24. Biji Tanaman Kelengkeng (Dimocarpus longan L.)

Berdasarkan hasil praktikum dapat diketahui bahwa biji tanaman

kelengkeng berwarna hitam mengkilat dengan malai yang menghubungkan biji

dengan rantingnya dan diselubungi oleh daging buahnya. Biji kelengkeng tidak

dapat dikonsumsi secara langsung. Hal ini sesuai dengan pendapat Siagian (2016)

bahwa biji Kelengkeng memiliki berat 17% dari berat buah total, dimana biji

kelengkeng tersebut biasanya dibuang sia-sia atau dijadikan bahan bakar karena

tidak dapat dikonsumsi. Biji kelengkeng biasanya merupakan limbah, karena tidak

dapat dikonsumsi. Hal ini sesuai dengan pendapat Muhtadi et al. (2014) bahwa
38

sebagian besar dari ekstrak dan fraksi-fraksi yang diperoleh dari “limbah” kulit

dan biji buah kelengkeng, rambutan, jeruk dan durian, menunjukkan aktivitas

farmakalogi yang potensial sebagai antioksidan, antibakteri dan sitotoksik.

4.5. Perkembangbiakan

Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, diketahui bahwa

tanaman Kelengkeng (Dimocarpus logan) dapat dikembangbiakan secara

generatif dan vegetatif. Perkembangbiakan secara generatif dilakukan dengan

menanam benih hasil dari proses fertilisasi gamet jantan dan gamet betina pada

tanaman kelengkeng, sedangkan perkembangbiakan vegetatif dilakukan dengan

sambung pucuk/ enten, okulasi, dan cangkok. Hal tersebut sesuai dengan pendapat

Limbongan (2013) bahwa beberapa alternatif pilihan perkembangbiakan vegetatif

yang tersedia antara lain teknologi setek, okulasi, sambung pucuk, sambung

samping, dan somatik embriogenesis. Hal ini diperkuat dengan pendapat Kusuma

(2013) yang menyatakan bahwa hal hal yang harus diperhatikan dalam proses

pencangkokan adalah memberikan naungan agar suhu stabil dan pupuk tidak

mudah menguap, memelihara hewan yang menjadi predator hama tersebut dan

memberikan perlindungan pada tanaman, memberikan naungan di sekitar bibit

kelengkeng yang masih kecil dan memilih batang atas yang tidak berdaun.

4.6. Manfaat

Berdasarkan pengamatan dapat diketahui bahwa tanaman kelengkeng

(Dimocarpus logan) dapat dimanfaatkan untuk berbagai tujuan. Buah kelengkeng


39

dapat digunakan sebagai Anti-depresan (karena dapat memberikan efek

menenangkan, meningkatkan fungsi syaraf, mengatasi iritasi, dan mengurangi rasa

lelah), dengan mengurangi stress serta kelelahan buah kelengkeng dapat

memperingan kerja jantung dan limpa sehingga dapat mengurangi resiko penyakit

kardiovaskuler dan stroke. Kelengkeng mengandung polifenol sehingga dapat

memerangi radikal bebas dalam tubuh dan mencegah kerusakan sel sehingga

dapat mengurangi resiko penyakit beberapa jenis kanker. Buah kelengkeng dapat

mengendalikan kadar zat besi dalam tubuh sehingga bisa dimanfaatkan untuk

mencegah anemia, buah kelengkeng yang memiliki kadar lemak dan kalori yang

rendah merupakan pilihan yang baik untuk mengurangi berat badan. Buah

kelengkeng juga memiliki kandungan karbohidrat kompleks yang dapat menjadi

sumber energi, buah kelengkeng juga mengandung vitamin C guna mencegah

demam dan flu. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Wahyu (2016) bahwa buah

kelengkeng mengandung asam galat, asam elegat, flavoid, sukrosa, fruktosa,

glukosa, asam amino, asam malat, asam tartarat, asam oksalat, asam sitrat, asam

suksinat, etil galat 1-β-O galloil-p-glukopiranose, metil brevifolin karboksilat,

grevifolinan, tokofernol (vitamin E), dan asam askorbat (vitamin C). Buah

kelengkeng mengandung anti-aging sehingga sangat baik untuk kulit. Kulit buah

kelengkeng dapat mengobati luka bakar dan luka luar yang tak kunjung sembuh.

Hal tersebut sesuai dengan pendapat Suhendi et al. (2014) bahwa kulit dan biji

kelengkeng mengandung ethanol yang dapat mensterilkan luka dari bakteri untuk

mencegah infeksi dan mempercepat menyembuhan.


40

Buah kelengkeng dapat menjaga kesehatan usus, buah kelengkeng juga

dapat meningkatkan nafsu makan, mencegah diare serta limpa lemah. Hal tersebut

sesuai dengan pendapat oleh Puspitasari (2014) bahwa buah kelengkeng dapat

diolah menjadi yoghurt yang berfungsi untuk menjaga kesehatan usus. Buah

kelengkeng dapat diolah menjadi madu kelengkeng agar mudah dikonsumsi dan

mudah dibawa bepergian. Hal ini sesuai dengan pendapat Kamilatussaniah et al.

(2015) bahwa madu kelengkeng yang merupakan ekstrak dari buahnya merupakan

salah satu suplemen alternatif yang dapat digunakan sebagai anti-oksidan.


41

BAB V

TANAMAN SAYUR

KEMBANG KOL (Brassica oleracea var. botrytis L)

5.1. Klasifikasi

Kembang kol dikenal dengan nama lain kubis bunga, bunga kol atau kol

bunga. Menurut Winarto (2004) kembang kol atau Cauliflower adalah salah satu

bagian dari tanaman kubis yaitu kubis bunga. Kembang kol berasal dari kawasan

Eropa, Mediteran dan Asia Tengah. Kembang kol merupakan tanaman dataran

tinggi atau pegunungan, cocok tumbuh di daerah sejuk selama masa

pertumbuhannya dan dapat ditemukan pada ketinggian lebih dari 600 mdpl.

Menurut Fitriani (2009) kembang kol termasuk dalam golongan tanaman semusim

atau tanaman berumur pendek. Tanaman kembang kol hanya dapat bereproduksi

satu kali setelah itu tanaman ini akan mati.

Klasifikasi tanaman kembang kol :

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Capparales

Family : Cruciferae

Genus : Brassica

Spesies : Brassica oleracea var. botrytis L.


42

5.2. Organ Akar, Batang dan Daun

5.2.1. Organ Akar

Berdasarkan praktikum Botani yang telah dilakukan diperoleh hasil

sebagai berikut :

Sumber: Data Primer Praktikum Botani, 2016.


Ilustrasi 25. Akar kembang kol (Brassica oleracea var. botrytis L.)

Berdasarkan hasil praktikum dapat diketahui bahwa akar yang dimiliki

oleh tanaman kembang kol adalah akar serabut. Menurut Fitriani (2009) kembang

kol memiliki akar serabut yang akan tumbuh ke arah samping atau horizontal,

menyebar dan dangkal. Akar yang baru tumbuh mempunyai ukuran yang kecil

namun akar yang sudah berumur 1 – 2 bulan sistem perakarannya akan menyebar

ke samping pada kedalaman 20 – 30 cm. Menurut Simatupang (2014) dengan

perakaran yang dangkal, tanaman akan dapat tumbuh dengan baik apabila ditanam

pada tanah yang gembur dan porous.


43

5.2.2. Organ Batang

Berdasarkan praktikum Botani yang telah dilakukan diperoleh hasil

sebagai berikut :

Sumber: Data Primer Praktikum Botani, 2016.


Ilustrasi 26. Batang kembang kol (Brassica oleracea var. botrytis L.)

Berdasarkan hasil praktikum dapat diketahui bahwa batang tanaman

kembang kol berwarna hijau, tebal dan lunak namun cukup kuat. Menurut

Alimuddin (2012) kembang kol termasuk tanaman yang mempunyai batang yang

tumbuh tegak dan pendek atau berkisar 30 cm. Batang tanaman ini tidak

mempunyai cabang. Batang kembang kol tidak berambut dan tidak jelas karena

tertutup oleh daun. Hal ini sesuai dengan pendapat Saukani (2015) yang

menyatakan bahwa batang tanaman kembang kol halus, tidak berambut dan tidak

tampak jelas karena batangnya tertutup oleh daun-daun.


44

5.2.3. Organ Daun

Berdasarkan praktikum Botani yang telah dilakukan diperoleh hasil

sebagai berikut :

Sumber: Data Primer Praktikum Botani, 2016.


Ilustrasi 27. Daun kembang kol (Brassica oleracea var. botrytis L.)

Berdasarkan hasil praktikum dapat diketahui bahwa daun kembang kol

berwarna hijau dan tumbuh berselang-seling pada batang tanaman. Tipe

pertulangan daun pada tanaman kembang kol adalah melengkung dan menyirip.

Menurut Cahyono (2005) daun kembang kol berbentuk bulat telur (oval) dengan

bagian tepi daun bergerigi, agak panjang dan membentuk celah-celah yang

menyirip agak melengkung ke dalam. Kembang kol memiliki daun yang tidak

lengkap karena tidak mempunyai pelepah. Daun kembang kol memiliki tangkai

yang agak panjang dengan pangkal daun yang menebal dan lunak. Menurut

Alimuddin (2012) daun-daun kembang kol yang tumbuh pada pucuk batang
45

sebelum massa bunga tersebut berukuran kecil dan melengkung ke dalam

melindungi bunga yang sedang atau mulai tumbuh.

5.3. Bunga

Berdasarkan praktikum Botani yang telah dilakukan diperoleh hasil

sebagai berikut :

Sumber: Data Primer Praktikum Botani, 2016.


Ilustrasi 28. Bunga kembang kol (Brassica oleracea var. botrytis L.)

Berdasarkan hasil praktikum dapat diketahui bahwa bunga pada kembang

kol merupakan bagian yang paling penting dari tanaman ini karena dapat

dikonsumsi sebagai sayuran bergizi tinggi. Menurut Sunarjono (2013) tanaman

kembang kol mempunyai bakal bunga yang mengembang dan akan membentuk

masa bunga yang berbentuk kerucut terbalik. Kembang kol tersusun dari

rangkaian bunga kecil bertangkai pendek yang berwarna putih atau kekuningan.

Hal ini sesuai dengan pendapat Winarto (2004) yang menyatakan bahwa kembang
46

kol tersusun dari rangkaian bunga yang kecil, mempunyai tangkai pendek, padat,

berdaging, berwarna putih bersih, putih kecoklatan atau putih kekuningan.

5.4. Buah dan Biji

5.4.1. Buah

Berdasarkan praktikum Botani yang telah dilakukan diperoleh hasil

sebagai berikut :

Sumber: Science Photo Library


Ilustrasi 29. Buah kembang kol (Brassica oleracea var. botrytis L.)

Berdasarkan hasil praktikum dapat diketahui bahwa tanaman kembang

kol mempunyai buah yang berbentuk seperti polong dan berukuran kecil.

Kembang kol termasuk dalam tanaman Angiospermae yang artinya biji ada di

dalam buah. Hal ini sesuai dengan pendapat Fitriani (2009) yang menyatakan

bahwa tanaman kembang kol mempunyai buah yang di dalamnya terdapat banyak

biji. Buah ini memiliki panjang antara 3 – 5 cm. Menurut Alimuddin (2012) buah
47

kembang kol terbentuk dari hasil penyerbukan sendiri atau bisa juga karena

penyerbukan silang yang dibantu oleh serangga lebah madu.

5.4.2. Biji

Berdasarkan praktikum Botani yang telah dilakukan diperoleh hasil

sebagai berikut :

Sumber: Data Primer Praktikum Botani, 2016.


Ilustrasi 30. Biji kembang kol (Brassica oleracea var. botrytis L.)

Berdasarkan hasil praktikum dapat diketahui bahwa tanaman kembang

kol mempunyai biji-biji yang terdapat di dalam buahnya. Menurut Alimuddin

(2012) biji tanaman kembang kol berbentuk bulat kecil dan berwarna coklat

kehitam-hitaman. Biji yang dihasilkan oleh tanaman kembang kol dapat

digunakan utuk perbanyakan tanaman secara generatif. Hal ini sesuai dengan

pendapat Cahyono (2005) yang menyatakan bahwa biji-biji tanaman kembang kol

dapat digunakan untuk perbanyakan tanaman.


48

5.5. Perkembangbiakan

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diketahui bahwa

perkembangbiakan kembang kol dapat dilakukan secara generatif dan vegetatif.

Perkembangbiakan secara generatif yaitu dengan menggunakan biji sedangkan

yang secara vegetatif dengan cara in vitro atau kultur jaringan. Cara in vitro pada

perkembangbiakan kembang kol adalah cara yang efektif untuk regenerasi

tanaman ini. Hal ini sesuai dengan pendapat Metwali dan Al-Maghrabi (2012)

yang menyatakan bahwa faktor kunci dalam penerapan teknik in vitro untuk

perkembangbiakan kembang kol adalah pengembangan protokol yang efisien

untuk regenerasi tanaman dari jaringan untuk digunakan dalam program

pemuliaan tanaman. Metode dalam perkembangbiakan atau perbanyakan

kembang kol yaitu dengan penyambungan dadih. Hal ini sesuai dengan pendapat

George (2009) yang menyatakan bahwa metode perbanyakan tanaman kembang

kol secara vegetatif yang digunakan yaitu dengan metode penyambungan dadih

yang dipilih untuk batang bawah kembang kol yang diproduksi secara khusus.

5.6. Manfaat

Berdasarkan pengamatan dapat diketahui bahwa kembang kol

mempunyai banyak manfaat selain digunakan sebagai bahan sayuran, juga dapat

digunakan untuk mengatasi berbagai macam penyakit seperti sakit kepala, gelisah

atau stress dan anti kanker. Hal ini sesuai dengan pendapat Dalimartha (2006)

yang menyatakan bahwa kembang kol mengandung sulforafan yang berkhasiat

untuk menyembuhkan kanker, selain itu kembang kol juga digunakan untuk
49

mengatasi pusing, gelisah atau stress dan gangguan sirkulasi. Hal ini juga

didukung oleh pendapat Utami (2008) yang menyatakan bahwa kembang kol

berkhasiat untuk mengatasi kanker usus dan kanker perut, selain itu kembang kol

juga berkhasiat sebagai obat penenang, antikanker, mengatasi sakit kepala,

menurunkan kolesterol, obat sembelit dan dapat digunakan untuk meningkatkan

produksi Air Susu Ibu (ASI).


50

BAB VI

TANAMAN OBAT

LIDAH BUAYA (Aloe vera barbadensis)

6.1. Klasifikasi

Lidah buaya yang memiliki nama latin Aloe vera barbadensis merupakan

salah satu tanaman yang banyak digunakan sebagai obat dan kosmetika. Menurut

Furnawanthi (2007) lidah buaya merupakan tanaman asli Afrika, tepatnya

Ethiopia, yang termasuk golongan Liliaceae. Tanaman ini mempunyai nama

daerah ilat baya (Jawa), letah buaya (Sunda). Selain itu juga nama asing yang

bervariasi tergantung dari negara atau wilayah tempat tumbuh. Menurut Hutapea

(2000) nama latin, Prancis, Portugis, dan Jerman lidah buaya adalah aloe, Inggris

adalah crocodile tongues, Malaysia adalah Jadam, Cina adalah lu hui, Spanyol

adalah sa’villa, India adalah musabbar, Tibet adalah jelly leek, Indian: ailwa, Arab

adalah sabbar, Indonesia adalah lidah buaya, dan Filipina adalah natau.

Berdasarkan taksonominya tanaman lidah buaya dapat diklasifikasi sebagai

berikut.

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida

Ordo : Liliflorae

Family : Liliaceae
51

Genus : Aloe L.

Spesies : Aloe vera barbadensis

6.2. Organ Akar, Batang dan Daun

6.2.1. Organ Akar

Berdasarkan praktikum Botani yang telah dilakukan diperoleh hasil

sebagai berikut :

Sumber: Data Primer Praktikum Botani, 2016.


Ilustrasi 31. Akar Lidah Buaya (Aloe vera barbadensis)

Berdasarkan hasil praktikum dapat diketahui bahwa tanaman lidah buaya

(Aloe vera barbadensis) memiliki bentuk akar serabut yang lunak mudah patah,

tidak terlalu panjang, dan berwarna coklat keputihan. Hal ini sesuai dengan

pendapat Furnawanthi (2007) yang menyatakan bahwa akar lidah buaya

mempunyai sistem perakaran yang pendek dengan akar serabut yang panjangnya

bisa mencapai 30-40 cm. Hal ini juga didukung oleh pendapat Hutapea (2000)

yang menyatakan bahwa akar lidah buaya berbentuk serabut dan berwarna kuning.
52

6.2.2. Organ Batang

Berdasarkan praktikum Botani yang telah dilakukan diperoleh hasil

sebagai berikut :

Sumber: Data Primer Praktikum Botani, 2016.


Ilustrasi 32. Batang Lidah Buaya (Aloe vera barbadensis)

Berdasarkan hasil praktikum dapat diketahui bahwa batang lidah buaya

(Aloe vera barbadensis) berbentuk silinder pendek, lunak, dan berwarna putih

kecoklatan. Letaknya diatas akar dan di bawah pelepah daun. Hal ini sesuai

dengan pendapat Furnawanthi (2007) yang menyatakan bahwa batang tanaman

lidah buaya berserat, tidak berkayu dan umumnya sangat pendek sehingga hampir

tidak terlihat karena tertutup oleh pelepah daun yang rapat dan sebagian terbenam

dalam tanah. Diperkuat dengan pendapat Hutapea (2000) yang menyatakan bahwa

batang lidah buaya berbentuk bulat, warna putih, dan tidak berkayu.
53

6.2.3. Organ Daun

Berdasarkan praktikum Botani yang telah dilakukan diperoleh hasil

sebagai berikut :

Sumber: Data Primer Praktikum Botani, 2016.


Ilustrasi 33. Daun Lidah Buaya (Aloe vera barbadensis)

Berdasarkan hasil praktikum dapat diketahui bahwa daun lidah buaya

(Aloe vera barbadensis) memiliki bentuk runcing memanjang dan bergerigi

dengan daging yang tebal, berwarna hijau keabu-abuan terdapat bintik putih dan

dilapisi oleh lilin. Hal ini sesuai dengan pendapat Furnawanthi (2007) yang

menyatakan bahwa daun lidah buaya memiliki bentuk tombak dengan helaian

memanjang berupa pelepah. Daunnya berdaging tebal, tidak bertulang, berwarna

hijau keabu-abuan dan mempunyai lapisan lilin di permukaan serta bersifat

sukulen, yakni mengandung air, getah dan lendir mendominasi bagian daun. Pada

bagian atas daun rata dan bagian bawahnya membulat (cembung). Menurut
54

Hutapea (2000) yang menyatakan bahwa daun lidah buaya panjang 30 – 50 cm,

berdaging tebal, dan bergetah kuning.

6.3. Bunga

Berdasarkan praktikum Botani yang telah dilakukan diperoleh hasil

sebagai berikut :

Sumber: Data Primer Praktikum Botani, 2016.


Ilustrasi 34. Bunga Lidah Buaya (Aloe vera barbadensis)

Berdasarkan hasil praktikum dapat diketahui bahwa bunga lidah buaya

(Aloe vera barbadensis) memiliki bentuk seperti terompet, berwarna kuning

cerah. Bunga lidah buaya memiliki tangkai dan setiap tangkai berbunga banyak.

Hal ini sesuai dengan pendapat Hutapea (2000) yang menyatakan bahwa bunga

lidah buaya merupakan bunga majemuk dengan malai di ujung batang, adanya

daun pelindung dengan panjang 8 – 15 mm, memiliki enam benang sari, putik

menyembul keluar atau melekat pada pangkat kepala sari, tangkai putik berbentuk

benang, kepala putik kecil, dan ujung tajuk melebar. Pendapat ini diperkuat oleh
55

Furnawanthi (2007) yang menyatakan bahwa bunga lidah buaya berbentuk

terompet atau tabung kecil dengan panjang 2 – 3 cm, memiliki warna kuning serta

tersususn berjuntai melingkari ujung tangkai yang menjulang ke atas sepanjang 50

– 100 cm.

6.4. Buah dan Biji

6.4.1. Buah

Berdasarkan praktikum Botani yang telah dilakukan diperoleh hasil

sebagai berikut :

Sumber: Useful Tropical Plants


Ilustrasi 35. Buah Lidah Buaya (Aloe vera barbadensis)

Berdasarkan hasil praktikum dapat diketahui bahwa lidah buaya memiliki

jenis buah basah. Buah lidah buaya (Aloe vera barbadensis) berbentuk bulat

lonjong dengan garis di tengah-tengah, berwarna hijau dan bertangkai. Hal ini

sesuai dengan pendapat Hutapea (2000) yang menyatakan bahwa buah lidah

buaya barbadensis berbentuk bulat dengan panjang 14 – 22 cm, berkatub, serta


56

berwarna hijau keputih-putihan. Surjushe et al. (2008) menambahkan bahwa

apabila buah dibelah maka di dalam buah-buahan lidah buaya tersebut akan

terdapat banyak biji.

6.4.2. Biji

Berdasarkan praktikum Botani yang telah dilakukan diperoleh hasil

sebagai berikut :

Sumber: Useful Tropical Plants


Ilustrasi 36. Biji Lidah Buaya (Aloe vera barbadensis)

Berdasarkan hasil praktikum dapat diketahui bahwa biji lidah buaya

berbentuk lonjong runcing dan kecil, berwarna hitam terdapat didalam buah. Hal

ini sesuai dengan pendapat Hutapea (2000) yang menyatakan bahwa biji lidah

buaya sangat kecil dan berwarna hitam. Biji lidah buaya jenis barbadensis ada di

dalam buah. Hal ini sesuai dengan pendapat Adesuyi et al. (2012) yang

menyatakan bahwa lidah buaya barbadensis memiliki biji yang digunakan sebagai

perkembangbiakan generatif.
57

6.5. Perkembangbiakan

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diketahui bahwa tanaman

lidah buaya (Aloe vera barbadensis) dapat berkembangbiak dengan dua cara yaitu

secara generatif atau dari biji buah dan dengan cara vegetatif alami menggunakan

tunas muda yang tumbuh di sekitar lidah buaya dewasa. Tetapi yang sering

digunakan adalah secara vegetatif alami karena lebih mudah dan cepat besar,

selain itu juga biji lidah buaya sangat kecil sehingga sulit untuk

mengembangbiakan dengan cara generatif. Hal ini sesuai dengan pendapat

Wahjono dan Koesnandar (2007) yang menyatakan bahwa tanaman lidah buaya

berkembangbiak secara vegetatif melalui anakan karena biji dari buah pada

penyerbukan bunga lidah buaya barbadensis berukuran kecil. Sukowati (2008)

menambahkan bahwa anakan lidah buaya yang layak dan bagus untuk dijadikan

bibit berukuran kira-kira sebesar ibu jari dengan panjang antara 10-20 cm.

6.6. Manfaat

Berdasarkan pengamatan dapat diketahui bahwa manfaat lidah buaya

barbadensis dapat digunakan sebagai obat berbagai penyakit, bahan kosmetik

kecantikan dan dapat dikonsumsi. Hal ini sesuai dengan pendapat Sukowati

(2008) yang menyatakan bahwa lidah buaya (Aloe vera barbadensis) sangat

banyak dimanfaatkan sebagai obat berbagai macam penyakit terutama untuk

mengobati penyakit diabetes dan kanker. Namun Aloe vera barbadensis juga

sudah banyak dikembangkan di industri farmasi, kosmetik dan makanan

kesehatan. Diperkuat dengan pendapat Furnawanthi (2007) yang menyatakan


58

bahwa lidah buaya barbadensis bermanfaat sebagai obat yang sangat penting bagi

kesehatan, serta sebagai bahan di industri farmasi dan kosmetik.


59

SIMPULAN DAN SARAN

SIMPULAN

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa

tanaman jagung berakar serabut, batang silindris, tipe tulang daun sejajar,

memiliki bunga jantan dan betina, buah berbentuk tongkol dan biji bulat

kekuningan. Tanaman teh berakar tunggang, batang berkayu, tipe tulang daun

menyirip, memiliki bunga sempurna, buah bulat hijau kecoklatan dan biji bulat

putih sampai coklat. Tanaman soka jawa berakar tunggang, batang berkayu, daun

tidak lengkap, bunga majemuk berkelamin dua, buah berdaging dan biji pipih.

Tanaman kelengkeng berakar tunggang, batang berkayu, tipe tulang daun

menyirip, bunga majemuk, buah berdaging dan biji bulat hitam. Tanaman

kembang kol berakar serabut, batang hijau agak tebal, tipe tulang daun

melengkung dan menyirip, bunga berbentuk kerucut terbalik, buah berbentuk

polong dan biji bulat coklat kehitaman. Tanaman lidah buaya berakar serabut,

batang silindris, daun meruncing panjang, bunga majemuk, buah berbentuk

lonjong dan biji berbentuk lonjong runcing hitam.

SARAN

Saran untuk praktikum ini adalah sebaiknya dalam mengamati tanaman

harus memiliki kesiapan dan juga disesuaikan dengan musim tumbuh tanaman

yang diamati agar hasil yang didapatkan maksimal.


60

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman, A., A. Dariah. dan A. Mulyani. 2008. strategi dan teknologi


pengelolaan lahan kering mendukung pengadaan pangan nasional. Jurnal
Litbang Pertanian. 27 (2) : 43 – 49.

Adi, L. T. 2008. Tanaman Obat Jus Untuk Mengatasi Penyakit Jantung,


Hipertensi, Kolesterol, dan Stroke. PT. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Adesuyi, A.O., O.A. Awosanya, F.B. Adaramola, dan A.I. Omeonu. 2012.
Nutritional and phytochemical screening of Aloe barbadensis. Jurnal
Bioligical Science 4 (1) : 4 – 9.

Alimuddin, E. 2012. Pertumbuhan dan produksi tanaman kembang kol (Brassica


oleracea L.) dengan pemberian pupuk kandang ayam dan pupuk daun di
dataran rendah. Fakultas Pertanian, Universitas Hasanudin. (Skripsi).

Bello, O. B. dan G. Olaoye. 2009. Combining ability for maize grain yield and
other agronomic characters in a typical southern guinea savanna ecology
of nigeria. African Journal of Biotechnology. 8 (11) : 2518 – 2522.

Budiarti, S. G. 2007. Status pengelolaan plasma nutfah jagung. Jurnal Plasma


Nutfah. 13 (1) : 11 – 18.

Cahyono, B. 2005. Kembang kol dan Brokoli. Kanisius. Yogyakarta.

Dalimartha, S. 2006. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Trubus Agriwidya. Jakarta.

Dewi, V.A.N. 2008. Pengaruh pemberian Polifenol teh hijau terhadap sebukan sel
mononuklear di sekitar jaringan Adenocarcinoma mammae mencit C3H.
Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro. (Skripsi).

Effendi, R. 2007. Botani dan Morfologi Tanaman Jagung. Universitas Sumatera


Utara. Medan.

Elias, T. S. dan P. A. Dykeman. 2009. Edible Wild Plants : A North American


Field Guide to Over 200 Natural Foods. Sterling Publishing Company.
China.

Felliani, R. 2015. Studi kondisi batang bawah terhadap pertumbuhan


penyambungan tiga varietas tanaman naga. Universitas Jember. (Skripsi)

Firmansyah, R., A. Mawardi H., dan M. U. Riandi. 2009. Mudah dan Aktif
Belajar Biologi 2. Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
Jakarta.
61

Fitriani, M. 2009. Budidaya tanaman kembang kol (Brassica oleraceae var


botrytis L.) di Kebun Benih Hortikultura (KBH) Tawangmangu. Fakultas
Pertanian, Universitas Sebelas Maret. (Skripsi).

Furnawanthi, E. 2007. Khasiat dan Manfaat Lidah Buaya Si Tanaman Ajaib.


Argomedia Pustaka. Tangerang.

George, R. 2009. Vegetable Seed Production. Mixed Sources. London, UK.

Halevy, A. H. 2000. Handbook of Flowering, Volume 6. CRS Press, Inc. Boca


Raton.

Hendrawan, I. 2013. Teknologi off-season tanaman lengkeng pada rumah tanaman


sebagai upaya memenuhi kebutuhan pasar. E-Jurnal Widya Eksata. 1 (1)
: 20 – 28.

Hidayat, R. S., dan M. N. Rodame. 2015. Kitab Tumbuhan Obat. AgriFlo. Jakarta.

Hutapea, J.R. 2000. Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Bhakti Husada. Jakarta.

Ilmi, I. M. dan N. D. Kuswytasari. 2013. Aktifitas enzim lignin peroksidase oleh


Gliomatix sp. T3.7 pada limbah bnggol jagung dengan berbagai ph dan
suhu. Jurnal Sains dan Seni. 2 (1) : 38 – 42.

Jarrett, A. 2003. Ornamental Tropical Shrubs. Pineapple Press, Inc. Sarasota.

Kamilatussaniah, A. Yuniastuti, dan R. S. Iswari. 2015. Pengaruh suplementasi


madu kelengkeng terhadap kadar TSA dan MDA tikus putih yang
diinduksi timbal (Pb). Jurnal FMIPA. 38 (2) : 107 – 113.

Kusuma, A. C. 2013. Analisis pengendalian mutu bibit kelengkeng di CV. Telaga


Nursery kabupaten Klaten. Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas
Sebelas Maret Surakarta. (Skripsi)

Lestari, G. dan I. P. Kencana. 2015. Tanaman Hias Lanskap (Edisi Revisi).


Penebar Swadaya. Jakarta.

Limbongan, J. Dan F. Diufry. 2013. Pengembangan teknologi sambung pucuk


sebagai alternatif pilihan perbanyakan bibit kakao. Jurnal Litbang. 32 (4)
: 166 – 172.

Mangoendidjojo, W. 2003. Dasar-Dasar Pemuliaan Tanaman. Kanisius.


Yogyakarta.
62

Mariana, B. D. dan A. Sugiyatno. 2013. Keragaman morfologi dan genetik


lengkeng di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Informatika Pertanian. 22 (2)
: 95 – 102.

Marvelia, A., S. Darmanti., dan S. Paraman. 2006. Produksi tanaman jagung


manis (Zea mays saccharata) yang diperlakukan dengan kompos kascing
dengan dosis yang berbeda. Jurnal Anatomi dan Fisiologi. 14 (2) : 7 – 18.

Melwita, E. dan E. Kurniadi. 2014. Pengaruh waktu hidrolisis dan konsentrasi


H2SO4 pada pembuatan asam oksalat dari tongkol jagung. Jurnal Teknik
Kimia. 20 (2) : 55 – 63.

Metwali, E. dan Al-Maghrabi. 2012.Effectiveness of tissue culture media


components on the growth and development of cauliflower (Brassica
oleracea var. Botrytis) seedling explants in vitro.African Journal of
Biotechnology. 11 (76) : 14069-14076.

Muhtadi, Haryoto, dan T. A. Sujono. 2014. Pemanfaatan kulit dan biji buah
beberapa tumbuhan asli Indonesia untuk bahan obat herbal. Fakultas
Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta. (Skripsi)

Muhsanati, A. Syarif. dan S. Rahayu. 2008. Pengaruh beberapa takaran kompos


tithonia terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman jagung manis(Zea mays
saccharata). Jurnal Jerami. 1 (2) : 87 – 91.

Mursito, B., dan H. Prihmantoro. 2011. Tanaman Hias Berkhasiat Obat. Penebar
Swadaya. Depok.

Niswati, A., S. Yusnaini., dan M. A. S. Arif. 2008. Populasi mikroba pelarut


fosfat dan P-tersedia pada Rhizosfir beberapa umur dan jarak dari pusat
perakaran jagung (Zea mays L.). Jurnal Tanah. Trop. 13 (2) : 123 – 30.

Oktavianto, Y., Sunaryo, dan A. Suryanto. 2015. Karakterisasi tanaman mangga


(Mangifera indica L.) cantek, ireng, empok, jempol di desa Tiron,
kecamatan Banyakan kabupaten Kediri. Jurnal Produksi Tanaman. 3 (2)
:91 – 97.

Paramita, P., Toekidjo, dan S. Purwanti. 2012. Kesesuaian sambungan mini tiga
kultivar durian (Durio zibethinus L. ex Murray) dengan batang bawah
berbagai umur. Jurnal Vegetalika. 1 (2) : 1 – 7.

Purwono, dan R. Hartono. 2006. Bertanam Jagung Unggul. Penerbit Penebar


Swadaya. Jakarta.
63

Puspitasari, I. 2014. Pengaruh tingkat penambahan ekstrak buah kelengkeng


terhadap pH, viskositas, citarasa, dan kesukaan yoghurt kelengkeng.
Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. 3 (4) : 164 – 167.

Rofik, J. N. 2015. Studi keanekaragaman flora dan fauna di gua Kangkung desa
Pucung kecamatan Eromoko kabupaten Wonogiri Jawa Tengah. Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
(Skripsi).

Rosdianto, A. 2015. Peran kelompok tani dan prospek pengembangan agribisnis


komoditas kelengkeng di desa Gunungsari kecamatan Umbulsari.
Fakultas Pertanian, Universitas Jember. (Skripsi)

Saukani, A. 2015. Pengaruh pemberian pupuk kandang dan kapur dolomit


terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kembang kol (Brassica
oleracea var botrytis L.) pada tanah gambut pedalaman. Fakultas
Pertanian dan Kehutanan, Universitas Muhammadiyah Palangkaraya.
(Skripsi)

Setiawan, K. M. 2010. Penggunaan berbagai konsentrasi serta bahan organik


dalam merangsang pembentukan tunas lengkeng dataran rendah
(Dimocarpus longan Lour) secara in vitro. Fakultas Pertanian Universitas
Sebelas Maret. (Skripsi)

Setiowati, T., dan Furqonita, D. 2007. Biologi Interaktif. Azka Press. Jakarta.

Setyamidjaja, D. 2000. Teh, Budidaya dan Pengolahan Pascapanen. Kanisius.


Yogyakarta.

Siagian, G. K. P. 2016. Pengaruh rkstrak biji kelengkeng (Euphooria longan L.)


terhadap kadar mineral dara mencit yang diinduksi paracetamol. Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret. (Skripsi)

Simatupang, P. 2014. Pengaruh dosis kompos paitan (Tithonia diversifolia)


terhadap pertumbuhan dan hasil kol bunga pada sistem pertanian organik.
Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu. (Skripsi)

Somantri, R., dan K, Tanti. 2011. Kisah dan Khasiat Teh. PT Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.

Soraya, N. 2007. Sehat dan Cantik Berkat Teh Hijau. Penebar Swadaya. Jakarta.

Suhendi, A., Muhtadi, A.H. Leonita, A.S. Tanti, dan Haryoto. 2014. Aktivitas
sitotoksik dari ekstrak kulit buah durian (Durio zibethuniud Murr.) dan
kelengkeng (Dimocarpus longan Mark.) terhadap sel vero dan HeLa.
64

Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta. (Simposium


Nasional RAPI XIII)

Sukowati, R.D. 2008. Budidaya dan Prospek Lidah Buaya (Aloe vera) di Kota
Pontianak. Fakultas Pertanian, Universitas Jember. (Skripsi)

Sulistyono, E. dan H. Riyanti. 2015. Volume irigasi untuk budidaya hidroponik


melon dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan produksi. Jurnal
Agronomi Indonesia. 43 (3) : 213 – 218.

Sunarjono, H. 2013. Bertanam 36 jenis Sayuran. Penebar Swadaya. Jakarta.

Surjushe, A., R. Vasani, D.G. Saple. 2008. Aloe vera: a short review. Indian
Journal of Dermatology. 53 (4) :163 – 66.

Susilawati, E. 2014. Eksplorasi rumput kumpai (Hymenachine amplexiicaulis


(Rudge) Nees) sebagai pakan ternak di propinsi Jambi. Lokakarya
Nasional Tanaman Pakan Ternak.

Tamura, M. D., L. Setyobudi., dan S. Heddy. 2015. Variasi dan kultivar


kelengkeng (Nephelliom longan L) unggulan di kecamatan Poncokusumo
kabupaten Malang. Jurnal Produksi Tanaman. 3 (7) : 535 – 541.

Umiyasih, U. dan E. Wina. 2008. Pengolahan dan Nilai Nutrisi Limbah Tanaman
Jagung sebagai Pakan Ternak Ruminansia. Jurnal Wartazoa. 18 (3) : 127
– 136.

Utami, P. 2008. Buku Pintar Tanaman Obat. PT AgroMedia Pustaka. Jakarta.

Wahyu, S. 2016. Pengaruh pemberian ekstrak biji kelengkeng (Euphoria longan


L. Steud) terhadap kerusakan struktur histologis ginjal mencit (Mus
Musculus) yang diinduksi parasetamol dosis toksik. Universitas Sebelas
Maret.(Tesis)

Welcker, C., B. Boussuge, C. Bencivenni, J. M. Ribaut., dan F. Tardieu. 2007.


Are source and sink strengths genetically linked in maize plants
subjected to water deficit? a QTL study of the responses of leaf growth
and of anthesis-silking interval to water deficit. Journal of Experimental
Botany. 58 (2) : 339 – 349.

Wijayakusuma, H. M. H. 2000. Ensiklopedia Millenium Tumbuhan Berkhasiat


Obat Indonesia Jilid 1. Gema Insani. Jakarta.

Winarto. 2004. Memanfaatkan Tanaman Sayur untuk Mengatasi Aneka Penyakit.


PT AgroMedia Pustaka. Jakarta.
65

Yudha, G. P., Z. A. Noli, dan M. Idris. 2013. Pertumbuhan daun angsana


(Pterocarpus indicus Willd) dan akumulasi logam timbal (Pb). Jurnal
Biologi Universitas Andalas. 2 (2) : 83 – 89.

Anda mungkin juga menyukai