Anda di halaman 1dari 29

BAB I

Laporan Kasus

1.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. A
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Usia : 51th
Pekerjaan : Kuli angkut
Alamat : Banjarrejo, Bojonegoro, Jawa Timur
Agama : Islam
Nomor Rekam Medis : 632785
Tanggal MRS : 7 Juni 2021
Tanggal Pemeriksaan : 7 Juni 2021
1.2 Anamnesis
(Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada 9 april 2021 di IGD RSUD SOSODORO
DJATIKOESOEMO Bojonegoro)
Keluhan Utama
Benjolan di lipatan paha kiri
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan benjolan di lipatan paha kirinya yang tidak bisa kembali
sejak 1 hari lalu. Benjolan sudah dirasakan sejak 1 tahun lalu dan biasanya terasa keluar saat
pasien melakukan pekerjaan berat seperti mengangkat benda berat, tetapi masuk kembali saat
pasien berbaring atau beristirahat. Benjolan terasa sakit sehingga membuat pasien tidak bisa
berjalan. Pasien mengaku akhir-akhir ini benjolan lebih sering tidak bisa masuk jika istirahat.
Pasien mengaku buang air besar masih normal dan masih bisa kentut.
Pasien tidak mengalami gejala mual maupun muntah. Nafsu makan baik dan tidak pernah
turun berat badan signifikan dalam waktu singkat. Pasien memiliki kebiasaan mengejan saat
BAB
Riwayat Penyakit Dahulu
Menurut keluarganya pasien sebelumnya tidak menderita penyakit tertentu. Riwayat
kencing manis, darah tinggi, penyakit jantung, dan asma disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada anggota keluarga pasien yang pernah mengalami penyakit seperti pasien.
Riwayat penyakit sistemik, hipertensi dan diabetes dikeluarga tidak diketahui oleh pasien,
karena dikatakan tidak pernah diperiksakan sebelumnya. Riwayat keganasan juga disangkal
oleh pasien.
Riwayat Pengobatan
Tidak ada
Riwayat Sosial dan Ekonomi
Pasien bekerja sebagai kuli angkut, sehari-hari pasien mengangkat beban berat di
pekerjaannya. Pasien juga merupakan seorang perokok berat, merokok sudah sejak usia
belasan tahun, sehari bisa menghabiskan sampai 2 bungkus rokok. Riwayat konsumsi alkohol
disangkal

1.3 Pemeriksaan Fisis


 Keadaan umum : tampak sakit sedang
 Kesadaran : compos mentis/ GCS E4V5M6
 Berat badan : 65 kg
 Tinggi badan : 170 cm
 Indeks Massa Tubuh : 22,49 kg/m2 (normal)
 Tanda-tanda vital
o Tekanan darah : 164/106 mmHg
o Nadi : 110 x/menit, kuat, isi cukup, irama reguler
o Suhu : 36,9°C
o Pernafasan : 20 x/menit
o Saturasi perifer O2 : 97% O2 ruangan
 Kepala : Normosefali
o Mata : konjungtiva tidak pucat, sklera anikterik
o Mulut : Sianosis (-), trismus (-) dysarthria (-),
 Toraks dan paru :
o Inspeksi : toraks tampak simetris pada kondisi statis maupun
dinamis, tidak terlihat retraksi
o Palpasi : tidak teraba massa maupun nyeri tekan; ekspansi
kedua hemitoraks simetris
o Perkusi : perkusi paru sonor pada kedua lapang baru
o Auskultasi : suara paru vesikuler +/+, rhonki -/- wheezing -/-
 Jantung :
o Inspeksi : ictus cordis tidak tervisualisasi
o Palpasi : ictus cordis teraba di sela iga 5 garis midklavikular
kiri
o Auskultasi : bunyi jantung S1 dan S2 reguler; tidak terdengar
murmur maupun gallop
 Abdomen
o Inspeksi : datar
o Palpasi : defans muscular (-); tidak teraba massa, tidak ada
nyeri tekan, hepar dan lien tidak teraba

o Perkusi : timpani di seluruh lapang abdomen


o Auskultasi : bising usus positif, kesan normal
 Genitalia : tampak benjolan pada regio inguinalis sinistra sewarna
kulit, diameter 5 cm, teraba hangat, nyeri tekan, batas tidak
jelas
 Ekstremitas : akral hangat, capillary refill time (CRT) <2", tidak terdapat
pitting edema,
 Status lokalis
o Regio inguinalis sinistra
 Berdiri
 Inspeksi : tampak benjolan dibawah ligamentum
inguinal berukuran + 1x5 cm, permukaan rata, warna sesuai
warna kulit,
 Palpasi : tidak teraba hangat, tidak dapat dimasukkan
kembali, batas atas tidak jelas, nyeri, konsistensi kenyal
 Berbaring
 Inspeksi : benjolan menetap saat pasien berbaring
 Palpasi : teraba massa benjolan dibawah
ligamentum inguinal berukuran + 1x5 cm, tidak teraba
hangat, tidak dapat dimasukkan kembali, batas atas tidak
jelas, nyeri, konsistensi kenyal

1.4 Pemeriksaan Penunjang


1. Darah Perifer Lengkap (7/6/2021)
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
4,80×103 sel/μL –
Leukosit total 12,2 ×103 sel/μL
10,80×103 sel/μL
4,70×106 sel/μL –
RBC 5,16 ×106 sel/μL
6,10×106 sel/μL
Hemoglobin (Hb) 14,1 g/dL 14,0 g/dL – 18,0 g/dL
Hematokrit (Ht) 40,6 % 37,0% – 54,0%
Mean corpuscular volume
78,7 fL 81,0 fL – 99,0 fL
(MCV)
Mean corpuscular
27,3 pg 27,0 pg – 31,0 pg
haemoglobin (MCH)
Mean corpuscular
haemoglobin 34,7 g/dL 33,0 g/dL – 37,0 g/dL
concentration (MCHC)
3
150×103 keping/μL –
Trombosit 300 ×10 keping/μL
450×103 keping/μL
Red cell distribution
width-standard deviation 34 fL 35,0 fL – 47,0 fL
(RDW-SD)
Red cell distribution 11,7 % 11,5 % – 14,5%
width-coefficient of
variation (RDW-CV)
PDW 9,8 fL 9,0 - 13,0 fL
MPV 9,8 fL 7,2 - 11,1 fL
P-LCR 21,8 % 15-25 %
PCT 0,29 % 0,15 – 0,40 %
1,50×103 sel/μL –
Neutrofil absolut 9 ×103 sel/μL
7,00×103 sel/μL
Neutrofil % 73,6 % 40 – 74 %
1,00×103 sel/μL –
Limfosit absolut 2,1 ×103 sel/μL
3,70×103 sel/μL
Limfosit % 17,4 % 19 – 48 %
0,16×103 sel/μL –
Monosit absolut 1,04×103 sel/μL
1,00×103 sel/μL
Monosit % 8,6 % 3–9%
0,00×103 sel/μL –
Eosinofil absolut 0,0 ×103 sel/μL
0,80×103 sel/μL
Eosinofil % 0,2 0–7%
0,00×103 sel/μL –
Basofil absolut 0,0×103 sel/μL
0,20×103 sel/μL
Basofil % 0 1 – 1%

2. Kimia Darah (7/6/2021)


Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Ureum 21 mg/dL 19,3 mg/dL – 49,3 mg/dL
Kreatinin 0,91 mg/dL 0,7 mg/dL – 1,3 mg/dL
Gula darah sewaktu 184 mg/dL <200 mg/dL

3. Elektrolit
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Natrium 135 mmol/dL 136 – 145 mmol/dL
Kalium 3,7 mmol/dL 3,5 – 5,0 mmol/dL
Klorida 98 mmol/dL 98 – 107 mmol/dL

4. Serologi
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Anti SarsCov 2 ig G Reaktif Non reaktif
Anti SarsCov 2 igM Non reaktif Non reaktif
5. Foto X-Ray Thorax AP (7/6/2021)

Kesan :

- Cor : Besar dan bentuk


kesan normal
- Pulmo : Sudut
costophrenicus kanan
kiri tajam, Diafragma
kanan kiri tampak baik,
Tulang-tulang dan soft
tissue yang
tervisualisasi tampak
baik

- Kesimpulan :
paru tak tampak
kelainan
Cor tak tampak
kelainan

1.5 Daftar Masalah


 Hernia inguinalis lateralis ireponibilis
1.6 Rencana Tatalaksana
Rencana Diagnostik :
- Tidak ada
Rencana Terapi
- IVFD RL 500 cc/ 24 jam
- Injeksi Diazepam 1 amp IV
- Injeksi Ranitidin 2 x 50mg IV
- Injeksi Santagesic 3x 1g IV
- Pasang Kateter Urin
- Posisi Trendelenberg
- Pro operasi reposisi hernia
Rencana Monitoring
Observasi tanda vital

BAB II
Tinjauan Pustaka
2.1 DEFINISI
Kata hernia berarti penonjolan suatu kantong peritoneum, suatu organ atau lemak
praperitoneum melalui cacat kongenital atau didapat (acquired). Hernia terdiri atas cincin,
kantong, dan isi hernia. Hernia inguinalis adalah kondisi prostrusi (penonjolan) organ
intestinal masuk ke rongga melalui defek atau bagian dinding yang tipis atau lemah dari
cincin inguinalis. Materi yang masuk lebih sering adalah usus halus, tetapi bisa juga
merupakan suatu jaringan lemak atau omentum.
Menurut sifatnya, hernia diklasifikasikan menjadi reponibel, ireponibel. Hernia
reponibel apabila isi hernia dapat keluar-masuk. Usus keluar ketika berdiri atau mengejan,
dan masuk lagi ketika berbaring atau bila didorong masuk ke dalam perut. Selama hernia
masih reponibel, tidak ada keluhan nyeri atau obstruksi usus. Hernia ireponibel apabila isi
hernia tidak dapat direposisi kembali ke dalam rongga perut. Biasanya disebabkan oleh
pelekatan isi kantong kepada peritoneum kantong hernia. Hernia inkaserata apabila isi
hernia terjepit oleh cincin hernia sehingga isi kantong terperangkap dan tidak dapat
kembali ke dalam rongga perut. Akibatnya terjadi gangguan pasase atau vaskularisasi.
Hernia inkaserata lebih dimaksudkan untuk hernia ireponibel yang di sertai gangguan
pasase. Hernia strangulata digunakan untuk menyebut hernia ireponibel yang disertai
gangguan vaskularisasi. Kedua jenis hernia ini merupakan komplikasi bila hernia
inguinalis tidak ditangani.
Gambar 1:

(1) Kulit dan jaringan subkutan (2)


Lapisan otot (3) Jaringan
praperitoneal (4) Kantong hernia
dengan usus (A) Hernia reponibel
tanpa inkaserasi dan strangulasi, (B)
Hernia ireponibel, (C) Hernia
inkaserata dengan ileus obstruksi
usus, (D) Hernia strangulata.

2.2 ANATOMI
Semua hernia inguinal menonjol melalui myopectineal orifice of Fruchaud,
kelemahan atau defek pada transversalis fascia yang merupakan aponeurosis yang
berlokasi di luar peritoneum. Pada bagian eksternal dari transversalis fascia dapat
ditemukan muskulus transversus abdominis, internal oblique, dan external oblique yang
pada bagian lateralnya adalah otot dan bagian medialnya adalah aponeurosis.
Gambar 2: Tampak posterior dari myopectineal orifice of Fruchaud

Gambar 3: Muskulus penyusun dinding anterior abdomen

Pada daerah inguinal, indirect inguinal hernia terjadi ketika processus vaginalis
gagal menutup. Hal ini menyebabkan kantung hernia dapat melewati internal inguinal
ring, sebuah defek pada transversalis fascia yang terletak di antara SIAS dan pubic
tubercle. Kantung hernia dapat memanjang hingga external inguinal ring, sebuah defek
pada m.external oblique yang terletak di atas pubic tubercle. Kedua ring ini merupakan
ujung proksimal dan distal dari inguinal canal yang merupakan rongga tempat spermatic
cord lewat menuju skrotum. Spermatic cord terdiri dari 3 arteri, 3 vena, 2 nervus,
pampiniform venous plexus, dan vas deferens. Inguinal canal memiliki batasan:
Anterior : external oblique aponeurosis
Posterior : transversalis fascia dan m. transversus abdominis
Superior : m. internal oblique
Inferior : inguinal (Poupart’s) ligament
Lateral : m. internal oblique
Medial : external inguinal ring

Gambar 4: Lokasi dan batasan inguinal canal

Struktur lain yang mendukung dalam terjadinya hernia dan tipe repair hernia
adalah conjoined tendon, perpaduan dari aponeurosis dari transversus abdominis dan m.
internal oblique yang melewati ujung inferolateral m.rectus abdominis dan melekat pada
pubic tubercle. Di antara pubic tubercle dan SIAS terdapat inguinal ligament, yang
dibentuk dari batas paling bawah dari aponeurosis external oblique yang menggulung
sendiri dan menebal. Di bagian dalam dan paralel dari inguinal ligament terdapat
iliopubic tract, balutan jaringan ikat yang meluas dari iliopsoas fascia menyilang di
bawah deep/internal inguinal ring, membentuk batas superior lapisan femoral dan masuk
ke superior pubic ramus dan membentuk lacunar (Gimbernat) ligament. Cooper
ligament adalah balutan fibrous kuat yang meluas ke arah lateral yang dimulai dari
bagian lateral dari lacunar ligament. The Hesselbach triangle dibatasi oleh inguinal
ligament, vasa-vasa inferior epigastric, dan batas lateral dari m.rectus. Kelemahan atau
defek pada transversalis fascia (yang membentuk dasar dari segitiga ini, akan
menyebabkan terjadinya direct inguinal hernia
Gambar 5: Lokasi Hesselbach’s triangle

2.3 ETIOLOGI
a. Kongenital : kelainan kongenital processus vaginalis yang tidak menutup
b. Akuisita : hernia yang didapatkan saat dewasa
 Kelemahan transversalis fascia di Hesselbach’s triangle
 Peningkatan tekanan intra abdomen yang berlangsung lama dan terus-
menerus, seperti pada:
1. Aktivitas fisik berat
2. Batuk kronis
3. Konstipasi
4. BPH
5. Asites
6. Kehamilan

2.4 EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian hernia inguinalis (medialis/direct dan lateralis/indirect) 10 kali
lebih banyak daripada hernia femoralis dan keduanya mempunyai persentase sekitar 75-
80% dari seluruh jenis hernia, hernia insisional 10%, hernia ventralis 10%, hernia
umbilikalis 3%, dan hernia lainnya sekitar 3%. Secara umum, kejadian hernia inguinalis
lebih banyak diderita oleh laki-laki daripada perempuan. Angka perbandingan kejadian
hernia inguinalis 13,9% pada laki-laki dan 2,1% pada perempuan.
Secara umum, hernia inguinal dapat terjadi pada semua umur namun insiden
meningkat seiring bertambahnya usia. Pada wanita dapat terjadi hernia pada usia lebih
tua pada nilai median 60-79 tahun. Hernia inguinal bilateral terjadi pada 20% orang
dewasa yang terdiagnosis hernia. Hernia umumnya lebih sering terjadi pada sisi kanan
dibandingkan sisi kiri dengan rasio 2:1 yang mungkin disebabkan oleh terakhirnya
penurunan testis kanan dan berhubungan dengan kekuatan processus vaginalis. Luka
bekas appendectomy juga diduga menjadi salah satu faktor pendukung terjadinya hernia
sisi kanan

2.5 KLASIFIKASI
a. Menurut sifat:
 Reponibilis
Apabila isi hernia dapat keluar-masuk. Usus keluar ketika berdiri
atau mengejan, dan masuk lagi ketika berbaring atau bila didorong masuk
ke dalam perut. Selama hernia masih reponibel, tidak ada keluhan nyeri
atau obstruksi usus.
 Irreponibilis
Apabila isi hernia tidak dapat direposisi kembali ke dalam rongga
perut. Biasanya disebabkan oleh pelekatan isi kantong kepada peritoneum
kantong hernia.
b. Menurut tempat:
 Direct/Hernia inguinalis medialis (HIM)
Hernia inguinalis direk disebut juga hernia inguinalis medialis.
Hernia ini melalui dinding inguinal posteromedial dari vasa epigastrika
inferior di daerah yang dibatasi segitiga Hasselbach. Hernia inguinalis
direk jarang pada perempuan, dan sebagian bersifat bilateral. Hernia ini
merupakan penyakit pada laki-laki lanjut usia dengan kelemahan otot
dinding abdomen.
 Indirect/Hernia inguinalis lateralis (HIL)
Hernia inguinalis indirek disebut juga hernia inguinalis lateralis,
diduga mempunyai penyebab kongenital. Kantong hernia merupakan sisa
processus vaginalis. Oleh karena itu kantong hernia masuk kedalam
kanalis inguinalis melalui anulus inguinalis internus yang terletak di
sebelah lateral vasa epigastrika inferior, menyusuri kanalis nguinalis dan
keluar ke rongga perut melalui anulis inguinalis eksternus. lateral dari
arteria dan vena epigastrika inferior.
Hernia ini lebih sering dijumpai pada sisi kanan. Hernia inguinalis
indirek dapat disimpulkan sebagai berikut:
o Merupakan sisa prosessus vaginalis dan oleh karena itu
bersifat kongenital
o Angka kejadian hernia indirek lebih banyak dibandingkan
hernia inguinalis direk
o Hernia indirek lebih sering pada pria daripada wanita
o Hernia indirek lebih sering pada sisi kanan
o Sering di temukan pada anak-anak dan dewasa muda
o Kantong hernia masuk ke dalam kanalis inguinalis melalui
anulus inguinalis profundus dan lateral terhadap arteria dan
vena epigastrika inferior
o Kantong hernia dapat meluas melalui anulus inguinalis
superficialis, terletak di atas dan medial terhadap
tuberkulum pubikum
o Kantong hernia dapat meluas ke arah bawah ke dalam
kantong skrotum atau labium majus
Hernia Inguinalis indirekta Hernia Inguinalis direk
Usia Semua umur Orang tua
Kelamin Terutama pria Pria dan wanita
Lokasi Diatas ligamentum ingunale Diatas ligamentum
ingunale
Thumb test Tidak keluar benjolan Keluar benjolan
Finger test Tonjolan pada ujung jari Tonjolan pada sisi jari
Zieman test Dorongan pada jari II Dorongan pada jari III
Strangulasi Sering Jarang
Tabel 1: Perberbedaan HIL dan HIM

Gambar 6: Perbedaan lokasi penonjolan HIM dan HIL

2.6 PATOFISIOLOGI
Henia inguinal dapat terjadi karena sebab kongenital atau acquired dan untuk
kasus pada orang dewasa, kebanyakan kasus acquired yang disebabkan oleh kelemahan
dinding abdomen. Pada orang sehat, terdapat 3 mekanisme yang dapat mencegah
terjadinya hernia inguinalis, yaitu:
1. Kanalis inguinalis yang berjalan miring
2. Struktur otot obliqus internus abdominis yang menutup anulus internus
inguinalis internus ketika berkontraksi
3. Fascia transversum kuat yang menutup trigonum Hasselbach yang
umumnya hampir tidak memiliki otot

Gangguan dari ketiga mekanisme ini akan menyebabkan terjadinya hernia. Faktor
yang dipandang berperan adalah adanya processus vaginalis yang terbuka, peninggian
tekanan intraabdomen, dan kelemahan dinding otot karena usia.

Hernia kongenital dapat dipertimbangkan sebagai impendasi dari perkembangan


normal daripada suatu kelemahan yang didapatkan (acquired). Pada tumbuh kembang
normal, tesis turun dari intra abdominal space ke dalam skrotum pada trimester 3.
Penurunan testis didahului oleh gubernaculum dan diverticulum peritoneum yang mana
menonjol melalui inguinal canal dan menjadi processus vaginalis. Antara usia gestasi 36-
40 minggu, processus vaginalis menutup dan menghilangkan peritoneal opening pada
internal inguinal ring. Kegagalan menutupnya peritoneum menyebabkan patent processus
vaginalis (PPV) yang menyebabkan tingginya insiden indirect inguinal hernia pada bayi
preterm. Adanya kejadian PPV menjadi predisposisi berkembangnya kejadian inguinal
hernia karena omentum atau bagian usus dapat masuk ke internal inguinal ring dan dapat
terus menuju external inguinal ring.
Aktivitas fisik berulang, riwayat penyakit seperti COPD (chronic obstructive
pulmonary disease) dapat meningkatkan tekanan intra abdomen, akan terus mendesak
dinding abdomen yang lemah dan berkembang menjadi direct inguinal hernia.
Gambar 7: Patofisiologi hernia inguinalis

2.7 FAKTOR RISIKO


 Laki-laki
Prosesus vaginalis terbentuk dari protrusi peritonium selama terjadi penurunan
testis yang kemudian seharusnya menutup. Jika tidak terjadi penutupan dari
prosesus vaginalis, maka hal ini menjadi salah satu faktor risiko terjadinya hernia
inguinal. Karena penurunan testis sebelah kanan lebih lambat dari testis kiri maka
patensi dari prosesus vaginalis dan hernia inguinalis unilateral lebih sering terjadi
pada sebelah kanan
 Usia
Usia adalah salah satu penentu seseorang mengalami hernia inguinalis,
sebagaimana pada hernia inguinalis direk lebih sering pada laki-laki usia tua yang
telah mengalami kelemahan pada otot dinding abdomen. Sebaliknya pada dewasa
muda yang berkisar antara 20-40 tahun yang merupakan usia produktif. Pada usia
ini bisa terjadi peningkatan tekanan intraabdominal apabila pada usia ini
melakukan kerja fisik yang berlangsung terus-menerus yang dapat meningkatkan
risiko terjadinya hernia inguinalis indirek.
 Pekerjaan
Pekerjaan yang dapat menimbulkan risiko terjadinya hernia inguinalis ialah
pekerjaan fisik yang dilakukan secara terus-menerus sehingga dapat meningkatan
tekanan intraabdominal dan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya
hernia inguinalis. Aktivitas (khususnya pekerjaan) yang menyebabkan
peningkatan tekanan intraabdomen memberikan predisposisi besar terjadinya
hernia inguinalis pada pria. Dan apabila terjadi pengejanan pada aktivitas fisik
maka proses pernapasan terhenti sementara menyebabkan diafragma berkontraksi
sehingga meningkatkan kedalaman rongga torak, pada saat bersamaan juga
diafragma dan otot-otot dinding perut dapat meningkatkan tekanan intraabdomen
sehingga terjadi dorongan isi perut dinding abdomen ke kanalis inguinalis.
Pekerjaan dikategorikan atas kerja fisik dan kerja mental. Kerja fisik adalah kerja
yang memerlukan energi fisik otot manusia sebagai sumber tenaganya, contohnya
buruh, supir antar kota, atlet dan supir.
 Merokok
Menyebabkan kerusakan dalam metabolisme jaringan ikat dan memicu batuk
kronis yang mana akan menyebabkan peningkatan tekanan intraabdomen
 Riwayat penyakit sekarang:
o Batuk kronis
Proses batuk terjadi didahului inspirasi maksimal, penutupan glotis,
peningkatan tekanan intratoraks lalu glotis terbuka dan dibatukkan secara
eksplosif untuk mengeluarkan benda asing yang ada pada saluran
respiratorik. Inspirasi diperlukan untuk mendapatkan volume udara
sebanyak-banyaknya sehingga terjadi peningkatan intratorakal.
Selanjutnya terjadi penutupan glotis yang bertujuan mempertahankan
volume paru pada saat tekanan intratorakal besar. Pada fase ini terjadi
kontraksi otot ekspirasi karena pemendekan otot ekspirasi sehingga selain
tekanan intratorakal yang meninggi, intraabdomen pun ikut tinggi. Apabila
batuk berlangsung kronis maka terjadilah peningkatan tekanan
intraabdominal yang dapat menyebabkan terbuka kembali kanalis
inguinalis dan menimbulkan defek pada kanalis inguinalis sehingga
timbulnya hernia inguinalis.
o Obesitas
Obesitas merupakan kondisi ketidaknormalan atau kelebihan akumulasi
lemak pada jaringan adiposa. Obesitas tidak hanya berupa kondisi dengan
jumlah simpanan kelebihan lemak, namun juga distribusi lemak di seluruh
tubuh. Pada orang yang obesitas terjadi kelemahan pada dinding abdomen
yang disebabkan dorongan dari lemak pada jaringan adiposa di dinding
rongga perut sehingga menimbulkan kelemahan jaringan rongga dinding
perut dan terjadi defek pada kanalis inguinalis. Pada obesitas faktor risiko
lebih besar apabila sering terjadi peningkatan intraabdomen, misalnya:
mengejan, batuk kronis, dan kerja fisik.

2.8 DIAGNOSIS BANDING


a. Malignancy : tumor testis,
b. Primary testicular : varikokel, hidrokel, torsio testis
c. Hernia femoralis
d. Limfadenopati
e. Abses inguinal
2.9 DIAGNOSIS
Sebagian besar hernia inguinalis adalah asimtomatik, dan kebanyakan ditemukan
pada pemeriksaan fisik rutin dengan palpasi benjolan pada annulus inguinalis
superfisialis atau suatu kantong setinggi annulus inguinalis profundus.
a. Anamnesis
 Penonjolan pada area inguinal yang timbul sewaktu mengedan, batuk,
mengangkat benda berat dan menghilang saat berbaring (reponibel)
 Penonjolan pada daerah inguinal yang timbul saat berdiri maupun
berbaring, tidak dapat masuk kembali (ireponibel)
 Nyeri yang lebih hebat, nausea, vomitting yang merupakan tanda adanya
obstruksi pada bowel (inkarserata)
 Nyeri yang persisten, nyeri tekan pada hernia, kembung (strangulata)
 Terasa nyeri dan bengkak pada skrotum bila hernia telah berlanjut (hernia
skrotalis)
b. Pemeriksaan Fisik
Dilakukan khusus pada regio inguinalis
 Inspeksi, pemeriksaan benjolan yang dicurigai pada kedua sisi lipat paha,
skrotum, atau labia, dilakukan pada posisi pasien berdiri dan terlentang.
Pasien juga diminta untuk batuk atau mengejan (Valsava manoeuvre)
sehingga adanya benjolan atau keadaan asimetri dapat dilihat.
 Palpasi, dilakukan dalam keadaan ada benjolan hernia, di raba
konsistensinya dan dicoba mendorong apakah benjolan dapat direposisi.
 Tes provokasi
o Finger Test
1. Menggunakan jari ke 2 atau jari ke 5
2. Dimasukkan lewat skrortum melalui anulus eksternus ke
kanal inguinal.
3. Penderita diminta batuk
4. Bila impuls diujung jari berarti Hernia Inguinalis Lateralis.
Bila impuls disamping jari Hernia Inguinnalis Medialis
o Ziemen test
1. Posisi berbaring, bila ada benjolan masukkan dulu
(biasanya oleh penderita)
2. Hernia kanan diperiksa dengan tangan kanan
3. Penderita disuruh batuk bila rangsangan pada jari ke 2:
Hernia Inguinalis Lateralis, jari ke 3: hernia Ingunalis
Medialis, jari ke 4: Hernia Femoralis.

o Thumb test
1. Anulus internus ditekan dengan ibu jari dan penderita
disuruh mengejan
2. Bila keluar benjolan berarti Hernia Inguinalis medialis.
3. Bila tidak keluar benjolan berarti Hernia Inguinalis
Lateralis.
Gambar 8: Jenis pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan dalam diagnosis
hernia

2.10 TATALAKSANA
a. Non operatif
 Reposisi bimanual : tangan kiri memegang isi hernia membentuk corong
sedangkan tangan kanan mendorongnya ke arah cincin hernia dengan
tekanan lambat dan menetap sampai terjadi reposisi.
 Reposisi spontan pada anak : menidurkan anak dengan posisi
Trendelenburg, pemberian sedatif parenteral, kompres es di atas hernia,
kemudian bila berhasil, anak boleh menjalani operasi pada hari
berikutnya.

b. Operatif
Pengobatan operatif merupakan satu-satunya mengobatan hernia inguinalis
yang rasional. Indikasi operasi sudah ada begitu diagnosis ditegakkan. Prinsip
dasar operasi hernia terdiri atas herniotomi dan hernioplasti.
 Herniotomy
Herniotomi adalah tindakan membuka kantong hernia, memasukkan
kembali isi kantong hernia ke rongga abdomen, serta mengikat dan
memotong kantong hernia. Herniotomi dilakukan pada anak-anak
dikarenakan penyebabnya adalah proses kongenital dimana prossesus
vaginalis tidak menutup
 Hernioplasty
Hernioplasti adalah tindakan memperkuat dinding belakang kanalis
inguinalis.
Macam-macam hernioplasty adalah:
1. Menggunakan protesa
o Lichtenstein Tension-Free Mesh Repair
Teknik ini digunakan mesh prostesis untuk memperkuat
transversalis fascia tanpa melakukan peregangan pada otot
dinding abdomen. Mesh ini akan memperkuat dasar
inguinal canal.

Gambar 9: Teknik penggunaan mesh

2. Tanpa menggunakan protesa


o Bassini
Teknik Bassini untuk repair hernia inguinal mencangkup
penjahitan fascia transversalis dan conjoined tendon ke
inguinal ligament di belakang spermatic cord dengan
monofilament nonabsorbable suture.

Gambar 10: Teknik Bassini


o Shouldice
Teknik ini merupakan inguinal hernia repair 4 lapis yang
dilakukan dengan anestesi lokal. Transversalis fascia
diinsisi dari internal ring (lateral) ke pubic tubercle
(medial), dan bagian atas dan bawah terbentuk flap yang
selanjutnya flap ini akan didekatkan (overlapped) dengan 2
lapis penjahitan. Selanjutnya conjoined tendon dijahit ke
inguinal ligament. Hal ini yang akan menguatkan dinding
posterior dan mengecilkan ukuran internal ring.

Gambar 11: Teknik Shouldice


o McVay
Pada teknik ini, conjoined tendon dijahit ke Cooper
ligament dengan interrupted nonabsorbable sutures.

Gambar 12: Teknik McVay

2.11 KOMPLIKASI
Komplikasi hernia bergantung pada keadaan yang dialami oleh isi hernia. Isi
hernia dapat tertahan dalam kantung hernia ireponibel. Hal ini dapat terjadi kalau isi
hernia terlalu besar. Isi hernia dapat tercekik oleh cincin hernia dan terjadi inkarserata
dan strangulasi.
a. Hernia inkarserata
Hernia inkaserata apabila isi hernia terjepit oleh cincin hernia sehingga isi
kantong terperangkap dan tidak dapat kembali ke dalam rongga perut. Akibatnya
terjadi gangguan pasase maka akan timbul gejala obstruksi pada usus.
b. Hernia strangulata
Jepitan cincin akan menyebabkan gangguan perfusi jaringan isi hernia. Pada
permulaan terjadi bendungan vena sehingga terjadi edema organ atau struktur di
dalam hernia dan transudasi ke dalam kantong hernia. Timbulnya edema
menyebabkan jepitan pada cincin hernia semakin bertambah sehingga akhirnya
peredaran darah jaringan terganggu, menyebabkan nekrosis.

2.12 PROGNOSIS
Angka kekambuhan setelah perbaikan hernia inguinalis indirek pada dewasa
dilaporkan berkisar 0,6-3%. Pada hernia inguinalis lateralis, penyebab residif yang paling
sering ialan penutupan anulus inguinalis internus (deep inguinal ring) yang tidak
memadai, diantaranya karena diseksi kantung yang kurang memadai dan tidak
teridentifikasinya hernia femoralis atau hernia inguinal direk.
Sementara itu kekambuhan dari perbaikan hernia direk adalah 1-28%. Pada hernia
tipe ini, penyebab residif umumnya karena regangan berlebihan pada jahitan plastik.
Penggunaan mesh pada perbaikan hernia menurunkan risiko kekambuhan hingga 50-70%
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Diagnosis dan Perjalanan Penyakit


Pasien seorang laki-laki berusia 51 tahun datang dengan keluhan benjolan di lipatan paha
kirinya yang tidak bisa kembali sejak 1 hari lalu. Benjolan sudah dirasakan sejak 1 tahun lalu dan
biasanya terasa keluar saat pasien melakukan pekerjaan berat seperti mengangkat benda berat,
tetapi masuk kembali saat pasien berbaring atau beristirahat. Benjolan terasa sakit sehingga
membuat pasien tidak bisa berjalan. Pasien mengaku akhir-akhir ini benjolan lebih sering tidak
bisa masuk jika istirahat. Pasien mengaku buang air besar masih normal dan masih bisa kentut.
Pasien tidak mengalami gejala mual maupun muntah. Nafsu makan baik dan tidak pernah turun
berat badan signifikan dalam waktu singkat. Pasien memiliki kebiasaan mengejan saat BAB.
Dari keluhan yang dirasakan pasien berupa benjolan di lipatan paha kiri yang nyeri dan
tidak bisa kembali mengarahkan kita pada kecurigaan terhadap penyakit hernia, yaitu penonjolan
organ intestinal pada suatu rongga melalui dinding abdomen yang tipis dan lemah. Pada pasien
ini pasien mengaku memiliki benjolan yang sudah dirasakan sejak 1 tahun yang lalu dan
dirasakan bisa masuk kembali jika istirahat menandakan pasien ini memiliki faktor resiko
terjadinya hernia ireponibilis.
Riwayat sosial pasien juga menggambarkan bahwa pasien memiliki faktor resiko yang
besar terhadap terjadinya hernia. Pasien merupakan seorang kuli angkut yang pekerjaan sehari-
harinya mengangkat benda berat sehingga meningkatkan tekanan di dalam rongga abdomen.
Pasien juga memiliki kebiasaan mengejan saat BAB.
Melalui pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda benjolan di inguinal kiri yang tidak
bisa kembali walaupun telah diberikan injeksi diazepam dan diposisikan trendelenberg. Tetapi
tidak ditemukan tanda-tanda infeksi pada benjolan seperti kemerahan maupun nyeri tekan.

3.2 Tatalaksana Hernia


Penatalaksanaan utama pada kasus hernia inguinalis ireponibilis adalah reposisi hernia
dengan cara pembedahan, pada pasien ini sebelum dilakukan operasi, dilakukan injeksi
diazepam untuk meralaksasikan otot abdomen dan diposisikan trendelenberg untuk
mendukung masuknya benjolan.
Pada pasien dilakukan pemasangan kateter urin dengan tujuan untuk mengurangi
tekanan di intraabdomen.
BAB IV
KESIMPULAN

Hernia inguinalis adalah kondisi prostrusi (penonjolan) organ intestinal masuk ke rongga
melalui defek atau bagian dinding yang tipis atau lemah dari cincin inguinalis. Materi yang
masuk lebih sering adalah usus halus, tetapi bisa juga merupakan suatu jaringan lemak atau
omentu

Menurut sifatnya, hernia diklasifikasikan menjadi reponibel, ireponibel. Hernia


reponibel apabila isi hernia dapat keluar-masuk. Usus keluar ketika berdiri atau mengejan, dan
masuk lagi ketika berbaring atau bila didorong masuk ke dalam perut. Selama hernia masih
reponibel, tidak ada keluhan nyeri atau obstruksi usus. Hernia ireponibel apabila isi hernia tidak
dapat direposisi kembali ke dalam rongga perut. Biasanya disebabkan oleh pelekatan isi kantong
kepada peritoneum kantong hernia. Hernia inkaserata apabila isi hernia terjepit oleh cincin
hernia sehingga isi kantong terperangkap dan tidak dapat kembali ke dalam rongga perut.
Akibatnya terjadi gangguan pasase atau vaskularisasi. Hernia inkaserata lebih dimaksudkan
untuk hernia ireponibel yang di sertai gangguan pasase. Hernia strangulata digunakan untuk
menyebut hernia ireponibel yang disertai gangguan vaskularisasi. Kedua jenis hernia ini
merupakan komplikasi bila hernia inguinalis tidak ditangani.

Manajemen yang utama dilakukan pada kasus hernia yaitu reposisi hernia melalui
tindakan operasi di ruang operasi, dan mengurangi tekanan di dalam intraabdomen seperti
pemasangan kateter urin.

Prognosis pada hernia tergantung dari klasifikasi hernia, tingkat kekambuhan dipengaruhi
oleh perilaku pasien pasca operasi dan tipe operasi hernia yang dilakukan
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat R., Prasetyono TO., Budiman R.,editor. 2014. Buku Ajar Ilmu Bedah:
Sistem Organ dan Tindak Bedahnya(1) Edisi 4 Vol.2. Jakarta: EGC Penerbit Buku
Kedokteran.
2. Deveney KE. 2015. Hernia & Other Lesions of the Abdominal Wall in Current Diagnosis
& Treatment Surgery 14th Edition. USA: McGraw-Hill Education.
3. Fitzgibbons RJ, Forse RA. Groin Hernias in Adults. N Engl J Med (2015);372:756-63.
DOI: 10.1056/NEJMcp1404068.
4. Amrizal. Hernia Inguinalis: Tinjauan Pustaka. Syifa’MEDIKA, Vol.6 (No.1), September
2015.
5. Brunicardi, F. Charles. 2015. Schwartz’s Principles of Surgery Tenth Edition. USA:
McGraw-Hill Education
6. WIB, O. and GE, N. (2016). Inguinal Hernia. A Review. Journal of Surgery and
Operative Care, 1(2).
7. Roberts, Kurt E., 2018. Open Inguinal Hernia Repair Technique. Available at
https://emedicine.medscape.com/article/1534281-technique#c3 (June 27, 2019)

Anda mungkin juga menyukai