Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN KUNJUNGAN

MUSEUM PENDIDIKAN NASIONAL (UPI)

Anggota kelompok:
Maria Auleria XII MIA 3/ 20
Nifangelyau, Maria Regina XII MIA 3/ 22
Putri Tamia D. XII MIA 3/ 25
Teresa Lisa XII MIA 3/ 31

SMA SANTA ANGELA


BANDUNG
TAHUN PELARAN 2018-2019
Museum Pendidikan Nasional
Pada hari senin, 4 Februari 2019, kami pergi ke Museum Pendidikan Nasional yang
terletak di Jl. DR. Setiabudhi No.229, Isola, Sukasari, Kota Bandung, Jawa Barat. Museum
tersebut terletak di Kawasan dari Universitas Pendidikan Indonesia. Museum ini memiliki
waktu operasional hari Senin sampai Jumat dari pukul 09.00 – 15.30. Karena itu, kami
sebelumnya harus membuat ijin untuk keluar sekolah saat pelajaran berlangsung. Setelah itu,
berangkatlah kami menuju Museum Pendidikan Nasional.
Kami pun memasuki Kawasan Universitas
Pendidikan Indonesia(UPI). Kawasan UPI sangatlah luas,
selain itu udara di sana cukup sejuk dikarenakan pohon-
pohon hijau yang ada di sepanjang jalan. Saat sampai di
Museum Pendidikan Nasional, kami terkejut sekaligus
kagum akan bangunan museum tersebut. Museum ini cukup
besar, terdiri dari 5 lantai dengan arsitekturnya yang
modern, mengingat museum ini termasuk baru karena
dibangun pada tahun 2015. Kami segera membeli tiket
masuk yang dijual seharga Rp 5.000,00. Menurut kami,
harga itu sangatlah terjangkau bagi seluruh lapisan
masyarakat yang hendak berkunjung ke museum untuk
mempelajari sejarah serta memperluas wawasan diri.

Dilihat dari namanya yaitu Museum Pendidikan Nasional, tentunya museum ini berisi sejarah
dari pendidikan di Indonesia dari masa ke masa. Mulai dari alat yang digunakan saat
pembelajaran di zaman dulu, seragam serta buku pelajaran murid Indonesia dari masa ke
masa terdapat di sana. Di sana pengunjung dapat pula mengenal tokoh-tokoh pendidikan
Indonesia melalui patung serta gambar yang ada. Namun tak hanya itu, beberapa benda dari
zaman prasejarah hingga inovasi-inovasi zaman modern pun melengkapi koleksi museum.
Berikut merupakan sejarah serta koleksi-koleksi yang terdapat pada Museum Pendidikan
Nasional.
A. Sejarah Museum
Universitas Pendidikan Indonesia
sendiri didirikan dan diresmikan pada
tanggal 20 Oktober 1954 di Bandung oleh
Menterti Pendidikan dan Pengajaran yaitu
Muhammad Yamin. Lembaga ini semula
bernama Perguruan Tinggi Pendidikan
Guru(PTPG) yang didirikan dengan tujuan mendidik dan mencerdaskan bangsa
sebagai bagian penting dalam mengisi kemerdekaan. Selain itu, Indonesia juga perlu
guru yang bermutu serta bertaraf universitas untuk meningkatkan kualitas pendidikan
yang merupakan akar dari terwujudnya masyarakat yang sejahtera. Pada 7 Oktober
1999, melalui Keputusan Presiden RI no. 124 tahun 1999 nama lembaga ini menjadi
Universitas Pendidikan Indonesia.

Museum Pendidikan Nasional Universitas


Pendidikan Indonesia didirikan atas prakasa dari Prof.
Dr. Sunaryo Kartadinata M.Pd, dan didukung oleh
Gubernur Jawa Barat, H. Ahmad Heryawan, Lc.
Museum ini diresmikan pada tanggal 2 Mei 2015,
bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional, serta
dapat mulai dikunjungi pada 25 November 2015,
bertepatan dengan Hari Guru nasional. Museum ini
memiliki koleksi yang menunjukkan perjalanan
pendidikan nasional sejak zaman prasejarah, masa
kini, dan masa yang akan datang.
B. Koleksi Museum

Replika Kapak Paleolitik


• Kapak Penetak
• Kapak Perimbas
Kapak-kapak ini merupakan alat batu yang paling tua dari budaya manusia yaitu masa
berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana. Kapak-kapak ini terbuat dari batuan
desit, rijang, dan kalsedon, tergantung kandungan batuan yang tersedia di lingkungan saat itu.

Pendidikan Masyarakat Prasejarah


Bentuk pendidikan masa
prasejarah masih sangat sederhana.
Pendidikan hanya dilakukan melalui
keluarga. Orang tua memberikan
materi pendidikan kepada anak sesuai
dengan karakteristik masyarakat yang sangat tergantung pada alam dan lingkungan materi.
Pendidikan diarahkan pada keterampilan untuk berburu meramu mengumpulkan makanan,
bercocok tanam, dan mencetak benda. Model pendidikan berbentuk aplikatif langsung ke
lapangan alam terbuka dan diturunkan secara turun temurun. Pengajaran pada masa ini sudah
dilakukan pada tingkat sosial tertentu. Manusia dicita-citakan sesuai dengan nilai-nilai yang
ada di masyarakatnya, yaitu memiliki semangat gotong-royong menghormati para tetua dan
taat kepada adat.

Keterampilan Teknologis Masyarakat Praaksara Masa Perundagian


Periode perundagian dimulai pada zaman logam, yaitu sekitar 10.000 tahun yang lalu. Pada
masa perundagian (undagi = tukang) atau yang lebih dikenal dengan masa mengolah logam,
masyarakat praaksara sudah mengenal bijih logam. Kemudian mereka membuat alat-alat dari
bijih logam ini dengan teknik melebur. teknologi logam ini dipengaruhi oleh Vietnam
sehingga hasil teknologi ini dikenal dengan budaya Dong Son.

Ada dua teknik pencetakan logam yaitu bivolve dan a cire perdue. teknik bivolve dilakukan
dengan cara menggunakan cetakan-cetakan batu yang dapat dipergunakan berulang kali.
cetakan terdiri dari dua bagian yang diikat. Ke dalam rongga cetakan itu dibuka setelah
logamnya mengering. teknik kedua adalah dengan a cire perdue atau istilah lainnya cetak
lilin. cara yang dilakukan yaitu dengan membuat cetakan model benda dari lilin. cetakan
tersebut kemudian dibungkus dengan tanah liat. setelah itu tanah liat yang berisi lilin itu
dibakar. Lilin akan mencair dan keluar dari lubang yang telah dibuat. maka terjadilah benda
tanah liat bakar yang berongga. bentuk rongga itu sama dengan bentuk lilin.

Pisau Pengrupak
atau disebut juga pengutik adalah
alat tulis untuk menulis di atas daun
lontar.
Seni Menulis di Daun Lontar
1. Peralatan yang dibutuhkan seperti,
daun lontar, prukpak, dulang, kasur
tangan, pengasah, dan kemiri gosong.
2. Letakkan daun lontar di tangan kiri,
persiapkan beberapa lembar.
3. Mulai menulis dengan cara
menggerakkan prukpak ke kanan, jari
manis tangan kanan akan mendorong
otomatis daun lontar ke kiri.
4. Layaknya orang tengah bermeditasi,
jari lebih banyak bekerja.

Dengan menulis di atas daun lontar


tanpa sadar seolah tengah belajar tentang
sejarah awal metode menulis di Indonesia.
sebelum Lontar, budaya menulis di
masyarakat dahulu dilakukan di atas batu
seperti pada candi atau arca. sehingga,
diharapkan dengan menularkan cara ini,
yakni menulis aksara Jawa, akan menjadi
hal yang bukan lagi kenangan. Akan tetapi
masih ada dan eksis di masyarakat kita.

“Nyastra” dalam bahasa Bali merupakan


tradisi yang mampu bertahan ratusan tahun,
bahkan ribuan tahun. dahulu, daun lontar
berisikan tulisan dengan aksara kuno Bali
atau Sansekerta. antara lain, tulisan tentang religi, ritual, obat-obatan, sampai arsitektur.
tradisi menulis di atas lontar tak lekang oleh waktu meskipun tersedia media lain, dari kertas
sampai digital. butuh proses panjang sebelum daun lontar dapat dijadikan media untuk
menuliskan kata-kata atau menuliskan kisah-kisah. tulisan dan lukisan di atas daun lontar
merupakan karya seni adiluhung Indonesia.
Mangsi Gentur, Tinta Tulis Tradisional Indonesia

Mangsi Gentur adalah tinta tulis


tradisional Indonesia, bagian dari
kekayaan tradisi tulis pada masa awal
penyebaran Islam di Indonesia.
pembuatan mangsi gentur saat ini
masih dapat disaksikan di Kampung
Peuteuy Condong, Desa Songgom,
Kecamatan Gobras, Kabupaten Cianjur. alat dan proses pembuatannya, sebagaimana
diperagakan oleh Ibu Enung, generasi terakhir membuat mangsi gentur, adalah mengikuti
tahapan berikut:
1. Nyeungeut lampu, untuk membuat kembang
lampu atau jelaga, dengan cara menyalakan alat
penerangan berupa obor yang terbuat dari
kaleng bekas cat dengan bahan bakar minyak
tanah. obor diletakkan di dalam blek (kaleng
besar bekas biskuit) dengan salah satu sisinya
terbuka. pembakaran tersebut menghasilkan
kembang lampu yang menempel pada dinding
kaleng blek bagian dalam.
2. Ngerok, mengambil kembang lampu dengan
menggunakan susuk, alat untuk menggoreng.
3. Nyangray, menggoreng beras ketan putih tanpa
minyak sampai gosong atau menjadi arang
dengan menggunakan ketel.
4. Ngabeukahan, merendam arang beras ketan
hitam dengan air yang sudah mendidih.
5. Ngagodog, memasak arang beras ketan hingga menjadi bubur dalam buleng (panci
besar), kemudian didinginkan.
6. Meres, menyaring bubur ketan untuk menghasilkan kolampis, cairan bubur ketan
yang telah dipisahkan dari ampas dengan menggunakan selembar kain ke dalam
wadah semacam gerengseng atau baskom yang terbuat dari alumunium.
7. Ngagodog, yaitu menjerang kolampis dengan menggunakan ketel.
8. Ngaduk, mencampur jelaga dengan kolampis dalam dulang sambil ditumbuk.
9. Nyaring, menyaring cairan berwarna hitam yang sudah berupa tinta dari kotoran yang
tidak diharapkan, kemudian dikemas dalam bentuk botol apabila dikehendaki tinta
berbentuk cair.
10. Nyitak, menuangkan tinta cair ke dalam cetakan untuk kemudian dijemur di terik
matahari untuk menghasilkan tinta balok.

Naskah Kuno Periode Islam naskah yang


dihasilkan dari tradisi tulis Nusantara periode
Islam, menggunakan aksara Arab Pegon atau
Arab Melayu dan berbahasa daerah.

Pamepeuh adalah alat tumbuk untuk


melebarkan kulit kayu pohon daluang (paper
mulberry).

Gereja Bethel berada di Jalan Wastu Kencana dan


merupakan gereja Protestan pertama di kota Bandung.
dibangun sekitar abad ke-19. Berawal dari sebuah
rumah ibadah sederhana yang digunakan oleh orang-
orang Eropa khususnya Belanda yang datang ke
Bandung. atas usul pendeta Tjideman, pada bulan Mei
1924 dibangun gereja dan baru diresmikan pada 1
Maret 1925, diberi nama “De Nieuwe Kerk”. tetapi
pada tahun 1964 melalui sidang paripurna majelis jemaat berubah menjadi Gereja Protestan
di Indonesia Bagian Barat (GPIB) “Bethel” hingga saat ini.

Sistem Persekolahan Masa Hindia Belanda di Indonesia Abad Ke-20


Pada masa Hindia Belanda ada tiga jenjang sekolah, yaitu sekolah rendah, sekolah menengah,
dan sekolah tinggi.
A. Jalur sekolah anak Belanda adalah ELS ke
Lycea HBS V dan atau HBS III. Dari sekolah
Lycea dan HBS V dapat melanjutkan ke sekolah
tinggi (THS, GHS, atau RHS). jalur sekolah
bagi anak Belanda ini dapat juga dimasuki oleh
anak Bumiputera dan Tionghoa yang terpilih.
B. Jalur sekolah bumi putera adalah HIS dengan
lama belajar 7 tahun dilanjutkan ke MULO,
AMS, dan sekolah tinggi. pilihan lain ke sekolah
kejuruan Eropa dan Kweekschool. Sekolah
untuk bumiputera rendahan adalah sekolah desa (Volkschool) dan Sekolah Kelas II.
dari sekolah ini dapat melanjutkan ke SchakelSchool (sekolah peralihan) agar dapat
melanjutkan ke MULO AMS.
C. Jalur sekolah keturunan Tionghoa biasanya mereka memilih jalur HCS dengan
pengantar bahasa Belanda.

Atlas adalah media dan sumber belajar yang penting dalam


proses pembelajaran. termasuk pembelajaran pada masa
Kolonial Belanda di Indonesia. hingga perempat pertama
awal abad ke-20, penggunaan atlas dalam proses
pembelajaran baru dikenalkan pada tingkat sekolah dasar
yang diperluas (MULO), sekarang setingkat SMP dan
sekolah di atasnya seperti AMS dan HBS.
Ki Hajar Dewantara,
atau R.M. Suwardi
Suryaningrat lahir di
Yogyakarta pada 02 Mei
1889. Beliau adalah
pendiri Perguruan
Nasional Taman Siswa
(1922). Dasar perguruan Taman Siswa adalah Panca Darma
yang meliputi “Kemerdekaan, Kebangsaan, Kemanusiaan,
Kebudayaan, dan Kodrat Alam”. Dasar ini merupakan cita-
cita revolusioner dalam Pendidikan Indonesia dengan
mengabaikan segala tekanan kolonial Belanda.

Pendidikan Masa Pendudukan Jepang


● Guru-guru
Agar supaya terdapat keseragaman dalam pengertian dan maksud-maksud pemerintah
pendudukan Jepang, maka guru diadakan latihan di Jakarta. tiap tiap kabupaten/daerah
mengirimkan beberapa orang guru untuk dilatih. setelah selesai mengikuti latihan tersebut,
mereka kembali ke daerahnya masing-masing untuk kemudian melatih guru-guru lainnya
mengenai hal-hal yang mereka peroleh dari Jakarta. bahan-bahan pokok yang mereka dapat
dari latihan ialah:
1. Indoktrinasi mental ideologi mengenai “Hakko I-Chiu” dalam rangka kemakmuran
bersama di “Asia Raja”.
2. Latihan kemiliteran dengan semangat Jepang (Nippon Seisyin).
3. Bahasa dan Sejarah Jepang dengan adat istiadatnya.
4. Ilmu bumi ditinjau dari segi geopolitik.
5. Olahraga, lagu-lagu, dan nyanyian Jepang.

● Murid-murid
Karena siswa adalah pengemban hari depan Indonesia dalam rangka “kemakmuran bersama
Asia Raya”, kepada murid-murid dikenakan ketentuan dan indoktrinasi ketat. kepada mereka
antara lain dibebankan kewajiban dan keharusan sebagai berikut:

1. Setiap pagi harus menyanyikan lagu kebangsaan Jepang.


2. Setiap pagi harus mengibarkan bendera Jepang “Hinomaru” dan menghormat kepada
kaisar Jepang (“Tenno Heika”).
3. Setiap pagi harus bersumpah setia kepada cita-cita Indonesia dalam rangka “Asia Raya”
(Dai Toa).
4. Setiap pagi harus senam (Taiso) untuk memelihara semangat Jepang.
5. Melakukan latihan-latihan fisik dan militer.
6. Pelajar pada waktu yang ditentukan melakukan kerja bakti (Kinrohoshi) membersihkan
asrama militer, jalan-jalan raya, menanam pohon jarak, mengumpulkan bahan-bahan untuk
keperluan militer, dan lain sebagainya .
7. Bahasa Indonesia dipergunakan sebagai bahasa pengantar dan Bahasa Jepang merupakan
bahasa wajib. bahasa daerah diberikan di sekolah dasar kelas 1 dan kelas 2.

Pendidikan Indonesia saat itu menggunakan Rentjana Pendidikan 3 Boelan Boeat Tjalon-
tjalon Teristimewa dari “Barisan Pemoeda Asia Raja”.

Sekolah-sekolah yang Pernah Ada di Indonesia (Serta seragamnya)

Sekolah kejuruan antara tahun 1950 sampai 1990 merupakan sekolah yang diperuntukkan
bagi para siswa yang memiliki keminatan pada keterampilan khusus seperti antara lain
keguruan (SPG, SGO, SGA), ekonomi (SMEP, SMEA), pertanian (SPMA), farmasi (SMF),
teknik (ST, STM), dan keputrian (SKP, SKKA).

Terdapat pula salah satu sekolah yang menghasilkan tenaga pendidik Agama Islam untuk
tingkat sekolah dasar.

SMEA (Sekolah Menengah Ekonomi Atas) terdapat beberapa jurusan yaitu diantaranya
akuntansi, manajemen, administrasi, atau bisnis.

Sekolah Menengah Farmasi (SMF) adalah sekolah menengah kejuruan di Indonesia untuk
mendidik asisten apoteker. pada awalnya, pendidikan kesehatan ditujukan untuk melatih dan
mendidik tenaga pribumi untuk membantu memberikan pelayanan kesehatan masyarakat
yang dibutuhkan.

Ernest Francois Eugene Douwes Dekker


(E.F.E.) dikenal dengan Dr. Setiabudhi
Danoedirdja pendiri sekolah Ksatrian Instituut.
Lahir pada 8 Oktober 1879 di Pasuruan Jawa
Timur. Bersekolah di Gymnasium Willem III di
Batavia. selama pengasingan menempuh program
doktor di Universitas Zurich, Swiss, dalam bidang
ekonomi.

Perjalanan Douwes Dekker:


1912, mendirikan Indische Partij di Bandung.
1913, diasingkan ke negeri Belanda.
1922, menjadi guru di Bandung.
1923, menjadi kepala MULO.
1924, mendirikan Ksatrian Instituut.
Pada 1940 ia diasingkan kembali, dan tiga tahun setelah Indonesia merdeka, kembali tinggal
di Bandung hingga meninggal pada 1950 di usianya yang ke 70 tahun.
Situs Bangunan Ksatrian Instituut
Pada tahun 1923 didirikan Preanger Instituut de Vereenigning Volksonderwijs (Institut
Pengajaran Priangan dari Perkumpulan Pengajaran Rakyat) di Bandung. Kemudian pada
tanggal 12 November tahun 1924 berubah menjadi De School Vereniging het Ksatrian
Instituut (Ksatrian Instituut). Di bawah Douwes Dekker, nama sekolah di ganti menjadi
Ksatriaan Instituut. tujuan sekolah menitikberatkan pada pengajaran manusia yang berjiwa
Nasional dan berpikiran merdeka. buku-buku pelajaran dihasilkan sendiri. pada Agustus
1937, berhasil menerbitkan majalah murid dan orang tua yang berjudul De Ksatria Maanblad
van de Leerlingen van Alle Ksatriaan Scholen en Hun Ouders. Sekolah ini terbuka bagi
orang-orang pribumi peranakan Tionghoa, maupun Indo. pada 1939, Ksatrian Instituut
tercatat memiliki 1.300 murid dari 550 keluarga. Februari 1941, pengurusan diserahkan
kepada Ny. Johanna Petronela Douwes Dekker. kipah Ksatrian Instituut berakhir seiring
kedatangan Jepang ke Nusantara dan ditutup kegiatannya pada masa pemerintahan
pendudukan Jepang.

Suasana Belajar di Kesatriaan


Instituut
Bung Karno (Ir. Soekarno
presiden RI Pertama) sedang
mengajar Ilmu Alam di sekolah
Ksatrian Instituut. beliau, setelah
menyelesaikan pendidikannya di
Sekolah Tinggi Teknik Bandung
(sekarang ITB), pada tahun 1926 mengajar di sekolah yang didirikan oleh Dr. Danoedirdjo
Setiabudi (Douwes Dekker). Selama 1 tahun Bung Karno mengajar, akan tetapi setelah Ibu
Johanes Petronella, istri Douwes Dekker, memberikan nasihat nasehat bahwasanya Bung
Karno lebih cocok bergerak di dunia politik dibandingkan menjadi guru, maka akhirnya pada
tahun 1927 mengundurkan diri dan terjun ke dunia politik.

Ruang Kepala Sekolah Tahun 50-an


Pada umumnya ruang kerja atau kantor kepala sekolah merupakan bagian penting dari
lingkungan sekolah dengan tata ruang yang paling bagus dan peralatan kantor yang paling
lengkap dibandingkan dengan ruang-ruang kerja lainnya. ruang kerja kepala sekolah biasanya
berfungsi juga sebagai ruang tamu dengan satu set kursi tamu standar, lemari buku, serta
meja kerja. diatas meja kerja diletakkan buku, tempat kaca mata, mesin tik, jam rantai, bak
tinta, kalam, stepler, perforator, tas kerja, dan di beberapa sekolah di perkotaan dilengkapi
juga dengan pesawat telepon.

Payung Kebesaran Guru Jaman


Kolonial Belanda pada masa itu
payung adalah pengusir kegelapan dan
kebodohan dengan kearifan,
kebijaksanaan, dan ilmu
pengetahuannya. Pada masa kolonial
Belanda, profesi seorang guru
sungguh sangat terhormat di
masyarakat. dan untuk itu, pemerintah
Hindia Belanda menentukan simbol-
simbol status sosial para guru
diantaranya melalui penetapan payung
kebesaran sesuai dengan kelas yang
diajarnya.

Kumpulan koleksi majalah fikiran Rajat


Majalah ini menjadi salah satu instrumen perjuangan Soekarno (tahun 1932 -1933) dan para
tokoh-tokoh pergerakan Nasional dalam menyuarakan pandangan anti kapitalisme dan
imperialisme untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. majalah ini bukan hanya merupakan
kristalisasi pemikiran pemikiran tokoh-tokoh politik pada masa sebelum kemerdekaan,
namun juga sebagai bagian dari aktivitas pergerakan pemimpin untuk mendidik rakyat. hal
ini dilandasi oleh kesadaran para pemimpin bahwa cita-cita kemerdekaan bisa dicapai dengan
menggelorakan semangat dan keterlibatan rakyat luas dan di tengah kondisi keterbelakangan
rakyat para pemimpin sebagai elit bangsa terpanggil untuk mendidik rakyat melalui media
yang efektif.

Sekolah-sekolah non pemerintah didirikan di beberapa daerah oleh tokoh-tokoh pendidikan


nasional dengan tujuan memperkuat pendidikan pribumi yang berbasis kearifan lokal,
kebudayaan nasional, dan juga agama. manakala sekolah-sekolah tersebut semakin besar dan
semakin diterima oleh masyarakat, maka mulai diawasi dengan ketat karena ditakutkan akan
menjadi suatu kelompok yang anti pemerintah dan dianggap membahayakan posisi
pemerintah kolonial. Untuk itulah dikeluarkan Undang-Undang Sekolah Liar (Wilde Scholen
Ordonantie) pada tahun 1932, dan banyak sekolah swasta menjadi korban dari penerapan
kebijakan tersebut termasuk Sekolah Muhammadiyah dan Taman Siswa.

Di era tahun 1950 hingga tahun 1970, angkutan yang paling populer digunakan oleh para
guru, baik guru wanita maupun pria adalah sepeda dengan kelengkapan tas kerjanya. dengan
alat transportasi sederhana itu guru terus mengayuh dan memacu semangat pengabdian
mendidik anak-anak bangsa.

Sekolah Kautamaan Istri (SKI)


pada awalnya bernama Sakola Istri
yang didirikan oleh Raden Dewi
Sartika (Uwi) pada tahun 1904. SKI
diambil dari nama bentukan Residen
Priangan yang turut mendukung
pengembangan dan pembangunan
sekolah perempuan Bumi Putera pada
masa Pemerintah Hindia Belanda.
pada masa penjajahan Jepang, Raden Dewi Sartika menolak terlibat dalam sekolah bentukan
Jepang dikarenakan kurikulumnya harus mengalami perubahan, tidak lagi dikhususkan untuk
perempuan.
Buku Kautamaan Istri buku ini ditulis oleh Raden
Dewi Sartika tahun 1911 dan baru dicetak pada tahun
1912. Buku ini berisi tentang cita-cita dan ajakan
terutama terhadap kaum Menak (Ningrat) perempuan
untuk memajukan peranan kaum perempuan terutama
dari kaum pribumi agar mereka maju ilmunya, maju
keterampilannya, maju kemauannya, maju
perilakunya, agar selamat dalam mengarungi
kehidupan ini.
Raden Dewi Sartika
Lahir di Bandung, 4 Desember 1884. Wafat di Cinean, 11
September 1947.
Raden Dewi Sartika adalah putri pasangan Raden
Somanagara dan Raden Ayu Permas. Ayahnya adalah
seorang patih di Bandung yang sangat nasionalis. ketika
ayah dan ibunya ditangkap dan diasingkan ke Ternate
(Maluku), Dewi Sartika dititipkan pada pamannya, Patih
Aria yang tinggal di Cicalengka.

Dewi Sartika amat gigih dalam memperjuangkan nasib dan harkat kaum perempuan. pada 16
Januari 1904, dia mendirikan Sakola Istri atau sekolah untuk perempuan di Bandung. pada
tahun 1910, Sakola Istri berganti nama menjadi Sakola Kautamaan Istri. pada tahun 1913,
berdiri pula organisasi Kautamaan Istri di Tasikmalaya. organisasi ini menaungi sekolah-
sekolah yang didirikan oleh Dewi Sartika. pada tahun 1929, Sakola Kautamaan Istri diubah
namanya menjadi Sekolah Raden Dewi dan oleh pemerintah Hindia Belanda dibangunkan
sebuah gedung tepatnya tanggal
11 September 1947, Dewi
Sartika yang sudah lanjut usia
wafat di Cinean, Jawa Barat.
setelah keadaan aman,
makamnya dipindahkan ke
Bandung. berdasarkan Surat
Keputusan Presiden RI No.
152/1966, Dewi Sartika
diangkat sebagai pahlawan
kemerdekaan nasional.

Ruang Kuliah Perguruan Tinggi Pendidikan Guru (PTPG)


Ruang kuliah pada masa Perguruan Tinggi Pendidikan Guru Bandung dilengkapi dengan
perangkat kursi mahasiswa dengan model berundak terbuat dari bahan kayu jati kualitas
prima. Perlengkapan lainnya adalah meja dosen, mimbar kuliah, dan papan tulis. koleksi
kursi mahasiswa dan mimbar ditemukan di Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial,
meja dosen dari kantor Biro
Kemahasiswaan, dan papan tulis
dari Fakultas Pendidikan
Matematika Ilmu Pengetahuan
Alam, semua di lingkungan UPI.
kelas aslinya dapat memuat sekitar
60 orang mahasiswa. PTPG
Bandung merupakan cikal bakal
Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) sekaligus Lembaga Pendidikan Guru pertama pada
jenjang Perguruan Tinggi yang didirikan oleh Pemerintah Republik Indonesia pada tahun
1954.

Sekolah di Jawa Barat 1920 sampai 1961


Perkembangan pendidikan di wilayah Jawa Barat
antara tahun 1920 sampai dengan tahun 1961
telah mampu merefleksikan sifat masyarakat Jawa
Barat yang terbuka terhadap pendidikan berbasis
multibudaya dan multietnis, serta dekat dengan
lingkungan alam. Gambaran tersebut tercermin
pada jejak-jejak sejarah yang diabadikan melalui
foto-foto berikut:
A. Anak-anak pemuda Sekolah Sunda, Garut,
tahun 1920.
B. Anak-anak yang sedang belajar di kelas
Sekolah Rakyat, Sukahurip, tahun 1953.
C. Siswa Sekolah pertanian di depan bus
sekolah, Pangalengan, Bandung, tahun
1948.
D. Anak-anak Sekolah Desa seusai libur dan
kembali ke sekolah di Cirebon, tahun
1961.
E. Murid-murid Sekolah Rakyat, tahun 50.
F. Frobelschool di Bandung, tahun 1947.
Permainan Anak di Anjungan Jawa Barat
Belajar dan bermain adalah aktivitas yang tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan anak-anak
termasuk anak-anak di Jawa Barat. kaulinan barudak identik dengan berbagai permainan
yang menyenangkan dan melatih olah fikir, olah rasa, olah raga, dan ketangkasan, terpadu
dalam satu aktivitas sosial di lingkungan sekitar.

Mang Koko adalah seorang seniman tidaklah


mungkin eksis di masyarakat, apabila tidak
mempunyai kekuatan dan pengakuan. dasar yang
paling utama bagi seorang juru sanggi tentu saja
masalah kreativitas dalam karya-karyanya.
pengakuan terhadap karya Mang Koko dari berbagai
pihak terus mengalir termasuk dari Pemerintah Jawa
Barat.
Mang Koko ketika menerima piagam Penghargaan
dari Gubernur Provinsi Jawa Barat Salihin G.P. yang
berlangsung pada tahun 1975 di Gedung Rumentang
Siang, Bandung.

Mesin Tik Braille (Blista M86) adalah mesin tik


buatan Blista-Brailletec GmbH Jerman yang dibuat
pada tahun 1994. merupakan mesin tik yang memiliki
kelebihan tertentu, yakni dapat mengetik pada kertas
ukuran panjang (tidak terbatas) dengan fitur Dymotape.
mesin tik ini merupakan pembaruan dari mesin tik
perkins.

Mesin Tik Braille (Perkins Brailler tahun 1950)


adalah mesin tik braille yang dibuat pertama kali
pada tahun 1950 oleh David Abraham (1896-1978),
seorang guru, dengan fitur yang manual dan terbatas.
UPI memiliki mesin tik ini untuk digunakan di salah satu program studi yang menangani
masalah pendidikan berkebutuhan khusus, yaitu Departemen Pendidikan Khusus atau dahulu
dikenal dengan Pendidikan Luar Biasa (PLB). mesin tik ini

merupakan versi pertama dari mesin tik perkins, karena saat ini perkins braille mempunyai
versi yang lebih canggih dengan fitur yang lebih beragam.

Tongkat Penuntun untuk Pelatihan Tunanetra adalah tongkat penuntun model lama yang
dipergunakan untuk membantu mereka yang memiliki keterbatasan dalam penglihatan
(tunanetra), bukan sebagai penopang berat badan. Fungsinya antara lain agar para tunanetra
dapat mengetahui batas jalan atau mengetahui adanya sesuatu yang mungkin bisa mereka
langgar. sekarang sudah banyak ditemui tongkat penuntun dengan berbagai variasi model
yang lebih praktis.

Tokoh-tokoh Pendidikan Nasional


1. Ki Hajar Dewantara
Nama aslinya adalah R.M. Suwardi Suryaningrat. Ia
mendirikan Perguruan Nasional Taman Siswa.
Semboyan-semoyannya yang terkenal seperti: “Lawan
Sastra Ngesti Mulia Suci Tata Ngesti Tunggal, Tut Wuri
Handayani, Bibit Bebet Bobot, Sedumuk Batuk Senyari
Bumi den Lakoni Tekan Pati”, dan sebagainya telah
melengkapi segala pengajaran dan pendidikan kepada
anak-anak sebagai pengetahuan dan peraturan.
2. R. A. Kartini
Raden Ajeng Kartini lahir di Jepara pada 21 April 1879.
Ia mengalami masa pingitan sebagai adat-istiadat yang
harus dipatuhi dan dijunjung tinggi. Pingitan ini
dirasakan Kartoini telah membelenggu wanita. Mulailah
Kartini berjuang untuk melepaskan kaum wanita dari
adat-istiadat tersebut agar dapat meningkatkan
kedudukan dan dderajat wanita (emansipasi). Cita-cita
Kartini dipandang telah menginspirasi kaum wanita
untuk maju. Kartini membuka Sekolah Gadis di Jepara tahun 1903, kemudian
membuka sekolah di Rembang. Surat-surat Kartini dibubukan dengan nama “Van
Duisternis tot Licht”, isinya melukiskan dengan jelas keinginan Kartini bahwa
perjuangan kaum wanita Indonesia akan berhasil di masa mendatang.
3. Raden Dewi Sartika
Dewi Sartika lahir di Bandung 4 Desember 1884. Sedari
kecil, Dewi Sartika sudah menunjukkan bakat pendidik
dan kegigihan untuk meraih kemajuan. Pada tahun
1902, Dewi Sartika merintis pendidikan untuk kaum
perempuan. Di sebuah ruangan kecil di belakang rumah
ibunya di Bandung, Dewi Sartika mengajari di hadapan
anggota keluarganya yang perempuan untuk merenda,
memasak, jahit-menjahit, membaca, menulis, dan lain
sebagainya. Pada 16 Januari 1904, Dewi Sartika
membuka Sakola Istri dengan murid 20 orang. Bulan
September 1929, nama sekolahnya berganti menjadi “Sakola Raden Swei”. Atas
jasanya dalam bidang ini, Dewi Sartika dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh
pemerintah Indonesia.
4. Mohammad Yamin
Mohammad Yamin lahir di Talawi, Sawahlunto Barat,
24 Agustus 1903. Dalam sejarah UPI, Yamin dikenal
sebagai pendiri yang waktu itu bernama Perguruan
Tinggi Pendidikan Guru (PTPG). Pada saat PTPG
didirikam, Mohammad Yamin menjabat sebagai Menteri
Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan Republik
Indonesia. Mohammad Yamin telah dihormati oleh
pemerintah Indonesia sebagai Pahlawan nasional. Ia
adalah sastrawan, sejarawan, budayawan, politikus, dan
ahli hukum.
5. Achmad Dahlan
Achmad Dahlan lahir di Yogyakarta pada tanggal 1 Agustus 1869. Beliau adalah
pendiri perkumpulan Muhammadiyah di Yogyakarta. Melalui perkumpulan ini,
Achmad Dahlan mengajari pendidikan Islam secara modern sesuai dengan tuntutan
Al-Quran dan Al-Hadist. Beliau menetapkan bahwa
Muhammadiyah bukan organisasi politik tetapi bersifat
social dan bergerak di bidang pendidikan. Untuk mencapai
tujuannya itu, Muhammadiyah mendirikan sekolah-sekolah
pendidikan Agama Islam dengan memberikan mata
pelajaran lainnya seperti halnya di sekolah pemerintah
colonial. Sekolah yang dikembangkan oleh Muhammadiyah
antara lain sekolah Taman Kanak-Kanak(Bustanul Atfal),
Sekolah Kelas II, HIS, ataupun MULO.

UPI
Pada museum ini terdapat lantai khusus mengenai Universitas Pendidikan Indonesia, dari
sejarahnya, hingga perencanaan pembangunan untuk ke depannya.

Selain itu terdapat pula teknologi-teknologi dalam berbagai bidang, misalnya virtual reality
untuk pembelajaran praktikum pada Kimia, serta alat-alat percobaan yang menggunakan
prinsip fisika. Tak hanya itu terdapat pula teknologi-teknologi lainnya dalam bidang
informatika, serta program-program yang interaktif yang dapat dicoba oleh pengunjung.
Gambar tersebut menunjukkan teknologi-teknologi interaktif yang dapat dicoba oleh
pengunjung.

Pameran 4D Frame Education Center in UPI

Pameran ini memajang hasil


kreatifitas para mahasiswa UPI
membuat sebuah karya yang
terbuat dari sedotan keras. Bahan
ini merupakan teknologi dari
Korea yang di Indonesia hanya
terdapat di Universitas Pendidikan
Indonesia. Di sana, kami juga
mendapat kesempatan untuk mencoba membuat bentuk-bentuk sesuai dengan kreatifitas
kami.
Selama berkunjung ke Museum Pendidikan Nasional, kami mendapatkan banyak informasi
serta pengetahuan mengenai sejarah pendidikan di Indonesia dari masa ke masa, serta
mengenal Universitas Pendidikan Indonesia itu sendiri. Selain itu, kami juga dapat
mengembangkan kreatifitas kami dengan membuat 4D frame karya kami sendiri.

Kunjungan ini mengingatkan kami kembali akan betapa sulitnya mendapat pendidikan di
zaman dulu, dan sekarang kami dapat dengan mudahnya mengenyam pendidikan. Pendidikan
merupakan kunci dari perubahan, seperti pada zaman dahulu dikala golongan terpelajar
membawa perubahan dan kebangkitan dari masa ke masa. Kami jadi termotivasi kembali
untuk menjalani pendidikan kami dengan sebaik-baiknya agar dapat membawa bangsa
Indonesia menjadi lebih baik lagi di masa depan. Kami termotivasi untuk selalu semangat
belajar, karena dengan belajar, kami mendapatkan pengetahuan-pengetahuan baru yang selalu
berguna bagi kami, sekecil apapun itu.

Kesimpulan dari kunjungan kami ke Museum Pendidikan Nasional adalah pendidikan


merupakan sesuatu yang amat penting dalam kehidupan manusia. Tidak hanya pendidikan
intelektual namun pendidikan karakter juga diperlukan. Tidak ada kata terlambat untuk
belajar. Janganlah malas untuk belajar, karena belajar merupakan kunci masa depan kita serta
bangsa Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai