Anda di halaman 1dari 10

Nama : Mario Fernandes

NIM : 2006509743
Prodi : Ketahanan Nasional
Fakultas : Sekolah Kajian Stratejik dan Global
Mata Kuliah : Ekonomi dan Globalisasi
Dosen : Dr. Palupi Lindiasari Samputra, S.Pi., M.M.
Tugas : Ekonomi Makro dan Ketahanan Ekonomi Makro

1. Ketahanan Makro menurut Adam Rose?


Gambar 1.
Ketahanan Makro (Adam Rose, 2017)

Sumber: Diolah oleh Penulis

Ketahanan Makro berusaha untuk menjelaskan kemampuan sistem untuk mempertahankan


fungsi atau mempercepat pemulihan dari guncangan pada integrasi rantai pasokan untuk
mencapai keseimbangan umum (general equilibrium analysis). 1 Total Static Economic Resilience
(TSER) mengacu pada perekonomian secara keseluruhan (tingkat makro) dan idealnya sesuai
dengan apa yang disebut sebagai analisis "keseimbangan umum", yang mencakup semua
interaksi harga dan kuantitas dalam perekonomian. Pasar itu sendiri, ketika berfungsi dengan
baik, merupakan sumber utama ketahanan di tingkat meso dan makro (Horwich, 1995).
Ketahanan makro melibatkan komunitas, nasional dan regional sehingga erat kaitannya dengan
makroekonomi.

Di tingkat makroekonomi, ketahanan sangat dipengaruhi oleh ketergantungan antar sektor.


Akibatnya, ketahanan ekonomi makro tidak hanya merupakan fungsi dari langkah-langkah
ketahanan yang diterapkan oleh bisnis tunggal, tetapi juga ditentukan oleh tindakan yang diambil
oleh semua perusahaan dan pasar termasuk interaksinya (Sunley, 2014). Contoh pilihan
ketahanan di tingkat makro adalah keragaman ekonomi untuk menahan dampak pada sektor
individu, atau kedekatan geografis dengan ekonomi yang tidak terkena bencana untuk
memfasilitasi akses ke barang atau bantuan termasuk kebijakan fiskal (contoh: belanja
infrastruktur untuk mendorong ekonomi yang terkena dampak) dan kebijakan moneter (contoh:
menjaga suku bunga rendah untuk mendorong investasi kembali sektor swasta). Tingkat makro
tumpang tindih dengan fokus populer pada ketahanan komunitas dan mewakili gambaran yang

1
“Defining and Measuring Economic Resilience from a Societal, Environmental and Security Perspective”, Adam Rose (2017) Page 40
lebih holistik. Namun, ekonom telah lama menghargai pentingnya dasar mikroekonomi dari
analisis makroekonomi karena beberapa alasan. Pertama, ekonomi makro terdiri dari blok
bangunan individu produsen dan perilaku konsumen sebagai dasar pertimbangan makroekonomi
yang berasal dari interaksi kelompok. Kedua, pertimbangan perilaku sebaiknya ditangani pertama
kali pada tingkat yang paling dasar karena keunggulan motivasi individu untuk bertahan hidup
dan mekanisme penanggulangan dalam mengantisipasi dan dalam menanggapi bencana.

2. Jelaskan Aggregate Demand Pandangan Keynes? IS dan LM?


Gambar 2.
Aggregate Demand dan IS/LM

Sumber: Diolah oleh Penulis

Menurut Keynes, situasi makro suatu perekonomian ditentukan oleh apa yang terjadi dengan
permintaan agregat masyarakat apabila permintaan agregat melebihi penawaran agregat (atau
output yang dihasilkan) dalam periode tersebut, maka akan terjadi situasi kekurangan produksi.
Pada periode berikutnya output akan naik atau harga akan naik, atau keduanya terjadi bersama-
sama. Apabila permintaan agregat lebih kecil daripada penawaran agregat, maka situasi
kelebihan produksi terjadi. Pada periode berikutnya output akan turun atau harga akan turun,
atau keduanya terjadi bersama-sama. Inti dari kebijakan makro Keynes adalah bagaimana
pemerintah bisa mempengaruhi permintaan agregat (dengan demikian, mempengaruhi situasi
makro), agar mendekati posisi Full Employment-nya.2
Permintaan Agregat adalah seluruh jumlah uang yang dibelanjakan oleh seluruh lapisan
masyarakat untuk membeli barang dan jasa dalam satu tahun. Dalam perekonomian tertutup
permintaan agregat terdiri dari 3 unsur:
a. Pengeluaran Konsumsi oleh Rumah Tangga (C)
b. Pengeluaran Investasi oleh Perusahaan (I)

2
https://berkas.dpr.go.id/puskajianggaran/kamus/file/kamus-318.pdf
c. Pengeluaran Pemerintah (G), Pemerintah bisa mempengaruhi permintaan agregat secara
langsung melalui pengeluaran pemerintah dan secara tidak langsung terhadap pengeluaran
konsumsi dan pengeluaran investasi.
Masing-masing unsur permintaan agregat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berbeda.
Pengeluaran konsumsi tergantung pada pendapatan yang diterima oleh Rumah Tangga dan
kecenderungan berkonsumsinya (propincity to consume). Pengeluaran investasi ditentukan oleh
keuntungan yang diharapkan (marginal efficiency of capital) dan biaya dana (tingkat bunga).
Pengeluaran pemerintah ditentukan oleh proses politik yang kompleks dan dalam teori makro
dianggap eksogen. Perubahan dari unsur-unsur permintaan agregat (pengeluaran konsumsi,
pengeluaran investasi dan pengeluaran pemerintah) mempengaruhi tingkat permintaan agregat
melalui proses berantai atau proses multiplier. Bila unsur ini meningkat dengan Rp. 1 maka
tingkat permintaan agregat akan meningkat dengan suatu kelipatan dari Rp. 1 pelipat atau
multiplier ini tergantung pada besarnya marginal propensity to consume (MPC).
Dalam model keseimbangan sistesis klasik Keynesian aggregat demand digunakan alat analisis
Model IS-LM. Model ini menjelaskan bahwa kondisi keseimbangan ekonomi (keseimbangan
umum) akan tercapai bila pasar barang-jasa dan pasar uang-modal secara simultan berada dalam
keseimbangan. Asumsi yang mendasari model IS-LM merupakan kombinasi asumsi model Klasik
dan Keynes, yaitu :
a. Pasar akan selalu dalam keseimbangan
b. Berlakunya hukum walras yaitu jika perekonomian terdapat n pasar, dan sebanyak n-1 pasar
telah berada dalam keseimbangan, maka pasar ke-n niscaya telah mencapai keseimbangan
c. Fungsi uang sebagai alat transaksi dan spekulasi
d. Perekonomian adalah perekonomian tertutup
Model IS-LM memunculkan titik ekuilibrium tentang suku bunga dan pengeluaran diberikan oleh
ekulibrium di dalam pasar barang dan uang. 3 Pasar barang diwakilkan oleh ekuilibrium antara
investasi dan tabungan (IS), dan pasar uang diwakilkan oleh penawaran uang dan preferensi
likuiditas. 4 Kurva IS termasuk titik-titik di mana investasi, berdasarkan suku bunga, setara dengan
tabungan, berdasarkan keluaran.
Kurva IS-LM merupakan gabungan kurva IS dan LM, yang menunjukkan relasi antara tingkat suku
bunga (r) dengan income (Y), dan merepresentasikan berbagai kombinasi ekuilibrium di pasar
barang dan pasar uang. model IS-LM merupakan pondasi untuk mempelajari fluktuasi
perekonomian dalam jangka pendek (short-run economic fluctuations).
Gambar 3.
Kurva IS/LM

3
Durlauf, Steven N.; Hester, Donald D. (2008). "IS–LM". Dalam Durlauf, Lawrence E.; Blume. The New Palgrave Dictionary of Economics
4
Peston, Maurice (2002). "IS-LM model: closed economy". Dalam Snowdon, Brian; Vane, Howard R. An Encyclopedia of Macroeconomics.
Edward Elgar.
Keterangan:
titik E* merupakan ekuilibrium di pasar barang dan pasar uang, yakni saat actual expenditure setara dengan planned
expenditure, dan demand for real money balances setara dengan money supply.

Kurva IS melandai ke bawah karena pengeluaran dan suku bunga memiliki hubungan berbanding
terbalik di pasar barang: Apabila pengeluaran meningkat maka akan lebih banyak uang yang
ditabung, yang artinya suku bunga haruslah diturunkan untuk mendorong investasi yang cukup
sehingga sama dengan tabungan. Kurva LM melandai ke atas karena suku bunga dan keluaran
memiliki relasi positif di pasar uang. Dengan meningkatnya keluaran, permintaan untuk uang
akan naik, dan suku bunga akan turut naik.

3. Peran Fiskal dalam Ekonomi Makro: Government Expenditure dan Goverment Debt
Gambar 4.
Kebijakan Fiskal: Government Expenditure dan Goverment Debt

Sumber: Diolah oleh Penulis

Kebijakan Fiskal merupakan tindakan yang diambil oleh Pemerintah dalam bidang perpajakan dan
anggaran belanja negara dengan tujuan untuk mempengaruhi pengeluaran agregat ekonomi.
Kebijakan fiskal dapat berupa kebijakan fiskal ekspansif dan kebijakan fiskal kontraktif.
Kebijakan fiskal ekspansif adalah kebijakan fiskal yang bertujuan meningkatkan output
perekonomian. Sebaliknya, kebijakan fiskal kontraktif bertujuan mengurangi output
perekonomian. Oleh karena itu, kebijakan fiskal juga merupakan instrumen stabilisasi
pemerintah.
Pertumbuhan ekonomi atau peningkatan output perekonomian menurut Solow dipengaruhi oleh
tabungan, pertumbuhan populasi, dan kemajuan teknologi. Tabungan merupakan instrumen
yang dipengaruhi oleh kebijakan fiskal (penerimaan pajak dan belanja negara mempengaruhi
tabungan nasional). Secara tidak langusung kebijakan fiskal ikut mengambil peran dalam
pertumbuhan ekonomi. Keputusan-keputusan pemerintah mengenai kebijakan fiskal yang
ditempuh suatu negara dapat mengubah ouput dalam perekonomian, baik bertambah maupun
berkurang.
Penurunan pajak T maupun peningkatan belanja G memiliki multiplier effect (efek penggandaan)
terhadap pendapatan (ouput perekonomian) suatu negara. Alasannya ialah pendapatan yang
lebih tinggi menyebabkan konsumsi yang lebih tinggi. Kenaikan belanja pemerintah
menyebabkan meningkatnya pendapatan, kemudian meningkatkan konsumsi, yang selanjutnya
meningkatkan pendapatan, kemudian meningkatkan konsumsi dan seterusnya. Di Indonesia,
APBN sebagai instrumen utama kebijakan fiskal memainkan peranan penting mendorong
pencapaian target-target pembangunan yang telah ditetapkan. Peranan tersebut sejalan dengan
salah satu fungsi APBN sebagai alat menjaga stabilitas dan akselerasi kinerja ekonomi. Untuk itu,
kebijakan fiskal senantiasa diarahkan untuk tercapainya pertumbuhan ekonomi, penciptaan
lapangan kerja, pengentasan kemiskinan, namun dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan.
Dalam konteks ekonomi makro, government expenditure (pengeluaran pemerintah) adalah salah
satu variabel pembentuk Produk Domestik Bruto (PDB) selain dari permintaan sektor rumah
tangga untuk barang-barang konsumsi dan jasa-jasa (C), permintaan sector bisnis untuk barang-
barang investasi (I), pengeluaran pemerintah untuk barang dan jasa (G) dan pengeluaran sektor
luar negeri untuk ekspor dan impor (X-M). Secara matematis dapat dirumuskan: Y = C + I + G + (X-
M) (Dumairy, 2006). Secara teori, kebijakan pengeluaran pemerintah ini merupakan bagian dari
kebijakan fiskal sebagai salah satu wujud intervensi pemerintah di dalam perekonomian. Fungsi-
fungsi yang diemban pemerintah dapat dilakukan dengan kebijakan fiskal (dengan salah satu
penekanannya) melalui kebijakan pengeluaran atau belanja pemerintah. Dari sini, pemerintah
melalui kebijakannya dapat melakukan belanja dalam rangka memperoleh barang dan jasa untuk
memenuhi kebutuhan publik melalui mekanisme pengadaan barang/jasa pemerintah. Ketika
Pemerintah meningkatkan pengeluaran (Ekspansi Fiskal) dari sisi belanja pemerintah, hal ini
mengindikasikan Pemerintah berupaya untuk mendorong perekonomian di masyarakat dengan
meningkatkan pendapatan masyarakat dari barang/jasa yang dibeli oleh pemerintah sehingga
menciptakan multiplier effect pada peningkatan konsumsi masyarakat.
Dalam pengelolaan makro ekonomi terutama dalam pengelolaan APBN pemerintah juga
dihadapkan oleh masalah Pembiayaan APBN ketika Penerimaan Pajak tidak mampu menutupi
besaran jumlah pengeluaran pemerintah (government expenditure). Kondisi ini disebut dengan
istilah Budget Deficit. Ketika terjadi hal ini membuat Pemerintah memikirkan sumber
pembiayaan APBN melalui skema utang (government debt). Pada APBN 2020, Pemerintah
Indonesia mengalami defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) sebesar Rp 956,3
triliun. Angka tersebut setara 6,09% dari produk domestik bruto (PDB). 5 Membengkaknya angka
defisit telah membuat pemerintah menyusun strategi pembiayaan yang prudent dan tata kelola
pengelolaan keuangan yang baik.Utang mendominasi sumber pembiayaan pemerintah. Selain
utang, sumber pembiayaan Pemerintah lainnya adalah nonutang yang berasal dari sumber
internal Pemerintah berupa pemanfaatan Saldo Anggaran Lebih (SAL), Pos Dana Abadi
Pemerintah dan Dana yang bersumber dari Badan Layanan Umum (BLU).
Instrumen utang yang digunakan pemerintah berupa Surat Berharga Negara (SBN) dan Pinjaman.
SBN terdiri dari Surat Utang Negara (SUN) dan Surat Berharga Syariah Negara (SBBN). Penerbitan
SBN memberikan berbagai manfaat bagi pemerintah. Pertama, SBN diarahkan untuk menggalang
dana dari individu atau perusahaan untuk menutup defisit dan membiayai belanja negara
khususnya belanja prioritas saat ini. Kedua, penerbitan SBN juga bermanfaat untuk menutup
kekurangan kas jangka pendek akibat ketidaksesuaian antara arus kas penerimaan dan
pengeluaran (cash mismatch) dalam Rekening Kas Negara dalam satu tahun. Ketiga, sebagai
instrumen fiskal, SBN digunakan untuk mengelola portofolio utang negara. Strategi pemerintah
terkait hal tersebut adalah mengutamakan penerbitan SBN di pasar domestik dan membuka
kesempatan permintaan penempatan privat. Disamping SBN, pemerintah juga melakukan
pinjaman yang dapat berasal dari luar negeri yang berbentuk valas maupun dalam negeri dalam

5
https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/defisit-apbn-2020-lebih-rendah-dari-target-perpres-722020/
denominasi rupiah. Pemerintah melakukan penarikan pinjaman program dari lembaga bilateral
dan multilateral seperti Bank Dunia, ADB, AFD, KfW, JICA, EDCF, dan AIIB dengan bunga yang
relatif rendah. Prinsip fleksibilitas dan kehati-hatian dalam pengelolaan utang serta memastikan
bahwa biaya utang efisien juga strategi yang ditempuh Pemerintah. Sama seperti transaksi dalam
perekonomian, Pemerintah mempertimbangkan dan memperhitungkan cost of borrowing saat
melakukan pinjaman atau berutang. Biaya ini terkait dengan besaran atau nominal, biaya lainnya,
frekuensi pembayaran, dan tentunya tingkat bunga dari pinjaman atau utang. Diversifikasi
pembiayaan utang juga ditempuh Pemerintah untuk mendorong efisiensi utang.
Dalam mendukung strategi pengendalian, pemerintah terus melakukan pendalaman pasar
keuangan. Pasar keuangan yang dalam, likuid, efisien, inklusif dan aman akan mendorong
aktivitas perekeonomian. Diluncurkannya SUN Ritel oleh Pemerintah ditujukan untuk
memperluas basis investor di dalam negeri, menyediakan alternatif instrumen investasi bagi
investor ritel, serta mendukung stabilitas pasar keuangan domestik. Pemerintah juga
meluncurkan berbagai kebijakan komplementer terhadap pembiayaan utang seperti
memperkuat kerangka fiskal, skema burden sharing dengan Bank Indonesia (BI) melalui Surat
Keputusan Bersama (SKB) untuk mengurangi beban bunga utang Pemerintah serta meningkatkan
efisiensi belanja publik dan memperbaiki kualitas belanja APBN. 6

4. Jelaskan Indikator Makro Ekonomi Indonesia


Gambar 5.
Indikator Ekonomi Makro

Sumber: Diolah oleh Penulis

Menurut Mankiw G (2010) Ekonomi Makro dapat dilihat dari tiga indikator utama yaitu: Produk
Domestik Bruto (Gross Domestic Product), Indeks Harga Konsumen (Consumer Price Index) dan
Tingkat Pengangguran (Unemployment Rate).7 Fungsi dan implementasi dari indikator tersebut
terhadap perekonomian Indonesia dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Product)

6
https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel-dan-opini/strategi-pembiayaan-pemerintah-atasi-defisit-pandemi-covid-19/
7
Mankiw, Gregory. 2010. Macroeconomics, 7thEdition, Chapter 2: The Data of Macroeconomics page 17-41
Produk Domestik Bruto (PDB) adalah jumlah atas suatu produksi barang dan jasa yang
mampu dihasilkan negara dalam kurun waktu tertentu. Fungsi dari Produk Domestik Bruto
adalah untuk mengukur perkembangan ekonomi pada suatu negara. Cara atau rumus untuk
menghitung Produk Domestik Bruto (PDB) adalah
PDB = C + I + G + NX,
PDB = Produk Domestik Bruto,
C = konsumsi rumah tangga nasional,
I = Investasi,
G = konsumsi negara, dan
NX = Ekspor – impor
Konsumsi atau “C” yang terdapat dalam rumus tersebut adalah konsumsi barang dan jasa
yang ada dalam negara. Peningkatan nilai konsumsi bisa diartikan bahwa adanya kemauan
yang tinggi pada masyarakat untuk membelanjakan uang mereka. Sebaliknya, rendahnya
angka konsumsi bisa diindikasikan bahwa negara tersebut sedang mengalami kondisi yang
tidak pasti sehingga mampu menahan masyarakat untuk membelanjakan uangnya. Investasi
atau “I” dapat berupa investasi domestik atau pengeluaran dana modal. Dunia usaha pada
suatu negara akan mengeluarkan dananya untuk mengembangkan bisnis. Sehingga,
penyerapan tenaga kerja yang tinggi bisa terjadi. Belanja negara atau “G” berarti adanya
pengadaan peralatan penunjang operasional pemerintah, pembangunan infrastruktur, sampai
pembayaran gaji aparat sipil negara. Belanja yang dilakukan oleh negara bersangkutan akan
mempengaruhi nilai PDB. Nilai PDB juga dipengaruhi oleh perdagangan internasional. Skor Net
Ekspor atau “NX” pada rumus didapat dari nilai total ekspor yang dikurangi dengan nilai
impor.Dalam prakteknya Produk Domestik Bruto (PDB) menjadi indikator utama dalam
menentukan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Berdasarkan Data BPS Pertumbuhan Ekonomi
atau PDB Indonesia tahun 2020 dibandingkan 2019 mengalami pertumbuhan PDB negatif
sebesar -2,07%.8 Adapun rincian data PDB dan pertumbuhan ekonomi Indonesia lima Tahun
terkahir sebagai berikut:
Gambar 6.
Produk Domestik Bruto Indonesia 2016-2020
(Miliar Rp)

Sumber: Data Badan Pusat Statistik, Diolah oleh Penulis

b. Indeks Harga Konsumen (Consumer Price Index)

8
https://www.bps.go.id/subject/11/produk-domestik-bruto--lapangan-usaha-.html#subjekViewTab3
Indeks Harga Konsumen (IHK) adalah indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang dan
jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga. IHK sering digunakan untuk mengukur tingkat inflasi
suatu negara dan juga sebagai pertimbangan untuk penyesuaian gaji, upah, uang pensiun, dan
kontrak lainnya. Untuk memperkirakan nilai IHK pada masa depan, ekonom menggunakan
indeks harga produsen, yaitu harga rata-rata bahan mentah yang dibutuhkan produsen untuk
membuat produknya. 9 Untuk mengukur tingkat harga secara makro, biasanya menggunakan
pengukuran Indeks Harga Konsumen (IHK) atau Consumer Price Indeks (CPI). Indeks Harga
Konsumen (IHK) dapat diartikan sebagai indeks harga dari biaya sekumpulan barang konsumsi
yang masing-masing diberi bobot menurut proporsi belanja masyarakat untuk komoditas yang
bersangkutan. IHK mengukur harga sekumpulan barang tertentu (seperti bahan makanan
pokok, sandang, perumahan, dan aneka barang dan jasa) yang dibeli konsumen).
Indeks Harga Konsumen (IHK)merupakan ukuran biaya keseluruhan barang dan jasa yang
dibeli oleh konsumen. IHK digunakan untuk mengamati perubahan dalam biaya hidup
sepanjang waktu.10 Indeks harga Konsumen (IHK) merupakan persentase yang digunakan
untuk menganalisis tingkat/ laju inflasi. IHK juga merupakan indikator yang digunakan
pemerintah untuk mengukur inflasi di Indonesia. Di Indonesia badan yang bertugas untuk
menghitung Indeks Harga Konsumen (IHK) adalah Badan Pusat Statistik (BPS). Penghitungan
IHK dimulai dengan mengumpulkan harga dari ribuan barang dan jasa. Jika PDB mengubah
jumlah berbagai barang dan jasa menjadi sebuah angka tunggal yang mengukur nilai produksi,
IHK mengubah berbagai harga barang dan jasa menjadi sebuah indeks tunggal yang mengukur
seluruh tingkat harga. Badan Pusat Statistik menimbang jenis-jenis produk berbeda dengan
menghitung harga sekelompok barang dan jasa yang dibeli oleh konsumen tertentu. IHK
adalah harga sekelompok barang dan jasa relatif terhadap harga sekelompok barang dan jasa
yang sama pada tahun dasar.
Gambar 7.
Indeks Harga Konsumen (IHK) dan Inflasi Indonesia 2016-2020

Sumber: Data Badan Pusat Statistik, Diolah oleh Penulis

c. Tingkat Pengangguran (Unemployment Rate)

Tingkat pengangguran adalah persentase mereka yang ingin bekerja, namun tidak memiliki
pekerjaan. Tingkat pengangguran diperoleh melalui survei terhadap ribuan rumah tangga.
Tingkat pengangguran dapat dihitung dengan cara membandingkan jumlah pengangguran
dengan jumlah angkatan kerja yang dinyatakan dalam persen. Ketiadaan pendapatan
9
Eko, Yuli. (2009). Ekonomi 1: Untuk SMA dan MA Kelas X. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
10
Mankiw, G., Quah, E. & Wilson, P. (2013). Pengantar Ekonomi Makro. Jakarta: Salemba Empat
menyebabkan penganggur harus mengurangi pengeluaran konsumsinya yang menyebabkan
menurunnya tingkat kemakmuran dan kesejahteraan. Tingkat pengangguran yang terlalu
tinggi dapat menyebabkan kekacauan politik keamanan dan sosial sehingga mengganggu
pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Akibat jangka panjang adalah menurunnya produk
nasional bruto (PNB, GNP) dan pendapatan per kapita suatu negara. Di negara-negara
berkembang seperti Indonesia, dikenal istilah "pengangguran terselubung" di mana pekerjaan
yang semestinya bisa dilakukan dengan tenaga kerja sedikit, dilakukan oleh lebih banyak
orang.
Jumlah pengangguran biasanya seiring dengan pertambahan jumlah penduduk serta tidak
didukung oleh tersedianya lapangan kerja baru Pada perekonomian yang maju, sebagian besar
orang yang menjadi pengangguran memperoleh pekerjaan dalam waktu singkat. Meskipun
demikian, sebagian besar pengangguran yang diamati dalam periode tertentu dapat
disebabkan oleh sekelompok orang yang tidak bekerja untuk waktu yang lama. 11
Gambar 8.
Tingkat Pengangguran Indonesia 2016-2020

Sumber: Data Badan Pusat Statistik, Diolah oleh Penulis

REFERENSI

Peston, Maurice. 2002. "IS-LM model: closed economy". Dalam Snowdon, Brian; Vane, Howard R. An
Encyclopedia of Macroeconomics. Edward Elgar.
Durlauf, Steven N.; Hester, Donald D. 2008. "IS–LM". Dalam Durlauf, Lawrence E.; Blume. The New Palgrave
Dictionary of Economics
Mankiw, Gregory. 2010. Macroeconomics, 7thEdition. Wort Publisher.
Mankiw, G., Quah, E. & Wilson, P. 2013. Pengantar Ekonomi Makro. Jakarta: Salemba Empat
Adam, Rose. 2017. Defining and Measuring Economic Resilience from a Societal, Environmental and Security
Perspective. Los Angeles: Springer.

https://berkas.dpr.go.id/puskajianggaran/kamus/file/kamus-318.pdf
https://www.bps.go.id/
https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel-dan-opini/kebijakan-fiskal-kaitannya-dengan-pertumbuhan-
ekonomi-indonesia
https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/defisit-apbn-2020-lebih-rendah-dari-target-perpres-722020/
https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel-dan-opini/strategi-pembiayaan-pemerintah-atasi-defisit-
pandemi-covid-19/
11
Mankiw, G., Quah, E. & Wilson, P. (2013). Pengantar Ekonomi Makro. Jakarta: Salemba Empat

Anda mungkin juga menyukai