FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2020
PROPOSAL
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2020
i
PROPOSAL
SKRIPSI
Untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)
pada Fakultas Keperawatan
Universitas Andalas
oleh:
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2020
ii
PERSETUJUAN PROPOSAL
Oleh:
Mengetahui:
Ketua Prodi S1 Keperawatan
Fakultas Keperawatan
Universitas Andalas
iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI PROPOSAL
Proposal ini telah diuji dan dinilai oleh panitia penguji pada Fakultas Keperawatan
Universitas Andalas pada tanggal,
Panitia penguji,
iv
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan nikmat-Nya
yang selalu dilimpahkan kepada seluruh makhluk-Nya. Shalawat beserta salam
dikirimkan kepada Nabi Muhammad SAW. Allhamdulillah dengan nikmat dan
hidayah-Nya, penulis telah dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “ Literature
Review : Pengaruh Terapi Cermin terhadap Fungsi Ekstermitas Atas pada Penderita
Pasca Stroke”
Terima kasih yang sebesar-besarnya saya ucapkan kepada ibu Reni Prima
Gusty,S.Kp.,M.Kes dan Bapak Ns. Mahatir,S.Kep.,M.Kep.,Sp.Kom sebagai
pembimbing saya, yang telah telaten dan penuh kesabaran membimbing saya dalam
menyusun proposal skripsi ini. Terima kasih yang tak terhingga juga disampaikan
kepada Pembimbing Akademik saya, Ibu Ns. Yanti Puspita Sari, S.Kep., M.Kep
yang telah memberi bimbingan selama saya mengikuti perkuliahan di Fakultas
Keperawatan Universitas Andalas. Selain itu saya juga mengucapkan terima kasih
pada:
1. Ibu Hema Malini, S.Kp.,MN.,Ph.D selaku Dekan Fakultas Keperawatan
Universitas Andalas.
2. Ibu Emil Huriani, S.Kp., MN selaku Ketua Program Studi S1 Keperawatan
Fakultas Keperawatan Universitas Andalas.
3. Dewan penguji yang telah memberikan kritik beserta saran demi kebaikan
proposal skripsi ini.
4. Orang tua dan keluarga yang selama ini memberikan dukungan dan do’a tulus
kepada penulis dalam seluruh tahapan proses penyusunan proposal ini.
5. Seluruh teman-teman yang telah memberikan semangat dan dukungan kepada
penulis dalam penulisan proposal ini.
Penulis menyadari bahwa proposal ini jauh dari kesempurnaan. Maka saran dan
kritik yang konstruktif dari semua pihak sangat diharapkan demi penyempurnaan
skripsi ini.
Padang, 2020
Penulis
v
DAFTAR ISI
vi
3. Persyaratan Pasien Untuk Terapi Cermin...................................................................32
4. Manfaat Terapi Cermin..............................................................................................34
5. Latihan Terapi Cermin...............................................................................................34
C. Ektermitas Atas.............................................................................................................36
1. Fungsi Ekstermitas Atas.............................................................................................36
D. Kemampuan Motorik....................................................................................................37
1. Pengertian Kemampuan Motorik................................................................................37
2. Unsur-unsur kemampuan Motorik..............................................................................37
3. Tugas-Tugas Motorik.................................................................................................39
BAB 3 METODE PENELITIAN...........................................................................................40
A. Desain Penenlitian.........................................................................................................40
B. Stretegi Pencarian Data.................................................................................................40
C. Kriteria Inklusi dan Ekslusi...........................................................................................43
D. Waktu Penelitian...........................................................................................................44
E. Ekstraksi Data................................................................................................................44
F. Tahap Pengumpulan Data dan Pengolahan Data............................................................45
G. Analisis Data.................................................................................................................46
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................47
Lampiran 1. Jadwal Kegiatan Penelitian................................................................................52
Lampiran 2. Curriculum Vitae...............................................................................................53
vii
DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR LAMPIRAN
ix
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Stroke masih merupakan masalah kesehatan utama karena menjadi penyebab
kematian kedua di dunia. Data dari World Stroke Organization (WSO) menunjukan
insiden stroke mencapai 13,7 juta kasus baru setiap tahunnya dan diperkirakan 5,5
juta orang meninggal akibat stroke [CITATION Wor19 \l 1033 ]. Sedangkan di Indonesia
berdasarkan data dari RISKESDAS prevalensi stroke meningkat dari tahun 2013
sebesar 7% menjadi 10,9% per mil di tahun 2018 dimana prevalensi tertinggi ada di
Sumatera Barat mencapai 10,8% per mil[ CITATION Ris18 \l 1033 ]. Sementara itu di
Kota Padang terdapat 2500 kasus stroke dan 662 di antaranya merupakan kasus baru
akibat stroke dilaporkan dalam Disability Adjusted Life Year (DALYs) bahwa lebih
dari 116 juta tahun-tahun kehidupan yang sehat hilang akibat kematian dan kecacatan
beban stroke diproyeksikan akan meningkat dari 38 juta DALYs secara global di
tahun 1990 menjadi 61 juta DALYs pada tahun 2020[CITATION Wor191 \l 1033 ].
Bahkan Indonesia memiliki angka beban stroke terbanyak kedua di Asia setelah
1
Mongolia berdasarkan DAYLs sebanyak 3.382,2/100.000 orang[ CITATION Ven17 \l
misalnya defisit sensorik dan motorik. Disfungsi motorik yang paling umum adalah
hemiplegia yaitu paralisis fungsi motorik pada salah satu atau kedua sisi akibat
adanya lesi. Kelemahan fungsi motorik yang dapat terjadi yaitu kelemahan
otot menjadi berkurang serta ektermitas cenderung jatuh pada satu sisi, tangan dan
kaki terasa berat sehingga tidak mampu menjaga keseimbangan atau mekanisme
perlindungan diri. Setelah serangan stroke, tonus otot dapat menurun bahkan
Disfungsi ektermitas atas terutama bagian distal adalah gejala sisa stroke
terbanyak (50%) yang dapat mengganggu aktivitas harian pasien [ CITATION Bae05 \l
1033 \m Has19]. Setidaknya 69% pasien stroke dapat menderita kerusakan pada
fungsi ekstermitas atas [ CITATION Luk04 \l 1033 \m Par15] . Hal ini sejalan dengan
penelitian oleh Wijaya (2017) di RSUD Palembang Bari bahwa sebelum dilakukan
rehabilitasi sebagian besar responden memiliki fungsi motorik yang rendah pada
artinya tidak ada kontraksi sama sekali pada ekstermitas superiornya[ CITATION
Wij17 \l 1033 ].
2
hampir seluruh aktivitas perawatan diri pasien menggunakan ekstermitas atas. Hal ini
juga disebutkan dalam penelitian Fadullah (2014) bahwa penderita stroke yang fungsi
memenuhi aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS)[ CITATION Fad14 \l 1033 ]. Selain itu,
semakin tinggi tingkat disabilitas pasien pasca stroke maka semakin berat tingkat
depresi pasien [ CITATION Pur19 \l 1033 ]. Oleh sebab itu sangat penting untuk
Latihan fisik merupakan latihan yang direkomendasikan oleh Asosiation Health Care
aktivitas fisik sangat diperlukan dalam mencegah komplikasi sekunder yang berkaitan
dengan kejadian stroke berulang pada pasien. Keberhasilan terapi pada penderita
stroke tergantung pada intensitas dan frekuensi latihan, oleh sebab itu terapi pada
pasien stroke harus diberikan dengan intensitas dan frekuensi yang tinggi serta dalam
jangka yang lama[ CITATION Len04 \l 1033 \m Wit16] . Permasalahan yang sering
muncul pada rehabilitasi pasca stroke adalah program terapi yang kurang teratur. Hal
ini disebabkan karena latihan fisik intensif membutuhkan dukungan terapis, mahal,
dan sering kali terbatas oleh ketidapatuhan dan motivasi yang kurang dari penderita
al. 2016).
Walaupun saat ini banyak inovasi terapi konvensional yang dapat dilakukan di
rumah bagi penderita stroke dalam memulihkan fungsi ekstermitas atasnya yang
3
bermasalah namun tidak semua latihan pada pasien dapat dilakukan secara mandiri
therapy) yang mengharuskan adanya keinginan dari teman atau keluarga dalam
pengalaman dan keterampilan pengguna dalam memilih jenis game yang tepat
[ CITATION Hun16 \l 1033 ]. Oleh sebab itulah diperlukan suatu intervensi mandiri yang
dapat dilakukan di rumah agar penderita stroke tetap bisa melatih fungsi
ektermitasnya yang terganggu secara mandiri. Rehabilitasi mandiri layak dan murah
stroke tanpa memerlukan teknologi tambahan [ CITATION DaS18 \l 1033 ] . Salah satunya
adalah dengan terapi cermin. Terapi cermin atau mirror therapy merupakan terapi
rehabilitasi dimana cermin ditepatkan pada bidang midsagittal di antara lengan atau
tungkai sehingga bayangan dari anggota tubuh yang normal menghasilkan ilusi
sebagai gerakan dari ektermitas yang terganggu[ CITATION Rot13 \l 1033 ]. Kelebihan
terapi ini merupakan intervensi yang murah dan sederhana[CITATION Guo16 \l 1033 ]
karena hanya menggunakan cermin sebagai media utamanya. Intervensi ini juga
4
bersifat non invansif dan dapat dilakukan di rumah sebagai home program serta
meupakan terapi yang beorientasi pada pasien. Terapi cermin dapat diberikan pada
pasien pasca stroke iskemik maupun hemoragik dengan syarat pasien telah memenuhi
tahun 1995 pada penelitiannya dalam upaya mengontrol sensasi abnormal pada
intervensi untuk menurunkan nyeri pasca amputasi hingga di gunakan untuk pasca
stroke. Terapi cermin sebagai intervensi untuk meningkatkan fungsi ekstermitas yang
terganggu pasca stroke masih merupakan terapi baru. Terapi cermin dapat
tangan penderita stroke subakut dengan disfungsi kognitif dan paresis yang tidak
terlalu parah [ CITATION Rad17 \l 1033 ] . Penelitian di Korea oleh Park Jin-Young et al
latihan ekstermitas atas bilateral dengan terapi cermin dapat meningkatkan fungsi
aktivitas sehari-hari pada penderita stroke (Park et al. 2015). Sebuah studi metanalisis
5
gangguan motorik dan meningatkan fungsi motorik serta aktivitas sehari-hari
cermin dalam memulihkan fungsi ekstermitas yang terganggu, tapi belum ada
kesepakatan mengenai bagaimana mekanisme terapi ini bekerja pada neuron yang
[ CITATION Ram091 \l 1033 ] . Sementara itu adanya mirror visual feedback dalam
terapi cermin dapat meningkatkan rangsangan pada korteks primer ipsilateral yang
terbaru tentang seberapa besar pengaruh terapi cermin terhadap kemampuan fungsi
B. Rumusan Masalah
Berdasakan latar belakang tersebut, maka masalah penelitan dalam literature
review ini : seberapa besar pengaruh terapi cermin terhadap kemampuan motorik
6
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui besarnya pengaruh terapi
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui karakteristik (umur, jenis kelamin, sisi ekstermitas yang
lemah,) dari pasien pasca stroke yang diberikan intervensi terapi cermin
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Institusi Pendidikan
Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi kepustakaan untuk
2. Bagi Keperawatan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan referensi dan menambah
7
dilakukan dirumah oleh pasien pasca stroke yang mengalami gangguan pada
ektermitas atas.
8
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penyakit Stroke
1. Pengertian Stroke
Stroke adalah istilah yang digunakan unyuk menggambarkan perubahan
neurologis yang disebabkan larena gangguan suplai darah ke bagian otak [ CITATION
Bac14 \l 1033 ]. Stroke merupakan sindrom klinis dengan defisit neurologis serebral
fokal ataupun global yang berkembang dengan cepat dan berlangsung 24 jam atau
merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak berupa kelumpuhan saraf (deficit
neurologic) akibat terhambatnya aliran darah ke otak[ CITATION Jun11 \l 1033 ]. Stroke
atau serangan otak yang mendadak dapat terjadi pada datu atau lebih pembuluh darah
pasokan aliran darah ke otak akibat penyumbatan ataupun pecahnya pembuluh darah
pada otak akibatnya pasokan darah yang membawa oksigen yang diperlukan ke otak
terganggu sehingga menimbulkan kerusakan pada sel-sel otak. Ada 2 jenis kejadian
spontan pada otak (stroke pendarahan) dan kedua akibat aliran darah yang terganggu
8
pada bagian otak (stroke iskemik) misalnya akibat thrombosis atau emboli yang
2. Etiologi Stroke
Ada beberapa etiologi yang menyebabkan aliran darah ke otak terganggu
yaitu:
a. Trombosis
endotel dari pembuluh darah otak atau leher. Trombus dapat terjadi di
b. Embolisme
patologi pada pembuluh darah otak namun biasanya terbentuk dari jantung,
arteri besar atau vena. Emboli lainnya dapat berupa udara, lemak, benda
asing, atau sel tumor yang masuk ke dalam sirkulasi sitemik namun emboli
9
c. Pendarahan hemoragik
Sering terjadi karena pecahnya pembuluh darah otak sehingaa darah masuk
lain menjadi terhenti sehingga otak akan mengalami kematian sel dan
d. Penyebab lain
tumor, bekuan darah yang besar, atau rupture pada otak. Penyebab ini
3. Klasifikasi Stroke
Klsifikasi stroke dapat dikelompokkan berdasarkan manifestasi klinik ataupun
patologinya. Secara umum stroke dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu:
a. Stroke Hemoragik
10
mengakibatkan pecahnya pembuluh darah[ CITATION Lin13 \l 1033 ]. Darah
otak disebut hemoragi otak sehinggga dapat membuat otak tercemar oleh
darah yang pecah berasal dari arteri yang ada di subarachnoid dan sekunder
dimana sumber darah berasal dari luar ruang subarchnoid. Stroke hemoragi
dengan cepat menyebar ke seluruh otak dan medulla spinalis. Hal ini
11
menyebabkan pendarahan. Jika volume darah besar dapat
gangguan drainase ke otak serta yang lebih berat lagi yaitu hernia
b. Stroke Iskemik
otak maka pembuluh darah secara bertahap akan terjadi penurunan aliran
sampai pada batas kritis hingga menyebabkan kerusakan sel otak yang
dari pada stroke hemoragik karen sekitar 83% dari kasus stroke di
sebagai berikut :
aliran darah yang bersifat sementara dan paling sering terjadi pada
12
Ischemic Attack merupakan defisitneurologik yang berlangsung dalam
hitungan detik sampai jam. Secara klinis TIA dapat kembali normal
dalam kurun waktu kurang dari 24 jam namun jika pemulihan lebih
dari 24 jam tetapi tidak lebih dari 2 minggu maka akan menjadi RIND [
Gejala neurologis dari RIND akan menghilang antara > 24 jam hingga
3) Stroke In Evolution
diawali dengan defisit neurologi ringan dan memburuk dalam 1-2 hari.
4. Faktor Resiko
Faktor resiko penyakit stroke dapat di bagi menjadi 2 yaitu faktor tidak
terkendali dan faktor yang dapat dikendalikan (faktor perilaku). Namun sebagian
besar stroke terjadi akibat kombinasi dari kedua faktor tersebut. Adapun faktor-faktor
13
Merupakan faktor penyakit stroke yang tidak dapat diubah ataupun
dimodifikasi misalnya:
1) Umur
Resiko stroke meningkat di usia 45 tahun dan jarang terjadi pada anak
dibawah usia 15 tahun. Belakangan ini stroke juga meningkat pada usia
tersebut juga seiring dengan peningkatan dari efek kumulatif dari sistem
2) Jenis Kelamin
Resiko stroke pada pria satu seperempat kali lebih besar dari wanita. Hal
1) Hipertensi
14
Hipertensi merupakan faktor resiko utama terjadinya stroke. Tekanan
barorefleks arteri. Gangguan ini jika tidak segera ditangani dengan cepat
Yon16 \l 1033 ].
2) Obesitas
serum trigliserida dan kadar LDL serta menaikan gula darah. Tingginya
menurunnya proses biologis tubuh dan sirkulasi darah ke otak. Selain itu
15
obesitas juga memicu berbagai macam penyakit kardiovaskuler yang
3) Diabetes Melitus
kadar gula darah pada penderita DM dapat membuat laju penuaan sel
4) Gaya hidup
Pola hidup yang tidak sehat dapat memicu timbulnya berbagai penyakit.
mengkonsumsi fast food dan kurangnya makan buah dan sayur juga
16
terganggu. Sementara itu merokok dapat meningkatkan resiko terkena
dalam darah. Hal ini membaut detak jantung lebih cepat dan dapat
gejalanya dapat diperhatikan. Gejala stroke muncul tergantung pada bagian otak yang
Kelemahan atau mati rasa tiba-tiba pada wajah , lengan , atau kaki terutama
b. CONFUSION (kebingungan)
ucapan.
tiba-tiba.
17
Terjadi masalah dalam berjalan misalnya pusing, hilangnya keseimbangan
Pada dasarnya manifestasi klinik dari stroke tergantung pada jenis skroke, pembuluh
darah yang terganggu serta luasnya bagian otak yang terkena [ CITATION Bus15 \l
1033 ].
2) Mati rasa pada lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh.
4) Terasa kesemutan.
1) Kesulitan memahami.
18
1) Hilangnya kemampuan mengendalikan keinginan berkemih atau
ngompol.
3) Pusing.
meliputi :
1) Gejala bersifat sementara dan timbul beberapa jam serta hilang dengan
sendirinya, akan tetapi serangan dapat terjadi lagi dengan gejala yang
lebih berat.
Penurunan fungsi tubuh pada penderita stroke berhubungan pembuluh darah arteri
berikut:.
19
Tabel 2.1 Defisit Neurologik pada Stroke
c) Inkontinensia.
lengan).
membingungkan.
h) Kelemahan.
Arteri karotis Interna a) Perubahan tingkat sasaran.
b) Afasia.
d) Disfasia.
e) Sakit kepala.
h) Ptosis.
i) Gangguan sensorik.
j) Kelemahan.
Arteri Serebri Media a) Afisia.
20
b) Disgrafia.
c) Disleksia.
d) Disfasia.
Posterior b) Koma.
c) Disleksia.
d) Gangguan sensorik.
Basilaris b) Ataksia.
c) Pusing.
d) Disfagia.
g) Bicara cadel.
6. Patofisiologi
Terganggu aliran darah ke otak menyebabkan adanya kematian sel dan
21
emboli pada lumen pembuluh darah menyebabkan gangguan aliran sehingga dapat
berkurang dan pulih dalam waktu 24 jam atau lebih dikenal dengan Transient
Ischemic Attack (TIA) dan pasien menunjukan perbaikan. Jika sumbatan yang terjadi
serius ataupun jika disertai infeksi maka dapat terjadi dilatasi anurisma pembuluh
oksigen sehingga terjadi kondisi hipoksia pada otak. hipoksia yang yang terus
berlanjut dan melebihi kompensasi autoregulasi akan merujuk pada manifestasi dari
serebral dan mengakibatkan iskemia yang dalam kurun waktu 3-10 menit dapat
dominan pada otak yang terkena. Tingkat penurunan fungsi dapat bervariasi mulai
dari gangguan ringan hingga hilangnya fungsi tubuh yang serius. Adapun gangguan
adanya infark pada bagian otak yang mengontrol gerakan (saraf motorik)
22
setengah dari wajah dan lidah, juga pada lengan dan tungkai pada sisi
tubuh yang sama. Seiring berjalannya waktu, ketika kontrol otot sadar
hilang, otot fleksor yang kuat akan melampaui otot ekstensor akibatnya
adduksi lebih kuat dari pada otot abduksi)[ CITATION Bac14 \l 1033 ].
b. Afasia
terletak di bagian kiri belahan otak. Afasia wernick (sensori) terjadi karena
adanya infark pada lobus temporal otak. Pada pasien dengan afasia wernick
bahasa yang diucapkan. Afasia broca (motorik) terjadi karena infrak pada
lobus frontal. Pada penderita afasia broca ini dapat terjadi kehilangan
Kebanyakan afasia adalah gabungan dari afaisa motorik atau sensorik dan
c. Disatria
d. Disfagia
23
Merupakan gangguan mengunyah dan menelan karena adanya stroke di
e. Apraksia
kirim ke otot namun pola atau skema motorik yang mengantarkan impuls
tidak dapat diperbaiki sehingga intruksi dari otak tidak sampai ke bagian
tangan atau kaki sehingga gerakan yang di inginkan tidak terjadi [ CITATION
Bac14 \l 1033 ]
f. Perubahan penglihatan
Bac14 \l 1033 ]
g. Hemianopia homonimus
sama dari lapang pandang dari setiap mata[ CITATION Bac14 \l 1033 ].
h. Sindrom horner
bola mata, pstosis bagian atas kelopak mata, bagian bawah kelopak mata
sedikit terangkat, pupil mengecil dan air mata berkurang[ CITATION Bac14 \l
1033 ].
24
i. Agnosia
sumbatan pada arteri serebral tengah atau posterior yang menyuplai lobus
j. Negleksi unilateral
kondisi ini adalah memberikan perhatian pada satu sisi bagian tubuh,
merespon stimulus pada satu bagian sisi tubuh, menggunakan salah satu
ekstermitas, mengarahkan kepala atau mata pada satu sisi[ CITATION Bac14 \l
1033 ].
k. Penurunan sensorik
Hal ini terjadi karena stroke pada jalur sensoris dari lobus pariental yang di
suplai oleh arteri serebral anterior. Sensasi pada permukaan seperti nyeri,
l. Perubahan perilaku
Perubahan perilaku setelah stroke adalah hal yang sering terjadi. Pada
orang dengan stroke pada belahan otak kiri dominan akan cenderung
lambat, waspada dan tidak teratur. Sedangkan pada belahan otak kanan
25
mereka dan memiliki penurunan rentang perhatian yang akan
m. Inkontenensia
penuh ke otak, akan tetapi otak tidak mengerti pesan ini benar dan tidak
meneruskan pesan ini untuk berkemih. Hal ini menyebabkan kondisi sering
buang air kecil dan inkontenensia. Durasi serta tingkat keparahan disfungsi
tersebut tergantung pada luas dan lokasi infark[ CITATION Bac14 \l 1033 ].
atau kaki, atau dapat mempengaruhi satu sisi tubuh dan wajah.
26
kelemahan sendi dan penurunan kontrol motorik [ CITATION Ble14 \l
pengetahuan tentang sisi tubuh, atau satu sisi bidang penglihatan dan
atau inkoordinasi otot yang terlibat dalam berbicara disebut disartria dan
27
merupakan masalah fisik, bukan bahasa. Disartria dapat terjadi akibat
dan rehabilitasi bahkan dapat berujung pada bunuh diri[ CITATION NIN20 \l
1033 ]
Orang mungkin mengalami nyeri, mati rasa, atau sensasi aneh setelah
kerusakan pada area sensorik otak, sendi kaku, kejang otot, atau cacat
pada anggota tubuh. Jenis nyeri yang tidak biasa akibat stroke disebut
nyeri stroke sentral atau sindrom nyeri sentral. Ini dapat terjadi karena
adanya kerusakan pada area otak yang disebut talamus yang terlibat
dengan persepsi dan gerakan sensorik. Nyeri dapat terjadi intens di area
yang terkena stroke seperti wajah, ekstremitas atau tubuh di satu sisi, dan
28
8. Rehabilitasi Stroke
Rehabiliasi merupakan upaya pemulihan fungsi tubuh ke keadaan normal atau
Yul11 \l 1033 ]. Tujuan rehabiltasi medis pada penderita stroke menurut World Health
terganggu.
Pemilihan jenis rehabilitasi tergantung pada gejala sisa stroke, fase stroke,
penyakit penyerta, komplikasi medis, faktor individu dan keluarga. Secara umum
rehabilitasi pasca stroke dapat di bedakan berdasarkan fasenya[ CITATION Wir09 \l 1033
] yaitu:
1) Fase Akut
29
3) Fase kronik
B. Terapi Cermin
1. Pengertian Terapi Cermin
Terapi cermin atau mirror therapy merupakan salah satu intervensi dalam
rehabilitasi pada pasien stroke yang berfokus menggerakan anggota gerak yang
terganggu. Terapi ini merupakan terapi baru pada rehabilitasi stroke. Terapi ini
tergolong murah dan sangat sederhana serta dapat dilakukan di rumah ataupun
dengan bantuan keluarga yang dapat meringankan biaya perawatan pasien serta
stroke[ CITATION Lan18 \l 1033 ]. Pada terapi ini nantinya cermin akan diposisikan di
depan pada bidang midsagittal pasien. Ilusi visual dari cermin akan membuat pasien
merasakan kedua sisi anggota gerak dapat bergerak bersamaan dan simetris [CITATION
Par15 \l 1033 ]. Terapi cermin merupakan intervensi dalam terapi pasien stroke dengan
menggunakan pantulan gerakan tangan atau kaki yang sehat dari cermin sehingga
Ada 3 metode dalam strategi terapi cermin, yang pertama adalah latihan
adalah latihan bilateral dimana pasien membayangkan anggota gerak yang terganggu
dapat bergerak seperti yang diinginkan dan yang ketiga adalah pasien membayangkan
dan menggerakan anggota gerak yang terganggu secara pasif dengan bantuan terapis.
30
Terapi cermin memfasilitasi motor learning dan menginduksi reorganisasi kortikal
dan pemulihan motorik dari stroke[ CITATION Cha19 \l 1033 ]. Motor learning
merupakan salah satu prinsip dari rehabilitasi stroke. Motor learning didefenisikan
pembalikan posisi dari citra visual anggota gerak dapat menimbulkan aktivitas
kortikospinal. Dengan kata lain, misalnya ketika anggota gerak kanan digunakan akan
tetapi dianggap sebagai gerakan dari anggota gerak kiri. Hal ini akan mengarahkan ke
memberikan masukan visualisasi yang tepat, refleksi dari anggota gerak yang sehat
akan tampak layaknya anggota gerak yang terganggu bergerak serta sebagai
pengganti input prepioseptif yang hilang atau menurun[ CITATION Sen14 \l 1033 ] . Input
propioseptif berguna untuk memberikan pesan mengenai posisi dan gerakan dan
motorik[ CITATION Sen14 \l 1033 ]. Jaringan saraf yang terlibat dalam pencitraan
motorik dan gerakan motorik saling tumpeng tindih terutama pad aarea premotor,
pariental, ganglia basal,dan otak kecil. Selain itu menurut Ramachandran (2009)
31
pengamatan gerak pada terapi cermin dapat mengaktifkan mirror neuron yang
mengamati suatu tindakan atau aktivitas yang di lakukan individu lainnya, sehingga
kortek motorik individu tersebut menjadi aktif tanpa adanya aktivitas motorik yang
jelas. Mirror neuron menyumbang 20% dari semua neuron yang ada pada otak
manusia. Mirror neuron juga berfungsi sebagai rekontruksi lateral yaitu kemampuan
untuk membedakan antara sisi kiri dan kanan. Mirror neuron pertama kali diamati
pada primate dalam penelitian Giacomo Rozzolatti (1994) ketika primata dalam
penelitian melihat sebuah tindakan terjadi aktivasi pada neuron di korteks premotor
tanpa adanya gerakan pada primata[ CITATION Fab09 \l 1033 ]. Pengamatan aktivitas
dikaitkan dengan aktivitas mirror neuron dan korteks motorik yang dapat
Zha18 \l 1033 ]. Sementara itu adanya mirror visual feedback dalam terapi cermin
beberapa kriteria yang perlu dimiliki oleh pasien stroke sebelum diberikannya terapi
a. Kemampuan Motorik
32
Tidak ada pedoman mengenai pemilihan pesien untuk terapi berdasarkan
b. Kemampuan Kognitif
pemulihan (6-12 bulan pertama). Karena pada fase akut banyak pasien
terapi cermin dilakukan pada pasien dalam jangka waktu ini setelah
stroke.
c. Penglihatan
d. Trunk Kontrol
Gangguan postural control tidak dapat diberikan terapi karena pada terapi
cermin trunk control diperlukan untuk dapat duduk pada kursi biasa
duduk adalah prioritas posisi yang harus dilatihkan dan dicapai oleh
33
Pasien dengan kelainan kardiopulmoler, yang tidak dapat duduk selama
memiliki rentang gerak normal dan bebas rasa sakit. Kendala parah pada
anggota gerak yang tidak terpengaruh misalnya rentang gerak atau nyeri
terapi cermin setelah stroke berdampak baik pada pergerakan dan kontrol
34
5. Latihan Terapi Cermin
Menurut[ CITATION Rot13 \l 1033 ] prosedur terapi cermin dilakukan pada
pasien dalam posisi duduk selama latihan kemudian cermin diletakkan di hadapan
pasien tepatnya di antara kedua lengan atau kaki. Ekstermitas yang mengalami
bagian dari ektermitas. Durasi terapi tergantung pada kemamupuan pasien dalam
menjalankan latihan biasanya berudrasi selama 30 menit atau juga dapat membagi
latihan menjadi beberapa sesi setiap 10 atau 15 menit serta diselangi dengan istirahat
a. Pengaturan posisi
nyaman dana aman. Dalam kasus kelumpuhan otot yang parah dapat
sehat harus diposisikan pada posisi yang sama dengan bagian ektermitas
yang lemah karena ini memfasilitasi intensitas ilusi pada cermin [ CITATION
Rot13 \l 1033 ].
b. Ilusi Visual
35
Pasien selanjutnya diintruksikan untuk mengamati bayangan pada cermin
c. Latihan motorik
gerakan fleksi dan ekstensi contohnya pada jari, pergelangan tangan dan
36
dan memindahkan cangkir. Selanjutnya dilakukan identifikasi cara terbaik
C. Ektermitas Atas
1. Fungsi Ekstermitas Atas
Fungsi ektermitas atas sangat penting dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
Aktivitas sehari-hari (AKS) dapat didefenisikan sabagai dasar tindakan perawatan diri
dan mencubit, supinasi dan pronasi pada lengan bawah, ekstensi dan fleksi siku, serta
D. Kemampuan Motorik
1. Pengertian Kemampuan Motorik
Motorik merupakan terjemahan dari kata “motor” yang artinya dasar
suatu aktivitas yang didasari oleh proses motorik yang melibatkan sistem pola
gerakan yang terkoordinasi (otak,saraf, otot, rangka) dengan proses yang kompleks
yang disebut dengan cipta gerak. Kemampuan motorik adalah kemampuan untuk
kerja atau tampilan seseorang yang dipengaruhi oleh faktor kekuatan, daya tahan, dan
1033 ].
37
2. Unsur-unsur kemampuan Motorik
Kemampuan motorik dapat dikembangakan dengan aktivitas fisik yang
a. Kekuatan
kekuatan otot adalah kemampuan otot atau Tarik menarik dalam mengatasi
beban atau tahanan baik dari tubuh sendiri ataupun dari luar. Menurut
b. Koordinasi
c. Kecepatan
38
d. Keseimbangan
e. Kelentukan
f. Kelincahan
3. Tugas-Tugas Motorik
Menurut Ducan PW (1987) Ada 4 kategori aktivitas motorik berdasarkan
aktivitas motorik pada lingkungan yang stabil atau statis dan dapat diprediksi.
Bersifat konsisten sepanjang waktu misalnya menyisir rambut. Kedua yaitu open task
terhadap keadaan yang tidak diprediksi karena objek bergerak (statis) sehingga
39
diperlukan pergerakany ang tepat waktu dan antisipasional [ CITATION Suh10 \l 1033 ] .
roda listrik.
40
BAB 3
METODE PENELITIAN
A. Desain Penenlitian
Penelitian ini merupakan penelitian sekunder berupa literature review. Kajian
secara kritis pengetahuan, gagasan, atau temuan yang terdapat dalam tubuh literature
teoritis dan metodologisnya untuk topik tertentu[ CITATION Coo88 \l 1033 \m Far10].
salah
I : Terapi cermin
40
O : Pengaruhnya terhadap kemampuan mtorik ekstermitas atas yang
S : Quasi ekperimen.
b. Data Base
c. Kata Kunci
kriteria PICO. Peneliti menggunakan kata kunci yang ada pada MeSH
(Medical Subject Heading). MeSH merupakan kosa kata terkontrol dari the
41
d. Langkah-langkah pencarian data literature
1) Artikel yang akan diidentifikasi berasal dari 4 data base yaitu Scopus,
sesuai kriteria
42
Gambar 3.1 PRISMA FLow Diagram
Sumber : (Liberati et al. 2009)
C. Kriteria Inklusi dan Ekslusi
Kriteria inklusi dan ekslusi pada penelitian ini sebagai berikut :
a. Kriteria inklusi
ERIC,dan CINAHL.
3) Artikel ditulis dalam bahasa inggris, full paper dalam format pdf dan
43
4) Artikel tentang pengaruh terapi cermin terhadap kemapuan motorik
sisi dari ektermitas atas dalam waktu maksimal 6 bulan pasca serangan
b. Kriteria ekslusi
eiologis. Bukan artikel akademik atau letter of editor dan laporan kasus,
penelitian kualitatif.
2) Jika pada artikel tidak mengukur hasil yang terkait dengan pengaruh
D. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan dengan mengumpulkan artikel penelitian hingga
pada penulisan literature review dari bulan Desember 2020 sampai Januari 2021
E. Ekstraksi Data
Data yang diekstraksi dari setiap studi meliputi :
a. Metode Penelitian (Cohort atau random control trial, case control atau
44
b. Karakteristik partisipan (jenis kelamin,usia, kelemahan pada ektermitas,
d. Hasil pegukuran/outcome.
c. Display data
kuantitatif dan menentukan jenis serta bentuk data yang akan dimasukan
d. Penarikan kesimpulan
45
G. Analisis Data
Analisis data merupakan upaya mencari dan menata secara sistematis data yang
diteliti dan mengkajinya sebagai temuan bagi orang lain[ CITATION Ari12 \l 1033 ].
46
BAB IV
Ekslusi (n=1660)
Memeriksa eligibility Problem/Population
artikel Tidak terfokus pada topik penelitian (n=1.536)
(n = 5) Intervention
Membandingkan atau mengkombinasikan terapi
cermin dengan intervensi terapi lainnya (n=37)
Comparation
Hanya meneliti satu kelompok intervensi (n=1)
Outcome
Studi yang Tidak membahas pengaruh terapi cermin terhadap
termasuk dalam pemulihan motorik ektremitas atas (n=53)
literature Study Design
review (n = 5)
Systematic review & literature revier (n=11)
Book chaper (n=14)
Time
Stroke > 6 bulan (n=3)
47
Seleksi studi yang telah dilakukan adalah sebagai berikut :
3. Sebanyak 1660 artikel dilakukan screening berdasarkan judul dan abstrak yang
berdasarkan PICO ( P : tidak terfokus pada topik penelitian = 1.536, I :
membandingkan atau mengkombinasikan terapi cermin dengan intervensi
lainnya = 37, C : hanya meneliti satu kelompok intervensi = 1, O : tidak
membahas pengaruh terapi cermin terhadap pemulihan motorik ekstremitas atas
=53, S : Systematic review & Literature review = 11, Book chapter = 14, T :
waktu menderita stroke > 6 bulan = 3) didapatkan 6 artikel penelitian yang
sesuai dengan kualifikasi penelitian.
48
B. Hasil Ekstraksi Data
49
Tabel 4.2 Hasil Ektraksi Data
No Judul/Penulis/Tahun/ Tujuan Desain Sampel dan Durasi Temuan Utama
Tempat Penelitian Penelitian Instrumen Intervensi
Penelitian
1. Mirror Therapy Untuk Randomize Sampel terdapat Terapi 1. Pada kelompok
Enhances Upper mengevaluasi d control sebanyak 15 cermin terapi cermin
Extremity Motor efek terapi trial orang dengan diberikan30 terdapat
Recovery in Stroke cermin selain stroke jenis menit setiap peningkatan
Patients. (Luca Mirela metode terapi iskemik dalam hari (5 signifikan
Cristina et al). 2015. fisik pada rentang 1-3 bulan kali/minggu) pemulihan motorik
ekstremitas atas
Romania pemulihan pasca serangan. selama 6
dalam skor FMA
ekstremitas Sampel berusia minggu.
(P<0,01),
atas pada rata-rata 56-68 Brunnstrom stage
pasien stroke tahun serta (P<0.005), pada
iskmeik sebanyak 10 skala Ashworth
orang dengan hanya pada siku
kelemahan pada (P<0.02) dan
sisi ektremitas pergelangan tangan
kanan dan 7 (P<0,04) serta
orang pada pada Bhakta Test
ekstremitas kiri. (P<0,04)
dibandingkan
kelompok kontrol.
2. Tidak terdapat
peningkatan yang
Instrumen yang signifikan terhadap
digunakan pemulihan bahu
50
Brunnstrom pada kedua
Stage, The Fugl- kelompok (P>
Meyer 0,05)
Assessment,
Ashworth Scale,
dan Bhakta Test
2. Effect of mirror Mengevaluasi Randomize Sampel sebanyak Terapi 1. Tidak ditemukan
therapy on upper efektifitas d control 31 orang dengan cermin perbedaan
extremity motor terapi cermin trial jenis stroke diberikan signifikan pada skor
function in stroke yang diberikan iskemik sebanyak selama 15 brunnstrom stage
patient a randomized dengan terapi 25 orang dan menit (5 lengan atas dan
control trial. Nigar konvensional stroke hemoragik kali/minggu) tangan sebelum
antara kelompok
Gurbuz et al 2016 terhadap 6 orang dalam 6 selama 4
eksperimen dan
pemulihan bulan terakhir. minggu.
kontrol (P>0,05)
motorik dan Usia rata-rata 60 2. Skor FMA lebih
fungsional tahun serta meningkat
ekstremitas sebanyak 17 signifikan pada
atas. orang dengan kelompok cermin
kelemahan pada setelah intervensi P=
sisi ektremitas 0.047 di bandingkan
kanan dan 14 kelompok kontrol
orang sisi kiri. 3. Tidak terdapat
perbedaan skor FIM
pada kedua
kelompok setelah
intervensi (P>0,05)
51
Intsrumen
penelitian yaitu
brunnstrom stage,
Fugl-Meyer
Assessment
(FMA) dan
Functional
Independence
Measure (FIM).
3. The velue of adding Mengevaluasi Randomize Sampel Terapi 1. Terdapat
mirror therapy for tambahan d control penelitian cermin peningkatan
upper extremity motor terapi cermin trial sebanyak 26 diberikan 30 skor ARAT,
recovery of subacute ke dalam terapi orang dengan menit pada 2 FIM dan MI
stroke patients a konvensional jenis stroke minggu sebelum dan
randomized control dapat iskemik dalam pertama dan sesudah
intervensi pada
trial. (M. Invernizzi et meningkatkan waktu < 4 1 jam pada 2
kedua kelompok
al ) 2013. Italia pemulihan minggu. Usia minggu
P< 0.05
motorik rata-rata 62 terakhir. 2. Terdapat
ektermitas atas hingga 71 tahun perbedaan
pada pasien serta sebanyak 13 signifikan
stroke orang dengan antara
kelemahan kelompok
ektremitas kiri eksperimen dan
dan 13 sisi kanan. kontrol P<0,001
dimana pada
52
kelompok
eksperimen
signifikan
Instrument meningkat pada
penelitian Action skor ARAT,
FIM, dan MI.
Research Arm
Test (ARAT),
Motricity Index
(MI) dan
Functional
Independence
Measure (FIM).
4 The mirror therapy mengevaluasi Randomize Sampel Terapi 1. Pada kelompok
. program enhances pengaruh terapi d control penelitian cermin eksperimen terjadi
upper limb motor cermin pada trial sebanyak 26 diberikan peningkatan
recovery and motor pemulihan orang dengan selama 25 ginifikan
function in acute motorik dan stroke subakut menit (5 pemulihan motorik
stoke patient. fungsi motorik dalam kurun 6 kali/minggu) dalam skor FMA
dari pada
(Lee.MM et al). 2012. ekstremitas bulan. Rata-rata selama 4
kelompok kontrol
Korea atas pada usia 55-58 tahun minggu
kecuali pada skor
pasien dengan serta sebanyak 15 koordinasi.
orang dengan 2. Dalam skor FMA
stroke akut.
kelemahan terjadi peningkatan
ekstremitas sisi signifikan pada
kanan dan 11 bahu/siku/ lengan
orang sisi kiri. bawah sebanyak
65%, pergelangan
53
tangan 163%,
tangan 250%.
3. Pada skor
Intrumen brunnstrom motor
penelitian yang recovery stage
lengan atas dan
digunakan Fugl-
tangan lebih
Meyer
signifikan
Assessment, meningkat 101%
Brunnstrom setelah intervensi
motor recovery pada kelompok
stage, dan eksperimen
Manual Function sedangkan
Test kelompok kontrol
hanya 38%
4. Pada skor Manual
Function Test lebih
meningkat
signifikan pada
kelompok
eksperimen dari
pada kelompok
kontrol P<0,01
5 Effectiveness of untuk randomized Sampel Terapi 1. Pada skor FIM
. mirror therapy in mengevaluasi controlled berjumlah 72 cermin terjadi peningkatan
motor recovery of efektivitas trial orang dengan diberikan pada kedua
upper extremity in the terapi cermin jenis stroke selama 30 kempok akan tetapi
post stroke selain program iskemik sebanyak menit (3 kelompok
hemiplegic patient : a rehabilitasi 44 orang dan kali/minggu) eksperimen
54
randomized control ekstremitas stroke jenis selama 4 memiliki skor lebih
trial in a tertiary care atas hemoragik 28 minggu. tinggi yaitu rata-
hospital in Manipur, konvensional orang dalam rata 34,11 dan
Northeast India pada pasien kurun waktu 3-6 37,83 pada 1 dan 6
(Ningthemba post stroke bulan. Berusia bulan follow up
Yumnam et al).2019. hemiplegia. 35-65 tahun serta tindakan.
2. Pada skor
India menderita
brunnstrom stage
kelemahan pada
terjadi peningkatan
sisi ekstremitas pada kedua
kanan 26 orang kelompok akan
dan sisi kiri 46 tetapi kelompok
orang. ekperimen
memiliki skor lebih
tinggi yaitu rata-
rata 3,17 dan 4,22
pada 1 dan 6 bulan
Instrument follow up tindakan.
penelitian yang 3. Pada Ashworth
digunakan adalah scale terdapat
Brunnstrom perubahan
stages of motor spastisitas siku dan
recovery, pergelangan tangan
Functional pada kedua
Independence kelompok namun
tidak signifikan
Measure,
P>0,05
Modified
Ashworth Scale
55
56
1. Karakteristik Studi
Berdasarkan hasil dari tabel 4.2 dapat diketahui bahwa studi ini dilakukan pada
berbagai negara yaitu Romania (Luca et al 2015) , Italia (M. Invernizzi et al 2013),
Turkey (Nigar Gurbuz et al 2016), India (Ningthemba Yumnam et al 2019) dan
Korea (Lee, MM et al 2012). Ukuran sampel bervariasi mulai dari 15 hingga 72
orang penderita stroke dalam masing-masing studi dengan total 170 orang penderita
stroke yang berpartisipasi dalam 5 studi tersebut. Responden dalam dalam
penelitian rata-rata berada pada usia dewasa pertengahan antara 35 hingga 65 tahun.
Kriteria penderita stroke yang diteliti pun juga beragam misalnya pada jenis
stroke terdapat 2 artikel yang menentukan sampel dengan jenis stroke iskemik
(Luca et al 2015 & Invernizzi et al 2013), 2 artikel yang menggunakan sampel
dengan jenis stroke hemoragik dan iskemik (Nigar Gurbuz et al 2016 &
Ningthemba Yumnam et al 2019) sementara itu 1 artikel tidak menyebutkan jenis
stroke yang ditentukan dalam studinya (Lee, MM et al 2012). Artikel studi diteliti
merupakan penelitian kuantitatif dimana hasil dari artikel yang ditelaah berupa
angka-angka yang kemudian dianalisa (Sugiyono, 2017). Desain penelitian pada
kelima studi menggunakan randomized control trial dalam penelitiannya. Dimana
hasil analisis pada setiap artikel menjelaskan pengaruh terapi cermin terhadap
pemulihan motorik ekstremitas atas pasien stroke.
2. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan pada kelima studi ini meliputi Fugl-Meyer
Assessment (FMA) pada 3 artikel (Luca et al 2015, Nigar Gurbuz et al 2013 & Lee
MM et al 2012) yang digunakan untuk mengukur dimensi kelamahan motorik. FMA
dapat menilai secara kuantitatif dalam mengukur pemulihan motorik pada
ektremitas atas meliputi 18 item untuk bahu, siku, dan lengan,5 item pada
pergerlangan tangan dan 7 item untuk tangan serta 3 item untuk koordinasi yang
dinilai dengan rentang skro 0-2 dimana 0 : tidak mampu melakukan kinerja, 1 :
melakukan sebagian dan 2 : melakukan sepenuhnya. Skor maskimal FMA adalah
66.
57
Kemudian 4 artikel menggunakan Brunnstrom Stage pada penelitiannnya (Luca et
al 2015, Nigar Gurbiz et al 2016, Ningthemba yumnam et al 2019 & Lee MM et al
2012). Brunnstrom stage digunakan dalam manilai pemulihan motorik pasca stroke.
Merupakan instrument penelitian yang dapat di nilai secara kuantitatif yang terdiri
atas 6 tingkatan pemulihan motorik mulai dari flasiditas total hingga mampu bergerak
normal dimana pada tingkat 1 : flasiditas, tidak mampu menggerakan anggota tubuh
yang lumpuh , 2 : mampu menggerakan sebagian anggota tubuh yang lumpuh secara
volunter 3 : peningkatan spastisitas, 4 : penurunan spastisitas, 5 : spastisitas minimal,
mampu melakukan gerakan kombinasi yang lebih kompleks,6 : mampu menggerakan
angggota tubuh yang lemah secara normal dengan kecepatan yang normal.
Kemudian 2 studi menggunakan Skala Ashworh (Luca et al 2013 & Lee MM et al
2012) yang biasanya digunakan untuk menilai spastisitas pada pasien dengan lesi
pada sistem saraf pusat atau gangguan neurologis. Skor berkisar dari 0 : menunjukan
tidak ada resistansi hingga 5 : menunjukan kekakuan. 1 artikel (M. Invernizzi et al
2013) menggunakan Action Research Arm Test (ARAT) untuk menilai ektremitas
atas (koordinasi, ketangkasan dan fungsi) dalam pemulihan stroke. Terdiri atas 19
item yang terbagi atas 4 subtes yaitu menggenggam, memegang, mencubit dan
gerakan kasar lengan. 1 studi menggunakan Bhakta Test (Luca et al 2012) untuk
mengukur kemampuan fleksi jari dengan skor 0 : dapat mengepal tangan hingga 4 :
jari sepenuhnya terbuka.
Sementara itu instrument Functional Independence Measure (FIM) digunakan
untuk mengevaluasi tingkat kecacatan fungsional. FIM mengukur disfungsi fisik dan
kognitif dan kebutuhan akan bantuan yang terdiri atas 18 item. Terdapat 3 artikel
yang menggunakan instrument ini (Nigar Gurbuz et al 2016, Invernizzi et al 2013 &
Ningthemba yumnam et al 2019). 1 studi (Invernizzi et al 2013) menggunakan
manual functional test yang merupakan penilaian singkat fungsi motorik melalui
FIM.
58
Durasi intervensi terapi cermin pada kelima studi tersebut bervariasi mulai dari
15 menit hingga 1 jam setiap sesi. Penelitian oleh Niger gurbuz (2016)
memberikan terapi cermin selama 15 menit , 5 kali seminggu selama 4 minggu.
Penelitian Lee MM (2012) memberikan intervensi terapi cermin selama 25 menit,
selama 5 kali seminggu selama 4 minggu. Penelitian Luca (2015) memberikan
terapi cermin selama 30 menit, 5 kali seminggu selama 6 minggu, penelitian
Yamnam (2019) juga memberikan terapi cermin selama 30 menit, 3 kali seminggu
selama 4 minggu. 1 penelitian tidak menyebutkan secara rinci durasi intervensi
terapi cermin yang diberikan (Invernizzi et al 2013), pada studi ini terapi cermin
pada 2 minggu pertama di berikan dengan durasi 30 menit dan pada 2 minggu
terakhir diberikan selama 1 jam.
59
0,04 untuk kelompok eksperimen sedangkan pada kelompok kontrol hanya terjadi
perbaikan pada pergelangan tangan p<0,05. Kemudian pada Bhakta test hanya di
temukan perbaikan signifikan pada kelompok eksperimen dengan nilai 3,44 dan
SD= 0,52 menjadi 3,88 dengan SD= 0,33 dimana nilai p<0,04 sementara pada
kelompok kontrol tidak terdapat peningkatan yang signifikan.
Kemudian penelitian Nigar Gurbuz (2016) setelah pemberian terapi cermin
ditemukan adanya perbedaan signifikan antara sebelum dan sesudah pemberian
intervensi terapi cermin pada perbaikan motorik untuk kedua kelompok dalam
penilaian Brunnstrom stage dimana hasil p > 0,05. Kemudian pas skor FMA secara
statistik lebih tinggi pada post treatment di kelompok eksperimen yakni 27.1
dengan SD=14.5 dibandingkan kelompok kontrol 17.3 dengan SD=11.7 dimana
nilai p=0,047 (p<0,05). Sementara itu dalam skor FIM tidak ada perbedaan antara
kelompok eksperimen dan kontrol pada post-test dimana nilai p>0,05 namun
terdapat peningkatan yang signifikan pada kedua kelompok jika dibandingkan
dengan skor awal dengan hasil masing-masing p<0,001 dan p=0,001.
Pada penelitian Invernizzi (2013) menyebutkan pada studinya bahwa terdapat
peningkatan skor ARAT, FIM dan MI sebelum dan sesudah intervensi pada kedua
kelompok P< 0.05 dan ditemukan perbedaan signifikan antara kelompok
eksperimen dan kontrol setelah post-test dengan nilai p<0,001. Skor ARAT di
kelompok eksperimen yaitu 47,64 dengan SD=15.19 sedangkan pada kelompok
kontrol 33,67 dengan SD=20,33, kemudian penilaian FIM pada kelompok
eksperimen yakni 93,18 dengan SD=22,07 sedangkan pada kelompok kontrol 67,42
dengan SD=13,19. Pada MI kelompok eksperimen yaiu 76 dengan SD=21,78
sedangkan kelompok kontrol 51,58 dengan SD=24,74.
Selanjutnya pada penelitian Lee MM (2012) menemukan perbedaan yang
signifikan setelah pemberian terapi cermin pada kedua kelompok. Pada skor
brunnstrom stage lengan atas pada kelompok eksperimen meningkat 101% dari
1,76 dengan SD= 0,92 menjadi 3,53 dengan SD=1.33 sementara itu pada kelompok
kontrol meningkat 38% dari 1,82 dengan SD=1,14 menjadi 2,53 dengan SD=1,33.
Pada skor brunnstrom stage tangan pada kelompok eksperimen juga meningkat
60
101% dari 1,69 dengan SD=0,94 menjadi 3,61 dengan SD= 1,12 sedangkan pada
kelompok kontrol meningkat 1,61 dengan SD=0,96 menjadi 2,23 dengan SD=1,30.
Kemudian untuk skor manual functional test pada item ekstremitas atas,kelompok
eksperimen menunjukkan peningkatan sebesar 78%,sedangkan kelompok kontrol
meningkat 32%. Di item tangan, kelompok kontrol meningkat 32%, dibandingkan
dengan kelompok eksperimen, menunjukkan peningkatan yang signifikan sekitar
445 dimana hasil p-value <0,01.
Pada skor FMA pada item bahu/siku/lengan bawah pada kelompok eksperimen
yaitu 9,54 dengan SD=3.3 sedangkan pada kelompok kontrol 4,6 dengan SD=3,4.
Di item pergelangan tangan pada kelompok eksperimen yaitu 2,8 dengan SD=2,0
sedangkan pada kelompok kontrol 1,1 dengan SD=1,0. Kemudian pada item tangan
kelompok eksperimen adalah 4,2 dengan SD=3,4 dan pada kelompok kontrol 1,5
dengan SD=1,5. Pada item koordinasi skor FMA tidak ditemukan perbedaan yang
signifikan antara kedua kelompok.
Pada penelitian Yamnam (2019) pada skor FIM terjadi peningkatan pada kedua
kempok akan tetapi kelompok eksperimen memiliki skor lebih tinggi yaitu 34,11
dan 37,83 pada 1 dan 6 bulan pengamatan sedangkan pada skor brunnstrom stage
terjadi peningkatan pada kedua kelompok akan tetapi kelompok ekperimen
memiliki skor lebih tinggi yaitu 3,17 dan 4,22 pada 1 dan 6 bulan pegamatan
tindakan. Kemudian pada skala ashworth terdapat perubahan spastisitas siku dan
pergelangan tangan pada kedua kelompok namun tidak signifikan p>0,05.
61
BAB V
PEMBAHASAN
62
bahwa beberapa studi memasukan pasien dengan paralisis yang parah dan ada juga
yang mengecualikan. Menurut protokol terapi cermin susy & braun belum ada
ketentuan pasien terkait kemampuan motoriknya karena terapi cermin juga efektif
pada pasien stroke dengan paresis parah ataupun pada fladisitas paralisis, namun
pasien dengan kamampuan motorik yang lebih baik juga mendapatkan manfaat dari
terapi cermin. Pada dasarnya kriteria pasien yang diberikan terapi carmin pada 5
artikel tidak jauh dari ketentuan protokol terapi cermin oleh Susy & Braun.
Responden dalam dalam 5 studi ini rata-rata berada pada usia dewasa
pertengahan antara 35 hingga 65 tahun. Usia merupakan salah satu faktor resiko
terjadinya stroke walaupun tidak ada batasan usia untuk terserang stroke. Kejadian
stroke meningkat seiring bertambahnya usia, semakin tinggi usia seseorang maka
semakin tinggi kemungkinan terkena stroke (Yayasan Stroke Indonesia, 2012)
namun menurut Wayunah (2016) mengatakan serangan stroke saat ini telah bergeser
ke usia yang lebih muda yaitu sekitar 40 tahun. Seseorang pada usia < 55 tahun
memiliki resiko 2,56 kali lebih besar dari pada usia lanjut >55 tahun (Wayunah et al
2016). Sama halnya dalam penelitian Budi (2019) bahwa stroke lebih banyak terjadi
pada usia produktif yaitu pada 36-59 tahun. Walaupun begitu stroke merupakan
penyakit multifaktoral yang saling berhubungan dan mempengaruhi.
Berdasarkan 5 artikel yang di analisa, terdapat 4 artikel diantaranya dengan
sampel lebih banyak pada jenis kelamin laki-laki dari pada perempuan, 1 artikel
yang sampelnya lebih banyak pada perempuan dari laki-laki namun selisihnya tidak
terlalu jauh berbeda. Laki-laki kemungkinan lebih besar terkena stroke karena
banyaknya faktor penyerta lainnya yang menyebabkan stroke pada laki-laki
(Lingga, 2013) sementara itu pada perempuan setelah menopause maka resiko
terkena stroke juga lebih tinggi. Selanjutnya perbandingan sisi ektremitas atas yang
terganggu (hemiparesis) antara kanan dan kiri dalam sampel di artikel juga
bervariasi, 3 artikel menggunakan sampel dengan hemiparesis sisi kanan lebih
banyak dari sisi kiri, 1 artikel menyebutkan sisi kiri lebih banyak dari sisi kanan dan
1 artikel lagi menyebutkan jumlah sampel yang mengalami hemiparesis kiri dan
kanan seimbang.
63
Fungsi tubuh setiap sisi dikendalikan oleh hemisfer sisi sebaliknya. Fungsi
tubuh kanan di atur oleh hemisfer kiri dan fungsi tubuh kiri di atur oleh hemisfer
kanan (Cristian elim). Penelitian Gabriella et al 2020 menyebutkan sisi hemiparesis
kanan penderita stroke lebih besar proporsinya dari pada sisi kiri dimana ini
berkaitan dengan letak lesi di hemisfer serebri kiri yang lebih sering dijumpai dari
pada hemisfer kanan walaupun letak lesi stroke belum bisa diketahui secara pasti
dan masih didiskusikan para peneliti (Susanto et al 2019). Penting untuk
memperhatikan ekstremitas yang tidak terganggu karena idealnya ekstremitas
tersebut memiliki rentang gerak yang normal dan bebas dari nyeri. Jika tidak maka
nantinya dapat menghambat pelaksanaan terapi cermin pada pasien.
64
dapat dibagi menjadi 2 sesi pendek misalnya 10-15 menit setiap sesi dengan
diselingi waktu istirahat sebentar.
Pada artikel pertama yang dilakukan oleh Luca (2015) bahwa pada penilaian
awal tidak ditemukan perbedaan yang signifikan antar kedua kelompok
penelitian baik pada skor FMA, brunstrom stage, ashwort scale dan bakhta scale.
Namun setelah 6 minggu pemberian terapi cermin menunjukan adanya perbaikan
motorik yang lebih signifikan pada kelompok eksperimen untuk skor FMA
(p<0,01) sedangkan pada kelompok kontrol hanya ada perbaikan kecil untuk skor
FMA (p<0,05). Demikian juga ada brunnstrome stage kelompok eksperimen
(p<0,005) lebih signifikan meningkat dari pada kelompok kontrol (p<0,05) dan
pada ashwoth scale hanya terlihat peningkatan signifikan pada kelompok
eksperimen untuk item siku (p< 0,02) dan bakhta scale (p<004). Sementara itu
untuk item pergelangan tangan ashworth scale, kelompok eksperimen juga lebih
signifikan (p<0,04) dari pada kelompok kontrol (p<0,05). Hal ini menunjukan
bahwa dalam penelitian Luca (2015) pengaruh terapi cermin signifikan
meningkatkan pemulihan motorik lebih besar dari pada kelompok kontrol.
Namun walaupun begitu, jumlah sampel yang sedikit membuat hasil penelitian
ini tidak bisa digeneralisasikan sepenuhnya.
Kemudian pada artikel kedua oleh Gurbuz (2016) menyebutkan bahwa skor
FMA, brunstrome stage lengan dan tangan serta FIM self care tidak ditemukan
perbedaan antara kedua kelompok pada penilaian awal penelitian dimana nilai
p>0,05. Namun setelah pemberian terapi cermin terdapat perbedaan signifikan
nilai rata-rata skor FMA dibandingkan pada penilaian awal dimana P< 0,001
untuk kedua kelompok. Setelah 4 minggu pemberian terapi cermin pada
kelompok eksperimen terjadi peningkatan yang signifikanl lebih tinggi pada skor
FMA (P=0,047) dibandingkan kelompok kontrol. Sementara itu untuk
perbandingan nilai rata-rata penilaian awal dan post treatment pada brunstrom
65
stage lengan terdapat peningkatan signifikan pada kelompok eskperimen p =
0,001 dan kelompok kontrol p=0,008. Demikian pula pada brunnstrome stage
tangan kelompok eksperimen p=0,001 dan kelompok kontrol p=0,006. Akan
tetapi tidak terdapat perbedaan signifikan antara kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol pada brunnstrom stage lengan dan tangan.
Sedangkan pada skor FIM self care tidak ditemukan perbedaan nilai rata-rata
anatara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol setelah intervensi terapi
cermin (p> 0,05). Hal ini menunjukan bahwa ada peningkatkan pemulihan
motorik pada kelompok eksperimen setelah pemberian terapi cermin, kecuali
untuk penilaian FIM self care akan tetapi ada peningkatan yang signifikan yang
ditemukan jika dibandingkan dengan skor sebelum pengobatan pada kedua
kelompok dengan masing-masing p <0,001 dan p = 0,001. Hal ini menunjukan
bahwa pada penelitian oleh Gurbuz bahwa ada peningkatan pada Brunnstrom
stage dan skor FIM self care pada kedua kelompok, tetapi skor FMA pasca
perawatan secara signifikan lebih tinggi pada kelompok terapi cermin
dibandingkan pada kelompok kontrol.
Pada artikel ketiga oleh Intervizzi (2013) juga menyebutkan bahwa penilaian
awal pada skor ARAT, FIM self care dan MI tidak menunjukan adanya
perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok penelitian. Setelah 1 bulan
pemberian terapi cermin pada kelompok eksperimen menunjukan peningkatan
lebih tinggi untuk skor ARAT, MI dan FIM dibandingkan kelompok kontrol.
Pada ARAT nilai rata-rata kelompok eksperimen yaitu 93,18 dengan SD=22,07
dimana nilai p-value < 0,001. Kemudian untuk skor MI kelompok eksperimen
juga lebih signifkan meningkat yaitu 76 dengan SD=21,78 dibandingkan
kelompok kontrol 51,58 dengan SD= 24,74 dan p < 0,001. Sedangkan pada skor
FIM self care juga ditemukan perbedaan nilai rata-rata anatara kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol setelah intervensi terapi cermin (p> 0,001).
Hal ini menunjukan bahwa dalam penelitian intervizzi terapi cermin juga
memberikan pengaruh pada peningkatan pemulihan motorik pasien pasca stroke
lebih signifikan dari pada kelompok kontrol.
66
Kemudian pada artikel keempat oleh Yumnam (2019) menyebutkan bahwa
penilaian awal rata-rata skor FIM self care, brunnstrome stage dan skala
ashworth sebanding antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
Kemudian setelah tretmen terapi cermin terjadi peningkatan pemulihan motorik
dan fungsional pada kedua kelompok (p<0,05). Pada post treatment, jika
dibandingkan dengan kelompok kontrol, maka kempok eksperimen memiliki
skor yang signifikan lebih tinggi baik pada 1 bulan pengamatan ataupun 6 bulan
pengamatan. Peningkatan secara statistik diamati pada kelompok eksperimen
dibandingkan kelompok kontrol terhadap pemulihan motorik yang diukur dengan
brunnstrome stage yaitu 3,17 dengan SD=0,39 pada kelompok eksperimen dan
2,83 dengan SD= 0,38 untuk kelompok kontrol pada 1 bulan pengamatan.
Kemudian pemulihan motorik tersebut bertahan hingga 6 bulan pengamatan
pada kelompok eksperimen dimana nilai rata-ratanya menjadi 4,22 dengan
SD=0,42 sedangkan pada kelompok eksperimen menjadi 3,17 dengan SD=0,39.
Pada pengukuran spastisitas dengan skala ashworth siku dan pergelangan tangan
tidak ditemukan perbedaan signifikan antara kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol baik setelah 1 bulan pengamatan ataupun 6 bulan pengamatan
dimana nilai p = 0,23 untuk penilaian siku dan p=0,78 untuk pergelangan tangan.
Hal ini menunjukan dalam penelitian Yumnam bahwa terapi cermin efektif
dalam memulihkan fungsi motorik ektremitas atas dan aktifitas perawatan diri
sehari-hari pasien hemiplegia pasca stroke.
Pada artikel kelima oleh Lee (2012) menyebutkan bahwa tidak ditemukan
perbedaan signifikan pada penilaian awal pada skor FMA, brunnstrome stage dan
skor manual function test pada kedua kelompok penelitian. Setelah pemberian
terapi cermin terdapat perbedaan signifikan untuk nilai rata-rata saat pretest dan
posttest pada skor pemulihan motorik FMA, brunnstrome stage dan manual tes.
Untuk penilaian dengan FMA ditemukan peningkatan pada item bahu/ siku/
lengan sebesar 68%, kemudian untuk item pergelangan tangan sebesar 164% dan
tangan sebesar sekitar 250%, namun pada item koordinasi tidak terlihat
peningkatan yang signifikan pada kelompok ekspreimen. Sementara itu pada
67
penilaian pemulihan motorik dengan brunstrome stage lengan atas ditemukan
perbedaan signifikan pada pre dan post treatmen yaitu 1,8 dengan SD=0,9 pada
penilaian awal kemudian menjadi 3,5 dengan SD=1,3. Sementara itu untuk
brunsnstrome stage tangan dari 1.7 dengan SD=0,9 menjadi 3,6 dengan SD=1,1.
Selanjutnya untuk nilai rata-rata pada manual test juga menunjukan peningkatan
yaitu dari 6,4 dengan SD= 3,3 untuk bagian lengan sementara itu pada manual
test tangan menunjukan nilai rata-rata pretest sebelumnya 0,7 dengan SD=1,2
menjadi 3,8 dengan SD= 2,5. Hal ini menunjukan dalam penelitian oleh Lee
(2012) menegaskan bahwa program terapi cermin merupakan intervensi yang
efektif untuk memulihan motorik ekstremitas atas dan meningkatan fungsi
motorik pasien stroke akut.
Penelitian dari 5 artikel tersebut menunjukan kemampuan motorik yang
rendah pada pasien stroke sebelum dilakukan terapi cermin. Hal ini didasari
karena pasca serangan stroke tonus otot dapat menurun bahkan hilang (Gusty,
2012). Penderita stroke dapat mengalami masalah dalam bergerak misalnya
kelemahan pada satu atau kedua sisi tubuh, inkoordinasi bahkan spastisitas.
Dalam penelitian Wijaya (2017) menyebutkan bahwa sebelum dilakukan
rehabilitasi medik sebagian besar penderita stroke memiliki kemampuan fungsi
motorik yang rendah terutama pada ekstremitas superiornya.
Setelah pemerian terapi cermin pada kelima artikel penelitian tersebut
menunjukan bahwa penggunaan terapi cermin disamping terapi konvensional
dapat meningkatkan pemulihan motorik, spastisitas dan kemampuan fungsional
perawatan diri pada penderita stroke lebih signifikan dibandingkan pada
pemberian terapi konvensional saja. Menurut Rappajan (2015) Pemberian terapi
cermin pada program rehabilitasi stroke dapat meningkatkan pemulihan motorik
dan fungsional ektremitas atas yang hemiparetik. Serupa pada penelitian oleh
Park et al 2017 menyebutkan bahwa terapi cermin sangat efektif untuk
meningkatkan fungsi ektremitas atas dan kemampuan perawatan diri dalam
aktivitas sehari-hari. Pencitraan visual pada terapi cermin dapat menimbulkan
68
peningkatan aktivitas kortikospinal otak sehingga menimbulkan rangsangan
motorik (Sangkey, 2014).
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
69
B. Saran
1. Bagi Profesi Perawatan
Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan lagi pelayanan kesehatan dan
menjadikan terapi cermin sebagai salah satu tambahan intervensi pada
program rehabilitasi pasien stroke.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan penelitian ini dapat dijadikan acuan
untuk lebih memperluas ruang lingkup penelitian, seperti memperluas
kriteria inklusi (misalnya kriteria pasien stroke pada fase kronik dan lain-
lain) pada lebih banyak artikel lainnya
3. Bagi Penderita Stoke
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan untuk menjadikan terapi
cermin sebagai salah satu tambahan rehabilitasi pada penderita stroke karena
terapi cermin merupakan terapi yang murah dan sederhana tetapi dapat
meningkatkan pemulihan motorik bagi penderita.
.
70
DAFTAR PUSTAKA
71
Deconinck, F. J. et al., 2015. Reflections on Mirror Therapy : A Systematic Review
of the Brain. Neurorehabilitation and Neural Repair, 29(4), p. 34361.
Destro, M. F. & Rizzolatti, G., 2008. Mirror Neurons and Mirror System in Monkey
and Humans. Physiology, 23(3), pp. 171-179.
Dinas Kesehatan Kota Padang, 2018. Surveilans Kasus PTM dari Puskesmas Kota
Padang.
Dinata, C. A., Syafrita, Y. & Sastri, S., 2013. Gambar Faktor Resiko dan Tipe Stroke
pada Pasien Rawat Inap di Bagian Penyakit Dalam RSUD Kabupaten Solok
Selatan Periode 1 Januari-31 Juni 2012. Jurnal Kesehatan Andalas, 2(2), pp. 57-
61.
Enggarela, A., Muhartomo, H. & Setiawati, E., 2018. Perbedaan Keluaran Motorik
pada Pasien Stroke Iskemik pada saat Serangan Tertidur dan Terjaga. Jurnal
Kedokteran Diponegoro, 7(1), pp. 62-73.
Fabbri-Destro, M. & Rizzolatti, G., 2009. Mirror Neuron and Mirror System in
Monkeys and Human. Physiology, Volume 23, pp. 171-179.
Fadlulloh, S. F., Upoyo, A. S. & Hartanto, Y. D., 2014. Hubungan Tingkat
Ketergantungan dalam Pemenuhan Aktivitas Kehidupan Sehari-hari (AKS)
dengan Harga Diri Penderita Stroke di Poliklinik Syaraf RSUD Prof. Dr.
Margono Soekarjo Purwokerto. Jurnal Keperawatan Soedirman, 9(2), pp. 134-
145.
Farisi, M. I., 2010. Pengembangan Asessmen Diri Siswa (Student Self Assessment)
Sebagai Model Penilaian dan Pengembangan Karakter. Kongres Ilmiah
Nasional, pp. 1-10.
Foell, J., Bodmann, R. B., Diers, M. & Flor, H., 2014. Mirror Therapy for Phantom
Limb Pain : Brain Changes and Role of Body Representation. European
Journalof Pain, 18(5), pp. 729-739.
Ghani, L., Mihardja, L. K. & D., 2016. Faktor Resiko Dominan Penderita Stroke di
Indonesia. Buletin Penelitian Kesehatan, 44(1), pp. 49-59.
Guo, F. et al., 2016. The Neuronal Correlates of Mirror Therapy : A Functional
Magnetic Resonance Imaging Study On Mirror-induced Visual Illusions of
Ankle Movement. Brain Research, Volume 1639, pp. 186-193.
Gusty, R. P., 2012. Efektivitas Pemberian Mobilisasi Dini Terhadap Tonus Otot,
Kekuatan Otot, dan Kemampuan Motorik Fungsional Pasien Hemiparise Stroke
Iskemik. NERS Jurnal Keperawatan, 8(1), pp. 40-47.
72
Hasanah, M., Gofir, A. & Setyopranoto, I., 2019. Neurorehabilitasi Motorik Pasca
Stroke. Berkala Neurosains, 18(2), pp. 51-56.
Hung, Y. X., Hung, P. C., Chen, K. T. & Chu, W. C., 2016. What Do Stroke Patients
Look for in Game-based Rehabilitation. Medicine, 95(11), pp. 1-10.
Ingram, L. A. et al., 2019. The Upper limb Physiological Profile Assessment:
Description, Reliability, Normative Values and Criterion Validity. PloS One,
14(6), pp. 1-33.
Junaidi, I., 2011. Stroke Waspadai Ancamannya. Yogyakarta: ANDI.
Kesuma, N. M. T., Dharmawan, D. K. & Fatmawati, H., 2019. Gambaran Faktor
Risiko dan Tingkat Risiko Stroke Iskemik berdasarkan Risk Scorecard di RSUD
Klungkung. Intisari Sains Medis, 10(3), pp. 720-729.
Komaini, A., 2018. Kemampuan Motorik Anak Usia Dini. Depok: Rajawali Pers.
Langhu, P., Gowri, P. M. & Thenmozhi, P., 2018. Effectivennes of Mirror Therapy
Containing Functional Task on Upper Extremity Motor Function Among Patients
With Stroke. International Research Journal of Pharmacy, 9(9), pp. 182-186.
Lenze, E. et al., 2004. Significance of Poor Patient Participation in Physical and
Occupational Therapy for Funcition Outcome and Leght of Stay. Archives of
Physical Medicine and Rehabilitation, 85(10), pp. 1599-1601.
Liberati, A. et al., 2009. The PRISMA Statement for Reporting Systematic Reviews
and Meta-Analyses of Studies That Evaluate Health Care Interventions:
Explanation and Elaboration. Plos Medicine, 6(7), pp. 1-28.
Lingga, L., 2013. All About Stroke. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Luke, C., Dodd, K. & Brock, K., 2004. Outcome ofe the Bobath Concept on Upper
Limb Recovery Following Stroke. Clinical Rehabilitation, Volume 18, pp. 888-
898.
Moher, D. et al., 2015. Preferred Reporting Items for Systematic Review and Meta-
analysis Protocols (PRISMA-P) 2015 Statement. A Systematic Review, 4(1), pp.
2-9.
Muttaqin, A., 2011. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Persarafan.
Jakarta: Salemba Medika.
Natta, D. N. et al., 2015. Feasibility of A Self-rehabilitation Program for The Upper
Limb for Stroke Patients In Benin. Annals of Physical Rehabilitation Medicine,
58(6), pp. 322-325.
73
NINDS, 2020. Stroke Hope Through Research, Bethesda: National Institute of
Neurological Disorders and Stroke.
Nurbaeni, J., Sudiana, I. K. & H., 2010. Latihan ROM Lengan Meningkatkan
Kekuatan Otot Pada Pasien Pasca Stroke. Jurnal Ners, 5(1), pp. 15-20.
Nursalam, 2020. Penulisan Literature Review dan Systematic Review pada
Pendidikan Kesehatan (Contoh). Surabaya: Fakultas Keperawatan Universitas
Airlangga.
Park, J.-Y., Chang, M., Kim, M.-K. & Kim, H.-J., 2015. The Effect of Mirror
Therapy on Upper Extremity Function and Activities of Daily Living in Stroke
Patients. Journal of Physical Therapy Science, 27(6), pp. 1681-1683.
Poske, U. & Gandevia, S. C., 2012. The Proprioceptive Senses Their Roles In
Signaling Body Shape, Body Position, and Movement and Muscle Force.
Physiological Reviews, 92(4), pp. 1651-1697.
Potter, P. & Perry, A., 2012. Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC.
Purba, M. M. & Utama, N. R., 2019. Disabilitas Klien Pasca Stroke Terhadap
Depresi. Jurnal kesehatan, 10(3), pp. 346-353.
Purnamayanti, N. K. D., Usemahu, N. Y. P., M, F. H. & Layun, M. K., 2020.
Aplikasi Latihan Gerak dengan Berbagai Pendekatan Pada Pasien Stroke.
Jurnal Kesehatan, 13(1), pp. 22-34.
Radajewska, A. et al., 2017. Effectiveness of Mirror Therapy for Subacute Stroke in
Relation to Chosen Factors. Rehabilitation Nursing Journal, 42(4), pp. 223-
229.
Ramachandran, V., Ramachandran , D. R. & Cobb, S., 1995. Touching The Phantom
Limb. Nature, Volume 377, pp. 489-490.
Ramachandran, V. S. & Eric, A. L., 2009. The Use of Visual Feedback, in Particular
Mirror Visual Feedback, in Restoring Brain function. Brain, Volume 132, pp.
1693-1710.
Rianawati, S. B. & Munir, B., 2016. Buku Ajar Neurologi. Jakarta: Sagung Seto.
Rilantono, L. I., 2015. 5 Rahasia Penyakit Kardiovaskular (PVK). Jakarta: Badan
Penerbit FKUI.
Robinson, J. M. & Saputra, L., 2014. Buku Ajar Visual Nursing Medikal Bedah Jilid
1. Tanggerang Selatan: Binarupa Aksara Publisher.
Rothgangel, A. & Braun, S., 2013. Mirror Therapy : Practical Protocol for Stroke
Rehabilitation. Munich: Pflaum Verlag.
74
Sengkey, L. S. & Pendeiroth, P., 2014. Mirror Therapy in Stroke Rehabilitation.
Jurnal Biomedik, 6(2), pp. 84-90.
Shumway-Cook, A. & Wollacott, M. H., 2016. Motor Control: Translating Research
into Clinical Practice. 5 ed. USA: Lippincott Williams & Wilkins.
Suhartini, B., 2010. Pemulihan Kontrol Motorik Penderita Stroke Dengan Motor
Learning Programme. Medikora, pp. 37-43.
Susanto, 2010. CEKAL (Cegah & Tangkal) Penyakit Modren. Yogyakarta: ANDI.
Syaitibi, M. M., 2014. Pengaruh Trunk Control Activity terhadap Tingkat
Kemandirian Aktivitas Kehidupan Sehari-hari (Activity of Daily Living) Pasien
Pasca Stroke. Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan, 3(1), pp. 15-22.
Thieme H, et al., 2018. Mirror Therapy for Improving Motor Function After Stroke.
Cochrane Database of Systematic Review, Volume 7.
Venketasubramanian, N., Yoon, B. W., Pandian, J. & Navvaro, J. C., 2017. Stroke
Epidemiology in South, East, and South-East Asia : A Rivew. Journal of
Stroke, 19(3), pp. 286-294.
WHO, 2019. Global Burden of Stroke.
Wijaya, B. J., 2017. Fungsi Motorik Ekstermitas Penderita Stroke Iskemik Pasca
Rehabilitasi. Syifa' Medika, 8(1), pp. 26-29.
Wirawan, R. P., 2009. Rehabilitasi Stroke pada Pelayanan Kesehatan Primer.
Majalah Kedokteran Indonesia, 59(2), pp. 61-71.
Wittmann, F. et al., 2016. Self-directed Arm Therapy At Home After Stroke With A
Sensor-based Virtual Reality Training System. Journal of NeuroEngineering
and Rehabilitation, 13(75), pp. 1-120.
WSO, 2019. Global Stroke Fact Sheet, s.l.: s.n.
Wu, C. Y. et al., 2013. Effects of Mirror therapy on Motor and Sensory Recovery in
Chronic Stroke : A Randomized Controlled Trial. Physical Medicine and
Rehabilitation, 94(6), pp. 1023-1030.
Yonata, A. & Prataama, A. S. P., 2016. Hipertensi sebagai Faktor Pencetus
Terjadinya Stroke. Jurnal Mojority, 5(3), pp. 17-21.
Yulianto, A., 2011. Mengapa Stroke Menyerang Usia Muda. Jakarta: Buku Kita.
Zhang, J. J., Fong, K. N., Walage, N. & Liu, K. P., 2018. The Activation of Mirrror
Neuron System during Action Observation and Action Execution with Mirror
Visual Feedback in Stroke : A Systematic Review. Neural Plasticity, pp. 1-14.
75
76
Lampiran 1. Jadwal Kegiatan Penelitian
Nama : Eva Afriyanti Yuningsih
No.Bp : 1611311021
52
Lampiran 2. Curriculum Vitae
Curriculum Vitae
A. Biodata Pribadi
Agama : Islam
B. Riwayat Pendidikan
52