Konseppenyelidikanklb
Konseppenyelidikanklb
2. Pengertian
Penyelidikan Epidemiologi Dan Penelitian Epidemiologi
Penyelidikan epidemiologi sebenarnya tidak berbeda dengan “penelitian
epidemiologi”, tetapi karena situasi memerlukan adanya penyesuaian lapangan.
Biasanya, penelitian epidemiologi dilaksanakan dengan persiapan yang matang,
metode penelitian dipilih dan dirumuskan dengan cermat, orang-orang dan sasaran
penelitian dipilih dan dihitung dengan cermat, tenaga pelaksana penelitian mendapat
pedoman dan pelatihan terstruktur, organisasi penelitian dibangun dari tim inti peneliti
sampai ke petugas-petugas di lapangan.
Sementara, penyelidikan epidemiologi dilaksakan dalam keadaan yang sifatnya
mendadak, tergesa-gesa karena informasi hasil kerja penyelidikan epidemiologi
ditunggu banyak orang dan menimbulkan tekanan psikologis yang berat. Penyelidikan
epidemiologi diselenggarakan dalam keterbatasan waktu untuk persiapan, kurangnya
informasi awal sebelum dilakukan kegiatan lapangan, dan keterbatasan sumber daya
yang bisa digerakkan, baik tenaga profesional, sarana dan biaya, yang bisa berakibat
timbulnya banyak kendala di lapangan, dan beberapa data penyelidikan penting bisa
tidak terdata dengan baik.
Dengan adanya keterbatasan ini, bukan berarti penyelidikan epidemiologi tidak
memerlukan persiapan dan perumusan metode-metode penyelidikan yang baik, justru
kecepatan mempersiapkan metode dan kerja tim yang baik, dalam situasi serba terbatas
tersebut, menjadi persyaratan utama bagi tim yang akan melakukan penyelidikan.
Pada penelitian, biasanya proposal dibuat sebelum penelitian, kemudian
proposal tersebut diikuti tanpa ada perubahan. Pada penyelidikan, perubahan situasi
KLB seringkali tidak terduga dengan cermat, oleh karena itu, metode-metode
penyelidikan epidemiologi yang telah dirancang sebelum ke lapangan, bisa jadi
memerlukan penyesuaian saat di lapangan, bahkan bisa sangat berbeda dengan metode
semula.
Pada penelitian, biasanya, laporan dibuat setelah serangkain kegiatan penelitian
sesuai proposal telah dilaksanakan sepenuhnya, kemudian data dikaji dengan cermat,
dan dibahas berungkali untuk mendapatkan hasil analisa yang betul-betul terjaga
kualitasnya. Sedang pada penyelidikan, setiap tahap temuan penyelidikan segera
diinformasikan kepada tim penanggulangan agar dapat digunakan sebagai dasar
dilakukan tindakan tertentu.
KLB, WABAH, CLUSTER.
Kejadian luar biasa penyakit menular adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian
kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam
kurun waktu tertentu dan merupakan keadaan yang menjurus pada terjadinya wabah.
(PP No.40, 1991)
Yang dimaksud ”suatu daerah” pada pengertian KLB penyakit tersebut dapat berupa :
a. Lokasi atau populasi terbatas seluas pemukiman tertentu, antara lain sekolah,
pondok pesantren, dukuh atau pada lokasi atau populasi yang lebih luas, termasuk
yang berbeda secara administrasi pemerintahan antara lain desa, kecamatan,
kabupaten/kota, atau provinsi atau beberapa provinsi
b. Cluster penyakit tertentu, misalnya antara satu penderita dengan penderita lain
yang berbeda lokasi tinggal, tetapi terhubung secara epidemiologi, misalnya pernah
kontak satu sama lain, memiliki sumber infeksi yang sama, dan sebagainya.
Wabah penyakit menular yang selanjutnya disebut wabah adalah kejadian
berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya
meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah
tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka (UU no.4, 1984). Dilihat dari
pengertiannya, wabah dan KLB penyakit menular adalah sama, tetapi wabah ditetapkan
oleh Menteri Kesehatan.
Cluster kasus adalah terdapatnya sejumlah penderita penyakit yang berhubungan satu
dengan yang lainnya, baik karena keterkaitan dalam rangkaian penularan agen penyakit,
atau karena adanya keterkaitan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit.
Biasanya batas KLB dan cluster, pada cluster masih belum jelas populasi berisikonya,
sehingga attack rate belum bisa diperkirakan atau belum bisa dinyatakan terjadi
peningkatan jumlah kasus atau tidak.
Faktor risiko sakit
Pada penyelidikan epidemiologi sering kita menghimpun data untuk mengetahui faktor
risiko sekelompok orang menjadi sakit. Dibawah ini dibahas risiko dan faktor risiko.
Risiko adalah besarnya kemungkinan suatu tindakan atau paparan tertentu
menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan. Contoh merawat pasien covid tidak
menggunakan masker berisiko tertular covid
Faktor risiko sakit adalah karakteristik seseorang atau lingkungan sekitarnya yang
dapat meningkatkan kemungkinan orang tersebut menderita sakit, Contoh jenis
kelamin merupakan faktor risiko mengalami sakit diare, imunisasi campak merupakan
faktor risiko menderita sakit campak. Faktor risiko akan banyak dibahas pada bahasan
epidemiologi deskriptif
Studi epidemiologi deskriptif
Menggambarkan situasi populasi tertentu dengan cara mendistribusikan,
membandingkan dan menghubungkan kelompok-kelompok yang ada pada populasi
tersebut menurut waktu, tempat dan karakteristik individu., missal jumlah kelompok
laki-laki dan perempuan, kelompok yang mendapat imunisasi dan tidak mendapat
imunisasi.
Studi epidemiologi analitik
Menggambarkan hubungan satu kondisi dan kondisi tertentu lainnya atau
menggambarkan hubungan sebab dan akibat, atau hubungan antara independent dan
dependent
3. Studi Epidemiologi Deskriptif
a. Pengertian
Penyelidikan epidemiologi dapat dilaksanakan dengan menerapkan studi epidemiologi
deskriptif atau studi epidemiologi analitik. Kedua studi ini telah dibahas pada bahasan
epidemiologi dasar.
Desain epidemiologi deskriptif pada penyelidikan epidemiologi suatu KLB merupakan
cara menganalisa suatu populasi dengan membagi (mendiskripsikan atau
mendistibusikan) sekelompok populasi tersebut dalam kelompok-kelompok tertentu,
misalnya kelompok laki-laki dan kelompok perempuan, kelompok yang mendapat
imunisasi dan kelompok yang tidak mendapat imunisasi.
Contoh penerapan epidemiologi deskriptif, digunakan data kejadian luar biasa campak
pada Kelurahan Pamulang, Juli 2020 (contoh)
TABEL 1
Distibusi Anak Balita di Kelurahan
Pamulang, Menurut Jenis Kelamin
Pada KLB Campak, Juli 2020
Jenis Kelamin Jumlah Prosentase
Laki-laki 90 45 %
Perempuan 110 55 %
Jumlah 200 100 %
*) wawancara dari rumah ke rumah di
kelurahan Pamulang (contoh)
TABEL 2
Distibusi Anak Balita di Kelurahan
Pamulang , Menurut Status Imunisasi
Campak. Pada KLB Campak, Juli 2020
Status Imunisasi Jumlah Prosentase
Imunisasi 160 80 %
Tidak imunisasi 40 20 %
Jumlah 200 100 %
*) wawancara dari rumah ke rumah di
kelurahan Pamulang (contoh)
Disamping desain epidemiologi deskriptif, terdapat desain epidemioilogi analitik.
Desain epidemiologi analitik merupakan cara menunjukkan besarnya pengaruh sebab
tertentu (misalnya imunisasi) yang dapat mendorong terjadinya suatu akibat pada suatu
populasi tertentu yang mengalami KLB (contoh, sebab tidak mendapat imunisasi
campak, maka berakibat timbulnya sakit campak). Sebab tersebut bisa agen tertentu,
atau faktor risko atau kondisi yang mempengaruhi timbulnya suatu akibat tertentu.
Contoh sebab → akibat, anak yang tidak mendapat imunisasi campak dapat menderita
sakit campak (berisiko) sebesar 5 kali dibandingkan anak yang telah mendapat
imunisasi campak.
Seringkali beberapa sebab atau faktor risiko itu kombinasi mempengaruhi timbulnya
akibat, dan oleh karena itu, pada kelompok tertentu bisa mempunyai akibat yang
berbeda, karena adanya perbedaan sebagian dari multi sebab atau faktor risiko. Contoh
lihat pada tabel skematis dibawah ini :
TABEL 3
Besarnya Risiko Sakit Campak
Berdasarkan Status Imunisasi Campak dan Jenis Kelamin
Kelompok Besarnya Risiko Sakit Campak
Gabungan anak anak yang tidak mendapat imunisasi campak dapat menderita sakit
kelompok laki- campak sebesar 5 kali dibandingkan anak yang telah mendapat
laki dan imunisasi campak
perempuan
Kelompok anak anak laki-laki yang tidak mendapat imunisasi campak dapat
laki-laki menderita sakit campak sebesar 6 kali dibandingkan anak laki-laki
yang telah mendapat imunisasi campak
Kelompok anak anak perempuan yang tidak mendapat imunisasi cepat dapat
perempuan menderita sakit campak sebesar 4 kali dibandingkan anak
perempuan yang telah mendapat imunisasi campak
Kedua desain epidemiologi tersebut adalah sama pentingnya, karena hasil penerapan
desain epidemiologi analitik dapat menentukan beratnya masalah karena adanya sebab
atau kondisi tertentu, sedang hasil penerapan desain epidemiologi deskriptif dapat
menggambarkan besarnya (jumlah) atau luasnya wilayah atau kelompok masyarakat
yang mempunyai masalah
b. Tujuan
Tujuan pendataan dan analisa dengan desain epidemiologi deskriptif ini adalah :
a. menggambarkan perkembangan kejadian dari waktu ke waktu,
b. menampilkan sebaran pada suatu wilayah tertentu
c. membandingkan antar wilayah atau kelompok-kelompok populasi, baik
berdasarkan jumlah, prosentase, risiko atau rasio
Data gejala dihimpun sedemikian rupa untuk memastikan dugaan penyakit penyebab
KLB yang dicurigai, dan menyingkirkan kemungkinan dugaan penyakit penyebab KLB
yang lain. Pada contoh didata jumlah kasus dengan gejala dan tanda penyakit campak,
tetapi juga mendata kasus dengan tanda perdarahan untuk menyingkirkan kemungkinan
penyebab penyakit karena demam berdarah dengue (mimisen, perdarahan gusi, diare
dengan darah/melena, dsb)
d. Deskripsi kasus menurut waktu, tempat dan orang (kurva epidemi, analisa
deskriptif faktor risiko umur, jenis kelamin, wilayah, dsb)
1) Kurva Epidemi
Desain epidemiologi deskriptif dapat menggambarkan perkembangan kejadian dari
waktu ke waktu, sebaran dan perbandingan menurut wilayah atau kelompok-
kelompok, baik berdasarkan jumlah, prosentase, risiko atau rasio. Untuk
menunjukkan gambaran perkembangan kejadian dari waktu ke waktu perlu dibuat
kurva epidemi.
Biasanya kurva epidemi adalah grafik histogram, atau polygon, tetapi seringkali
digambarkan juga dengan jenis grafik lainnya.
Ciri kurva epidemi (grafik histogram), seperti grafik susunan balok atau batu bata,
tetapi tidak ada celah diantara 2 balok, setiap satuan balok/batu bata menunjukkan
jumlah kasus/balok dan dituliskan dalam keterangan gambar grafik.
Grafik ini menggambarkan “jumlah kasus” menurut “waktu” : tanggal onset,
tanggal berobat, tanggal laporan adanya kejadian, sesuai dengan jenis data yang
tersedia
Untuk membuat kurva epidemi, pertama-tama dilakukan pengelompokan data
menurut tanggal kejadian, dimana tanggal kejadian yang tidak ada kasus tetap
harus ditulis dengan jumlah kasus “0”
Pada grafik histogram tersebut dapat ditetapkan besarnya masalah KLB :
● KLB dimulai, ditetapkan oleh tim epidemiolog kesehatan yang mengadakan
penyelidikan epidemiologi, berdasarkan tanggal mulai terjadi kenaikan secara
bermakna. Pada grafik tersebut kita tetapkan 13 Juli merupakan tanggal mulai
terjadi KLB
● KLB berakhir, ditetapkan juga oleh tim epidemiolog kesehatan. Pada grafik tersebut
kita tetapkan akhir KLB adalah tanggal 15 Juli. Bisa jadi, pada saat penyelidikan
dilaksanakan KLB masing berlangsung, maka KLB dinyatakan belum berakhir saat
penyelidikan dilakukan.
● Jumlah kasus dan meninggal. Jumlah kasus merupakan jumlah kasus dalam periode
KLB. Pada grafik tersebut jumlah kasus adalah jumlah kasus selama periode KLB,
yaitu jumlah kasus antara tanggal 13 Juli (awal KLB) dan tanggal 15 Juli (akhir
KLB) sebesar 2+3+1= 6 kasus, dengan jumlah kasus meninggal 1 kasus meninggal
● Pola KLB. Pada KLB penyakit menular pola KLB biasanya adalah common source,
yaitu kasus-kasus yang ada dalam satu periode KLB merupakan kasus-kasus yang
ditularkan 1 kasus lain yang tidak ada dalam periode KLB tersebut, baik langsung
maupun tidak langsung. Ciri pola common source adalah periode KLB cukup
pendek sama atau kurang dari selisih masa inkubasi terpanjang dan terpendek
penyakit penyebab KLB (masa inkubasi campak 10-14 hari)
Pola KLB lain adalah propagated source, yaitu kasus-kasus yang ada dalam satu periode
KLB ditularkan oleh kasus-kasus lain, kasus-kasus tersebut terus menularkan lagi
kepada kasus-kasus berikutnya.
2) Gambaran epidemiologi menurut jenis kelamin dan umur
Gambaran epidemiologi menurut jenis kelamin adalah mendiskripsikan kasus-kasus
KLB sesuai dengan kelompok jenis kelaminnya, demikian juga untuk kelompok umur.
Mendiskripsikan kasus-kasus menurut jenis kelamin dan kelompok umur terdiri atas
data populasi berisiko, data kasus, data kasus meninggal, analisa besarnya risiko sakit,
dan analisa besarnya risiko meninggal diantara kasus
Besarnya risiko sakit diartikan sebagai besarnya kemungkinan orang-orang pada
populasi yang sedang terjadi KLB akan menderita sakit selama periode KLB
Jenis kelamin dan umur merupakan deskripsi yang sering dibuat oleh para epidemiolog
kesehatan, karena hampir semua penyakit selalu dipengaruhi oleh perbedaan jenis
kelamin dan umur. Risiko menderita sakit campak, sangat dipengaruhi perbedaan umur.
TABEL 7
TABEL 8
TABEL 9
Kesimpulan analisa ukuran attack rate : risiko anak-anak yang tidak mendapat
imunisasi campak adalah sebesar 30 kasus per 100 populasi anak, sedangkan risiko
anak-anak yang telah mendapat imunisasi campak adalah sebesar 8,9 kasus per 100
populasi anak. Demikian juga untuk analisa risiko kematian diantara kasus.
4) Gambaran epidemiologi menurut tempat
Cara sederhana untuk menggambarkan masalah KLB adalah dengan cara
mendeskripsikannya dalam wilayah-wilayah yang lebih kecil, sehingga terlihat
gambaran masalah yang lebih teliti menurut wilayah.
Pada umumnya, mendeskripsikan KLB menurut wilayah dalam bentuk tabel, grafik,
dan yang baik dalam bentuk peta. Contoh dibawah ini, mendeskripsikan KLB campak
menurut wilayah RT dalam bentuk tabel, grafik dan peta.
TABEL 11
GAMBAR 6
Keterangan
Guna grafik bar adalah membandingkan antar kelompok, dan untuk membandingkan
risiko selalu dalam bentuk perbandingan rate, bukan prosentase atau jumlah (absolut)
5) Pemetaan
Area map
Perbandingan risiko (rate) juga bisa digambarkan dalam suatu peta sederhana, peta
seperti itu disebut area map. Masing-masing wilayah dikelompokkan dalam kelompok
berisiko tinggi, sedang dan rendah dengan membuat batasan sesuai kebutuhan analisa.
Karena dikelompokkan tersebut, maka detail perbedaan risiko antar wilayah hilang.
GAMBAR 7
Spot map
Untuk mengetahui sebaran kasus yang dihubungkan dengan keberadaan lokasi tertentu,
misal lokasi Puskesmas, sekolah, warung, sungai dan lokasi tertentu sebagai faktor
risiko yang dicurigai, dapat digunakan peta sebaran kasus. Peta tersebut disebut spot
map
Bagaimanapun, dengan melihat kepadatan sebaran kasus, spot map dapat juga
digunakan untuk membandingkan banyaknya kasus antar wilayah. Serial Spot map
menurut tanggal, minggu, spot map dapat digunakan menunjukkan perkembangan
kasus dari waktu ke waktu menurut wilayah
GAMBAR 8
Kesimpulan analisa :
● Risiko sakit campak tertinggi di RT 14 (AR 66,7 / 100 balita)
● Secara umum sebaran kasus (bulat merah) adalah lebih tinggi di RT 13
dibandingkan RT 14, sedang RT 12 tidak terlihat adanya kasus.
Sebaran kasus meninggal hanya terlihat di RT 13.
Kecenderungan
Salah satu manfaat histogram adalah menilai kecenderungan perkembangan KLB dari
waktu ke waktu. Ini ditetapkan pada waktu penyelidikan dilaksanakan. Kecenderungan
KLB dapat ditetapkan sebagao berikut :
a. Menguji dugaan agen penyebab KLB dengan analisis distribusi Gejala Kasus-
kasus pada periode KLB.
TABEL 12
Distibusi 26 Kasus Menurut Gejala
Pada KLB Demam, Kel. Pamulang, Juli
2020
Gejala Gabungan Jumlah Prosentase
Demam 26 100 %
Batuk 20 76,9 %
Pilek 8 30,8 %
Bercak 22 84,6 %
Sesak nafas 4 15,4 %
Trombositopenia 0 0%
Hematokrit 0 0%
Perdarahan 0 0%
Kesimpulan
Berdasarkan gambaran distribusi gejala, KLB demam tersebut kemungkinan besar
bukan karena demam berdarah dengue (sudah bisa disingkirkan), karena tidak adanya
kasus-kasus dengan tromobositopenia, hematokrit dan perdarahan (mimisen, tes
perdarahan, dsb).
Berdasarkan gambaran distribusi gejala, KLB demam tersebut masih terdapat
kemungkinan karena campak (belum bisa disingkirkan)
Bercak campak dan bercak pada demam berdarah dengue menunjukkan gambaran
klinis yang berbeda, dan oleh karena itu, sangat penting untuk mendapatkan
pemeriksaan oleh dokter untuk memastikan jenis bercak yang ada pada kasus-kasus
yang dicurigai.
Kesimpulan analisis
Berdasarkan daftar Distribusi Gejala Kasus-Kasus Yang Bisa diperiksa dapat
ditentukan bahwa :
• Campak “masih dicurigai” sebagai agen penyebab (etiologi). Frekuensi gejala
yang menunjukkan bukan campak tidak ada, yaitu trombositopenia, hematokrit,
perdarahan. Sedang gejala yang menunjukkan campak cukup besar.
• Demam berdarah dengue “dipastikan bukan” sebagai penyebab (etiologi) KLB
karena tingginya kasus sesak nafas dan batuk pilek yang tidak mengindikasikan
sebagai demam berdarah dengue, dan gejala utama pada demam berdarah dengue
: trombositopenia, hematokrit dan perdarahan adalah tidak ada atau dalam jumlah
yang sangat sedikit.
Metode pembuktian terbalik inilah yang dilakukan, bukan sebaliknya. Ingat !!!
c. Menguji dugaan agen penyebab KLB dengan masa inkubasi kasus KLB
Pada KLB penyakit menular langsung, misalnya campak, difteri, frambusia, dsb, masa
inkubasi kasus dapat ditentukan berdasarkan masa inkubasi kasus sekunder sejak
kontak dengan kasus primer atau kasus indeks.
Prinsip 1 : jika masa inkubasi kasus-kasus sekunder lebih panjang dari masa inkubasi
terpanjang dugaan etiologi, maka dugaan etiologi adalah tidak benar dan
dapat disingkirkan sebagai dugaan etiologi
Prinsip 2 : jika masa inkubasi kasus-kasus sekunder lebih pendek dari masa inkubasi
terpendek dugaan etiologi, maka dugaan etiologi adalah tidak benar dan
dapat disingkirkan sebagai dugaan etiologi
d. Menguji dugaan agen penyebab KLB dg kejadian KLB yang sering terjadi di
wilayah !!
Apabila data KLB di suatu wilayah cukup lengkap, maka apabila terjadi KLB penyakit
menular tertentu akan diduga sebagai KLB dari suatu penyakit yang sering terjadi di
wilayah tersebut, terutama apabila gejala-gejala klinis sama atau mirip.
Informasi ini jelas memperkuat bukti tentang dugaan etiologi KLB yang terjadi di suatu
wilayah.
e. Menguji dugaan agen penyebab KLB dengan uji spesimen kasus KLB.
Ingat!! Diuji pada etiologi KLB yang telah diduga !!
Pada KLB penyakit menular, seringkali dilakukan pengujian spesimen dari kasus-kasus
yang dicurigai. Hasil pengujian spesimen dapat digunakan sebagai bukti kebenaran
sebuah dugaan etiologi KLB.
Prinsip :
Agen racun etiologi KLB ditetapkan jika ada konsistensi hasil analisis distribusi gejala,
periode KLB, masa inkubasi KLB dan hasil pengujian spesimen. Jika ada perbedaan,
perlu dikaji ulang setiap langkah analisis tersebut
Agen penyakit (mikroorganisme) masuk kedalam tubuh seseorang, dan mulai terjadi
perubahan patologis pada tubuh orang tersebut (infektivitas). Pada awal perubahan
patologis tidak terlihat, tidak ada gejala, dan kemudian sebagian orang mulai
menunjukkan gejala dan tanda penyakit (pathogenesis). Gejala yang muncul bisa
berbeda-beda satu orang dengan orang lain, ada yang menunjukkan gejala lengkap, ada
yang sebagian gejala saja, ada yang menunjukkan gejala yang berat, cacat dan
meninggal, ada yang bergejala ringan (virulemsi)
Infektivitas adalah proporsi orang-orang yang terpapar agent penyakit yang kemudian
menjadi terinfeksi. Patogenitas adalah proporsi orang yang terinfeksi kemudian
menunjukkan tahapan klinis (gejala dan tanda penyakit). Virulensi adalah proporsi
kasus klinis yang kemudian menderita sakit berat atau meninggal.
Setiap agen penyakit mempunyai masa inkubasi tertentu, yaitu waktu sejak terpapar
agen penyakit sampai timbulnya gejala. Beberapa jenis penyakit sudah menunjukkan
penularan selama masa penularan, termasuk kasus-kasus carrier, sebagian yang lain
menunjukkan penularan sejak mulai timbul gejala, tetapi penyakit lain nahkan masih
menularkan penyakitnya dalam masa penyembuhan
6) Analisa kontak
Sumber penularan bisa diidentifikasi melalui pelacakan kontak, yaitu
mengidentifikasi orang-orang sakit, atau carier yang pernah bertemu sesuai dengan
masa inkubasi dan sifat kontak. Beberapa kasus yang pernah kontak dengan
seseorang yang sama adalah sangat mungkin merupakan sumber penularan
langsung.
7) Analisa media
Media, alat, sarana, ruangan, lokasi yang digunakan oleh beberapa kasus dan sesuai
dengan masa inkubasi agen penyakit yang dicurigai juga dapat mengarahkan pada
identifikasi sumber penularan
Dugaan media, alat, sarana, ruangan dan lokasi sebagai sumber penularan dapat
diperoleh dari analisa epidemiologi deskriptif.
8) Analisa kuman
Peta genetik dari agen penyebab kasus-kasus yang dicurigai juga dapat
mengarahkan pada sumber-sumber penularan
Secara umum, penetapan besar masalah KLB diperoleh dari studi epidemiologi deskriptif, yaitu
diperolehnya informasi tentang :
1) Jumlah kasus dan meninggal pada periode KLB dan besar risiko sakit pada populasi
dimana KLB itu terjadi (attack rate dan case fatality rate)
2) Waktu kejadian sesuai dengan jenis KLB, bisa tanggal, jam atau minggu terjadinya
KLB (mulai dan akhir kejadian)
3) Periode KLB atau waktu dalam satuan waktu tertentu sejak mulai KLB sampai dengan
akhir KLB atau waktu saat dilakukan penyelidikan apabila KLB dinyatakan belum
berakhir
4) Lokasi terjadinya KLB. Bisa saja berupa wilayah kelurahan, kecamatan,
kabupaten/kota, lokasi khusus, seperti di sekolah, barak pengungsian, atau kelompok
masyarakat tertentu (kelompok wisata remaja kampong Pulo, dsb)
5) Penjelasan tentang pola kecenderungan KLB dan perkembangannya kedepan
6) Faktor-faktor yang mempengaruhinya besarnya masalah, baik temuan berdasarkan
studi epidemiologi deskriptif, maupun hasil studi epidemiologi analitik pada KLB
7) Penjelasan lebih spesifik dari besar masalah tersebut (specific attack rate)
Seringkali, besar masalah KLB dibandingkan dengan kejadian yang sama di wilayah tersebut
dimasa sebelum KLB saat ini, atau dibandingkan dengan kejadian yang sama di wilayah lain,
dan juga bisa dibandingkan dengan data insiden (data studi populasi atau data laporan fasilitas
pelayanan)
7. Penetapan KLB
Kejadian luar biasa penyakit menular dan keracunan biasanya ditetapkan oleh pimpinan
instansi kesehatan wilayah tertentu, agar dapat segera dilakukan tindakan penanggulangan
yang sesuai dalam situasi KLB sebagaimana diatur dalam ketentuan perundangan.
Pada peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1501/MENKES/PER/X/2010 tentang Jenis
Penyakit Menular Tertentu Yang Dapat Menimbulkan Wabah Dan Upaya Penanggulangan dan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2 tahun 2014 tentang KLB keracunan makanan , pejabat
yang mendapat kewenangan menetapkan adanya KLB penyakit menular dan keracunan
makanan adalah kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Kepala Dinas Provinsi dan Menteri
Kesehatan 1) & 2).
1
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1501/MENKES/PER/X/2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu
Yang Dapat Menimbulkan Wabah Dan Upaya Penanggulangan
2
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2 tahun 2013 tentang KLB keracunan pangan
Bagaimanapun, Puskesmas tetap mempunyai kewenangan menetapkan adanya KLB dan
melaporkan situasi KLB tersebut kepada Kepala Dinas Kabupaten/Kota dengan menerbitkan
laporan W1 Puskesmas (dilihat pada pedoman terkait), dan tetap segera melakukan respon
penanggulangan sesuai kemampuan Puskesmas, terutama terhadap pertolongan kasus KLB dan
korban keracunan.
Kejadian Luar Biasa penyakit menular, adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian
kesakitan dan/atau kematian yang bermakna secara epidemiologi pada suatu daerah dalam
kurun waktu tertentu, dan merupakan keadaan yang dapat menjurus pada terjadinya wabah 1)
Pengertian bermakna secara epidemiologi, mengandung maksud penetapan KLB berdasarkan
kajian epidemiologi yang baik dan memerlukan tindakan penanggulangan. Menteri
memberikan pedoman teknis untuk menetapkan KLB penyakit menular pada suatu daerah
tertentu, sebagai berikut :
a. Timbulnya suatu penyakit menular tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 yang
sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal pada suatu daerah.
b. Peningkatan kejadian kesakitan terus menerus selama 3 (tiga) kurun waktu dalam jam,
hari atau minggu berturut-turut menurut jenis penyakitnya.
c. Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan periode
sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari atau minggu menurut jenis penyakitnya.
d. Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan menunjukkan kenaikan dua
kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan dalam tahun sebelumnya.
e. Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 (satu) tahun menunjukkan
kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata jumlah kejadian kesakitan
per bulan pada tahun sebelumnya.
f. Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1 (satu) kurun waktu
tertentu menunjukkan kenaikan 50% (lima puluh persen) atau lebih dibandingkan
dengan angka kematian kasus suatu penyakit periode sebelumnya dalam kurun waktu
yang sama.
g. Angka proporsi penyakit (Proportional Rate) penderita baru pada satu periode
menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding satu periode sebelumnya dalam
kurun waktu yang sama.
h. Beberapa jenis penyakit menular tertentu mempunyai tatacara penetapan KLB khusus
Penetapan KLB sebagaimana batasan tersebut selalu menunjukkan kenaikan jumlah atau
proporsi kasus berdasarkan jumlah atau proporsi kasus sebelumnya sesuai masing-masing
dengan 7 indikator tersebut dengan beberapa persyaratan :
a. Paling baik menggunakan sumber data jumlah kasus atau jumlah kematian yang ada di
populasi berdasarkan survei atau sensus (data penemuan kasus secara aktif).
b. Apabila menggunakan sumber data adalah data fasilitas pelayanan kesehatan (data
penemuan secara pasif), maka perkembangan jumlah kasus dan kematian berdasarkan
data Puskesmas dipastikan adalah representatif atau konsisten dengan perkembangan
jumlah kasus dan kematian yang ada di populasi. Adanya pengobatan gratis, kampanye
berobat, dan kekhawatiran penduduk, bisa mendorong penduduk lebih banyak yang
datang berobat ke fasilitas pelayanan kesehatan, yang bisa menyebabkan tidak
konsistennya perkembangan jumlah kasus antara data yang di fasyankes dan di
populasi.
c. Pembandingan jumlah kasus dan kematian harus menggunakan data dengan sumber
data unit analisis yang tetap. Contoh kenaikan jumlah kasus diare pada pasien-pasien
yang berobat ke pelayanan (penemuan pasif) tidak bisa dibandingkan dengan jumlah
kasus yang sama tetapi ditemukan secara aktif di tengah-tengah masyarakat dengan
metode survei (sampel penduduk secara random) atau sensus (total penduduk dari dari
rumah ke rumah) atau sebaliknya.
Berbeda dengan penetapan KLB penyakit menular, KLB keracunan makanan ditetapkan
berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Keracunan Makanan 2). Penetapan KLB
sama oleh Kepala Dinas Kesehatan setempat.
KLB keracun pangan adalah suatu kejadian dimana terdapat dua orang atau lebih yang
menderita sakit dengan gejala sama atau hampir sama setelah menjadi mengonsumsi pangan,
dan berdasarkan analisa epidemiologi, pangan tersebut terbukti sebagai sumber keracunan.
Definisi ini sama dengan definisi berbagai lembaga lain, tetapi pada prakteknya, Puskesmas
dan Dinas Kesehatan, baru menetapkan adanya suatu KLB keracunan makanan, ketika jumlah
korban keracunan cukup banyak.
Penetapan KLB tidak saja berdasarkan kalkulasi matematis, tetapi beberapa faktor lain yang
juga berpengaruh terhadap keputusan tersebut , antara lain, cepatnya perkembangan penyakit,
ketersediaan cara-cara penanggulangan, ketersediaan sumber daya, desakan masyarakat dan
sebagainya, tetapi para epidemiolog kesehatan diharapkan tetap bersikap netral dan fokus pada
bukti-bukti epidemiologi adanya keadaan darurat kesehatan masyarakat dan keharusan
dilakukan tindakan penyelidikan dan penanggulangan secara luar biasa juga.