Kel 3 - Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR)
Kel 3 - Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR)
Dosen Pengampu:
Mun Yah Zahiroh, S.E., M.B.A.
Kelompok 3:
Terimakasih saya panjatkan kehadirat Allah Swt, Tuhan Yang Maha Esa
karena atas karunia dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah kami yang
berjudul “Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Perspektif Islam” dengan baik
dan tepat pada waktunya. Makalah ini, disusun dalam rangka memenuhi salah satu
tugas kelompok mata kuliah Etika Bisnis Islam.
Akhir kata, semoga hasil dari penyusunan makalah ini, mampu memberikan
wawasan dan manfaat terhadap persepsi mahasiswa terhadap suatu fenomena salah
satunya yang diatas. Dalam penyusunannya, penulis menyadari makalah ini masih
jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak agar makalah ini menjadi lebih baik dan dapat
digunakan sebagaimana fungsinya.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
sosial terhadap dunia usaha. Hal ini menuntut para pelaku bisnis untuk
menjalankan usahanya dengan semakin bertanggungjawab. Pelaku bisnis tidak
hanya dituntut untuk memperoleh keuntungan dari lapangan usahanya,
melainkan mereka juga diminta untuk memberikan kontribusi positif terhadap
lingkungan sosialnya. Perubahan pada tingkat kesadaran masyarakat tersebut
memunculkan kesadararan baru tentang pentingnya melaksanakan CSR.
Pemahaman itu memberikan pedoman bahwa perusahaan tidak hanya sebagai
entitas yang mementingkan dirinya sendiri untuk memperoleh keuntungan,
namun perusahaan merupakan entitas yang wajib melakukan tanggung jawab
sosial dan lingkungan.
2
BAB II
3
pemberian amal, berinvestasi dalam solusi hijau, menerapkan praktik sumber
daya manusia yang progresif, dan terlibat dalam pengembangan masyarakat.
Tuntutan untuk tindakan ini sering didorong oleh organisasi non-pemerintah
seperti Amnesty International dan World Wide Fund for Nature (WWF), yang
tujuannya adalah untuk memberikan informasi dan mempengaruhi perubahan
melalui kesadaran publik (McWilliams, 2015).
Ada beberapa definisi tentang CSR (Corporate Social Responsibility) di
antaranya dinyatakan dalam buku CSR oleh Yusuf Wibisono: ”The World
Business Council for Sustainable Development (WBCSD) mendefinisikan CSR
sebagai continuing commitment by business to behave ethically and contribute
to economic development while improving the quality of life of the workforce
and their families as will as of the local community and society at large”.
(komitmen dunia usaha untuk terus menerus bertindak secara etis, beroperasi
secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi, bersamaan dengan
peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya sekaligus juga
peningkatan kualitas komunitas lokal dan masyarakat secara lebih luas) (Aziz,
2013).
4
(profit, people dan planet). Istilah ini, kata Syahidin, dipopulerkan oleh John
Elkington tahun 1997 melalui bukunya berjudul “Cannibals with forks, the
Triple Line of Twentieth Century Business. Elkington mengembangkan konsep
triple ini dalam istilah economic prosperity environmental quality dan social
justice (Aziz, 2013).
Konsep tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social
responsibility (CSR), muncul sebagai akibat adanya kenyataan bahwa pada
dasarnya karakter alami dari setiap perusahaan adalah mencari keuntungan
semaksimal mungkin tanpa memperdulikan kesejahteraan karyawan,
masyarakat dan lingkungan alam. Seiring dengan meningkatnya kesadaran dan
kepekaan dari stakeholder perusahaan maka konsep tanggung jawab sosial
muncul dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan kelangsungan hidup
perusahaan di masa yang akan datang (Aziz, 2013).
Tanggung jawab sosial perusahaan dapat didefinisikan secara sederhana
sebagai suatu konsep yang mewajibkan perusahaan untuk memenuhi dan
memperhatikan kepentingan para stakeholder dalam kegiatan operasinya
mencari keuntungan. Stakeholder yang dimaksud diantaranya adalah para
shareholder, karyawan (buruh), kustomer, komunitas lokal, pemerintah,
lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan lain sebagainya (Aziz, 2013).
Contoh penerapan tanggung jawab dan isu sosial perusahaan yang saat ini
baru dilakukan (Aziz, 2013), yaitu:
1. Pengaruh dari globalisasi dan internasionalisasi yang memaksa perusahaan
untuk dapat menerapkan fungsi tanggung jawab sosial perusahaan. Bentuk
globalisasi dan internasionalisasi ini dapat berupa tekanan dari pihak
ketiga (distributor, buyer, client, dan shareholder) yang menjadi bagian
atau mitra kerja dari perusahaan lokal. Mereka dapat menetapkan suatu
kondisi yang harus diikuti oleh perusahaan lokal dalam memenuhi
tanggung jawab sosialnya.
2. Ditinjau dari jenis perusahaan, umumnya yang menjalankan fungsi
tanggung jawab sosial adalah perusahaan yang bergerak dalam usaha
eksplorasi alam (tambang, minyak, hutan). Perusahaan tambang lebih
5
mendapatkan perhatian dari masyarakat dibanding-kan dengan perusahaan
non tambang (terutama LSM).
3. Bentuk tanggung jawab sosial perusahaan yang biasanya dilakukan adalah
pemberian fasilitas kepada para pekerja atau buruh.
4. Bentuk lainnya dari tanggung jawab sosial perusahaan sebatas pemberian
sumbangan, hibah, bantuan untuk bencana alam yang sifatnya momentum.
Menurut Prince of Wales International Business Forum, ada lima pilar
aktivitas tanggung jawab sosial perusahaan (Sukmawaty, 2017), yaitu sebagai
berikut:
a. Building Human Capital adalah berkaitan dengan internal perusahaan
untuk menciptakan sumber daya manusia yang handal, sedangkan secara
eksternal perusahaan dituntut melakukan pemberdayaan masyarakat.
b. Strengthening economies adalah perusahaan dituntut untuk tidak menjadi
kaya sendiri sementara komunitas di lingkungannya miskin, Perusahaan
harus memberdayakan ekonomi sekitarnya.
c. Assesing Social chesion adalah upaya untuk menjaga keharmonisan
dengan masyarakat sekitarnya agar tidak menimbulkan konflik.
d. Encouraging good governance adalah perusahaan dalam menjalankan
bisnisnya, harus mengacu pada Good Corporate Governance (GCG).
e. Protecting the environment adalah perusahaan harus berupaya keras
menjaga kelestarian lingkungan.
Garriga & Mele mencoba memetakan konsep-konsep CSR ke dalam empat
kelompok (S & Raharjo, 2014), yaitu:
a. Instrument CSR, Kelompok pertama, kelompok instrumental theories,
menganggap bahwa CSR atau kegiatan sosial adalah sebuah alat untuk
mencapai tujuan ekonomi yang pada akhirnya adalah menghasilkan
kekayaan. Ada tiga tujuan ekonomi yang kemudian dapat diidentifikasi
dari kelompok instrumental theories ini maximization of shareholder
value; the strategic goal of achieving competitive advantages; dan cause-
related marketing.
6
b. Politik CSR, Kelompok teori ini memusatkan perhatiannya pada
bagaimana menggunakan tanggung jawab dari kekuatan bisnis dalam
arena politik. Teori politik adalah VHNHORPSRN WHRUL-teori dan
pendekatan CSR yang memusatkan perhatiannya pada interaksi dan
koneksi antara bisnis dan masyarakat dan pada kekuasaan dan posisi bisnis
dan tanggung jawab yang melekat pada bisnis tersebut.
c. Integrative CSR, Kelompok ini berpendapat bahwa bisnis sangat
tergantung pada masyarakat untuk menjaga keberadaan, keberlanjutan dan
perkembangan bisnis tersebut. Integrative theories memandang pada
bagaimana bisnis mengintegrasikan tuntutan sosial dan biasanya fokus
kepada mendeteksi, mencari dan memberikan respon kepada tuntutan
sosial untuk mencapai legitimasi sosial, penerimaan sosial yang lebih
tinggi dan prestige. Pendekatan yang diurai dalam kelompok teori ini
adalah issues management, the principle of public responsibility,
stakeholder management dan corporate social performance.
d. Etik CSR, Teori-teori yang tercakup dalam kelompok ini berperan sebagai
perekat hubungan diantara perusahaan dan masyarakat. Teori-teori ini
merupakan prinsip-prinsip yang mengungkapkan mengenai hal-hal yang
benar untuk dilakukan atau hal-hal yang perlu dilakukan untuk mencapai
masyarakat yang sejahtera.
7
memperoleh profit. Penggabungan etika dan bisnis dapat berarti memaksakan
norma-norma agama bagi dunia bisnis, memasang kode etik profesi bisnis,
merevisi sistem dan hukum ekonomi, meningkatkan keterampilan memenuhi
tuntutan-tuntutan etika pihak-pihak luar untuk mencari aman dan sebaginya
(Aziz, 2013).
Bisnis yang beretika adalah bisnis yang memiliki komitmen ketulusan
dalam menjaga kontrak sosial yang sudah berjalan. Kontrak sosial merupakan
janji yang harus ditepati. Bisnis Islami ialah serangkaian aktivitas bisnis dalam
berbagai bentuknya yang tidak dibatasi jumlah kepemilikan (barang/jasa)
termasuk profitnya, namun dibatasi dalam cara memperolehnya dan
pendayagunaan harta-nya karena aturan halal dan haram (lihat. QS. 2:188, 4:29)
(Aziz, 2013).
Etika bisnis Islam sebenarnya telah diajarkan Nabi Saw. saat menjalankan
perdagangan. Karakteristik Nabi Saw., sebagai pedagang adalah, selain dedikasi
dan keuletannya juga memiliki sifat; shidiq, fathanah, amanah dan tabligh. Ciri-
ciri itu masih ditambah Istiqamah. Shidiq berarti mempunyai kejujuran dan
selalu melandasi ucapan, keyakinan dan amal perbuatan atas dasar nilai-nilai
yang di-ajarkan Islam. Istiqamah atau konsisten dalam iman dan nilai-nilai
kebaikan, meski menghadapi godaan dan tantangan. Istiqamah dalam kebaikan
di tampilkan dalam keteguhan, kesabaran serta keuletan sehingga menghasilkan
sesuatu yang optimal.
Fathanah berarti mengerti, memahami, dan menghayati secara mendalam
segala yang menjadi tugas dan kewajibannya. Sifat ini akan menimbulkan
kreatifitas dan kemampuan melakukan berbagai macam inovasi yang
bermanfaat. Amanah, tanggung jawab dalam melaksanakan setiap tugas dan
kewajiban. Amanah ditampilkan dalam keterbukaan, kejujuran, pelayanan yang
optimal, dan ihsan (kebajikan) dalam segala hal. Tablig, mengajak sekaligus
memberikan contoh kepada pihak lain untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan
ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari (berbagai sumber).
Dalam konteks tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social
responsibility/CSR), maqashid as-yari’ah ditujukan agar pelaku usaha atau pihak
8
perusahaan mampu menentukan skala prioritas kebutuhannya yang terpenting.
Kebutuhan-kebutuhan itu tidak hanya diorientasikan untuk jangka pendek, tetapi
juga jangka panjang dalam mencapai ridha Allah. Kegiatan ekonomi tidak saja
melibatkan aspek materi, tapi juga kualitas keimanan seorang hamba kepada
Allah Swt.
Oleh karena itu, konsep pembangunan yang melibatkan maqashid as-
yari’ah dimaksudkan agar terbentuk pribadi-pribadi muslim yang memiliki
keimanan dan ketakwaan. Tentu saja sikap ini tidak saja didapatkan dari lubuk
hati yang dalam. Tetapi, dilandasi juga dari kesadaran manusia untuk
melaksanakan kewajiban sebagai seorang hamba-Nya. Kewajiban
mengaplikasikan tanggung jawab seorang hamba untuk melakukan kejujuran,
kebenaran, kebajikan dan kasih sayang terhadap seluruh data kehidupan aktual.
Islam mengajarkan tanggung jawab agar mampu mengendalikan diri dari
tindakan melampaui batas kewajaran dan kemanusiaan. Tanggung jawab ini
mencakup tanggung jawab kepada Allah, kepada sesama dan lingkungannya.
9
pembuatan kebijakan-kebijakan yang dapat meningkatkan kesejahteraan,
kualitas hidup dan kompetensi masyarakat diberbagai bidang. Dengan
memperhatikan lingkungan, perusahaan dapat ikut berpartisipasi dalam usaha
pelestarian lingkungan demi terpeliharanya kualitas hidup umat manusia dalam
jangka panjang. Keterlibatan perusahaan dalam pemeliharaan dan pelestarian
lingkungan berarti perusahaan berpartisipasi dalam usaha mencegah terjadinya
bencana serta meminimalkan dampak bencana yang diakibatkan oleh kerusakan
lingkungan. Dengan menjalankan tanggungjawab sosial, perusahaan diharapkan
tidak hanya mengejar laba jangka pendek, tetapi juga ikut berkontribusi terhadap
peningkatan kualitas hidup masyarakat dan lingkungan (terutama lingkungan
sekitar) dalam jangka panjang.
Bagi perusahaan, dengan adanya CSR sangat bermanfaat, antara lain:
1. Meningkatkan Citra Perusahaan.
2. Dengan melakukan kegiatan CSR, konsumen dapat lebih mengenal
perusahaan sebagai perusahaan yang selalu melakukan kegiatan yang baik
bagi masyarakat.
3. Memperkuat “Brand” Perusahaan.
4. Melalui kegiatan CSR memberikan product knowledge kepada konsumen
dengan cara membagikan produk secara gratis, dapat menimbulkan
kesadaran konsumen akan keberadaan produk perusahaan sehingga dapat
meningkatkan posisi brand perusahaan.
5. Mengembangkan Kerja Sama dengan Para Pemangku Kepentingan.
6. Dalam melaksanakan kegiatan CSR, perusahaan tentunya tidak mampu
mengerjakan sendiri, jadi harus dibantu dengan para pemangku
kepentingan, seperti pemerintah daerah, masyarakat, dan universitas lokal.
Maka perusahaan dapat membuka relasi yang baik dengan para pemangku
kepentingan tersebut.
7. Membedakan Perusahaan dengan Pesaingnya.
8. Jika CSR dilakukan sendiri oleh perusahaan, perusahaan mempunyai
kesempatan menonjolkan keunggulan komparatifnya sehingga dapat
10
membedakannya dengan pesaing yang menawarkan produk atau jasa yang
sama.
9. Menghasilkan Inovasi dan Pembelajaran untuk Meningkatkan Pengaruh
Perusahaan.
10. Memilih kegiatan CSR yang sesuai dengan kegiatan utama perusahaan
memerlukan kreativitas. Merencanakan CSR secara konsisten dan berkala
dapat memicu inovasi dalam perusahaan yang pada akhirnya dapat
meningkatkan peran dan posisi perusahaan dalam bisnis global
11. Membuka Akses untuk Investasi dan Pembiayaan bagi Perusahaan.
12. Para investor saat ini sudah mempunyai kesadaran akan pentingnya
berinvestasi pada perusahaan yang telah melakukan CSR. Demikian juga
penyedia dana, seperti perbankan, lebih memprioritaskan pemberian
bantuan dana pada perusahaan yang melakukan CSR.
13. Meningkatkan Harga Saham.
14. Pada akhirnya jika perusahaan rutin melakukan CSR yang sesuai dengan
bisnis utamanya dan melakukannya dengan konsisten dan rutin,
masyarakat bisnis (investor, kreditur,dll), pemerintah, akademisi, maupun
konsumen akan makin mengenal perusahaan. Maka permintaan terhadap
saham perusahaan akan naik dan otomatis harga saham perusahaan juga
akan meningkat.
11
1) Keputusan Perekrutan, Promosi, dll bagi pekerja.
Islam mendorong kita untuk memperlakukan setiap muslim secara adil.
Sebagai contoh, dalam perekrutan, promosi dan keputusan-keputusan
lain dimana seorang manajer harus menilai kinerja seseorang terhadap
orang lain, kejujuran dan keadilan adalah sebuah keharusan.
2) Upah yang adil
Dalam organisasi Islam, upah harus direncanakan dengan cara yang adil
baik bagi pekerja maupun juga majikan. Pada hari pembalasan,
Rasulullah SAW akan menjadi saksi terhadap orang yang
mempekerjakan buruh dan mendapatkan pekerjaannya diselesaikan
olehnya namun tidak memberikan upah kepadanya.
3) Penghargaan terhadap keyakinan pekerja
Prinsip umum tauhid atau keesaan berlaku untuk semua aspek
hubungan antara perusahaan dan pekerjaannya. Pengusaha Muslim
tidak boleh memperlakukan perkerjaannya seolah-olah Islam tidak
berlaku selama waktu kerja. Sebagai contoh, pekerja Muslim harus
diberi waktu untuk mengerjakan shalat, tidak boleh dipaksa untuk
melakukan tindakan yang bertentangan dengan aturan moral Islam,
harus di beri waktu istirahat bila mereka sakit dan tidak dapat bekerja,
dan lain-lain. Untuk menegakkan keadilan dan keseimbangan,
keyakinan para pekerja non-muslim juga harus dihargai.
4) Hak Pribadi
Jika seorang pekerja memiliki masalah fisik yang membuatnya tidak
dapat mengerjakan tugas terentu atau jika seorang pekerja telah berbuat
kesalahan di masa lalu, sang majikan tidak boleh menyiarkan berita
tersebut. Hal ini akan melanggar hak pribadi sang pekerja.
b. Hubungan Pekerja dengan Perusahaan
Berbagai persoalan etis mewarnai hubungan antara pekerja dengan
perusahaan, terutama berkaitan dengan persoalan kejujuran, kerahasiaan,
dan konflik kepentingan. Dengan demikian, seorang pekerja tidak boleh
menggelapkan uang perusahaan dan jyga tidak boleh membocorkan
12
rahasia perusahaan kepada orang luar. Praktek tidak etis lain terjadi jka
para manajer menambahkan harga palsu untuk makanan dan pelayanan
dlam pembukuan keuanan perusahaan mereka. Beberapa dari mereka
melakukan penipuan karena merasa dibayar rendah dan ingin
mendapatkan upah yang adil. Pada saat yang lain, hal ini dilakukan hanya
karena ketamakkan. Bagi para pekerja Muslim, Allah SWT memberikan
peringatan yang jelas di dalam Al-Quran suarah Al A’raaf ayat 33;
“Katakanlah: Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji,
baik yang nampak maupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa,
melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar”
Pekerja Muslim yang menyadari makna ayat diatas seharusnya
tidak berbuat sesuatu dengan cara-cara yang tidak etis.
c. Hubungan Perusahaan dan Pelaku Usaha Lain
1) Distributor
Berkaitan dengan distributor, etika bisnis menyatakan bahwa seseorang
harus melakukan negosiasi dengan harga yang adil dan tidak
mengambil keuntungan berdasarkan bagian atau kekuasaan yang lebih
besar. Untuk menghindari kesalahpahaman di masa depan, Allah SWT
telah memerintahkan kita untuk membuat perjanjian kewajiban bisnis
secara tertulis. Transaksi gharar antara perusahaan dan pemasoknya
juga dilarang dalam Islam.selain persoalan di perbolehkannya praktek
agensi secara umum, pedagang dilarang campurtangan dalam sistem
pasar bebas melalui suatu bentuk perantaraan tertentu. Perantaraan
semacam ini mungkin akan menyebabkan terjadinya inflasi harga.
2) Pembeli atau Konsumen
Pembeli seharusnya menerima barang dalam kondisi baik dalam
kondisi baik dan dengan harga yang wajar.mereka juga harus di beri tau
bila terdapat kekurangan kekurangan pada suatu barang Islam melarang
praktek praktek di bawah ini ketika berhubungan dengan konsumen
atau pembeli:
a) Penggunaan alat ukur atau timbanagan yang tidak tepat
13
b) Penimbunan dan manipulasi harga
c) Penjualan barang palsu atau rusak
d) Bersumbah palsu untuk mendukung sebuah penjualan
e) Membeli barang curian
f) Larangan mengambil bunga atau riba
3) Pesaing
Meskipun negara negara barat menyatakan diri sebagai Kawasan
berdasarkan prinsip persaingan pasar, publikasi publikasi bisnis utama
akan memperlihatkan bahwa sebuah bisnis akan brusaha memenangkan
dirinya dan mengeliminasi para pesaingnya. Dengan mengeliminasi
para pesaingnya, sebuah perusahaan selanjutnya akan dapat
memperoleh hasil ekonomi di atas rata rata melalui praktek praktek
penimbunan dan monopoli harga.
2. Lingkungan Alam
Kaum muslim selalu didorong untuk menghargai alam. Bahkan, Allah
SWT telah menunjuk keindahan alam sebagai salah satu dari tanda-
tandaNya. Islam menekankan peran manusia atas lingkungan alam dengan
membuatnya bertanggung jawab terhadap lingkungan sekelilingnya
sebagai khalifah Allah SWT. Dalam peranannya sebagai khalifah, seorang
pengusaha Muslim diharapkan memelihara lingkungan alamnya.
Kecenderungan mutakhir paham environmentalisme bisnis, dimana
sebuah usaha secara proaktif memberi perhatian sangat cermat dalam
memperhatikan lingkungan, sebenarnya bukan merupakan suatu yang
baru. Sejumlah contoh semakin memperjelas betapa pentingnya hbungan
Islam dengan lingkungan alam, perlakuan terhadap binatang, polusi
lingkungan dan hak-hak kepemilikan, dan polusi lingkungan terhadap
sumber-sumber alam “bebas” seperti misalnya udara dan air.
3. Kesejahteraan Sosial Masyarakat
Selain harus bertanggung jawab kepada berbagai pihak yang
berkepentingan dalam usahanya dan lingkungan alam sekelilingnya, kaum
Muslim dan organisasi tempat mereka bekerja juga diharapkan
14
memberikan perhatian kepada kesejahteran umum masyarakat dimana
mereka tinggal. Sebagai bagian masyarakat, pengusaha muslim harus turut
memperhatikan kesejateraan anggotanya yang miskin dan lemah. Bisnis
muslim harus memberi perhatian kepada usaha-usaha amal dan
mendukung berbagai tindakan kedermawanan.
Dalam perspektif Islam, Corporate Social Responsibility (CSR)
merupakan realisasi dari konsep ajaran ihsan sebagai puncak dari ajaran
etika yang sangat mulia. Ihsan merupakan melaksanakan perbuatan baik
yang dapat memberikan kemanfaatan kepada orang lain demi
mendapatkan ridho Allah swt. Disamping itu, CSR merupakan implikasi
dari ajaran kepemilikan dalam Islam. Allah SWT adalah pemilik Mutlaq
(haqiqiyah) sedangkan manusia hanya sebatas pemilik sementara
(temporer) yang berfungsi sebagai penerima amanah Corporate Social
Responsibility (CSR) ternyata selaras dengan pandangan Islam tentang
manusia sehubungan dengan dirinya sendiri dan lingkungan sosial, dapat
dipresentasikan dengan empat aksioma yaitu kesatuan (tauhid),
keseimbangan (equilibrum), kehendak bebas (free will) dan tanggung
jawab (responsibility).
Menurut Muhammad Djakfar, Implementasi Corporate Social
Responsibility (CSR) dalam Islam secara rinci harus memenuhi beberapa
unsur yang menjadikannya ruh sehingga dapat membedakan CSR dalam
perspektif Islam dengan CSR secara universal yaitu:
a. Al-Adl
Islam telah mengharamkan setiap hubungan bisnis atau usaha yang
mengandung kezaliman dan mewajibkan terpenuhinya keadilan yang
teraplikasikan dalam hubungan usaha dan kontrak- kontrak serta
pejanjian bisnis. Sifat keseimbangan atau keadilan dalam bisnis adalah
ketika korporat mampu menempatkan segala sesuatu pada tempatnya.
Dalam beraktifitas di dunia bisnis, Islam mengharuskan berbuat adil yang
diarahkan kepada hak orang lain, hak lingkungan sosial, hak alam
semesta. Jadi, keseimbangan alam dan keseimbangan sosial harus tetap
15
terjaga bersamaan dengan operasional usaha bisnis, dalam alQuran Surat
Huud ayat 85 Allah SWT berfirman yang artinya:
“Dan Syuaib berkata: “Hai kaumku, cukupkanlah takaran dan
timbangan dengan adil, dan janganlah kamu merugikan manusia
terhadap hak-hak mereka dan jangan lah kamu membuat kejahatan di
muka bumi denga membuat kerusakan”.
Islam juga melarang segala bentuk penipuan, gharar (spekulasi),
najsyi (iklan palsu), ihtikar (menimbun barang) yang akan merugian
pihak lain
b. Al-Ihsan
Islam hanya memerintahkan dan menganjurkan perbuatan baik bagi
kemanusiaan, agar amal yang dilakukan manusia dapat memberi nilai
tambah dan mengangkat derajat manusia baik individu maupun
kelompok. Implementasi Corporate Social Responsibility (CSR) dengan
semangat ihsan akan dimiliki ketika individu atau kelompok melakukan
kontribusi dengan semangat ibadah dan berbuat karena atas ridho Allah
SWT. Ihsan adalah melakukan perbuatan baik, tanpa adanya kewajiban
tertentu untuk melakukan hal tersebut. Ihsan adalah beauty dan
perfection dalam sistem sosial. Bisnis yang dilandasi unsur ihsan
dimaksudkan sebagai proses niat, sikap dan perilaku yang baik, transaksi
yang baik, serta berupaya memberikan keuntungan lebih kepada
stakeholders.
c. Manfaat
Konsep ihsan yang telah di jelaskan di atas seharusnya memenuhi unsur
manfaat bagi kesejahteran masyarakat (internal maupun eksternal
perusahaan). Pada dasarnya, perbankan telah memberikan manfaat
terkait operasional yang bergerak dalam bidang jasa yaitu jasa
penyimpanan, pembiayaan dan produk atau fasilitas lain yang sangat
dibutuhkan masyarakat. Konsep manfaat dalam Corporate Social
Responsibility (CSR), lebih dari aktivitas ekonomi. Bank syariah sudah
seharusnya memberikan manfaat yang lebih luas dan tidak statis
16
misalnya terkait bentuk philanthropi dalam berbagai aspek sosial seperti
pendidikan, kesehatan, pemberdayaan kaum marginal, pelestarian
lingkungan.
d. Amanah
Dalam usaha bisnis, konsep amanah merupakan niat dan iktikad
yang perlu diperhatikan terkait pengelolaan sumber daya (alam dan
manusia) secara makro, maupun dalam mengemudikan suatu
perusahaan.
Perusahaan yang menerapkan Corporate Social Responsibility
(CSR), harus memahami dan menjaga amanah dari masyarakat yang
secara otomatis terbebani di pundaknya misalnya menciptakan produk
yang berkualitas, serta menghindari perbuatan tidak terpuji dalam setiap
aktivitas bisnis. Amanah dalam perbankan dapat dilakukan dengan
pelaporan dan transparan yang jujur kepada yang berhak, serta amanah
dalam pembayaran pajak, pembayaran karyawan, dll. Amanah dalam
skala makro dapat direalisasikan dengan melaksanakan perbaikan sosial
dan menjaga keseimbangan lingkungan.
Dalam perspektif Islam, kebijakan perusahaan dalam mengemban
tanggung jawab sosial (CSR) terdapat tiga bentuk implementasi yang
dominan yaitu:
1) Tangung Jawab Sosial (CSR) terhadap para pelaku dalam
perusahaan dan stakeholder.
2) Tanggung Jawab Sosial (CSR) terhadap lingkungan alam
3) Tanggung Jawab Sosial (CSR) terhadap kesejahteraan sosial secara
umum.
17
adalah melakukan konservasi atau penanaman pada lahan warga yang kritis.
Dalam melaksanakan program Konservasi Lereng Muria tersebut, Djarum
foundation memperhatikan prinsip-prinsip pelaksanaan CSR seperti yang
dikemukakan oleh David Crowther, yaitu: Sustainability (Keberlanjutan),
Accountability (Pertanggungjawaban), Transparency (Keterbukaan).
Program Konservasi Lereng Muria (KLM) yang dilakukan oleh Djarum
Foundation, dapat dikategorikan sebagai jenis kegiatan atau program Socially
responsible business practice. Jenis atau kategori program ini adalah dimana
perusahaan melakukan kegiatan yang mendukung pemecahan suatu masalah
sosial untuk meningkatkan kesejahteraan komunitas dan memelihara
lingkungan hidup. Djarum Foundation melakukan program Konservasi Lereng
Muria (KLM) adalah untuk membantu masyarakat di sekitar lereng muria agar
tidak lagi melakukan eksploitasi lingkungan yang disebabkan oleh faktor
ekonomi. Selain itu tujuan dari program tersebut adalah untuk mengembalikan
kondisi lahan kritis yang ada di sekitar lereng muria kembali normal.
Dalam kegiatan KLM tersebut, Djarum Foundation dan Dinas PKPLH
mempunyai mekanisme atau skema dalam melaksanakan kegiatan. Yang
pertama adalah melakukan pemetaan lahan kritis, kemudian melakukan survei
dan observasi, kemudian melakukan wawancara dengan pemilik lahan dan
pemerintah desa, menentukan lokasi yang akan ditanami, kemudian melakukan
sosialisasi dengan warga yang lahannya akan ditanami dan pemerintah desa,
kemudian melakukan rekruitmen relawan yang berasal dari mahasiswa untuk
membantu melakukan penanaman, kemudian adalah melakukan penanaman di
lokasi yang sudah ditentukan dan yang terakhir adalah melakukan evaluasi
kegiatan.
Manfaat yang diperoleh Dinas dari adanya kegiatan Konservasi Lereng
Muria tersebut adalah relasi mereka dengan Djarum Foundation menjadi dekat
dan semakin baik. Hal ini berimbas baik untuk Dinas, karena dalam
melaksanakan tugas-tugas dan program kerjanya Dinas PKPLH dapat meminta
bantuan dari Djarum Foundation sehingga Dinas tetap bisa menjalankan
program kerjanya dengan baik walaupun dengan anggaran yang terbatas.
18
Sementara manfaat program KLM bagi masyarakat sudah sangat jelas, mereka
diberikan bantuan bibit tanaman yang memiliki nilai konservasi sekaligus nilai
ekonomi yang tinggi, sehingga dapat memperbaiki kehidupan perekonomian
mereka. Selain itu juga dapat mengurangi kerusakan lingkungan yang ada di
lereng muria dengan bertambahnya tanaman konservasi.
Hasil dari kemitraan tersebut adalah Djarum Foundation dan Dinas
PKPLH telah melakukan penanaman di tujuh daerah yaitu, Soco, Colo,
Kuwukan, Ternadi, Japan, Rahtawu dan Menawan. Dari ketujuh daerah
tersebut Djarum Foundation dan Dinas PKPLH telah melakukan penanaman
seluas kurang lebih 30 hektar. Sementara sejak 2006 sampai 2017 jumlah bibit
yang telah diberikan kepada warga sudah mencapai lebih dari 70 ribu bibit
pohon yang terdiri atas jenis tanaman dengan lebih dari 100 orang yang telah
menerima bantuan.
19
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Islam sangat mendukung Corporate Social Responsibility (CSR) karena
tidak dapat dipungkiri bahwa bisnis menciptakan banyak permasalahan sosial,
dan perusahaan bertanggung jawab menyelesaikannya. Bisnis membutuhkan
berbagai sumber daya alam untuk kelangsungan usaha, sehinga perusahaan
bertanggung jawab untuk memeliharanya. Islam secara tidak langsung
menganggap bisnis sebagai entitas yang kewajibannya terpisah dari
pemiliknya, adanya CSR akan mengembangkan kemauan baik perusahaan
tersebut.
3.1 Saran
Meskipun penulis menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan
makalah ini, tetapi kenyataannya masih banyak kekurangan yang perlu penulis
perbaiki. Hal ini dikarenakan minimnya pengetahuan yang penulis miliki. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca sangat
penulis harapkan untuk perbaikan penulisan makalah ke depannya.
20
DAFTAR PUSTAKA
Aziz, A. (2013). Etika BIsnis Perspektif Islam "Implementasi Etika Islami untuk
Dunia Usaha. Cirebon: Penerbit Alfabeta Bandung.