Anda di halaman 1dari 2

Kesimpulan Bab 3

Strategi Pengembangan Ilmu dan Visi Misi Ilmu di Indonesia

Pengembangan ilmu pengetahuan menjadi tugas pokok seorang ilmuwan. Ilmuwan sebagai
ilmuwan jika mampu mengembangkan ilmu pengetahuan yang menjadi bidang dan pokok kajiannya. Justru
ketika aktivitasnya tidak melahirkan perspektif baru, teori baru dan temuan-temuan baru maka posisinya
sebagai ilmuwan layak untuk dipertanyakan. Ilmu pengetahuan merupakan pengetahuan tentang suatu
bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk
menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang itu. Secara lebih detail, ilmu pengetahuan memiliki beberapa
persyaratan. Pertama, setiap manusia memiliki hak dasar untuk mencari ilmu. Hak ini tidak dapat diganggu
gugat. Hal ini berlaku pada siapa pun, terlepas dari kasta, kepercayaan, jenis kelamin dan usia. Kedua,
metode ilmiah itu tidak hanya pengamatan atau eksperimentasi akan tetapi juga teori dan sistematisasi.
Pengetahuan mengamati fakta, mengklasifikasikannya sebagai dasar untuk menyusun teori. Ketiga, ilmu
pengetahuan itu jelas.
Pengembangan ilmu di Indonesia tidak bebas nilai (value-free), melainkan harus memperlihatkan
landasan meetafisis, epistimologi, dan aksiologis dari pandangan hidup bangsa indonesia. Van Melsen
menekankan pentingnya hubungan antara ilmu pengertahuan dengan pandangan hidup, karena ilmu
pengetahuan tidak pernah dapat memberikan penyelesaian terakhir dan menentukan, lantaran tidak ada
ilmu yang mendasarkan dirinya sendiri secara absolut.disinilah perlunya pandangan hidup. Terutama
peletakan loandasan ontologis, epistimologis,dan aksiologis, bagi ilmu pengetahuan, sehingga terjadi
harmoni antara rasionalitas dengan kearifan.
Ilmu di Indonesia haruslah memperhatikan relasi antar ilmu tanpa mengorbankan otonomi antara
masing-masing disiplin ilmu. Disini diperlukan filsafat sebagai mediator, terutama bidang filsafat ilmu.
Sebab filsafat ilmu mendorong upaya kearah pemahaman disiplin ilmu lain, interdisipliner sistem. Ilmu di
Indonesia harus memperhatikan dimensi religiusitas, karena masyarakat indonesia masih sangat kental
dengan nuansa religiusnya. Walaupun bisa terjadi kendala pengembangan ilmu yang disebabkan oleh
agama dalam arti eksitoris (lembaga atau pranata keagamaannya), bukan dalam arti esoteris (hakikat
keagamaan itu sendiri). Oleh kareena itu dimensi esoteris keagamaan perlu digali agar masyarakat ilmiah
dapat memadukan  dimensi ilmu pengetahuan denghan nilai-nilai religius atau mengembangkan sinyal-
sinyal yang terkandung secara implisit dalam ajaran agama tentang manfaat ilmu pengetahuan bagi umat
manusia.
Bagi bangsa indonesia strategi pengembangan ilmu pengetahuan yang paling tepat menurut
Koento Wibisono (1994) ada dua hal pokok, yaitu visi dan orientasi filosofiknya diletakan pada nilai-nilai
pancasila didalam menghadapi masalah-masalah yang harus dipecahkan sebagai data atau fakta objektif
dalam satu kesatuan integratif. Strategi pengembangan ilmu dimasa mendatang tidak boleh mengulangi
kesalahan yang pernah diperbuat di Barat, terutama pandangan yang menganggap ilmu itu bebas nilai,
sejak tokoh-tokoh pada zaman renaissance merasa tidak perlu lagi berhubungan dengan agama dalam
pengembangan ilmu pengetahuan. Dipihak lain, intervensi nilai yang berlebihan kedalam pengembangan
ilmu hanya akan menjadikan ilmu sebagai wadah berbagai kepentingan, terutama kepentingan yang
semata-mata ideologis, sehingga para ilmuan menjadi terpasung dalam kungkungan ideologis atau
kepentingan politik semata.
Visi dan orientasi operasionalnya diletakkan pada dimensi-dimensi: Teologis, dalam arti bahwa ilmu
pengetahuan hanya sekedar sarana yang memang harus kita pergunakan untuk mencapai satu teleos
(tujuan), yaitu sebagaimana merupakan ideal kita untuk mewujudkan cita-cita sebagaimana dicantumkan
dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Etis, dalam arti bahwa ilmu pengetahuan harus kita
operasionalkan untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia. Manusia harus berada pada tempat
yang sentral. Sifat etis ini menuntut penerapan ilmu pengetahuan secara bertanggung jawab .
Integral/Integratif, dalam arti bahwa penerapan ilmu pengetahuan untuk meningkatkan kualitas manusia,
sekaligus juga diarahkan untuk meningkatkan kualitas struktur masyarakatnya, sebab manusia selalu hidup
dalam relasi baik dengan sesama maupun dengan masyarakat yang menjadi ajangnya. Peningkatan
kualitas manusia harus terintegerasikan ke dalam masyarakat yang juga harus ditingkatkan kualitas
strukturnya.
Ada sepuluh (10) sikap ilmiah yang wajib dimiliki oleh ilmuwan adalah sebagai berikut: Rasa ingin tahu
yang tinggi, skeptis terhadap sesuatu, jujur mengungkapkan fakta, objektif melakukan penilaian, dapat
membedakan fakta dan opini, berpikir secara kritis dan teliti, terbuka dan rendah hati, disiplin dan tekun.
kemaslahatan dan kemajuan sesuai dengan nilai-nilai agama dan budaya.
Etika ini diwujudkan secara pribadi ataupun kolektif dalam karsa, cipta, dan karya, yang tercermin
dalam perilaku kreatif, inovatif, inventif, dan komunikatif, dalam kegiatan membaca, belajar, meneliti,
menulis, berkarya, serta menciptakan iklim kondusif bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Etika keilmuan menegaskan pentingnya budaya kerja keras dengan menghargai dan memanfaatkan
waktu, disiplin dalam berpikir dan berbuat, serta menepati janji dan komitmen diri untuk mencapai hasil
yang terbaik. Disamping itu, etika ini mendorong tumbuhnya kemampuan menghadapi hambatan,
rintangan, dan tantangan dalam kehidupan, mampu mengubah tantangan menjadi peluang, mampu
menumbuhkan kreativitas untuk penciptaan kesempatan baru, dan tahan uji serta pantang menyerah.
Strategi ilmuwan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan sebagai kerangka untuk membangun
kemajuan di Indonesian aspek pentingnya yang tidak bisa diabaikan untuk proses ini adalah etika. Etika
penting sebagai landasan untuk menciptakan ilmu pengetahuan dan peradaban secara lebih baik.

Anda mungkin juga menyukai