Anda di halaman 1dari 20

MODUL PERKULIAHAN

KEWIRAUSAHAAN DAN ETIKA BISNIS

Pokok Bahasan
Good Corporate Governance

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Pasca Sarjana Tatap Muka Kode MK Dosen
Magister Akuntansi 55005 Dr. Achm

12
----------------------------------------------------

Pendekatan pemangku kepentingan (stakeholder)

Tanggung jawab management dan teori pemangku kepentingan.


Dari sudut pandang pengelola perusahaan dijumpai beberapa paradigm
berkaitan dengan peran dan tanggung jawab management dalam mengelola
perusahaan. Dalam dunia akuntansi, wujud peran dan tanggung jawab menejemen ini
tercermin dalam beberapa teori yang berkaitan dengan pemangku kepentingan.
Menurut Schroeder palingtidak ada 6 teory pemangku kepentingan yaitu: teory
kepemilikan, teory entitas, teory dana, teory komando, teory perusahaan dan teory
ekuitas sisa.

Walaupun belum ada kesamaan mengenai istilah baku, namun belakangan ini
muncul pandangan baru tentang pengelolaan perusahaan yang menggunakan
beberapa stilah yang berbeda tetapi mempunyai makna yang sama, yaitu perusahaan
tercerahkan atau perusahaan dengan modal sepiritual. Istilah perusahaan tercerahkan
diperkenalkan oleh Hansen dan allen dalam bukunya yang terkenal berjudul craking the
mililionaire code, sedangkan istilah spiritual capital diperkenalkan oleh zahor dan
marshall dalam bukunya bast sallernya yang berjudul spiritual capital.

Pada umumnya, dulu perusahaan didirikan oleh pemilik yang sekaligius


merangkap sebagai pengelola perusahaan tidak ada pemisahan antara pengelola
dengan pemilik perusahaan. Tujuan pengelolaan perusahaan jelas adalah untuk
meningkatkan laba dan kekayaan pemilik, dengan berkembangnya perusahaan
sehingga mencapai sekala besar dan dengan diperkenalkannya bentuk hikum
perusahaan yang berstatus perseroan terbatas, serta dengan makin banyaknya
perusahaan yang kepemilikan dimiliki oleh masyarakat umum, maka mulai terdapat
pemisahan antara pemisah antara pengelola dengan pemilik perusahaan

Selanjutnya peran dan paradigm pengelolaan perusahaan mulai berubah lagi


seiring dengan makin besar dan kompleksnya perusahaan. Sejalan dengan ini mulai
muncul teori baru yang lebih dikenal sebagai teori perusahaan. Dalam teori ini, peranan
bisnis tidak lagi hanya dilihat secara terbatas dari satu atau beberapa pemangku
kepentingan saja. Perusahaan sudah dianggap sebagai lembaga social, yaitu suatu
lembaga yang menciptakan manfaat dan kesejahteraan kepada semua pemangku
kepentingan. Teory perusahaan kini lebih popular dengan istilah teori pemangku
kepentingan (Stakeholder teory).

2015
Good Corporate Governance Pusat Bahan Ajar dan
2 Learning
Dr. Achmad Jamil http://www.mercubuana.ac.id
Pemangku kepentingan adalah semua pihak yang mempengaruhi keberadaan
perusahaan dan atau dipengaruhi oleh tindakan perusahaan. Pemangku kepentingan
dapat digolongkan menjadi dua yang pertama adalah kepentingan pasar dan
kepentingan non-pasar. Sedangkan sonny keraf menggunakan istilah kelompok primer
dan kelompok sekunder, kelompok primer adalah mereka yang mengadakan transaksi
dan berinteraksi langsung dengan perusahaan, yang termasuk dalam kelompok ini
adalah: pelanggan, pemasok, pemodal, pemberi pinjaman, serta karyawan perusahaan.
Kelompok sekunder adalah pemangku kepentingan yang tidak termasuk dalam
kelompok primer tersebut, mereka ini tidak terlalu banyak berinteraksiatau
bertransaksi dengan perusahaan, tetapi kepentingan dan kekuatan, kelompok ini dapat
saja mempengaruhi keberadaan perusahaan, yang termasuk dalam kelompok ini adalah
pemerintah, majalah,, para aktifvitas lingkungan hidup, masyarakat, akademisi dan
sebagainya.untuk lebih jelasnya hubungan perusahaan dengan para pemangku
kepentigan dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 2

Kelompok
Sekunder

Pemerintah Kelompok Masyarakat


Primer

Pemodal

Pemasok Perusahaan Pelanggan

Karyawan

Aktivis
Lingkungan Media Massa

Analisa pemangku kepentingan (stakeholder analysis)

Berdasarkan pendekatan sistem, perusahaan adalah bagian atau unsur dari system
yang lebih besar. Sebagai suatu system terbuka, perusahaan saling berinteraksi dengan
2015
Good Corporate Governance Pusat Bahan Ajar dan
3 Learning
Dr. Achmad Jamil http://www.mercubuana.ac.id
semua pihak terkait sehingga keberadaan perusahaan bersifat saling mepengaruhi
dengan semua pemangku kepentingan ini, maka para eksekutif perusahaan mulai
menyadari pentingnya megambil proses pengambilan keputusan berdasarkan
pendekatan dan analis pemangku kepentingan. Hal penting yang perlu
dipertimbangkan dalam proses pengambilan keputusan berdasarkan pendekatan
pemangku kepentinga, antara lain:

1. Lakukan identifikasi semua pemangku kepentingan, baik yang nyata maupun


yang masih bersifat potensial
2. Cari tahu kepentingan dan kekuasaan setiap golongan pemangku kepentingan.
3. Cari tahu apakah ada kondisi kepentingan dan kekuasaan antar gelombang
pemangku kepentingan tersebut.

Keputusan diambil berdasarkan pertimbangan:

1. Pemangku kepentingan adalah pihak yang menerima manfaat paling besar dari
keputusan itu; atau
2. Kalau ada pihak yang dirugikan, dampak kerugiannya hanya menimpa
sesedikitmungkin pemangku kepentingan; atau
3. Keputuan yang diambil tidak membentur kepentingan dan kekuasaan kelompok
pemangku kepentingan yang dominan.

Pengertian kepentingan disini adalah sesuatu yang menyebabkan kelompok


pemangku kepentingan ini tertarik atau peduli pada perusahaan. Sedangkan
kekuasaan disini diartikan sebagai seberapa kuat pengaruh/kekuatan kelompok ini
dalam menentukan arah dan keberadaan perusahaan. Beberapa contoh kelompok
kepentingan serta kepentingan dan kekuasaan mereka dpat dijelaskan pada table
berikut:

Kepentingan dan kekuasaan pemangku kepentingan kelompok primer

Pemangku kepentingan Kepentingan(interest) Kekuasaan (Power)


2015
Good Corporate Governance Pusat Bahan Ajar dan
4 Learning
Dr. Achmad Jamil http://www.mercubuana.ac.id
Kelompok Primer:
1. Pelanggan Memperoleh produk Membatalkan pemesanan
yang aman dan dan membeli dari
berkualitas sesuai pesaing;
dengan yang dijanjikan Melakukan kampanya
serta memperoleh negative tentang
pelayanan yang perusahaan
memuaskan
2. Pemasok Menerima pemayaran Membatalkan atau
tepat waktu; memboikot order dan
Memperoleh order menjual kepada pesaing.
secara teratur
3. Pemodal
 Pemegang Memperoleh deviden Tidak mau membeli
saham dan capital gain saham perusahaan;
Memberhentikan para
eksekutif perusahaan

Memperoleh penerimaan Tidak memberikan kredit;


 Kreditur bnga dan pengembalian Membatalkan/menarik
poko pinjaman sesuai kembali pinjaman yang
jadwal yang telah diberikan
ditetapkan
4. Karyawan Memperoleh gaji/upah Melakukan aksi unjuk
yang wajar da nada rasa/mogok kerja;
kepastian kelangsungan Memaksa kehendak
pekerjaan melalui organisasi buruh
yang ada.

Kepentingan dan kekuasaan pemangku kepentingan kelompok sekunder

Pemangku kepentingan Kepentingan (Interest) Kekuatan (Power)


Kelompok Sekunder:
1. Pemerintah Mengharapkan menutup dan menyegel
pertumbuhan ekonomi perusahaan;
2015
Good Corporate Governance Pusat Bahan Ajar dan
5 Learning
Dr. Achmad Jamil http://www.mercubuana.ac.id
dan lapangan kerja; mengeluarkan berbagai
Memperoleh pajak peraturan
2. Masyarakat Mengharapkan peran menekan pemerintahan
serta perusahaan dalam melalui unuk rasa massal;
program kesejahteraan melakukan aksi kekerasan
masyarakat;
Menjaga kesehatan
lingkungan.
3. Media masa menginformasikan semua Memublikasikan berita
kegiatan perusahaan yang negative yang merusak
berkaitan dengan isu citra perusahaan
etika, nilai-nilai,
kesehatan, keamanan,
dan kesejahteraan
4. Aktivis lingkungan Kepedulian terhadap Mengampanyekan aksi
pengaruh positif dan boikot dengan
negative dari tindakan mempengaruhi
perusahaan terhadap masyarakat, media massa,
lingkungan hidup, HAM, dan serta pemerintah;
dan Sebagainya. Melobi pemerintah untuk
membatasi/melarang
impor produk perusahaan
tersebut bila merusak
lingkungan hidup atau
melanggar HAM

Teori Agensi

Teori agensi ini telah dikembangkan oleh Michael Johnson, seorang professor dari
Harvard, memandang bahwa manajemen perusahaan sebagai ‘agents’ bagi para
pemegang saham yang akan bertindak dengan penuh kesadaran bagi kepentingannya
sendiri, bukan sebagai pihak yang arif dan bijaksana serta adil terhadap pemegang
saham. Teori ini muncul karena adanya hubungan antara pemegang saham dan agen.

2015
Good Corporate Governance Pusat Bahan Ajar dan
6 Learning
Dr. Achmad Jamil http://www.mercubuana.ac.id
Dalam perkembangan selanjutnya, teori agensi ini mendapat respons lebih luas karena
dipandang lebih mencerminkan kenyataan yang ada. Berbagai pemikiran mengenai
corporate governance berkembang dengan bertumpu pada teori agensi dimana
pengelolaan perusahaan harus diawaasi dan dikendalikan untuk memastikan bahwa
pengelolaan dilakukan dengan penuh kepatuhan kepada berbagai peraturan dan
ketentuan yang berlaku. Upaya ini menimbulkan apa yang disebut Agency Cost, yang
menurut teori ini harus dikeluarkan sedemikian rupa sehingga biaya untuk mengurangi
kerugian yang timbul karena ketidak patuhan.

Agency cost ini mencangkup biaya untuk pengawasan oleh pemegang saham. Biaya
yang dikeluarkan manajemen untuk menghasilkan laporan yang transparan, termasuk
biaya audit yang independen dan pengendalian internal serta biaya yang disebabkan
karena menurunnya nilai kepemilikan pemegang saham dan berbagai manfaat untuk
tujuan menyelaraskan kepentingan manajemen dengan pemegang saham.

Meskipun demikian, potensi untuk munculnya agency problem tetap ada dikarenakan
adanya pemisah antara kepengurusan daan kepemilikan perusahaan, khususnya
diperusahaan-perusahaan public.

Latar belakang muculnya GCG

Mulai populernya tata kelola perusahaan yang baik atau yang lebih dikenal dengan
sebutan good corporate governance (GCG) tidak dapat dilepaskan dari maraknya
skandal perusahaan,yang menimpa perusahaan perusahaan besar baik yang ada di
Indonesia maupun yang ada di Amerka Serikat.

Runtuhnya system ekonomi komunis menjelang berakhirnya abad ke-20, menjadikan


system ekonomi kapitalis sebagai satu-satunya system ekonomi yang paling dominan
diseluruh dunia. System ekonomi kapitalis ini semakin kuat mengakar berkat arus
gloalisasi dan perdagangan bebas yang mampu dipaksakan oleh Negara- Negara maju
penganut system ekonomi kapitalis. Ciri utama system ekonomi kapitalis dalah kegiatan
bisnis dan kepemilikan perusahaan dikuasai oleh individu-individu atau sector swasta
dalam perjalanannya beberapa perusahaan akan muncul sebagai perusahaan-
perusahaan swast raksasa yang bahkan aktivitas dan kekuasaannya telah melebihi
batas batas suatu Negara. Para pemilik dan pengelola kelompok perusahaan-

2015
Good Corporate Governance Pusat Bahan Ajar dan
7 Learning
Dr. Achmad Jamil http://www.mercubuana.ac.id
perusahaan raksasa ini bahkan mampu mempengaruhi dan mengarahkan berbagai
kebijakan yang diambil oleh para pemimpin politik suatu Negara untuk kepentingan
suatu kelompok perusahaan mereka dengan kekuatan uangnya.

Sebagaimana yang dikatakan oleh joel bahkan 2002, perusahaan korporasi saat ini telah
berkembang dan sesuatu yang relative tidak jelas menjadi institusi ekonomi dunia
pengamat dominan kekuatan dan kali pengarus perusahaan ini sedemikian besarnya
sehingga telah menjelma menjadi monster raksasa yang mendikte hampir seluruh
hidup kita mulai dari apa yang di kalim akan apa yang kita lihat apa yang kita pakai, apa
yang kita hasilkan dan apa ang kita kerjakan itulah sebabnya seringkali terjadieh,
pemerintah suatu Negara yang seharusnya yang menjadi kekuatan terakhir sebagai
pengawas penegak hukum pengendali perusahaan-perusahaan tidak berdaya
menghadapi penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh para pelaku bisnis yang
berpengaruh tersebut.

Salah satu contoh akibat dari praktik bisnis yang tidak etis adalah krisis ekonomi yang
menimpa Indonesia dan beberapa negara asia lainnya.

Beberapa perusahaan besar di Indonesia ada yang bermasalah dan bahkan tidak
mampulasi meneruskan kegiatan usahanya akibat menjalankan proyek tata kelola
perusahaan yang buruk contonya antara lain bank bank pemerintah yang telah di
liqiodasi/di marger , kredit dilakukan dengan jumlah besar pada beberapa kelompok
besar tanpa melakukan suatu kajian yang cermat dan objektif.

Kasus manipulasi dan kebangkrutan perusahaan tidak saja terjadi di indonesa tetapi
juga terjadi di Negara superpower yaitu Amerika Serikat, bahkan yang menimpa AS
terjadi secara bergelombang dalam kurun waktu yang relative singkat, sama seperti di
Indonesi, kasus yang teradi di AS juga disebebkan oleh lemahnya tata kelola
perusahaan

Pengertian Good Corporate Governance

Walaupun pengertian GCG dewasa ini sudah sangat popular namun sampai saat ini
belum ada devinisi baku yang dapat disepakati oleh semua pihak istilah “corporate

2015
Good Corporate Governance Pusat Bahan Ajar dan
8 Learning
Dr. Achmad Jamil http://www.mercubuana.ac.id
governance’ pertama kali diperkenalkan oleh cadburry Committee.), inggris di tahun
1922 yang menggunakan istilah tersebut dalam laporannya yang kemudan dikanal
sebagai Cadbury report. (sukrisno agus, 2006) istilah ini sekarang menjadi sangat
popular dan telah diberi banak definisi oleh berbagai pihak. Dibawah ini diberikan
beberapa definisi dari beberapa sumber yang dapat dijadikan acuan.

1. Catbury Committee of united kingdom


Seperangkat peratuan yang mengatur hubungan antara pemegang saham,
pemgurus perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para
pemegang keoentingan internal dan eksternal lainnya yan g berkaita dengan hak
hak dan kewajiban mereka; atau dengan kata lain suatu system yang
mengarahkan dan mengendalikan Perushaan.
2. Forum for corporate governance-FCGI 2006,
Tidak membuat definisi sendiri tetapi tetap mengambil definisi dari Cadbury
commite of forunited kingdom, yang kalau diterjemahkan adalah “seperangkat
peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus
perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang
kepentingan internal dan eksternal lain yang berkaitan dengan hak-hak dan
kewajiban mereka atau dengan kata lainsuatu system yang mengarahkan dan
mengendalikan perusahaan.
3. Sukrisno Agoes (2006) mendeinisikan tata kelola perusahaan yang baik sebgai
suatu system yang mengatur hubungan para dewan komisaris, pera direksi,
pemegang saham, dan emangku kepentingan lainnya. Tatakelola perusahaan
yang baik juga disebut sebagai suatu perioses yang, ransparan atau penentuan
tujuan perusahaan, pencapaiannya dan penilaian kinerjanya.
4. Oeganization for economic corporation and development – OECD
Mendefinisikan GCG sebagai: ‘the structure through which shareholder, directur,
manager, set of the board objactivez of the company, the meand of ataineing
those objective and monitoring performance” suatu struktur yang terdiri atas
para pemegang saham, direktur, manager seperangkat tujuan yang ingin dicapai
perusahaan dan alat alat yang akan digunakan dalam menciptakan tujuan dan
memantau kinerja.

2015
Good Corporate Governance Pusat Bahan Ajar dan
9 Learning
Dr. Achmad Jamil http://www.mercubuana.ac.id
5. Zwahyudi prakarsa GCG adalah mekanisme administrative yang mengatur
semua hubungan-hubungan antar managemen perushaan, komisaris, direksi
dan pemegang saham dan kelompok kelompok kepentingan yang lain

Berdasarkan beberapa definisi tersebut, dapat diketahui bahwa GCG dapat diberi
pengertian dalam arti sempit dan dalam arti luas. Definisi yang disampaikan oleh OECD
dapat mewakili pengertian dalam arti sempit sedangkan definisi yang diberikan oleh
Cadbury commite, sukrisno agus, dan wahyudi prakarsa dapat mewakili pengertian GCG
dalam arti luas, dapat dilihat dalam gambar berikut:

2015
Good Corporate Governance Pusat Bahan Ajar dan
10 Learning
Dr. Achmad Jamil http://www.mercubuana.ac.id
Gambar 2
Corporate Governance dalam prespektif

Pemerinta GCG
Kredit dalam
h/ ur arti luas
Regulator

RUPS BoC GCG


dalam
arti
sempit

BoD

Manaje
Manage Manage Manage Manage men
korporas
r r r r
i

Kelompok KARYAWAN Masyara


Lain
kat

Setelah mengutip berbagai definisi sebagaimana diungkapkan sebelumnya dapat


dirangkum suatu kesimpulan bahwa konsep Good corporate governance pada intinya
mengandung pengertian sebagai mana dijelaskan pada table berikut:

Tabel 1.
Konsep GCG

1. wadah Organisasi (Perusahaan, social, pemerintah)


2. model Suatu system, roses, dan seperangkat peraturan, termasuk
prinsip-prinsip, serta nilai-nilai yang melandasi Pratik bisnis
sehat
3. tujuan - meningkatkan kinerja organisasi
- menciptakan nilai tambah bagi semua pemangku
kepentingan
- mencegah dan pmengurangi manipulasi serta kesalahan
yang signifikan dalam penelolaan organisasi
- meningkatkan upaya agar para pemangku kepentingam
tidak diragukan.
4. Mekanism Mengatur dan mempertegas kembali hubungan, peran,
e wewenang, dan tanggung jawab.
- Dalam arti sempit: antar pemilik/ pemegang saham,
dewan komisaris dan dewan direksi
- Dalam arti luas: antar seluruh pemangku kepentingan

Prinsip-Prinsip Good Corporate Governace

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, konsep GCG memperjelas dan mempertegas


mekanisme hubungan antar oemangku kepentingan didalam suatu organisasi,
Organization fr economic coorporation and development (OECD) mencoba untuk
mengembangkan beberapa prinsip yang dapat dijadikan acuan baik pemerintah mau
pun para pelaku bisnis dalam mengatur mekanisme hubungan antar para pemangku
kepentingan tersebut. Prinsip-prinsip OECD mencakup lima bidang utama yaitu hak hak
para pemegang saham dan perlindungannya; peran peran karyawaan dan pihak pihak
yang berkepentingan lainnya; pengungkapan yang akurat dan tepat waktu; transparasi
terkait dengan struktur dan operasi perusahaan; serta tangung jawab dewan komisaris
dan direksi terhadap perusahaan, pemegang saham, dan pihak pihak yang
berkepentingan lainnya: secara singkat dapat dirangkum menjadi sebagai berikut:

1. Perlakukan yang setara antar pemangku kepentingan (Fairnes)


2. Transparansi (transparency)
3. Akuntabilitas (accountability)
4. Responsibilitas (responsibility)

Selanjutanya National committee on governance (NGC, 2006) mempublikasikan “kode


Indonesia tentang tatakelola perusahaan yang baik pada tanggal 17 Oktober 2016,
sebagaimana dinyatakan dalam kata pengantarnya oleh menteri coordinator bidang
perekonomian. Dr Boediono, walaupun kode Indonesia tentang GCG ini merupakan
suatuperaturan, tetapi dapat menjadi pedoman dasar bagi seluruh perusahaan di
Indonesia dalam menjalankan usaha agar kelangsungan hidup perusahaan lebih
terjamin dalam jangka panjang dalam koridor etika bisnis yang pantas. Dalam kode GCG
ini, NCG mengemukakan lima prinsip GCG yaitu:
1. Transparansi (transparency)
2. Akuntabilitas (accountability)
3. Responsibility (responsibility)
4. Indepensensi (independency)
5. Kesetaraan (fairness)

Prinsip prinsip yang dikemukakan oleh NCG hampir sama dengan yang diungkapkan
oleh menteri Negara BUMN. Penjelasan singkat atas masing masing prinsip yang telah
dikemukakan dapat diberikan sebagai berikut:

1. Perlakukan yang setara (fairness) merupakanprinsip agar para pengelola


memperlakukan semua pemangku kepentingan secara adil dan setara, baik
pemagku kepentingan primer(pemasok, pelanggan, karyawan, pemodal)
maupun pemangku kepentingan skunder (pemerintah, masyarakat, dan lainnya)
hal ini lah yang memunculkan konsep stakeholder(pemegang saham saja)
2. Prinsip Transparansi (disebut prinsip keterbukaan) artinya kewajiban bagi para
pengelola untuk menjalankan prisip keterbukaan dalam proses keputusan dan
penyampaian informasi. Keterbukaan dalam menyampaikan informasi juga
mengandung arti bahwa informasi yang disampaikan harus lengkap, benar dan
tepat waktu kepada semua pemangku kepentingan, tidak boleh ada hal ang
dirahasiakan, simbnyikan, ditutup-tutupi, dan atau ditunda tunda
pengungkapannya.
3. Prinsip akuntabilitas adalah prinsip dimana para pengelola berkewajiban untuk
membina system akuntansi yang efektif untuk menghasilkan laporan keuangan
(financial statement) yang dapat dipercaya. Untuk itu, diperlukan kejelasian
fungsi, pelaksanaan, dan pertanggungjawabansetiap organ sehingga
pengelolaan berjalan efektif
4. Prinsip responsibilitas (lebih sering disebut prinsip tanggung jawab) adalah
prinsip dimana para pengellola wajib memberikan pertanggungjawaban atas
semua tindakan dalam mengelola perusahaan kepada pemangku kepentingan
sebagai wujud kepercayaan yang diberikan kepadanya. Prinsip tanggungjawab
ada sbagai konsekuensi logis dari kepercayaan dan wewenang yang diberikan
oleh para pemangku kepentingan kepada para pengelola perusahaan. Tanggung
jawab ini mempunyai lima dimensi, yaitu ekonomi, hokum, moral, social, dan
spiritual yang dijelaskan sebagai berikut:
 Dimensi ekonomi, artinya tanggungjawab pengelolaan diwujudkan dalam
bentuk pemberian keuntungan ekonimis bagi para pemangku kepentingan.
 Dimensi hokum, artinya tanggung jawab pengelolaan diwujudkan dalam
bentuk ketaatan terhadaphukum dan perturan yang berlaku sejauhmana
tinakan managemen telah sesaui dengan hokum dan peraturan yang
berlaku.
 Dimensi moral artinya sejauhmana wujud tanggung jawab tindaan
managemen tersebut telah dirasakan keadilannya bagi semua pemangku
kepentingan.
 Dimensi social, artinya sejauhmana management telah
menjalankancorporate sisoal responsibility (CSR) sebagai wujud kepedulian
terhadap kesejahteraan masyarakat dan kelestarian alam di lingkungan
perusahaan.
 Dimensi spiritual, artinya sejauhmana tindakan managemen telah mampu
mewujudkan aktualisasi dari atau telah dirasakan sebagai bagian dari ibadah
sesuai dengan ajaran agama yang diyakininya.
5. Kemandirian sebagai tambahan prinsip dalam pengelolaan artinya, suatu
keadaan dimana para pengelola dalam mengambil suatu keputusan bersfat
professional, mandiri, bebas dar konflik kepentingan dan bebas dari
tekanan/pengaruh dari manapun ang bertentangan dengan perundang-
undangan yang berlaku dan prinsip prinsip pengelolaan yang sehat.

Manfaat Good Corporate Governance

Salah satu akar krisis ekonomi.di Indonesia dan kerisis pasar modal AS adalah buruknya
kinerja perusahaan-perusahaan besar yang sebagian besar merupakan perusahaan
public yang telah terdaftar di bursa. Buruknya kinerja ini disebabkan oleh berbagai
praktik kecurangan yang dilakukan oleh para eksekutif perusahaan perusahaan
tersebut. Praktik praktik manipulasi ini sangat merugikan para insvestor sehingga para
investor tidak percaya lagi pada institusi pasar modal dan institusi pengawas pasar
modal tersebut. Akibat kepanikan dan kehilangan kepercayaan para investor tersebut
melakukan penarikan modal besar besaran secara beruntun dari bursa sehingga
menimbulkan tekanan berat pada indeks harga saham dibursa. Penerapan konsep GCG
merupakan salah satu upaya untuk memulihkan kepercayaan para investor dan institusi
terkait dipasar modal sebagai mana telah dikemukakan sebelumnya, tujuan penerapan
GCG adalah untk meningkatkan kinerja organisasi serta mencegah atau memperkecil
peluang praktik manipulasi dan kesalahan signifikan dalam pengelolaan kegiatan
organisasi. Tjager dkk. Mengatakan bahwa paling tidak ada lima alasan mengapa
penerapan GCG itu bermafaat, yaitu:

1. Berdasarkan survey yang telah dilakuaknoleh Mckinsey&Company menunjukan


bahwa para investor institusional lebih menaruh kepercayaan terhadap
perusahaan-perusahaan di asia yang telah menerapkan GCG
2. Berdasarkan berbagai analisis, ternyata ada indikasi keterkaitan antara
terjadinya krisis finansial dan krisis berkepanjangan di Asia dengan lemahnya
tata kelola perusaahaan.
3. Internasionalisasi pasar – termasuk liberalisasi pasar finansial dan pasar modal –
menurut perusahaan dalam menerapkan GCG
4. Kalaupun GCG bukan obat mujarab untk keluar dari krisis, system ini dapat
menjadi dasar bagi berkembangnya pasar nilai baru yang lebih sesuai dengan
lanskap bisnis yang kini telah banyak berubah.
5. Secara teoratis, praktik GCG dapat meningkatkan nilai perusahaan.

Indra satya dan ivan yustiavandana mengatakan bahwa tujuan dan manfaat penerapan
GCG adalah:

1. Memudahkan akses terhadap instansi dmestik maupun asing.


2. Mendapatkan biaya modal (cost of capital) yang lebih murah.
3. Memberikan keputusan yang lebih baik dalam meningkatka kinerja ekonomi
perusahaan.
4. Meningkatkan keyakinan dan kepercayaan dari pdra pemangku kepentingsn
terhadap perusahaan.
5. Melindungi direksi dan komisaris dari tuntutan hukum.

Organ Khusus Dalam Penerapan Good Corporate Governance


Indra Surya dan Ivan Yustiayananda (2006) menyebutkan paling tidak diperlukan empat
organ tambahan untuk melengkapi penerapan GCG, yaitu :

1. Komisaris Independen
2. Direktur Independen
3. Komite Audit
4. Sekretaris Perusahaan

Komisaris dan Direktur Independen

Istilah independen sering diartikan sebagai merdeka, bebas, tidak memihak, tidak
dalam tekanan pihak tertentu, netral, objectif, punya integritas,dan tidak dalam posisi
konflik kepentingan. Namun dalam kaitannya dengan konsep komisaris atau direktur
independen, perlu dicermati terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan independen.
Indra surya dan Ivan yustiavandana (2006) mengungkapkan ada dua pengertian
independen terkait dengan konsep komisaris dan direktur independen tersebut.

Pertama, komisaris dan direktur independen adalah seorang yang ditunjuk untuk
mewakili pemegang saham independen (pemegang saham minoritas). Sebagai mana
diatur dalam Undang-Undang Perseroan, anggota Dreksi dan Komisaris diangkat dan
diberhentikan oleh RUPS, sedangkan keputusan yang diambil dalam RUPS didasarkan
atas perbandingan jumlah suara para pemegng saham. Hak suara dalam RUPS tidak
didasarkan atas satu orang satu suara, tetapi didasarkan atas jumlah saham yang
dimikinya. Sebagai konsekuensinya, keputusan penetapan dan pemberhentian anggota
komisaris dan direksi akan selalu berasal dari kepentingan pemegang saham mayoritas.
Oleh karena itu, para anggota Direksi dan Komisaris tersebut tentunya akan selalu
berpihak kepada kepentingan pemegang saham mayoritas dan seringkali mengabaikan
dan merugikan kepentingan para pemegang saham minoritas atau kepentingan pihak
lain di luar kepentingan pemegang saham mayoritas.

Kedua, komisaris dan direktur independen adalah pihak yang ditunjuk tidak dalam
kapasitas mewakili pihak manapun dan semata-mata ditunjuk berdasarkan latar
belakang pengethuan, pengalaman dan keahlian professional yang dimilikinya untuk
sepenuhnya menjalankan tugas demi kepentingan perusahaan. Jadi, pengertiannya
disini lebih luas dibandingan pengertian pertama. Komisaris dan direktur independen
diangkat semata-mata karena pertimbangan ‘profesionalisme’ demi kepentingan
perusahaan. Yang dimaksud dengan kepentingan perusahaan di sini adalah kepentingan
bagi seluruh pemangku kepentingan, bukan hanya pemegang saham mayoritas atau
pemegang saham minoritas.

Selain kedua pengertian tersebut, sebenarnya masih ada pengertian ketiga yang bisa
dipakai dalam kode etik akuntan public, yang dalam konteks ini sering dikenal dengan
istilah independent in fact dan independent in appearance. Independent in fact
menekankan sikap mental dalam mengambil keputusan dan tindakan yang semata-
mata didasarkan atas pertimbangan profesionalisme dari dalam diri yang bersangkutan
tanpa campur tangan, pengaruh, atau tekanan dari pihak luar. Sementara itu,
independent in appearance dilihat dari sudut pandang pihak luar yang mengharapkan
calon yang bersangkutan secara fisik tidak mempunyai hubungan darah dengan
perusahaan dan/atau dengan para pemangku kepentingan lainnya yang dapat
menimbulkan keraguan bagi pihak luar tentang kenetralan yang bersangkutan.

Komite Audit

Salah satu komite tambahan yang kini banyak muncul untuk membantu fungsi dewan
komisaris adalah komite audit. Munculnya komite audit ini barangkali disebabkan oleh
kecenderungan makin meningkatnya berbagai skandal penyelewengan dan kelalaian
yang dilakukan oleh para direktur dan komisaris perusahaan besar baik yang terjadi di
AS maupun ndonesia yang menandakan kurang memadainya fungsi pengawasan.

Sebagaimana dinyatakan oleh Hasnati (dalam Indra Surya dan Ivan Yustiavandana,
2006) tugas, tanggung jawab, dan wewenang Komite Audit adalah membantu Dewan
Komisaris, antara lain:

1. Mendorong terbentuknya struktur pengendalian intern yang memadai (prinsip


tanggung jawab).
2. Meningkatkan kualitas keterbukaan dan laporan keuangan (Prinsip Transparasi).
3. Mengkaji ruang lingkup dan ketepatan audit eksternal, kewajaran biaya audit
eksternal, setra kemandirian dan objektivitas audit eksternal. (prinsip
akuntabilitas).
4. Mempersiapkan surat uraian tugas dan tanggung jawab komite audit selama
satu tahun buku yang sedang diperiksa eksternal audit (prinsip tanggung jawab).

Sekretaris Perusahaan

Tugas, tanggung jawab, dan kedudukan pejabat sekretaris perusahaan sebagai bagian
dari pelaksanaan GCG berbeda sekali dengan tugas, kedudukan dan tanggung jawab
seorang sekretaris eksekutif yang selama ini sangat dikenal. Sekretaris eksekutif
biasanya direkrut sebagai staf khusus untuk keperluan pera eksekutif puncak suatu
perusahaan, seperti : direksi, komisaris, atau ekekutif puncak lainnya. Fungsi utama
sekretaris eksekutif lebih banyak untuk membantu pejabat eksekutif yang
bersangkutan, antara lain: menyangkut pengaturan jadwal kegiatan, jadwal rapat,
dokumentasi surat masuk dan surat keluar, penerima telepon, pengurusan tiket, dan
dokumen perjalanan, dan sebagainya. Oleh karena itu, seorang sekretaris eksekutif
hanya bertanggung jawab kepada pejabat eksekutif yang bersangkutan karena hanya
menjalankan tugas-tugas yang diperintahkan oleh pejabat eksekutif yang bersangkutan.

Jabatan sekretaris perusahaan menempati posisi yang sangat tinggi dan srategis karena
orang dalam jabatan ini berfungsi sebagai pejabat penghubung atau semacam public
relation/investor relation antara perusahaan dengan pihak luar perusahaan, khususnya
bagi perusahaan-perusahaan besar yang telah mendaftarkan sahamnya di bursa. Tugas
utama sekretaris perusahaan antara lain menyimpan dokumen perusahaan, daftar
pemegang saham, risalah rapat direksi dan RUPS, serta menyimpan dan menyediakan
informasi penting lainnya bagi kepentingan seluruh pemangku kepentingan. Namun
tugas sekretaris perusahaan tidak terbatas pada tugas-tugas tersebut saja.

MODEL GCG:

Model Good Corporate Governance Anglo Saxon: Suatu sistem model Corporate Governance
yang banyak diikuti oleh negara-negara berbahasa Inggris (English Speaking Countries) seperti
Amerika Serikat, Inggris, Australia dan Kanada. Umumnya negara-negara ini banyak menganut
sistem Hukum Common Law. Pendekatan dalam model ini menekankan pada pemisahan
kepemilikan antara Pemilik (Principal) dengan Pemegang saham (ShareHolder). Orientasi dari
model ini adalah banyak mengarah pada peningkatan terhadap kesejahteraan pemegang
saham, dimana pemegang saham dianggap merupakan pemilik tidak langsung (Indirect
Owners), oleh karena itu aktivitas dan strategi apapun yang dijalankan oleh perusahaan
bermuara pada maximizing shareholder value. Konsentrasi kepemilikan yang rendah di negara-
negara Anglo Saxon menyebabkan para pemegang saham tidak memiliki kekuasaan yang
signifikan dalam tiap perusahaan, akibatnya kekuasaan manajemen seringkali lebih besar dalam
pengambilan keputusan.

Pada dasarnya struktur governance diatur oleh Undang-undang sebagai dasar legalitas
berdirinya sebuah entitas. Misalnya dalam model Anglo-Saxon, struktur governance akan terdiri
dari RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham), Board of Directors (representasi dari para
pemegang saham/pemilik), serta Executive managers (manajemen yang akan menjalankan
aktivitas). Model Anglo-Saxon ini disebut dengan Singleboard system yaitu struktur CG yang
tidak memisahkan keanggotaan dewan komisaris dan dewan direksi. Dalam sistem ini anggota
dewan komisaris juga merangkap anggota dewan direksi dan kedua dewan ini disebut sebagai
board of directors.

Model Good Corporate Governance Continental (Continental European): Suatu sistem model
Good Corporate Governance yang berlaku di negara-negara di benua Eropa seperti Jerman dan
Perancis yang mempunyai landasan pada filosofi yang berorientasi pada Stakeholder.
Stakeholder ini meliputi banyak pihak seperti pemegang saham, pelanggan, pemasok,
distributor, pemegang obligasi dan karyawan. Dalam model ini kepemilikan pemegang saham
sangat terkonsentrasi pada sejumlah kecil pemegang saham. Maka kepemilikan menjadi besar
sehingga voting right yang dimiliki juga besar. Hal ini berakibat pemegang saham bisa
menggunakan kepemilikannya untuk mengendalikan perusahaan sekaligus untuk mengambil
keputusan.

Sedangkan untuk model Continental Europe, struktur governance terdiri dari RUPS, Dewan
Komisaris, Dewan Direktur, dan Manajer Eksekutif (manajemen). Struktur semacam ini disebut
Twoboard system, yaitu struktur CG yang dengan tegas memisahkan keanggotaan dewan, yakni
antara keanggotaan dewan komisaris sebagai pengawas dan dewan direksi sebagai eksekutif
perusahaan.

Dalam model two-board system, RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) merupakan struktur
tertinggi yang mengangkat dan memberhentikan dewan komisaris yang mewakili para
pemegang saham untuk melakukan kontrol terhadap manajemen. Dewan komisaris
membawahi langsung dewan direksi dan mempunyai kewenangan untuk mengangkat dan
memberhentikan dewan direksi serta melakukan tugas pengawasan terhadap kegiatan direksi
dalam menjalankan perusahaan. Posisi dewan komisaris dalam model ini relatif kuat terhadap
direksi sehingga fungsi pengendalian/kontrol terhadap kegiatan manajemen dapat berjalan
dengan efektif.

Model Governance di Indonesia

Perusahaan-perusahaan di Indonesia pada umumnya berbasis two-board system atau two-tier


board system seperti kebanyakan perusahaan di Eropa (model Continental Europe). Hanya ada
perbedaan dalam kedudukan dewan komisaris yang tidak langsung membawahi dewan direksi.
Hal ini sesuai dengan aturan yang ada dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas tahun 1995
yang menyatakan bahwa anggota dewan direksi diangkat dan diberhentikan oleh RUPS (pasal
80 ayat 1 dan pasal 91 ayat 1), demikian juga anggota dewan komisaris diangkat dan
diberhentikan oleh RUPS (pasal 95 ayat 1 dan pasal 101 ayat 1). Dengan adanya struktur yang
demikian, maka baik dewan komisaris maupun dewan direksi bertanggungjawab terhadap
RUPS (kedudukannya sejajar). Dengan melihat posisi yang sejajar antara dewan komisaris dan
dewan direksi (manajemen) pada perusahaan–perusahaan di Indonesia, mengakibatkan
kedudukan dewan komisaris di Indonesia tidak sekuat seperti dewan komisaris di Continental
Europe karena dewan komisaris tidak berwenang mengangkat dan memberhentikan dewan
direksi. Dewan direksi tidak harus bertanggung jawab terhadap dewan komisaris. Bila ditinjau
dari perspektif good governance, kedududukan yang sejajar ini dapat mengakibatkan
pelaksanaan fungsi pengendalian (control) berjalan kurang efektif karena bisa saja dewan
komisaris dianggap oleh dewan direksi sebagai partner kerja, bukan sebagai pengawas kerja
dewan direksi. Hal ini bisa menjadi salah satu hambatan untuk melaksanakan GCG pada
perusahaan-perusahaan di Indonesia. Saran yang dapat diberikan adalah perlu ditinjau kembali
Undang-undang Perseroan Terbatas, khususnya tentang pengaturan kembali adanya
kedudukan yang sejajar antara dewan komisaris dan dewan direksi.

Anda mungkin juga menyukai