LINGUIATIK MIKRO
Dosen Pengampu:
Disusun Oleh:
Wulan Nurhasanah(2213111006)
T.A.2021/2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur khadirat Allah SWT. karena dalam rahmat dan karunia-Nya penulis dapat
menyelesaikan makalah ini dalam mata kuliah Linguistik Mikro . Makalah ini dibuat untuk
memenuhi salah satu tugas Critikal Book Report.
Penulis sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita tentang linguistik khususnya linguistik mikro bagi mahasiswa sastra
Indonesia.
Penulis menyadari bahwa makalah ini mungkin belumlah sempurna. Oleh karena itu,
saran dan kritikan yang membangun dari pembaca sangat dibutuhkan untuk
penyempurnaan makalah ini.
penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB IV PENUTUP
4.1. Kesimpulan
4.2. Saran
BAB I
PENDAHULUAN
Keterampilan membuat CBR pada penulis dapat menguji kemampuan dalam meringkas dan
menganalisi sebuah buku serta membandingkan buku yang dianalisi dengan buku serta
membandingkan buku yang dianalisi dengan buku yang lain, mengenal dan memberi nilai serta
mengkritik sebuah karya tulis yang dianalisis.
Seringkali kali bingung memilih buku referensi untuk kita baca dan pahami,terkadang kita
hanya memilih satu buku untuk dibaca tetapi hasilnya masih belum memuaskan misalnya dari
segi analisis bahasa dan pembahasan, oleh karena itu penulisan membuat CBR ini untuk
mempermudahkan pembaca dalam memilih buku referensi terkhusus pada pokok bahasan
tentang linguistik mikro.
B. Tujuan Penulisan
Mengkritis atau membandingkan sebuah buku tentang linguistik umum serta membanding
dengan buku yang berbeda dengan topik yang sama. Yang dibandingkan dalam buku tersebut
yaitu kelengkapan pembahasannya,keterkaitan antar babnya, dan kelemahan pada buku buku
yang dianalasis.
D. Identitas Buku
1. Buku Utama
Judul : Linguistik Umum
Pengarang : Abdul Chear
Penerbit : PT RINEKA CIPTA,
Kota Terbit : Jakarta
Tahun Terbit : 2019
Halaman : 386
ISBN : 978-979-518-587-1
2. Buku Pembanding
Judul : Pengantar Linguistik Mikro
Pengarang : Ferdinand de Saussure
Penerbit : Payot, Paris, 1973
Kota Terbit : Paris
Halaman : 662
ISBN : 979-420-112-X
BAB II
RINGKASAN ISI BUKU
Tahap kedua, adalah tahap observasi dan klasifikasi. Ada tahap ini para ahli di bidang
bahasa baru mengumpulkan dan menggolong-golongkan segala fakta bahasa dengan teliti
tanpa memberi teori atau kesimpulan apapun. Bahasa-bahasa di Nusantara didaftarkan,
ditelaah ciri-cirinya, lalu dikelompok-kelompokkan berdasarkan kesamaan-kesamaan ciri
yang dimiliki bahasa tersebut. Cara seperti ini belum dapat dikatakan ilmiah sebab belum
sampai pada penarikan suatu teori
Tahap ketiga, adalah tahap adanya perumusan teori. Pada tahap ini, setiap disiplin ilmu
berusaha memahami masalah-masalah dasar dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan
mengenai masalah-masalah itu berdasarkan data empiris yang dikumpulkan. Kemudian
dalam disiplin itu dirumuskan hipotesis-hipotesis yang berusaha menjawab pertanyaan-
pertanyaan itu, dan menyusun tes untuk menguji hipotesis-hipotesis terhadap fakta-fakta
yang ada.
Disiplin linguistik sudah mengalami ketiga tahap tersebut. Artinya, disiplin linguistik
sekarang ini sudah bisa dikatakan merupakan kegiatan ilmiah. Selain itu, bias dikatakan
ketidakspekulatifan dalam penarikan kesimpulan merupakan salah satu ciri keilmiahan.
Tindakan tidak spekulatif dalam kegiatan ilmiah berarti tindakan itu dalam menarik
kesimpulan atau teori harus didasarkan ada data empiris yakni data yang nyata, yang
didapat dari alam yang wujudnya dapat diobservasi.
B. SUBDISIPLIN LINGUISTIK
1) Objek linguistik yaitu bahasa, merupakan fenomena yang tidak dapat dilepaskan dari segala
kegiatan manusia bermasyarakat, sedangkan kegiatan itu sangat luas, maka sudisiplin atau
cabang linguistik itu pun menjadi banyak. Dalam berbagai buku linguistik akan kita dapati
nama-nama subdisiplin linguistik seperti linguistik umum, linguistik deskriptif, linguistik
komparatif, linguistik struktural, linguistik antropologis, dan sebagainya. Penamaan
subdisiplin itu tentunya berdasarkan kriteria atau dasar tertentu. Pengelompokan nama –
nama subdisiplin linguistik tersebut berdasarkan :
a) objek kajiannya adalah bahasa pada umumnya atau bahasa tertentu,
b) objek kajiannya adalah bahasa pada masa tertentu atau bahasa sepanjang masa,
c) objek kajiannya adalah struktur internal bahasa itu atau bahasa itu dalam
kaitannya dengan berbagai faktor di luar bahasa,
d) tujuan pengkajiannya apakah untuk keperluan teori belaka atau untuk tujuan
terapan, dan
e) teori atau aliran yang digunakan untuk menganalisis objeknya.
C. ANALISIS LINGUISTIK
Analisis linguistik dilakukan terhadap bahasa atau lebih tepat terhadap semua tataran
tingkat bahasa yaitu fonetik, fonemik, morfologi, sintaksis, dan semantik.v Struktur,
Sistem, dan Distribusi
Relasi sintagmatik adalah hubungan yang terdapat antara satuan bahasa di dalam
kalimat yang konkret tertentu, sedangkan relasi asosiatif adalah hubungan yang terdapat
dalam bahasa namun tidak tampak dalam susunan satuan kalimat. Hubungan asosiatif ini
baru tampak bila suatu kalimat dibandingkan dengan kalimat lain.
Hubungan-hubungan yang terjadi di antara satuan-satuan bahasa itu, baik antara
fonem yang satu dengan yang lain maupun antara kata yang satu dengan kata yang lain,
disebut bersifat sintagmatis. Jadi, hubungan sintagmatis ini bersifat linear atau horizontal
antara satuan yang satu dengan yang lain yang berada di kiri dan kanannya.
Struktur adalah susunan bagian-bagian kalimat atau konstituen kalimat secara linear.
Konstituen-konstituen atau bagian-bagian kalimat dapat dibandingkan atau diasosiasikan
dengan bentuk bahasa yang lain, satu fonem dengan fonem yang lain, satu morfem
dengan morfem yang lain, atau satu kata dengan kata yang lain.
Hubungan antara bagian-bagian kalimat tertentu dengan kalimat lainnya disebut
sistem. Jadi, fakta adanya bentuk kata kerja aktif dalam suatu bahasa menyangkut
masalah sistem dalam bahasa tersebut. Sistem pada dasarnya menyangkut masalah
distribusi.
Distribusi adalah menyangkut masalah dapat tidaknya penggantian suatu konstituen
tertentu dalam kalimat tertentu dengan konstituen lainnya. Distribusi morfemis
menyangkut masalah penggantian sebuah morfem dengan morfem lain. Sedangkan,
distribusi sintaksis menyangkut masalah penggantian kata dengan kata, frase dengan
frase, atau klausa dengan klausa lainnya.
Analisis Bawahan Langsung
Analisis bawahan langsung sering juga disebut analisis unsur langsung atau
analisis bawahan terdekat adalah suatu teknik dalam menganalisis unsur – unsur
atau konstituen – konstituen yang membangun suatu satuan bahasa , baik satuan
kata, satuan frase, satuan klausa, maupun satuan kalimat.
Meskipun teknik analisis bawahan langsung ini banyak kelemahannya, tetapi
analisis ini cukup member manfaat dalam memahami satuan – satuan bahasa,
bermanfaat dalam menghindari keambiguan karena satuan – satuan yang terikat
pada konteks wacananya dapat dipahami dengan analisis tersebut.
D. MANFAAT LINGUISTIK
Bagi linguis sendiri pengetahuan yang luas mengenai linguistik tentu akan sangat
membantu dalam menyelesaikan dan melaksanakan tugasnya. Bagi peneliti, kritikus, dan
peminat sastra linguistik akan membantunya dalam memahami karya – karya sastra
dengan lebih baik, sebab bahasa yang menjadi objek penelitian linguistik itu merupakan
wadah pelahiran karya sastra.
Bagi penerjemah, pengetahuan linguistik mutlak diperlukan bukan hanya yang
berkenaan dengan morfologi, sintaksis, dan semantik saja, tetapi juga yang berkenaan
dengan sosiolinguistik dan kontrasitif linguistik. Pengetahuan linguistik juga memberi
manfaat bagi penyusun buku pelajaran atau buku teks. Pengetahuan linguistik akan
member tuntunan bagi penyusun buku teks dalam menyusun kalimat yang tepat, memilih
kosakata yang sesuai dengan jenjang usia pembaca buku tersebut.
BAB II
B. HAKIKAT BAHASA
Beberapa cirri atau sifat yang hakiki dari bahasa antara lain adalah
1) bahasa itu adalah sebuah sistem,
2) bahasa itu berwujud lambang,
3) bahasa itu berupa bunyi,
4) bahasa itu bersifat arbitrer,
5) bahasa itu bermakna,
6) bahasa itu bersifat konvensional,
7) bahasa itu bersifat unik,
8) bahasa itu bersifat universal,
9) bahasa itu bersifat produktif,
10) bahasa itu bervariasi,
11) bahasa itu bersifat dinamis,
12) bahasa itu berfungsi sebagai alat interaksi social,
13) bahasa itu merupakan identitas penuturnya.
Penggunaan Bahasa
Suatu komunikasi dengan menggunakan bahasa harus memperhatikan delapan
unsur yang diakronimkan menjadi speaking, yakni setting and scene, participants,
ends, act sequences, key, instrumentalities, norms, dan genres.
Kontak Bahasa
Dalam masyarakat yang terbuka, artinya yang para anggotanya dapat menerima
kedatangan anggota dari masyarakat lain, baik dari satu atau lebih dari satu
masyarakat, akan terjadilah apa yang disebut kontak bahasa. Hal yang sangat
menonjol yang bisa terjadi dari adanya kontak bahasa ini adalah terjadinya atau
terdapatnya yang disebut bilingualisme dan multilingualisme.
D. KLASIFIKASI BAHASA
Klasifikasi Genetis
Klasifikasi genetis disebut juga klasifikasi geneologis, dilakukan berdasarkan
garis keturunan bahasa – bahasa itu. Artinya, suatu bahasa berasal atau diturunkan
dari bahasa yang lebih tua. Klasifikasi genetis dilakukan berdasarkan kriteria
bunyi dan arti, yaitu atas kesamaan bentuk (bunyi) dan makna yang
dikandungnya.
Klasifikasi Tipologis
Klasifikasi tipologis dilakukan berdasarkan kesamaan tipe atau tipe – tipe yang
terdapat pada sejumlah bahasa. Klasifikasi ada tataran morfologi yang telah
dilakukan pada abad XIX secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga kelompok,
yaitu:
a) semata –mata menggunakan bentuk bahasa sebagai dasar klasifikasi,
b) menggunakan akar kata sebagai dasar klasifikasi,
c) menggunakan bentuk sintaksis sebagai dasar klasifikasi.
Klasifikasi Areal
Klasifikasi areal dilakukan berdasarkan adanya hubungan timbale balik antara
bahasa yang satu dengan bahasa yang lain di dalam suatu areal atau wilayah,
tanpa memperhatikan apakah bahasa itu berkerabat secara genetik atau tidak.
Klasifikasi ini bersifat arbitrer, nonekshaustik, dan nonunik.
Klasifikasi Sosiolinguistik
Klasifikasi sosiolinguistik dilakukan berdasarkan hubungan antara bahasa dengan
faktor – faktor yang berlaku dalam masyarakat, tepatnya berdasarkan status,
fungsi, penilaian yang diberikan masyarakat terhadap bahasa itu.
BAB III
Proses Fonasi
Terjadinya bunyi bahasa pada umumnya dimulai dengan proses pemompaan udara
keluar dari paru-paru melalui pangkal tenggorok ke pangkal tenggorok, yang di
dalamnya terdapat pita suara. Supaya udara bisa keluar terus, pita suara itu harus
berada dalam posisi terbuka. Setelah melalui pita suara, yang merupakan jalan
satu-satunya untuk bisa keluar, entah melalui rongga mulut atau rongga hidung,
udara tadi diteruskan ke udara bebas. Jika udara yang dari paru-paru itu keluar
tanpa mendapat hambatan apa-apa, maka kita tidak akan mendengar bunyi apa-
apa, selain bunyi nafas. Hambatan terhadap udara atau arus udara yang keluar dari
paru-paru itu dapat terjadi mulai dari tempat yang paling di dalam, yaitu pita suara
sampai tempat yang paling luar yaitu bibir atas dan bawah.
Tulisan Fonetik
Dalam tulisan fonetik setiap huruf atau lambang hanya digunakan untuk
melambangkan satu bunyi bahasa. Setiap bunyi, baik yang segmental maupun
yang suprasegmental dilambangkan secara akurat. Artinya, setiap bunyi
mempunyai lambing-lambangnya sendiri, meskipun perbedaannya hanya sedikit.
Klasifikasi Bunyi
Klasifikasi Vokal
Bunyi vokal biasanya diklasifikasikan dan diberi nama berdasarkan posisi lidah
dan bentuk mulut. Posisi lidah dapat bersifat vertikal dan horizontal.
Diftong atau Vokal Rangkap
Disebut diftong atau vokal rangkap karena posisi lidah ketika memproduksi bunyi
ini pada bagian awalnya dan bagian akhirnya tidak sama. Berdasarkan letak atau
posisi unsur – unsurnya diftong dibedakan atas diftong naik dan diftong turun.
Klasifikasi Konsonan
Bunyi – bunyi konsonan biasana dibedakan berdasarkan tiga patokan atau kriteria
yaitu posisi pita suara, tempat artikulasi, dan cara artikulasi.
Unsur Suprasegmental
Tekanan atau Stres
Tekanan menyangkut masalah keras lunaknya bunyi. Suatu bunyi segmental yang
diucapakan dengan arus udara yang kuat sehingga menyebabkan amplitudonya
melebar, pasti dibarengi dengan tekanan keras.
Silabel
Silabel atau suku kata adalah satuan ritmis terkecil dalam suatu arus ujaran
atau runtunan bunyi ujaran. Silabel sebagai satuan ritmis mempunyai
puncak kenyaringan atau sonoritas yang menjadi puncak silabel.
B. FONEMIK
Identifikasi Fonem
Fonem dari sebuah bahasa ada yang mempunyai beban fungsional yang tinggi
tetapi ada pula yang rendah. Yang memiliki beban fungsional yang tinggi artinya
banyak ditemui pasangan minimal yang mengandung fonem tersebut.
Alofon
Alofon – alofon dari sebuah fonem mempunyai kemiripan fonetis. Artinya,
banyak mempunyai kesamaan dalam pengucapannya atau jika dilihat darlam peta
fonem, letaknya masih berdekatan atau saling berdekatan. Tentang distribusinya,
dapat bersifat komplementer dan dapat pula bersifat bebas.
Klasifikasi Fonem
Fonem – fonem yang berupa bunyi, yang didapati sebagai hasil segmentasi
terhadap arus ujaran disebut fonem segmental. Sebaliknya fonem yang berupa
unsur suprasegmental disebut fonem suprasegmental atau nonsegmental. Jadi,
pada tingkat fonemik ciri – ciri prosodi itu seperti tekanan, durasi, dan nada
bersifat fungsional. Jika kriteria klasifikasi terhadap fonem sama dengan kriteria
yang dipakai untuk klasifikasi bunyi (fon), maka penamaan fonem pun sama
dengan penamaan bunyi.
Khazanah Fonem
Khazanah fonem adalah banyaknya fonem yang terdapat dalam satu bahasa.
Jumlah fonem yang dimiliki suatu bahasa tidak sama jumlahnya dengan yang dimiliki
bahasa lain.
Perubahan Fonem
Asmilasi dan Dismilasi
Asmilasi adalah peristiwa berubahnya sebuah bunyi menjadi bunyi yang lain
sebagai akibat dari bunyi yang ada di lingkungannya, sehingga bunyi tersebut
menjadi sama atau mempunyai ciri – ciri yang sama dengan bunyi yang
mempengaruhinya.
Netralisasi dn Arkifonem
Oposisi antara bunyi /d/ dan /t/ adalah antara bersuara dan tak bersuara. Pada
oposisi akhir, oposisi itu dinetralkan menjadi bunyi tak bersuara. Jadi adanya
bunyi /t/ pada posisi akhir kata yang dieja hard itu adalah hasil netralisasi.
Sedangkan fonem /d/ pada kata hard yang bisa berwujud /t/ atau/d/ dalam
peristilahan linguistik disebut arkifonem. Biasanya dilambangkan dengan huruf
capital /D/.
Umlaut, Ablaut, dan Harmoni Vokal
Umlaut adalah perubahan vokal sedemikian rupa sehingga vokal itu diubah
menjadi vokal yang lebih tingi sebagai akibat dari vokal berikutnya yang tinggi.
Ablaut adalah perubahan vokal yang kita temukan dalam bahasa bahasa Indo –
Jerman untuk menandai pelbagai fungsi gramatikal. Perubahan bunyi yang disebut
harmoni vokal atau keselarasan vokal terdapat dalam bahasa Turki.
Kontraksi
Dalam kontraksi pemendekan menjadi satu segmen dengan pelafalannya sendiri –
sendiri. Misalnya, shall not yang menjadi shan’t, dimana fonem /e/ dari shall
diubah menjadi /a/ dalam shan’t.
A. MORFEM
Identifikasi Morfem
Membandingkan bentuk tersebut di dalam kehadirannya dengan bentuk – bentuk
lain. Jika bentuk tersebut ternyata bisa hadir secara berulang – ulang dengan
bentuk lain, maka bentuk tersebut adalah sebuah morfem.
Klasifikasi Morfem
Morfem Bebas dan Tak Bebas
Morfem bebas adalah morfem yang tanpa kehadiran morfem lain dapat
muncul dalam pertuturan. Sebaliknya, morem terikat adalah morfem yang
tanpa digabung dulu dengan morfem lain tidak dapat muncul dalam
pertuturan.
Morfem Utuh dan Morfem Terbagi
Pembedaan morfem utuh dan morfem terbagi berdasarkan bentuk formal
yang dimiliki morfem tersebut, apakah merupakan satu kesatuan yang
utuh atau merupakan dua bagian yang terpisah atau terbagi karena disisipi
morfem lain.
Morfem Segmental dan Morfem Suprasegmental
Morfem segmental adalah morfem yang dibentuk oleh fonem – fonem
segmental. Sedangkan morfem suprasegmental adalah morfem yang
dibentuk oleh unsur – unsur suprasegmental seperti tekanan.
Morfem Bermakna Leksikal dan Morfem Tak Bermakna Leksikal
Morfem bermakna leksikal adalah morfem – morfem yang secara inheren
telah memiliki makna ada dirinya sendiri tanpa erlu berproses dulu
dengan morfem lain. Morfem tek bermakna leksikal tidak mempunyai
makna apa – apa pada dirinya sendiri.
Morfem Beralomorf Zero
Morfem Dasar, Bentuk Dasar, Pangkal, dan Akar
Morfem dasar digunakan sebagai dikotomi dengan morfem afiks. Bentuk
dasar biasanya digunakan untuk menyebut sebuah bentuk yang menjadi
dasar dalam suatu proses morfologi. Istilah pangkal digunakan untuk
menyebut bentuk dasar dalam proses infleksi atau proses pembubuhan
afiks inflektif. Akar digunakan untuk menyebut bentuk yang tidak dapat
dianalisis lebih jauh lagi.
B. KATA
Hakikat Kata
Kata adalah deretan huruf yang diapit oleh dua buah spasi dan mempunyai satu
arti atau kata adalah satuan bahasa yang memilki satu pengertian.
Klasifikasi Kata
Istilah lain yang biasa dipakai untuk klasifikasi kata adalah penggolongan
kata atau penjenisan kata, dalam peristilahan bahasa Inggris disebut juga
part of speech. Klasifikasi kata ini dalam sejarah linguistik selalu menjadi
salah satu topik yang tidak pernah terlewatkan.
Pembentukan Kata
Inflektif
Perubahan atau penyesuaian bentuk pada verba disebut konyugasi
dan perubahan atau penyesuaian pada nomina dan adjektiva
disebut deklinasi. Konyugasi pada verba biasanya berkenaan
dengan kala (tense), aspek, modus, diathesis, persona, jumlah, dan
jenis. Sedangkan deklinasi biasanya berkenaan dengan jumlah,
jenis, dan kasus dalam buku – buku tata bahasa berfleksi,
pembahasan biasanya hanya berkisar pada konyugasi dan deklinasi
ini saja.
Derivatif
Pembentukan kata secara derivative membentuk kata baru, kata
yang identitas leksikalnya tidak sama dengan kata dasarnya.
C. PROSES MORFEMIS
Afiksasi
Afiksasi adalah proses pembubuhan afiks pada sebuah dasar atau bentuk dasar.
Dalam proses ini terlibat unsur – unsur dasar atau bentuk dasar, afiks, dan makna
gramatikal yang dihasilkan. Proses ini dapat bersifat inflektif dan derivatif.
Namun, proses ini tidak berlaku untuk semua bahasa. Ada sejumlah bahasa yang
tidak mengenal proses afiksasi ini.
Reduplikasi
Reduplikasi adalah proses morfemis yang mengulang bentuk dasar, baik secara
keseluruhan, sebagian, maupun dengan perubahan bunyi.
Komposisi
Komposisi adalah hasil dan proses penggabungan morfem dasar dengan morfem
dasar, baik yang bebas maupun terikat sehingga terbentuk sebuah konstruksi yang
memiliki identitas leksikal yang berbeda atau yang baru.
Pemendekan
Pemendekan adalah proses penganggalan bagian – bagian leksem atau gabungan
leksem sehingga menjadi sebuah bentuk singkat, tetapi maknanya tetap sama
dengan makna bentuk utuhnya. Hasil proses pemendekan tersebut disebut
kependekan.
D. MORFOFONEMIK
Morfofonemik adalah proses berubahnya wujud morfemis dalam suatu proses
morfolgis baik afiksasi, reduplikasi maupun komposisi. Perubahan fonem dalam proses
morfofonemik ini dapat berwujud pemunculan fonem, pelesapan fonem, peluluhan
fonem, perubahan fonem, dan pergeseran fonem.
BAB V
A. STRUKTUR SINTAKSIS
Secara umum susunan sintaksis itu terdiri dari susunan subjek, predikat, objek, dan
keterangan. Eksistensi struktur sintaksis terkecil ditopang oleh urutan kata, bentuk kata,
dan intonasi.
C. FRASE
PENGERTIAN FRASE
Frase didefinisikan sebagai satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang
bersifat nonpredikatif, atau lazim juga sebagai gabungan kata yang mengisi salah
satu fungsi sintaksis di dalam kalimat.
Jenis Frase
Frase Eksosentrik
Frase eksosentrik adalah frase yang komponen – komponennya tidak
mempunyai perilaku sintaksis yang sama dengan keseluruhannya. Secara
keseluruhan atau secara utuh frase ini dapat mengisi fungsi keterangan.
Frase Endosentrik
Frase endosentrik adalah frase yang salah satu unsurnya atau
komponennya memiliki perilaku sintaksis yang sama dengan
keseluruhannya. Artinya, salah satu komponennya ini dapat
menggantikan kedudukan keseluruhannya.
Frase Koordinatif
Frase koordinatif adalah frase yang komponen pembentuknya terdiri dari
dua komponen atau lebih yang sama atau sederajat dan secara potensial
dapat dihubungkan oleh konjungsi koordinatif, baik yang tunggal
maupun konjungsi terbagi.
Frase Apositif
Frase apositif adalah frase koordinatif yang kedua komponennya saling
merujuk sesamanya dan oleh karena itu, urutan komponennya dapat
dipertukarkan.
Perluasan frase
Frase dapat diperluas, maksudnya frase tersebut dapat diberi tambahan
komponen baru sesuai dengan konsep atau pengertian yang akan
ditampilkan.
D. KLAUSA
Pengertian Klausa
Klausa adalah satuan sintaksis berupa runtunan kata – kata berkonstruksi predikatif.
Artinya, di dalam konstruksi itu ada komponen berupa kata atau frase yang berfungsi
sebagai predikat dan yang lain berfungsi sebagai subjek objek, dan keterangan.
Jenis Klausa
Jenis klausa dapat diperbedakan berdasarkan strukturnya dan berdasarkan kategori
segmental yang menjadi predikatnya. Berdasarkan strukturnya dapat dibedakan adanya
klausa bebas dan klausa terikat. Berdasarkan kategori unsur segmental yang menjadi
predikatnya dapat dibedakan adanya klausa verbal, klausa nominal, klausa adjectival,
klausa adverbial, dan klausa preposisional.
E. KALIMAT
Pengertian Kalimat
Kalimat adalah susunan kata – kata yang teratur yang berisi pikiran yang lengkap.
Kalimat juga berarti lafal yang tersusun dari dua buah kata atau lebih yang mengandung
arti.
Jenis Kalimat
Kalimat Inti dan Kalimat Non-Inti
Kalimat inti adalah kalimat yang dibentuk dari klausa inti yang lengkap bersifat
deklaratif, aktif atau netral, dan afirmatif. Kalimat inti + proses transformasi =
kalimat noninti.
Intonasi Kalimat
Intonasi merupakan cirri utama yang membedakan kalimat dari sebuah
klausa, sebab bisa dikatakan kalimat minus intonasi sama dengan klausa
atau jika dibalik klausa plus intonasi sama dengan kalimat. Jadi, jika
intonasi dari sebuah kalimat ditanggalkan maka sisanya yang tinggal
adalah klausa.
Aspek
Aspek adalah cara untuk memandang pembentukan waktu secara internal di
dalam suatu situasi, keadaan, kejadian, atau proses.
Kala
Kala atau tenses adalah informasi dalam kalimat yang menyatakan waktu
terjadinya perbuatan, kejadian, tindakan, atau pengalaman yang disebutkan di
dalam preikat.
Modalitas
Modalitas adalah keterangan dalam kalimat yang menyatakan sikap pembicara
terhadap hal yang dibicarakan yaitu mengenai perbuatan, keadaan, dan peristiwa
atau juga sikap terhadap lawan bicaranya.
Fokus
Fokus adalah unsure yang menonjolkan bagian kalimat sehingga perhatian
pendengar atau pembaca tertuju pada bagian tersebut.
Diatesis
Diatesis adalah gambaran hubungan antara pelaku atau peserta dalam kalimat
dengan perbuatan yang dikemukakan dalam kalimat.
F. WACANA
Pengertian Wacana
Wacana adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki gramatikal
merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar.
Alat Wacana
Alat – alat gramatikal yang dapat digunakan untuk membuat sebuah wacana menjadi
kohesif antara lain konjungsi, kata ganti, ellipsis.
Jenis Wacana
Dilihat dari adanya wacana lisan dan wacana tulis berkenaan dengan sarananya yaitu
bahasa lisan atau bahasa tulis. Wacana prosa jika dilihat dari penyampaian isinya
dibedakan menjadi wacana narasi, wacana eksposisi, wacana persuasi, dan wacanaa
argumentasi.
Subsatuan Wacana
Jika isi wacana berupa masalah keilmuan yang cukup luas, diuraikan berdasarkan
persyaratan suatu karangan ilmiah, maka wacana itu akan menjadi sangat luas, mungkin
bisa puluhan atau ratusan halaman panjangnya. Jika demikian, maka biasanya wacana itu
akan dibagi – bagi dalam beberapa bab, setiap bab akan dibagi lagi atas beberapa subbab,
setiap subbab disajikan dalam beberapa paragraf atau juga subparagraf.
G. CATATAN MENGENAI HIERARKI SATUAN
Jika dalam urutan normal kenaikan tingkat atau penurunan tingkat terjadi pada jenjang
berikutnya yang satu tingkat ke atas atau satu tingkat ke bawah. Maka dalam pelompatan
tingkat terjadi peristiwa, sebuah satuan menjadi konstituen dalam jenjang sekurang –
kurangnya dua tingkat di atasnya.
BAB VI
A. HAKIKAT MAKNA
Jika tanda linguistik disamakan identitasnya dengan kata atau leksem maka berarti
makna adalah pengertian atau konsep yang dimiliki oleh setiap kata atau leksem, jika
tanda linguistik itu disamakan identitasnya dengan morfem maka makna berarti
pengertian atau konsep yang dimiliki oleh setiap morfem, baik morfem dasar maupun
morfem afiks.
B. JENIS MAKNA
v Makna Leksikal, Gramatikal, Dan Kontekstual
Makna leksikal adalah makna yang dimiliki atau ada pada leksem meski tanpa
konteks apapun. Berbeda dengan makna leksikal, makna gramatikal baru ada jika
terjadi proses gramatikal seperti afiksasi, reduplikasi, komposisi, atau kalimatisi.
Makna kontekstual adalah makna sebuah leksem atau kata yang berada di dalam
satu konteks.
C. RELASI MAKNA
Sinonimi
Sinonimi adalah hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna antara
satuan ujaran dengan satuan ujaran lainnya.
Antonimi
Antonimi adalah hubungan semantik antara dua buah satuan ujaran yang maknanya
menyatakan kebalikan, pertentangan, atau kontras antara yang satu dengan yang lain.
Polisemi
Sebuah kata atau satuan ujaran disebut polisemi jika kata tersebut mempunyai makna
lebih dari satu.
Homonimi
Homonimi adalah dua buah kata atau satuan ujaran yang bentuknya kebetulan sama,
maknanya berbeda karena masing – masing merupakan kata atau bentuk ujaran yang
berlainan.
Hiponimi
Hiponimi adalah hubungan semantik antara sebuah bentuk ujaran yang maknanya
tercakup dalam makna bentuk ujaran yang lain.
Ambiguiti
Ambiguiti adalah gejala dapat terjadinya kegandaan makna akibat tafsiran gramatikal
yang berbeda.
Redundansi
Istilah redundansi biasanya diartikan sebagai berlebih – lebihannya penggunaan unsur
segmental dalam suatu bentuk ujaran.
D. PERUBAHAN MAKNA
Secara sinkronis makna sebuah kataa atau leksem tidak akan berubah, tetapi secara
diakronis ada kemungkinan dapat berubah. Artinya, dalam masa yang relatif singkat,
makna sebuah kata akan tetap sama, tidak berubah tetapi dalam waktu yang relatif lama
ada kemungkinan makna sebuah kata akan berubah. Ada kemungkinan ini tidak berlaku
untuk semua kosakata yang terdapat dalam sebuah bahasa, melainkan hanya terjadi pada
sejumlah kata saja.
Komponen Makna
Setiap kata, leksem, atau butir leksikal tentu mempunyai makna. Makna yang dimiliki
oleh setiap kata itu terdiri dari sejumlah komponen (komponen makna), yang membentuk
keseluruhan makna kata itu.
Kesesuaian Sintaksis dan Semantis
Analisis persesuaian semantik dan sintaktik ini tentu saja harus memperhitungkan
komponen makna kata secara lebih terperinci.
BAB VII
A. LINGUISTIK TRADISIONAL
Linguistik Zaman Yunani
Masalah pokok kebahasaan yang menjadi pertentangan para linguis pada waktu ini adalah
pertentangan antara fisis dan namos, pertentangan antara analogi dan anomali.
Zaman Romawi
Studi bahasa pada zaman Romawi dapat dianggap kelanjutannya dari zaman Yunani,
sejalan dengan jatuhnya Yunanni dan munculnya kerajaan Romawi. Dapat dikatakan
orang Romawi mendapat pengalaman dalam bidang linguistik dari orang Yunani.
Zaman Pertengahan
Dari zaman pertengahan ini, yang patut dibicarakan dalam studi bahasa antara lain adalah
peranan kaum modistae, tata bahasa speculative, dan petrus hispanus.
Zaman Renaisans
Zaman renaisans dianggap sebagai zaman pembukaan abad pemiiran abad modern.
Dalam sejarah studi bahasa ada dua hal pada zaman renaisans ini yang menonjol yaitu
selain menguasai bahasa latin, sarjana-sarjana pada waktu itu juga menguasai bahasa
Yunani, bahasa Ibrani, dan bahasa Arab, selain bahasa Yunani, Latn, Ibrani, dan Arab,
bahasa-bahasa Eropa lainnya juga mendapat perhatian dalam bentuk pembahasan,
penyusunan tata bahasa, dan perbandingan.
Menjelang Lahirnya Linguistik Modern
Masa antara lahirnya linguistik modern dengan masa berakhirnya zaman renaisans ada
satu tonggak yang sangat penting dalam sejarah studi bahasa. Tonggak yang dianggap
sangat penting tersebut adalah dinyatakannya adanya hubungan kekerabatan antara
bahasa Sansekerta dengan bahasa-bahasa Yunani, Latin, dan bahasa-bahasa Jerman
lainnya.
B. LINGUISTIK STRUKTURALIS
Ferdinand de Saussure
Ferdinand de Saussure membedakan telaah bahasa secara sinkronik dan telaah bahasa
ssecara diakronik.
Aliran Praha
Aliran Praha terbentuk pada tahun 1926 atass prakarsa salah seorang tokohnya,
yaitu Vilem mathesius (1882-1945). Struktur bunyi dijelaskan dngan memakai
kontras atau oposisi. Ukuran untuk menentukan apakah bunyi-bunyi ujaran
tersebut beroposisi atau tidak adalah makna.
Aliran Glosemantik
Analisis bahasa dimulai dari wacana, kemudian ujaran tersebut harus dianalisis
atas konstituen-konstituen yang mempunyai hubungan paradigmatic dalam rangka
forma, substansi, ungkapan, dan isi.
Aliran Firthian
Firth berpendapat telaah bahasa harus memperhatikan komponen sosiologis. Tiap
tutur harus dikaji dalam konteks situasinya yaitu orang-orang yang berperan
dalam masyarakat, kata-kata yang mereka ungkapkan, dan hal-hal lain yang
berhubungan.
Linguistik Sistemik
Nama aliran linguistik sistemik tidak dapat dilepaskan dari nama M.A.K Halliday,
yaitu salah seorang murid Firth yang mengembangkan teori Firth mengenai
bahasa, khususnya yang berkenaan dengan segi kemasyarakatan bahasa.
Aliran Tagmemik
Yang dimaksud dengan tagmem adalah korelasi antara fungsi gramatikal atau slot
dengan sekelompok bentuk – bentuk kata yang dapat saling dipertukarkan untuk
mengisi slot tersebut.
PENDAHULUAN
BAB I
Sebelumnya telah ada di Alexandria, suatu aliran “filologis”, namun istilah ini dikaitkan
dengan gerak ilmiah yang diciptakan oleh Friedrich August Wolf sejak tahun 1777 dan yang
berlanjut sampai kini. Pengkajian ini membawa fonologi kepada telaah sejarah kesusasteraan,
adat istiadat, pranata, dan lainnya
Pada tahun 1816, di dalam karya berjudul System de la conjugaison du sanscrit Franz Bopp
menelaah hubungan yang mempersatukan bahasa Sansekerta, dengan bahasa Germania,
Yunani,Latin,dan sebagainya. Bobb bukan yang pertama kali menemukan pertalian itu
menyatakan bahwa semua langue berasal dari satu rumpun penelitian yang sama telah dilakukan
pada tahun 1794 tetapi ini tidak membuktikan bahwa pada tahun 1819 orang telah memahami
secara umum arti dan pentingnya kenyataan tersebut.
BAB II
Materi linguistik dibentuk pertama-tama oleh semua pengungkapan langage manusia , apakah
itu bangsa biadap atau beradap ,zaman kuno, klasik atau dekedensi, dengan memperhitungkan ,
pada setiap masa, tidak hanya langage benar dan langage indah, tetapi segala bentuk
pengungkapan.
o Mendeskripsikan dan menyusun sejarah semua langue yang dapat dicapainya, berarti
menyusun sejarah rumpun langue dan menyusun kembali kalau mungkin langue induk
dari setiap rumpun.
o Mencari kekuatan yang memegang peran penting dan universal didalam semua langue,
dan menarik darinya dan hukum hukum umum yang dapat dijadikan patokan bai
semua gejala dalam sejarah.
o Membatasi diri dan merumuskan diri sendiri, linguistik mempunyai hubungan yang
erat dengan ilmu-ilmu lain yang kadang-kadang meminjamkan data dan memasok
data.
Hubungan antara linguistik dan fisiologi adalah unilateral, artinya pengkajian langue
membutuhkan penerangan dari fisiologi bunyi tetapi tidak memberikan data apa pun kepadanya.
BAB III
OBJEK LINGUISTIK
1. Langue: definisinya
Seseorang melafalkan kata prancis nu: seseorang pengamat yang dangkal akan tergoda
untuk melihatnya sebagai objek konkret bagi linguistik ; tetapi kalau diteliti kembali akan
didapatkan berturut-turut tiga atau empat hal yang sama sekali berbeda, tergantung cara
kita mengamatinnya: sebagai bunyi, sebagai pengungkapan suatu gagasan, sebagai
turunan dari latin nudum dan lainnya.
BAB IV
LINGUISTIK LANGUE DAN LINGUISTIK PAROLE
Pemisahan pembunyian, dan langue dengan transformasi fonetis, alternasi bunyi yang
dihasilkan dalam parole dan yang memberi pengaruh begitu mendalam pada nasib langue itu
sendiri.
Langue dan parole itu berkaitan erat langue perlu agar parole dapat saling dipahami dan
menghasilkan segala dampaknya, tetapi parole perlu agar langue terbentuk.
Langue hadir secara utuh dalam bentuk sebuah guratan yang tersimpan di dalam setiap otak.
Paroleh adalah jumlah dari apa yang dituturkan orang dan mengandung kombinasi individual,
yang tidak tergantung dari kemauan mereka yang menuturkannya, tindak pembunyian yang juga
suka rela, dan perlu bagi pengungkapan-pengungkapan tersebut.
BAB V
UNSUR INTERN DAN UNSUR EKSTREN DAN LANGUE
Linguistik inilah yang menalaah hal-hal penting, hal-hal tersebut adalah semua segi yang
menghubungkan linguistik dan etnologu,semua hubungan yang mungkin ada antara sejarah suatu
langue dan sejarah suatu rasa tau suatu kebudayaan.
Linguistik ekstern dapat mengumpulkan rincian demi rincian tanpa merasa terikat di dalam
lingkup sebuah sistem. Linguistik intern tidak menerima sembarangan pengaturan. Langue
adalah suatu sistemm yang memiliki susunan sendiri.
BAB VI
PENGUNGKAPAN LANGUE MELALUI AKSARA
3. Sistem-Sistem Aksara
Hanya ada dua aksara:
o Sistem ideografi, dimana kata diugkapkan oleh sebuah lambang tunggal dan tidak
ada hubungannya dengan bunyi-bunyi yang membentuknya
o Sistem lazim yang disebut fonetis, yang bertujuan memproduksi urutan bunyi
yang berurutan didalam kata
1) Dampak Ketidaksesuaian
Ejaan yang mengambang yang menunjukan adanya coba-coba yang dilakukan
diberbagai zaman untuk melambangkan bunyi.
Hasil yang jelas dari itu semua adalah bahwa tulisan mengaburkan langue.
Tulisan bukan pakaian melainkan penyamaran. Hasil yang lain adalah bahwa
semakin tulisan tidak melambungkan apa yang seharusnya dilambangkan,
semakin kuat kecenderungan menggunakan tulisan dasar.
BAB VII
FONOLOGI
1) Definisi
Fisiologi bunyi istilah tersebut kurang tepat , kami menggantinya dengan
fonologi. karena fonetik berarti dan terus berarti studi evolusi bunyi, kita tidak
mungkin merancuhkan dibawah satu nama yang sama dua studi yang sama sekali
berbeda. Fonologi adalah ilmu hitoris, menganalisi peristiwa, perubahan dan
gerak bersama waktu. Fonologi berada di luar waktu karena mekanisme pelafalan
serupa.
1. Aksara fonologis
Aksara itu harus dapat melambangkan suatu tanda, setiap unsur didalam rangkaian
tuturan. Aksara fonologi harus tetap hanya digunakan oleh ahli linguistik
Jenis-Jenis Fonologi
1. Definisi Fonem
Banyak ahli fonologi terlalu mementingkan tindak bunyian, artinya produk bunyi-
bunyi oleh alat bunyi dan mengesampingkan segi akustik.
BAB I
1. Tanda,Petanda,Penanda
Tanda bahasa menyatukan bukan hal dengan nama melainkan konsep gambaran
akustik
2. Prinsip Pertama: Kesemenaan Tanda
Ikatan yang mempersatukan penanda dengan petanda bersifat semena,atau juga
karena lambing bahasa kita mengartikan sebagai keseluruhan yang dihasilkan oleh
asosiasi sesuatu penanda dengan suatu penanda.
3. Prinsip Kedua: Ciri Linier Penanda
Penanda yang hakikatnya audiktif berlangsung dalam waktu dan memiliki ciri-ciri
yang sama dengan waktu dan masa ukur dalam satu-satunya masa dimensi, yaitu
sebuah gari
BAB II
1. Ketakterubahan
Langue tidak dapat terikat oleh sesuatu kontrak, dan justru karena itulah tanda
bahsa begitu menarik untuk diteliti karena kalau kita ingin memperlihatkan bahwa
hukum yang diterima disuatu masyarakat adalah sesuatu yang kita turuti, dan
bukan aturan yang ditetapkan secara bebas,langue lah bukti yang sangat mencolok
2. Keterubahan
Jalannya waktu yang menjamin kesinambungan langue,menimbulkan dampak
lain,yang menampakan kontradiktif dengan dampak diatas . waktu memungkinkan
tanda-tanda bahasa diganti dengan kecepatan tertentu. Meskipun demikian
keterubahan dan ketakterubahan dari segi tertentu sama-sama merupakan ciri
tanda bahasa
BAB III
Linguistik berada dipersimpangan jalan yang kedua. Pertama kita harus memilih antara langue
atau parole,dan sekarang kita dipersimpangan jalan yang satu menuju ke diakroni yang lainnya
menuju sinkroni.
Sekali kita memiliki prinsip ganda ini didalam mengklasifikasi dapat ditambahkan bahwa
semua yang diakronis dalam langue hanya hadir dalam parole.
BAGIAN KEDUA
LINGUISTIK SINKRONIS
Apabila suatu ilmu tidak memiliki satuan konkret yang segera teramati adalah karena satuan
itu tidak penting baginya.
Jadi langue memiliki ciri aneh yang mencolok, yaitu tidak adanya maujud yang teramati pada
pandangan pertama,namun kita yakin bahwa maujud itu ada dan bahwa permainan di antara
merekalah yang membentuk langue. Kemungkinan besar disitulah letak ciri yang membedakan
langue dari pranata simiologisnya.
BAGIAN KETIGA
LINGUISTIK DIAKRONIS
Linguistik diakronis tidak menelaah unsur unsur bahasa yang hadir bersama, tetapi menelaah
hubungan antara unsur-unsur yang berurutan yang saling mengganti di dalam waktu.
Sifat fonetik diakronis sangat bertalian dengan perinsip yang mengatakan bahwa apapun yang
berhubungan dengan fonetik dalam pengertian yang luas tidak mengandung makna maupun
gramik.
BAGIAN KEEMPAT
LINGUISTIK GEOGRAFIS
Yang mencolok dalam penelitian langue, pertama adalah kebinekaannya, yaitu perbedaan
yang bahasa yang nampak begitu kita lewat dari negri yang satu kenegri lainnya atau bahkan dari
daerah satu kedaerah lainnya.Masyarakat primitive menimbulkan anggapan bahwa langue
merupakan kebiasaan, tradisi yang sama dengan tradisi pakaian atau persenjataan.
Kebinekaan geografis menjadi tema dalam linguistik perbedaan ini menandai awal penelitian
ilmiah mengenai langue, bahkan yang dilakukan orang yunani sekalipun. Kebinekaan geografis
ditampilkan dalam bentuk yang ideal sekian daerah sekian langue yang berbeda
BAGIAN KELIMA
Kalau linguistik sinkronis hanya memerlukan satu prespektif yaitu penutur bahasa, linguistik
diakronis mengharuskan sekaligus perspektif yang mengikuti arah waktu, dan prespektif
retrospektif yang melawan arah waktu.
Pada taraf awal, linguistik Indo-Eropa tidak memahami tujuan sebenarnya dari studi
perbandingan. Karena bahasa ini adalah bahasa tertua bagi bahasa Indo-Eropa, dokumen tersebut
dianggap prototype. Kalau satu-satunya cara merekontruksi adalah dengan membandingkan,
maka perbandingan tidak mempunyai tujuan lain kecuali rekontruksi bentuk yang tunggal.
BAB III
PEMBAHASAN
Kelebihan buku ini dilihat dari isinya secara keseluruhan yaitu yang pertama, memuat ilmu-
ilmu tentang linguistik yang belum diketahui sebelumnya, sehingga dapat menambah
pengetahuan baru mengenai linguistik. Dalam buku ini terdapat beberapa istilah atau
pengetahuan-pengetahuan bahasa yang belum pernah didapatkan sehingga dapat menambah
wawasan ilmu linguistik bagi pembaca.
Kedua, bahasa yang digunakan cukup bisa dipahami bagi pembaca. Maksudnya, kata-kata
yang ada di dalam buku ini tidak terlalu rumit dan mudah dipahami khususnya yang baru mulai
mempelajari linguistik, tidak akan mendapatkan kesulitan.
Ada kelebihan, pasti ada juga kekurangan. Dalam buku ini juga terdapat beberapa kekurangan
dilihat dari segi isinya. Pertama, dalam penulisan buku ini cenderung memasukkan istilah-istilah
bahasa yang sulit dimengerti, apalagi pembaca awam yang belum mempelajari mengenai
linguistik. Walaupun demikian, tapi masih bisa dipahami sedikit demi sedikit.
Kedua, walaupun mudah dipahami, tapi terkadang ada beberapa materi yang sulit dan
membutuhkan sebuah konsentrasi yang tinggi untuk memahaminya. Apalagi, bagi pembaca yang
baru mengenal dan mengetahui tentang linguistik tipologi bandingan. Dengan materi-materi
seperti itu, hanya akan membuat pembaca merasa tidak tertarik untuk membacanya dan
mempelajarinya.
Kelebihan Buku Utama
Kelebihan buku ini dilihat dari isinya secara keseluruhan yang menjelaskan secara terperinci
dan sangat jelas dan mendetail sehingga dapat menambah pengetahuan baru mengenai linguistik.
Dalam buku ini terdapat beberapa istilah atau pengetahuan-pengetahuan bahasa yang belum
pernah didapatkan sehingga dapat menambah wawasan ilmu linguistik bagi pembaca.
Kedua, penulisan dan pemilihan kata yang mudah dipahami sehingga sangat membantu bagi
seseorang yang baru memulai mempelajari linguistik.
Kekurangan Buku
Terlalu banyak menggunakan kata kode yang mengharuskan membolak balik halaman
sehingga membuat pembaca bosan dan membuat pembaca sulit untuk memahami materi karena
harus membolak balikan buku jika ada kata yang sulit
BAB IV
KESIMPULAN
Secara popular orang sering menyatakan bahwa linguistik adalah ilmu tentang bahasa atau
ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya.
Pada dasarnya setiap ilmu, termasuk juga ilmu linguistik, telah mengalami tiga tahap
perkembangan sebagai berikut.
Tahap pertama, yakni tahap spekulasi. Dalam tahap ini, pembicaraan mengenai sesuatu dan
cara mengambil kesimpulan dilakukan dengan sikap spekulatif. Artinya, kesimpulan itu dibuat
tanpa didukung oleh bukti-bukti empiris dan dilaksanakan tanpa menggunakan prosedur-
prosedur tertentu.
Tahap kedua, adalah tahap observasi dan klasifikasi. Ada tahap ini para ahli di bidang bahasa
baru mengumpulkan dan menggolong-golongkan segala fakta bahasa dengan teliti tanpa
memberi teori atau kesimpulan apapun. Bahasa-bahasa di Nusantara didaftarkan, ditelah ciri-
cirinya, lalu dikelompok-kelompokkan berdasarkan kesamaan-kesamaan ciri yang belum sampai
pada penarikan suatu teori. Pada saat ini cara kerja tahap kedua dimiliki bahasa tersebut. Cara
seperti ini belum dapat dikatakan ilmiah sebab ini tampaknya masih diperlukan bagi kepentingan
dokumentasi kebahasaan di negeri kita, sebab masih banyak bahasa di Nusantara ini yang belum
terdokumentasikan.
SARAN
Saran saya sedikit untuk kedua buku ini adalah mengurangi kata kata yang sulit di pahami dan
kata kata yang mengharuskan pembaca terus melihat catatan yang ada di halaman belakang buku.