Anda di halaman 1dari 4

SEJARAH GEREJA PENTAKOSTA DI INDONESIA

Sejarah Gereja Pentakosta Indonesia tidak dapat dipisahkan dari riwayat pendirinya yaitu Pendeta (Pdt.)
Evangelis Renatus Siburian. Pendeta Siburian adalah satu-satunya pioner gerakan Pentakosta yang
paling berhasil dan pertama di daerah Tapanuli Utara khususnya dan kemudian Sumatra Utara.
Perjuangannya menyebarkan Injil dari hanya seorang tamatan Sekolah Alkitab yang bersaksi dari rumah
ke rumah, dari dusun ke dusun diberkati Tuhan menjadi ratusan ribu orang yang telah diselamatkan dan
puluhan organisasi gereja aliran Roh Kudus yang independen di Sumatra Utara.

Tahun 1938

Di akhir tahun 1938 Pdt. Siburian menginjil dan membuka gereja di Berastagi, tetapi mendapat halangan
dari Pemerintah Belanda karena besleit atau izin untuk menginjil belum juga dikeluarkan oleh Gubernur
General. Setelah mendapat halangan dari Pemerintah Belanda di Berastagi, Pendeta Siburian pindah ke
kota Medan, ibu kota provinsi Sumatra Utara untuk menginjil. Hanya beberapa bulan di sana banyak
yang telah bertobat dan berhasil membuka siding yang semua anggotanya terdiri dari orang Tionghoa.
Di sini pemerintah Belanda kembali memanggil Pendeta Siburian dan menyatakan bahwa dia tidak boleh
membuka siding di kota itu karena besleit (izin) penginjil tidak ada atau belum keluar dari Gubernur.

Tahun 1939

Oleh karena tekanan Pemerintah Belanda pada Pdt. Siburian sedah begitu gencar, maka Pdt. Siburian
pindah ke satu kota kecil bernama Kisaran, dan bekerja sebagai guru agama di gereja HCB (Huria
Christian Batak), satu gereja beraliran Protestan. Dengan demikian dia dapat melakukan kegiatan
penginjilannya di sekitar daerah itu dengan gerakan Roh Kudus di daerah Asahan dan Labuhan Batu.
Bahkan pada saat itu banyak orang yang dibaptiskannya (baptisan selam) termasuk beberapa anggota
gereja HCB tadi.

Tahun 1941

Oleh karena merasa gerakan penginjilannya terbatas di daerah tersebut lebih sebagai guru agama HCB,
maka dia menuju kota Balige di Tapanuli Utara, dan mulai mengadakan gerakan penginjilan di daerah
itu. Kemudian daripada itu Pendeta Simanjuntak dating dan dia bekerjasama dengan Pendeta Siburian.
Sementara itu izin dari Gubernur General tidak dapat diharapkan lagi bias diterima oleh Pendeta
Siburian sebab Pemerintah Belanda telah mencapnya sebagai Nasionalist, yang pada waktu itu sangat
dibenci oleh Belanda. Sampai saat itu Pendeta Siburian belum lagi membuka organisasi agama walaupun
sebenarnya orang yang bertobt sudah demikian banyak.

Pada mulanya Pendeta Siburian beranggapan bahwa tidak perlu untuk membuka organisasi agama, yang
penting adalah menginjil. Tetapi masalah yang timbul adalah bahwa orang-orang yang telah bertobat
tadi yang telah dibabtis yang jumlahnya sudah ribuan orang, tidak mempunyai tempat peribadahan yang
tetap. Sebab sudah sudah tentu tidak diterima lagi di dalam gereja asalnya kalau dahulu mereka
mempunyai gereja asal. Demikian juga bagi mereka yang bertobat dari sipelebegu (animisme), mereka
menginginkan tempat tertentu unutk beribadah. Selain itu mereka yang telah bertobat tadi banyak yang
sudah dikucilkan dari addat masyarakat kampung dan organisasi desa sebab mereka dianggap manusia
aneh, dengan cara mereka beribadah, tepuk tangan dalam puji-pujian, berdoa dengan suara yang kuat,
dan lebih mementingkan pekerjaan Tuhan dari lainnya. Hal yang baru ini belum dapat diterima banyak
orang pada waktu itu. Sehingga pengucilan kepada orang-orang lahir baru ini terjadi hampir di segala
pelosok.

Tahun 1942

Barulah pada tahun ini Pendeta Siburian membentuk suatu organisasi keagamaan yang dinamakan
"Gereja Pentakosta Tanah Batak Tapanuli". Ini dimungkinkan karena pada waktu itu adalah peralihan
pemerintahan Belanda ke pemerintahan Jepang. Itulah sebabnya semasa hidupnya Pendeta Siburian
berkata bahwa Kemerdekaan Indonesia baginya sangat mendalam sekali. Oleh karena kemerdekaanlah
maka dia dapat hidup sebagai orang yang mempunyai hak untuk dapat menganut dan menjalankan
tugas Injilnya dengan baik. Dan organisasi gereja ini adalah independent, tidak berafiliasi dengan
organisasi lain. Ada yang beranggapan bahwa gereja ini berinduk kepada GPdI, tetapi hal ini tidak benar,
sebab gereja yang dibentuk ini tidak pernah mendaftarkan diri kepadda organisasi lain. Ketuanyapun
pada waktu pendirian organisasi gereja itu adalah Pdt. Renatus Siburian. Organisasi Gereja Pentakosta
ini pertama kali didirikan di Paranginan, Tapanuli Utara.

Sejak itu penginjilan dengan nama Gereja Pentakosta ini mengembang sampai ke seluruh pelosok
Tapanuli Utara. Boleh dikatakan tidak ada pelosok Tapanuli Utara yang tidak dijelajahi untuk
menyebarkan Injil Yesus. Gereja ini berkembang dengan baik dan kemudian menyebar sampai ke
Sumatra Timur. Pada waktu penyebaran Injil dan perkembangan gereja ini tidak sedikit percobaan.
Pemerintah Jepang mulai dipengaruhi oleh orang-orang tertentu supaya Gereja Pentakosta ditutup saja,
sebab dari satu Gereja yang didirikan sekarang sudah ratusan gereja yang dibuka. Dan ini terjadi pula di
daerah Simalungun di mana banyak gereja di bawah pimpinan Pendeta Siburian ditutup oleh
pemerintah Jepang, tetapi setelah Pendeta Siburian menghadap Gudsebu Pemerintahan Jepang
kemudian diizinkan untuk membuka kembali.

Pengembangan penginjilan yang demikian pesat adalah ditunjang oleh banyaknya tanda-tanda heran
dan mujizat yang terjadi di setiap kebaktian massal (KKR) maupun kebaktian rutin. Gereja ini
berkembang menjadi Evangelical Church yang murni. Gereja tersebut berkembang menjadi gereja Injili
yang fungsinya bukan lagi hanya menampung orang-orang percaya tetapi menjadi pusat gerakan
penginjilan di seluruh Tanah Batak dan kemudian Sumatra Timur (sekarang masuk Sumatra Utara).
Gereja ini tentu menjadi penggerak penginjilan pentakostawi.

Tahun 1944

Gereja Pentakosta Tapanuli ini mengadakan synode yang langsung dipimpin oleh Pdt. Renatus Siburian.
Melihat perkembangan yang sudah melebar sampai luar Tapanuli (kabupaten) maka di synode itu
diputuskan untuk mengganti nama gereja ini menjadi Gereja Pentakosta Sumatra Utara ("Sumatra
Utara" adalah nama provinsi).
Tahun 1945

Pendeta Siburian mendaftarkan organisasi gereja ini ke Pemerintah Republik Indonesia di pulau Jawa
melalui Jawatan agama Tapanuli/Pulau Jawa. Visi Pendeta Siburian mengenai gereja ini terbuka, ketika
dia sadar bahwa gereja ini bisa berkembang ke segala pelosok. Pada mulanya dia berpikir bahwa
gerakan ini hanya terjadi di sekitar Tapanuli saja. Namun Tuhan bermaaksud lain, dan ini dengan cepat
disadari. Penginjilan ini tidak dapat dibatasi oleh garis perbatasan daerah, sebab penginjilan ini adalah
untuk semua manusia.

Tahun 1948

"Gereja Pentakosta Sumatra Utara" mengadakan Synode (dipimpin oleh Pendeta Ev. R Siburian ) yang
diadakan di kota Balige, Tapanuli Utara dan juga memutuskan nama "Gereja Pentakosta Sumatra Utara"
menjadi "Gereja Pentakosta Indonesia", yang dipakai sampai sekarang. Belakangan hari ada orang yang
memakai nama Organisasi Gereja Pentakosta Sumatra Utara, tetapi itu bukanlah lanjutan dari Gereja
Pentakosta Sumatra Utara yang didirikan oleh Pendeta Siburian tetapi orang yang keluar atau
memisahkan diri dari gereja pimpinan pendeta Siburian mendirikan gereja yang bernama tersebut.

Tahun 1950

Pendeta Siburian sebagai ketua Gereja ini, kembali mendaftarkan Organisasi Gereja ini ke pemerintahan
Republik Indonesia di Jakarta dan mendapat Surat Pengukuhan dari menteri kehakiman dan
Kementerian Agama di Jakarta.[1]

Tahun 1959

Rombongan Pendeta Siburian mengadakan kunjungan Penginjilan ke Pulau Nias sebuah pulau yang pada
waktu itu ditempuh empat hari naik kapal kecil lautan Hindia. mereka menginjil dan membuka Gereja
disana bersama -sama dengan penduduk setempat antara lain Pendeta Harefa. Sekarang Gereja
Pentakosta Indonesia ada 172 sidang di pulau tersebut.

Tanggal 20 Juni 1987

Hamba Tuhan Pendeta Evanggelis Renatus Siburian dipanggil oleh Tuhan Yesus di Sorga untuk
beritirahat dari segala kesusahan dan perjuangan salibnya di atas bumi ini. Dia telah menyelesaikan
pekerjaan dan panggilannya dengan baik dan penuh pengabdian. Dia meninggalkan begitu besar
pekerjaan untuk jemaatnya, dan dia ingin agar jemaat yang ditinggalkannya dapat meneladaninya
sebagaimana dia telah meneladani Kristus. Ketika upacara pengebumiannya diadakan, lebih dari 12.000
orang yang hadir dan ribuan orang yang hadir siang malam di rumah duka (selama 4 hari) untuk
mengucapkan salam akhir mereka kepada Bapak Rohani umat Pentakosta. Dalam tahun yang sama pula
Gereja Pentakosta Indonesia ketika Pdt. Ev. R. Siburian (Bapak Pendiri Gereja Pentakosta Indonesia)
meninggal: Jemaat sebanyak 670 sidang di 11 provinsi, Pendeta sebanyak 130 orang ; Guru Injil,
Sintua, Penginjil sebanyak 2500 orang
Tahun 2011

Gereja Pentakosta Indonesia pada tahun 2011 berjumlah 1117 Gereja dan di semua provinsi di
Indonesia, bahkan dalam perkembangan selanjutnya, Gereja Pentakosta Indonesia segera akan
mengembangkan misinya ke luar negeri.

Anda mungkin juga menyukai