LAPORAN KASUS
1.1 IDENTIFIKASI
Nama : An. R
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 14 tahun
Alamat : Krondonan, Gondang, Bojonegoro
Pekerjaan : Pelajar
Agama : Islam
Nomor rekam medis : 633135
Status Perkawinan : Belum Menikah
Tanggal MRS : 11 Juni 2021
Tanggal pemeriksaan : 11 Juni 2021
1.2 ANAMNESIS
(Autoanamnesis, Tanggal 11 Juni 2021)
Keluhan Utama:
Pasien mengeluh demam sejak ± 5 hari SMRS
Keluhan tambahan: Os mengeluh gusi berdarah sejak ± 6 jam SMRS.
1
± 6 jam SMRS, pasien mengeluh demam, demam tidak terlalu tinggi (+),
mengigil (-), berkeringat banyak (-). Pasien juga mengeluh perdarahan di gusi
secara tiba-tiba, darah keluar terus – menerus (+), sebanyak ±½ - 1 gelas, riwayat
trauma sebelumnya di mulut (-), mual (+), muntah (+), isi apa yang dimakan,
frekuensi 1 kali, sebanyak 1-1,5 gelas. Nyeri ulu hati (+), nyeri otot (-), nyeri
sendi (-), perdarahan di hidung (-), BAB hitam (-) dan BAK seperti biasa.
Riwayat Kebiasaan :
- Riwayat makan tidak teratur (+)
Status Sosioekonomi :
Pasien merupakan anak bungsu dari 4 bersaudara, tinggal bersama kedua
orang tua dengan ketiga saudaranya. Orang tua pasien bekerja sebagai buruh tani
karet.
Kesan: sosioekonomi menengah ke bawah.
2
Kesadaran : compos mentis/ GCS E4V5M6
Berat badan : 44 kg
Tinggi badan : 150 cm
Indeks Massa Tubuh : 19,55 kg/m2 (normal)
Tanda-tanda vital
o Tekanan darah : 97/55 mmHg
o Nadi : 100 x/menit, kuat, isi cukup, irama reguler
o Suhu : 38°C
o Pernafasan : 20 x/menit
o Saturasi perifer O2 : 97% O2 ruangan
Kepala : Normosefali
o Mata : konjungtiva tidak pucat, sklera anikterik
o Mulut : Sianosis (-), trismus (-) dysarthria (-),
Toraks dan paru :
o Inspeksi : toraks tampak simetris pada kondisi statis
maupun dinamis, tidak terlihat retraksi
o Palpasi : tidak teraba massa maupun nyeri tekan;
ekspansi kedua hemitoraks simetris
o Perkusi : perkusi paru sonor pada kedua lapang baru
o Auskultasi : suara paru vesikuler +/+, rhonki -/-
wheezing -/-
Jantung
o Inspeksi : ictus cordis tidak tervisualisasi
o Palpasi : ictus cordis teraba di sela iga 5 garis
midklavikular kiri
o Auskultasi : bunyi jantung S1 dan S2 reguler; tidak
terdengar murmur maupun gallop
Abdomen
o Inspeksi : datar
3
o Palpasi : defans muscular (-); tidak teraba massa,
tidak ada nyeri tekan, hepar dan lien tidak teraba
o Perkusi : timpani di seluruh lapang abdomen
o Auskultasi : bising usus positif, kesan normal
Genitalia : tidak ditemukan kelainan
Ekstremitas : akral hangat, capillary refill time (CRT)
<2", tidak terdapat pitting edema
3
4,80×103 sel/μL –
Leukosit total 1,2 ×10 sel/μL
10,80×103 sel/μL
4,70×106 sel/μL –
RBC 4,89 ×106 sel/μL
6,10×106 sel/μL
Mean corpuscular
82,2 fL 81,0 fL – 99,0 fL
volume (MCV)
Mean corpuscular
27,8 pg 27,0 pg – 31,0 pg
haemoglobin (MCH)
Mean corpuscular
haemoglobin 33,8 g/dL 33,0 g/dL – 37,0 g/dL
concentration (MCHC)
3
150×103 keping/μL –
Trombosit 70 ×10 keping/μL
450×103 keping/μL
4
deviation (RDW-SD)
3
1,50×103 sel/μL –
Neutrofil absolut 0,6 ×10 sel/μL
7,00×103 sel/μL
Neutrofil % 47,9 % 40 – 74 %
3
1,00×103 sel/μL –
Limfosit absolut 0,6 ×10 sel/μL
3,70×103 sel/μL
Limfosit % 46,3 % 19 – 48 %
3
0,16×103 sel/μL –
Monosit absolut 0,07×10 sel/μL
1,00×103 sel/μL
3
0,00×103 sel/μL –
Eosinofil absolut 0,0 ×10 sel/μL
0,80×103 sel/μL
0,00×103 sel/μL –
Basofil absolut 0,0×103 sel/μL
0,20×103 sel/μL
Basofil % 0 0 – 1%
2. Elektrolit
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
5
Klorida 102 mmol/dL 98 – 107 mmol/dL
3. Serologi
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Rencana Terapi
- IVFD Asering loading 500 cc
- Maintenance Asering 2000 cc/hari, HES 1000cc/hari
- Injeksi Ranitidine 3x1/2 amp IV
- Paracetamol 3 x 250 mg
Rencana Monitoring
- Observasi tanda vital
- Pemeriksaan DL ulangan di ruangan
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah
penyakit menular yang disebabkan oleh virus genus Flavivirus famili
Flaviviridae, mempunyai 4 jenis serotipe yaitu den-1, den-2, den-3 dan den-4
melalui perantara gigitan nyamuk Aedes aegypti. Serotipe virus dengue
(DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4) secara antigenik sangat mirip satu
dengan lainnya, tetapi tidak dapat menghasilkan proteksi silang yang lengkap
setelah terinfeksi oleh salah satu tipe. Keempat serotipe virus dapat
ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Serotipe DEN-3 merupakan
serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukkan
manifestasi klinik yang berat.1,6
2.2 Epidemiologi
Di Indonesia, pertama sekali dijumpai di Surabaya pada tahun 1968 dan
kemudian disusul dengan daerah-daerah yang lain. Jumlah penderita
menunjukkan kecenderungan meningkat dari tahun ketahun, dan penyakit ini
banyak terjadi di kota-kota yang padat penduduknya. Akan tetapi dalam tahun
tahun terakhir ini, penyakit ini juga berjangkit di daerah pedesaan.1,6
Berdasarkan penelitian di Indonesia dari tahun 1968-1995 kelompok umur
yang paling sering terkena ialah 5 – 14 tahun walaupun saat ini makin banyak
kelompok umur lebih tua menderita DBD. Saat ini jumlah kasus masih tetap
tinggi rata-rata 10-25/100.000 penduduk, namun angka kematian telah
menurun bermakna < 2%. 6
7
sel-sel darah putih dan jaringan limfatik. Virus dilepaskan dan bersirkulasi
dalam darah. Di tubuh manusia virus memerlukan waktu masa tunas intrinsik
4-6 hari sebelum menimbulkan penyakit. Nyamuk kedua akan menghisap
virus yang ada di darah manusia. Kemudian virus bereplikasi di usus dan
organ lain yang selanjutnya akan menginfeksi kelenjar ludah nyamuk.6
Virus bereplikasi dalam kelenjar ludah nyamuk untuk selanjutnya siap-
siap ditularkan kembali kepada manusia lainnya. Periode ini disebut masa
tunas ekstrinsik yaitu 8-10 hari. Sekali virus dapat masuk dan berkembang
biak dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus
selamahidupnya 6,10
8
2. Tanda – tanda perdarahan
Jenis perdarahan terbanyak adalah perdarahan bawah kulit seperti petekie,
purpura, ekimosis dan perdarahan conjuctiva. petekie merupakan tanda
perdarahan yang sering ditemukan. Muncul pada hari pertama demam
tetapi dapat pula dijumpai pada hari ke 3,4,5 demam. Perdarahan lain
yaitu, epitaxis, perdarahan gusi, melena dan hematemesis.10
3. Hepatomegali
Pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit bervariasi dari
haya sekedar diraba sampai 2 – 4 cm di bawah arcus costa kanan. Derajat
hepatomegali tidak sejajar dengan beratnya penyakit, namun nyeri tekan
pada daerah tepi hepar berhubungan dengan adanya perdarahan.10
4. Syok
Pada kasus ringan dan sedang, semua tanda dan gejala klinis menghilang
setelah demam turun disertai keluarnya keringat, perubahan pada denyut
nadi dan tekanan darah, akral teraba dingin disertai dengan kongesti kulit.
Perubahan ini memperlihatkan gejala gangguan sirkulasi, sebagai akibat
dari perembasan plasma yang dapat bersifat ringan atau sementara. Pada
kasus berat, keadaan umum pasien mendadak menjadi buruk setelah
beberapa hari demam pada saat atau beberapa saat setelah suhu turun,
antara 3 – 7, terdapat tanda kegagalan sirkulasi, kulit terabab dingin dan
lembab terutama pada ujung jari dan kaki, sianosis di sekitar mulut,
pasien menjadi gelisah, nadi cepat, lemah kecil sampai tidak teraba. Pada
saat akan terjadi syok pasien mengeluh nyeri perut.10
9
ke 3-8 sejak timbulnya demam. Hemokonsentrasi dapat mulai dijumpai mulai
hari ke 3 demam.5
Pada DBD yang disertai manifestasi perdarahan atau kecurigaan
terjadinya gangguan koagulasi, dapat dilakukan pemeriksaan hemostasis (PT,
APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP). Pemeriksaan lain yang dapat
dikerjakan adalah albumin, SGOT/SGPT, ureum/ kreatinin. Hasil laboratoris
berikut yang merupakan faktor resiko terjadinya DSS: Peningkatan
hematokrit >20%, platelet <40000/mm3, aPTT >44 detik, PT >14 detik, TT >
16 detik. Pemeriksaan lain yang dapat dikerjakan adalah albumin,
SGOT/SGPT, ureum/ kreatinin.5
Untuk membuktikan etiologi DBD, dapat dilakukan uji diagnostik
melalui pemeriksaan isolasi virus, pemeriksaan serologi atau biologi
molekular. Di antara tiga jenis uji etiologi, yang dianggap sebagai baku emas
adalah metode isolasi virus. Namun, metode ini membutuhkan tenaga
laboratorium yang ahli, waktu yang lama (lebih dari 1–2 minggu), serta biaya
yang relatif mahal. Oleh karena keterbatasan ini, seringkali yang dipilih
adalah metode diagnosis molekuler dengan deteksi materi genetik virus
melalui pemeriksaan reverse transcriptionpolymerase chain reaction (RT-
PCR). Pemeriksaan RT-PCR memberikan hasil yang lebih sensitif dan lebih
cepat bila dibandingkan dengan isolasi virus, tapi pemeriksaan ini juga relatif
mahal serta mudah mengalami kontaminasi yang dapat menyebabkan
timbulnya hasil positif semu. Pemeriksaan yang saat ini banyak digunakan
adalah pemeriksaan serologi, yaitu dengan mendeteksi IgM dan IgG-anti
dengue. Imunoserologi berupa IgM terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat
sampai minggu ke 3 dan menghilang setelah 60-90 hari. Pada infeksi primer,
IgG mulai terdeteksi pada hari ke 14, sedangkan pada infeksi sekunder dapat
terdeteksi mulai hari ke 2.5
Salah satu metode pemeriksaan terbaru yang sedang berkembang adalah
pemeriksaan antigen spesifik virus Dengue, yaitu antigen nonstructural
protein 1 (NS1). Antigen NS1 diekspresikan di permukaan sel yang terinfeksi
virus Dengue. Masih terdapat perbedaan dalam berbagai literatur mengenai
10
berapa lama antigen NS1 dapat terdeteksi dalam darah. Sebuah kepustakaan
mencatat dengan metode ELISA, antigen NS1 dapat terdeteksi dalam kadar
tinggi sejak hari pertama sampai hari ke 12 demam pada infeksi primer
Dengue atau sampai hari ke 5 pada infeksi sekunder Dengue. Pemeriksaan
antigen NS1 dengan metode ELISA juga dikatakan memiliki sensitivitas dan
spesifisitas yang tinggi (88,7% dan 100%). Oleh karena berbagai keunggulan
tersebut, WHO menyebutkan pemeriksaan deteksi antigen NS1 sebagai uji
dini terbaik untuk pelayanan primer.5
Pemeriksaan radiologis (foto toraks PA tegak dan lateral dekubitus
kanan) dapat dilakukan untuk melihat ada tidaknya efusi pleura, terutama
pada hemitoraks dan pada keadaan perembesan plasma hebat, efusi dapat
ditemukan pada kedua hemitoraks. Asites dan efusi pleura dapat pula
dideteksi dengan USG. Pemeriksaan laboratorium yang sering ditemukan
pada pasien DHF adalah trombositopenia (< 100.000/ul) dan
hemokonsentrasi (kadar Ht lebih 20% dari normal). Trombositopenia
umumnya dijumpai pada hari ke 3-8 sejak timbulnya demam.
Hemokonsentrasi dapat mulai dijumpai mulai hari ke 3 demam.5
2.6 Patofisiologi
a. Sistim vaskuler
Patofisiologi primer DBD dan DSS adalah peningkatan akut permeabilitas
vaskuler yang mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang
ekstravaskuler, sehingga menimbulkan hemokonsentrasi dan penurunan
tekanan darah. Volume plasma menurun lebih dari 20% pada kasus-kasus
berat, hal ini didukung penemuan post mortem meliputi efusi pleura,
hemokonsentrasi dan hipoproteinemi. Tidak terjadinya lesi destruktif nyata
pada vaskuler, menunjukkan bahwa perubahan sementara fungsi vaskuler
diakibatkan suatu mediator kerja singkat. Jika penderita sudah stabil dan
mulai sembuh, cairan ekstravasasi diabsorbsi dengan cepat, menimbulkan
penurunan hematokrit. Perubahan hemostasis pada DBD dan DSS
melibatkan 3 faktor: perubahan vaskuler, trombositopeni dan kelainan
11
koagulasi. Hampir semua penderita DBD mengalami peningkatan fragilitas
vaskuler dan trombositopeni, dan banyak diantaranya penderita
menunjukkan koagulogram yang abnormal.3
12
banyak virus dilenyapkan dan penderita mengalami penyembuhan,
selanjutnya terjadilah kekebalan seumur hidup terhadap serotip virus yang
sama tersebut, tetapi apabila terjadi antibodi yang nonnetralisasi yang
memiliki sifat memacu replikasi virus dan keadaan penderita menjadi
parah; hal ini terjadi apabila epitop virus yang masuk tidak sesuai dengan
antibodi yang tersedia di hospes. Pada infeksi kedua yang dipicu oleh
virus dengue dengan serotipe yang berbeda terjadilah proses berikut :
Virus dengue tersebut berperan sebagai super antigen setelah difagosit
oleh monosit atau makrofag. Makrofag ini menampilkan Antigen
Presenting Cell (APC). Antigen ini membawa muatan polipeptida spesifik
yang berasal dari Mayor Histocompatibility Complex (MHC II). Antigen
yang bermuatan peptida MHC II akan berikatan dengan CD4+ (TH-1 dan
TH-2) dengan perantaraan TCR ( T Cell Receptor ) sebagai usaha tubuh
untuk bereaksi terhadap infeksi tersebut, maka limfosit T akan
mengeluarkan substansi dari TH-1 yang berfungsi sebagai imuno
modulator yaitu INF gama, Il-2 dan CSF (Colony Stimulating Factor).
Dimana IFN gama akan merangsang makrofag untuk mengeluarkan IL-1
dan TNF alpha. IL-1 sebagai mayor imunomodulator yang juga
mempunyai efek pada endothelial sel termasuk di dalamnya pembentukan
prostaglandin dan merangsang ekspresi intercellular adhesion molecule 1
(ICAM 1). 3
13
Gambar 6. Respon Imun
d. Patogenesis
14
Gambar 7. Patogenesis Perdarahan pada DBD
15
menimbulkan imunitas protektif terhadap serotip virus tersebut, tetapi tidak ada
“cross protektif” terhadap serotip virus yang lain. Secara in vitro antibodi
terhadap virus DEN mempunyai 4 fungsi biologis: netralisasi virus; sitolisis
komplemen; Antibody Dependent Cell-mediated Cytotoxity (ADCC) dan
Antibody Dependent Enhancement. 3,9
Virion dari virus DEN ekstraseluler terdiri atas protein C (capsid), M
(membran) dan E (envelope), sedang virus intraseluler mempunyai protein pre-
membran atau pre-M. Glikoprotein E merupakan epitop penting karena : mampu
membangkitkan antibodi spesifik untuk proses netralisasi, mempunyai aktifitas
hemaglutinin, berperan dalam proses absorbsi pada permukaan sel, (reseptor
binding), mempunyai fungsi biologis antara lain untuk fusi membran dan
perakitan virion. Antibodi memiliki aktifitas netralisasi dan mengenali protein E
yang berperan sebagai epitop yang memiliki serotip spesifik, serotipe-cross
reaktif atau flavivirus-cross reaktif. Antibodi netralisasi ini memberikan proteksi
terhadap infeksi virus DEN. Antibodi monoclonal terhadap NS1 dari komplemen
virus DEN dan antibodi poliklonal yang ditimbulkan dari imunisasi dengan NS1
mengakibatkan lisis sel yang terinfeksi virus DEN. Antibodi terhadap virus DEN
secara in vivo dapat berperan pada dua hal yang berbeda :
a. Antibodi netralisasi atau “neutralizing antibodies” memiliki serotip
spesifik yang dapat mencegah infeksi virus.
b. Antibodi non netralising serotipe memiliki peran cross-reaktif dan dapat
meningkatkan infeksi yang berperan dalam patogenesis DBD dan DSS.
16
Gambar 8. Antibody Dependent Enhancement
17
Terdapat 4 derajat spektrum klinis DBD (WHO, 1997), yaitu: 4
- Derajat 1 : Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya
manifestasi perdarahan adalah uji torniquet.
- Derajat 2 : Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan
perdaran lain.
- Derajat 3 : Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan
lemah, tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi,
sianosis di sekitar mulut kulit dingin dan lembab, tampak gelisah.
- Derajat 4 : Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah
tidak terukur.
2.9 Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan meliputi: atasi segera hipovolemi, lanjutkan
penggantian cairan yang masih terus keluar dari pembuluh darah selama
12-24 jam, atau paling lama 48 jam, koreksi keseimbangan asam-basa, beri
darah segar bila ada perdarahan hebat.
18
BAGAN I
PERSANGKAAN DBD
Demam tinggi mendadak,
terus menerus 2-7 hari,
(+) ISPA atas (-)
KEDARURATAN
tanda syok
(+) muntah terus menerus (-)
kejang
kesadaran menurun UJI TORNIQUET
muntah darah
berak hitam
(+) (-)
Periksa
trombosit
Rawat jalan*
Parasetamol
Trombosit Trombosit
< 100.000 ≥ 100.000 Kontrol tiap hari
sampai demam
hilang
Rawat inap Rawat jalan* Bila ≥ hari ke-3
masih panas
Minum banyak nilai: Ht,
1,5-2 l/hari, trombosit dan
gejala klinis
* Perhatian: Pesan pada orang parasetamol,
tua: Bila timbul tanda-tanda syok, kontrol tiap
yaitu: gelisah, lemah, kaki tangan hari sampai
dingin, sakit perut, berak hitam, demam turun
bak kurang (tanda bahaya)
Klinis membaik
Trombosit baik
Klinis sesuai DBD
Ht naik
Trombosit turun
19
BAGAN II
Gejala klinis:
Bila kejang beri diazepam sesuai BB Periksa Hb,Ht, trombosit tiap 6-12 jam
Periksa
PULANG Hb, Ht,
(KRITERIA trombosit tiap 6-12 jam
PULANG):
Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
Nafsu makan membaik
Secara klinis tampak perbaikan
Hematokrit stabil
Tiga hari setelah syok teratasi
Jumlah trombosit >50.000/uL
Tidak dijumpai distress pernapasan (disebabkan
oleh efusi pleura atau asidosis
20
BAGAN III
5 ml/kgBB/jam
Perbaikan
Sesuaikan tetesan
3 ml/kgBB/jam
21
BAGAN IV. TATALAKSANA SYOK PADA DBD
Oksigenasi (O2 2-4 l/menit)
Cairan: a. ICU: RL/RA/NaCl 0,9% dan atau koloid
Non ICU: RL/RA/NaCl 0,9%
20 ml/kgBB secepatnya (bolus dalam 30 menit)
EVALUASI 30 menit
PantauKlinis
tandabaik,
vitalHt stabil
dan dalam
balans cairan
TERATASI**** TIDAK TERATASI
2 kali pemeriksaan:
Kristaloid 5 ml/kgBB/jam
Ht turun Ht tetap tinggi / naik
pemeriksaan (setiap 6 jam)
Kristaloid
22
2.10 Indikasi Rawat
1. Penderita TDBD derajat I dengan panas 3 hari atau lebih dianjurkan untuk
dirawat
2. TDBD derajat I disertai: hiperpireksia atau tidak mau makan atau muntah-
muntah atau kejang-kejang atau Ht cenderung meningkat, trombosit
cenderung turun, atau trombosit < 100.000/mm3
3. Seluruh derajat II, III, IV
3.7 Komplikasi
1. Perdarahan gastrointestinal masif,
2. Ensepalopati,
3. Edema paru dan efusi pleura.
3.8 Prognosis
Tergantung dari beberapa faktor seperti, lama dan beratnya
renjatan, waktu, metode, adekuat tidaknya penanganan; ada tidaknya
rekuren syok yang terjadi terutama dalam 6 jam pertama pemberian infus
dimulai, panas selama renjatan, tanda-tanda serebral.
23
BAB IV
ANALISIS KASUS
Dari hasil anamnesis didapatkan anak laki laki, 14 tahun datang dengan
keluhan utama demam sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit. penderita
mengalami demam mendadak dan terus menerus tanpa disertai mengigil.
Penderita juga batuk, mual disertai muntah, nyeri perut, dan sakit kepala. BAB
terakhir 5 hari SMRS, BAK seperti biasa tidak disertai nyeri. Penderita tidak ada
berpergian ke daerah endemis malaria.
Sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit, penderita dibawa ke dokter dan
diberikan obat penurun panas, antibiotic dan obat batuk, tetapi panasnya tidak
juga turun, sehingga penderita dibawa ke RSUD Sosodoro Djatikoesoemo
Bojonegoro.
Dari keluhan tersebut sebenarnya kita sudah dapat menyingkirkan, demam
thypoid dan malara sebagai penyebab demam pada penderita ini.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda vital menunjukkan keadaan
sakit sedang dimana kesadaran kompos mentis, nadi 100x/menit, pernafasan
20x/menit, tekanan darah 97/55 mmHg, dan suhu 380C. Kemudian dilakukan
pemeriksaan laboratorium, didapatkan hemoglobin 13,6 g/dl, leukosit 1.200
juta/ul, hematokrit 40,2 %, trombosit menurun (70.000/ul), dan juga didapatkan
∆Ht sebesar 6,8 % sehingga pada kasus ini demam dengue dapat ditegakan.
Dari anamnesa dan pemeriksaan fisik seperti penderita demam lebih dari 3
hari dan hasil trombosit < 100.000/ul ini merupakan indikasi rawat pada pasien.
Sehingga dilakukan perawatan pada penderita ini.
Pada kasus ini dilakukan penatalaksan yaitu dipasang infuse asering loading
500 cc kemudian dilanjutkan dengan maintenance asering 2000cc/hari dan HES
1000 cc/hari. Untuk penurun panas diberika parasetamol 3x 250 mg (170-255
mg). kemudian diberikan inj ranitidine 3 x ½ ampl. Serta dilakukan pemeriksaan
laboratorium darah rutin ( Hb, Hematokrit dan trombosit ) setiap 24 jam.
24
BAB V
KESIMPULAN
25
Pada pasien ini dilakukan penatalaksanaan farmakologis yaitu
penggantian cairan untuk mencegah syok terjadi, yaitu IVFD Asering 500 cc
loading saat pasien datang dan maintenance HES dan Asering saat pasien rawat
inap dan juga injeksi ranitidine 3x1/2 amp untuk mengatasi keluhan pasien mual
yang dirasakan.
26
DAFTAR PUSTAKA
27