Anda di halaman 1dari 21

TUTORIAL KLINIK STASE KULIT DAN KELAMIN

ACNE VULGARIS

Disusun untuk Memenuhi syarat Kepaniteraan Klinik


di Bagian Ilmu Kulit dan Kelamin RS Bethesda
pada Program Pendidikan Dokter Tahap Profesi Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Duta Wacana

Disusun oleh:
Gianna Graciella T.T. 42200442
Widyarti Oktaviani 42200443
Faradonna Putri 42200444

Dokter Pembimbing:
dr. Fajar Waskito, M.Kes, Sp.KK(K)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA
YOGYAKARTA
2021
BAB I

STATUS PASIEN

1.1 IDENTITAS PASIEN


 Nama : Nn. Rosda Laila
 Jenis Kelamin : perempuan
 Nomor RM : 01-07-xx-xx
 Tanggal Lahir : 1 April 1992
 Usia : 29 tahun 1 bulan
 Agama : Islam
 Alamat : Pacitan
 Pekerjaan : Karyawan PEMDA
 HMRS : Kamis, 20 mei 2021

1.2 ANAMNESIS (SUBJECTIVE)


a. Keluhan Utama
Muka berjerawat

b. Riwayat Penyakit Sekarang


Sejak bulan Februari 2021 pasien mengalami keluhan muka berjerawat. Pasien
sempat berobat ke klinik kecantikan dan mendapat krim malam, tetapi keluhan
tidak membaik. Kemudian pasien mencoba menggunakan obat-obatan
drugstore , tetapi keluhan tetap tidak membaik. Dalam satu minggu terakhir,
jerawat semakin parah. Jerawat bewarna kemerahan dan memenuhi area pipi
dan dagu, sebagian jerawat ada yang bernanah dan meradang. Pasien memiliki
jenis kulit yang berminyak, tetapi baru kali ini pasien mengalami breakout
seperti ini.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


1. Keluhan serupa : (+) pasien pernah berjerawat
2. Riwayat alergi : disangkal
3. Riwayat asma : disangkal
4. Riwayat Hipertensi : disangkal
5. Riwayat DM : disangkal
6. Riwayat penyakit jantung : disangkal

d. Riwayat Penyakit Keluarga


1. Keluhan serupa : (+) kakak pasien berjerawat
2. Riwayat alergi : disangkal
3. Riwayat asma : disangkal
4. Riwayat Hipertensi : disangkal
5. Riwayat DM : disangkal
6. Riwayat penyakit jantung : disangkal

e. Riwayat Penggunaan Obat


Pasien sempat menggunakan cream malam dari sebuah klinik kecantikan dan
obat-obatan drugstore, tetapi keluhan tidak membaik.

f. Gaya Hidup
1. Living condition
Pasien belum menikah dan tinggal di rumah bersama keluarganya. Pasien
tinggal di rumah bersama ibu dan ayahnya. Tidak ada orang sekitar yang
mengalami keluhan serupa. Rumah pasien bersih dan memiliki sirkulasi
yang baik.
2. Daily Activity
Pasien adalah seorang karyawati Pemda, dan bekerja di kantor dari pukul
7 pagi hingga 3 sore. Selama pandemi ini pasien selalu menggunakan
masker untuk menghidari penularan Covid-19.
3. Personal Hygiene
Paisen selalu mengganti baju, celana, dan pakaian dalam setiap hari.
Pasien mandi 2-3x sehari, serta setelah pasien beraktivitas keluar rumah.
Selama masa pandemi dan diwajibkan menggunakan masker, pasien selalu
meenggunakan masker kain saat bekerja. Masker diganti tiap hari sekali
pakai. Durasi penggunaan satu masker dalam satu hari adalah durasi
pasien bekerja. Pasien mencuci muka dengan skincare yang biasa dia
pakai dan tidak bermasalah selama ini.
4. Social economy
Keadaan ekonomi pasien baik, segala kebutuhan sehari-hari dapat
terpenuhi.
5. Diet
Pola makan bergizi dan seimbang 3x sehari dengan menu yang cukup
bervariasi. Tidak ada pantangan makanan bagi pasien.
6. Relationship
Pasien belum menikah, hubungan harmonis dengan pasangan. Tidak ada
beban pikiran.

1.3 PEMERIKSAAN FISIK (OBJECTIVE)


a. Keadaan Umum : Baik
b. Kesadaran : Compos mentis
c. GCS : E4 V5 M6
d. Tanda vital
i.Tekanan Darah : 120/80 mmHg
ii.Nadi : 90x/menit
iii.Frekuensi napas : 16x/menit
iv.Suhu : 36,40C
v.Skala nyeri :0

e. Status Lokalis
i.Kepala : Normocephally; pada area wajah, terutama pada regio
buccal dan mental, terdapat lesi berupa pustul dan papul
eritem, miliar, berbentuk bulat, permukaan tidak rata,
batas lesi tegas, distribusi regional.
Gambar 1. Dokumentasi Acne Vulgaris pada pasien

ii.Thoraks : Tidak terdapat lesi


iii.Abdomen : Tidak terdapat lesi
iv.Genital : Tidak terdapat lesi
v.Ekstremitas : Akral hangat, CRT<2 detik, tidak terdapat lesi

1.4 DIAGNOSIS BANDING


1. Acne vulgaris
2. Dermatitis perioral
3. Folikulitis gram negatife

1.5 PLAN
1. Tidak diperlukan pemeriksaan penunjang
2. Tatalaksana dan edukasi sesuai diagnosis
3. Rujuk kepada dokter spesialis kulit dan kelamin (Sp. KK)

1.6 PENEGAKAN DIAGNOSIS


Diagnosis kerja : Acne vulgaris

1.7 TATALAKSANA
1. Antibiotik oral
R/Caps. Eritromisin 250 mg No.XX
S 0,6 h Caps 1
2. Retinoid Topikal
R/Cr. Asam Retinoat 0,025% Tube I
S 2 d.d. u.e

1.8 EDUKASI
2. Penjelasan tentang penyakit, gejala, dan penyebabnya
3. Penyakit ini dapat dipicu akibat penggunaan masker selama pandemic.
Apabila dilihat dari batas jerawatnnya yang mengikuti garis batas pemakaian
masker
4. Tidak menggaruk jerawat ataupu mengeluarkan isi jerawat sendiri dengan
tangan kotor, karena akan memicu timbulnya infeksi dan peradangan
5. Mengganti masker setiap hari
6. Cuci muka dengan air tanpa sabun
7. Untuk sementara waktu tidak menggunakan skincare dahulu
8. Penyakit ini sering terjadi pada kulit berminyak, sehingga pasien perlu
mengontrol kelebihan minyak muka dengan menghindari makan goreng-
gorengan, sering cuci muka

1.9 PROGNOSIS
Quo ad Vitam : bonam
Quo ad Fungtionam : bonam
Quo ad Sanationam : bonam
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI KULIT

Kulit atau yang disebut dengan cutis merupakan lapisan terluar tubuh yang
melindungi organ dalam tubuh dengan lingkungan luar. Kulit memiliki susunan yang
terdiri :

a. Epidermis
Epidermis merupakan lapisan seluler non-vaskular yang terletak
superfisial. Fungsi dari lapisan epidermis yaitu mencegah kehilangan elektrolit
dan cairan yang berlebihan, serta memberikan proteksi terhadap kerusakan
eksternal. Lapisan epidermis tersusun dari epitelium stratificatum squamosa.
Epidermis terdiri dari:
 Stratum corneum, merupakan lapisan paling superfisial yang mengalami
deskuamasi atau terlepas secara terus menerus dan terganti oleh sel baru.
Lapisan ini terdiri dari sel datar yang mati berisi keratin lunak, tidak
memiliki inti dan telah terjadi perubahan protoplasma menjadi keratin.
 Stratum lusidum, merupakan lapisan yang terletak tepat di bawah stratum
corneum dan terdiri dari sel datar yang tidak memiliki inti serta
protoplasmanya berubah menjadi eleidin. Stratum lusidum ini hanya terdapat
pada kulit tebal.
 Stratum granulosum, merupakan lapisan di bawah stratum lusidum tersusun
dari 2 – 3 lapis sel datar berinti dan memiliki sitoplasma berbutir kasar yang
terdiri atas keratohialin. - Stratum spinosum, terletak di bawah stratum
granulosum yang terdiri dari lapisan-lapisan sel poligonal dengan ukuran
yang berbeda-beda. Lapisan ini mengandung glikogen sehingga memiliki
protoplasma yang jernih.
 Stratum basal, merupakan lapisan paling dalam yang terletak di atas
membran basal. Pada lapisan ini sel melekat ke membran basal melalui
desmosom dan hemidesmosom.
Selain sel keratinosit yang membentuk lapisan superfisial dari epitel
berkeratin, epidermis memiliki sel-sel kulit lainnya, antara lain sel melanosit, sel
Langerhans dan sel Merkel. Sel melanosit terletak di antara stratum spinosum dan
stratum basale, yang berasal dari sel krista saraf dan membentuk melanin (pigmen
coklat tua dari asam amino tirosin) yang menyebabkan kulit berwarna gelap dan
melindungi dari radiasi sinar ultraviolet. Sel Langerhans merupakan sel yang
menyajikan antigen kulit atau bagian dari sistem imun kulit, letaknya di stratum
spinosum. Sel Merkel merupakan sel mekanoreseptor berfungsi untuk sensasi
yang terletak pada lapisan basal epidermis.

b. Dermis
Dermis merupakan lapisan jaringan ikat yang terletak dibawah epidermis.
Lapisan ini berfungsi untuk memberikan nutrisi melalui vaskularisasi. Dermis
terdiri atas lapisan papilare dan lapisan retikulare.
 Lapisan papilare, merupakan lapisan paling superfisial dari dermis yang
memisahkan antara dermis dan epidermis. Lapisan ini terdiri dari jaringan ikat
ireguler longgar yang terisi serat, sel, pembuluh darah dan reseptor sensorik
(badan Meissner).
 Lapisan retikulare, terletak di bawah lapisan papilare dan memiliki lapisan
yang lebih tebal. Lapisan ini terdiri dari jaringan ikat ireguler padat. Batas
antara lapisan papilare dan retikulare tidak terlalu jelas. Lapisan retikulare
dermis 8 mengandung reseptor sensorik (badan Pacini) dan anastomosis
arteriovena yang berfungsi untuk mengatur suhu.
c. Hipodermis

Hipodermis merupakan lapisan jaringan lemak subkutan yang terdiri dari


jaringan adiposa sehingga membentuk fasia superfisial yang tampak secara
anatomi makroskopis.

Pada kulit juga terdapat organ tambahan yang membantu dalam


menjalankan fungsinya, antara lain rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat.
Rambut berasal dari folikel rambut di dalam dermis yang bertumbuh dari bagian
yang melebar (bulbus rambut) kemudian menjulur menembus epitel kulit ke
permukaan eksterior. Pada bagian bulbus rambut terdapat matriks yang
menyebabkan pertumbuhan rambut dan melanosit yang memberikan warna
rambut. Folikel rambut berkaitan dengan kelenjar sebasea. Kelenjar sebasea
merupakan kelenjar yang menghasilkan sebum atau minyak di kulit akibat dari
kontraksi otot arektor pili. Produk sebum terbentuk ketika sel-sel yang terdapat di
kelenjar sebasea mati, yang kemudian disekresikan dari kelenjar ke dalam batang
folikel rambut. Sedangkan kelenjar keringat tersebar secara meluas di kulit dan
terdiri dari kelenjar ekrin dan apokrin. Kelenjar keringat ekrin terdapat pada kulit
telapak tangan dan kaki, yang terletak di bagian dalam dermis. Kelenjar ekrin
memiliki sel sekretorik jernih yang mengeluarkan produk encer, sel sekretorik
gelap yang mengeluarkan mukus dan duktus ekskretorius. Sedangkan kelenjar
keringat apokrin terdapat pada kulit aksila, anus, dan areola payudara, yang
terletak di bagian dalam dermis. Duktus kelenjar apokrin bermuara ke folikel
rambut. Fungsi kelenjar apokrin dimulai saat pubertas dengan adanya hormon seks
yang diproduksi. Sekresi kelenjar apokrin setelah terurai bakteri akan
menimbulkan bau yang tidak sedap (Eroschenko, 2015)

Gambar 2. Anatomi Kulit

2.2 FISIOLOGI KULIT

Kulit memiliki beberapa fungsi yaitu:

1. Fungsi Proteksi, yaitu menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisik atau
mekanik, misalnya tekanan, gesekan, tarikan; gangguan kimiawi (zat kimia
bersifat iritan); gangguan termal (radiasi, sinar ultraviolet); serta gangguan
infeksi luar (bakteri/virus/jamur)
2. Perlindungan imunologik
3. Fungsi ekskresi, yaitu mengeluarkan sisa metabolisme tubuh berupa NaCL,
urea, dan ammonia
4. Fungsi persepsi. Didalam kulit terdapat ujung-ujung saraf sensoris di dermis dan
subkutis. Beberapa rangsangan yang dapat dipersepsi: rangsang panas (Badan
Ruffini), rangsang dingin (Badan Krause), perabaan (Badan Meissner), rangsang
tekanan (Badan Pacini)
5. Fungsi Termoregulasi
6. Fungsi pembentukan vitamin D
7. Fungsi Kosmetik

2.3 DEFINISI ACNE VULGARIS

Acne vulgaris didefinisikan sebagai penyakit kulit akibat inflamasi kronik unit
pilosebasea yang terdiri atas lesi non inflamasi seperti komedo terbuka dan komedo
tertutup, serta lesi inflamasi berupa papul, pustul, dan nodul. Predileksi acne vulgaris
adalah wajah, leher, lengan atas, dada, dan punggung. Acne vulgaris pada wanita
dewasa dibagi menjadi 2 jenis, yaitu acne vulgaris menetap dan acne vulgaris awitan
lambat. Acne vulgaris menetap yaitu lesi acne yang berlanjut dari masa remaja hingga
usia dewasa. Sedangkan acne vulgaris awitan lambat yaitu lesi acne yang muncul saat
usia dewasa, biasa dijumpai pada pasien berusia 25 tahun. Secara klinis, acne vulgaris
menetap lebih banyak dijumpai daripada acne vulgaris awitan lambat. (Astrid, 2020)

2.4 EPIDEMIOLOGI ACNE VULGARIS

Pada umumnya, acne vulgaris terjadi pada remaja dan dewasa muda, serta
wanita lebih banyak daripada pria. Hampir setiap orang pernah menderita penyakit ini,
maka sering dianggap sebagai kelainan kulit yang timbul secara fisiologis. Acne paling
sering terjadi pada masa remaja dan dimulai pada masa pubertas. Pada umumnya,
insiden acne akan terjadi sekitar umur 14-17 tahun pada wanita dan 16-19 tahun pada
pria. Pada masa itu yang paling dominan adalah komedo dan papul, serta jarang terlihat
lesi yang mengalami peradangan. Kadang acne menetap pada wanita umur 30 tahunan
atau lebih. Meski pada pria acne lebih cepat berkurang, namun pada penelitian
diketahui bahwa gejala acne yang lebih berat justru terjadi pada pria. (Astrid, 2020).

2.5 ETIOPATOGENESIS
Perkembangan jerawat melibatkan interaksi dari berbagai faktor, termasuk: (1)
hiperkeratinisasi folikel; (2) pengaruh hormonal pada produksi dan komposisi sebum;
dan (3) inflamasi, yang sebagian dimediasi oleh Propionibacterium acnes. Penyumbatan
folikel oleh komedo mencegah drainase sebum sedangkan androgen merangsang
kelenjar sebasea untuk memproduksi lebih banyak sebum. Lipase bakteri yaitu P.
Acnes mengubah lipid menjadi asam lemak dan menghasilkan mediator proinflamasi
seperti IL-I dan TNF-α yang mengarah pada respons inflamasi. Dinding folikel yang
membengkak kemudian pecah sehingga sebum, lipid, asam lemak, keratin dan bakteri
masuk ke dermis yang kemudian memicu respons inflamasi dan benda asing.
Peradangan yang intens menyebabkan bekas luka.[ CITATION Kla13 \l 1033 ]

1. Hiperkeratinisasi Folikuler
Microcomedo dianggap sebagai prekursor dari semua lesi akne yang tampak
secara klinis. Komedo terbentuk di bagian atas folikel di infrainfundibulum akibat
akumulasi korneosit karena peningkatan proliferasi keratinosit folikel dan kohesivitas
korneosit yang menyebabkan sumbatan hiperkeratotik dan fenomena bottleneck.
Peristiwa yang memicu pembentukan mikrocomedo tidak diketahui tetapi data
mendukung kemungkinan peran interleukin-1α (IL-1α).[ CITATION Bol18 \l 1033 ]

2. Pengaruh Hormon pada Produksi Sebumdan Komposisi


Kelenjar sebasea dikendalikan terutama oleh androgen. Androgen diproduksi
baik di luar pilosebaceous terutama oleh gonad dan kelenjar adrenal dan secara lokal di
dalam kelenjar sebasea dengan bantuan enzim yang memetabolisme androgen seperti
3β-hydroxysteroid dehydrogenase (HSD), 17β-HSD dan 5α-reductase. Reseptor
androgen ditemukan di sel-sel lapisan basal kelenjar sebaceous dan selubung akar
terluar dari folikel rambut yang responsif terhadap testosteron dan 5α-
dihidrotestosteron (DHT) yang merupakan androgen paling kuat. DHT memiliki
afinitas 5-10 kali lipat lebih besar daripada testosteron untuk reseptor androgen dan
dianggap androgen utama yang memediasi produksi sebum.[ CITATION Bol18 \l 1033 ]

3. Peradangan pada Jerawat


Ketika folikel yang terlibat dengan jerawat pecah, keratin, sebum, P. acnes, dan
sisa-sisa seluler keluar ke dermis sekitarnya sehingga secara signifikan meningkatkan
peradangan. Namun, peradangan juga terlihat di awal pembentukan lesi jerawat.
Misalnya, di tempat-tempat yang rentan berjerawat, jumlah sel T CD4+ dan tingkat IL-
1 telah terbukti meningkat secara perifolikuler sebelum hiperkeratinisasi. Jenis respon
inflamasi menentukan lesi klinis yang terlihat. Jika neutrofil mendominasi yang khas
pada lesi awal maka akan terbentuk pustula karena terjadi supurasi. Neutrofil juga
meningkatkan respons inflamasi dengan melepaskan enzim lisosom dan menghasilkan
spesies oksigen reaktif yang mungkin berkorelasi dengan keparahan jerawat. Masuknya
limfosit terutama sel T helper, sel raksasa tipe benda asing dan neutrofil menyebabkan
papula, nodul, serta kista meradang. Jenis respon inflamasi juga berperan dalam
perkembangan jaringan parut. Peradangan awal non-spesifik menghasilkan jaringan
parut yang lebih sedikit dibandingkan dengan respons inflamasi spesifik. [ CITATION
Bol18 \l 1033 ]

4. Propionibacterium acnes dan InnateSistem kekebalan


Propionibacterium acnes adalah bakteri batang gram positif
anaerobik/mikroaerofilik yang ditemukan di dalam folikel sebasea seringkali bersama
dengan sejumlah kecil P. granulosum. Propionibacterium acnes dianggap sebagai
organisme komensal kulit. Meskipun penelitian telah mendokumentasikan
peningkatan kadar P. acnes pada kulit wajah pasien jerawat namun kepadatan P. acnes
tidak berkorelasi dengan keparahan klinis. Patogenisitas P. acnes termasuk pelepasan
langsung lipase, faktor kemotaktik, dan enzim yang berkontribusi pada ruptur
komedo, serta stimulasi sel inflamasi dan keratinosit untuk menghasilkan mediator
proinflamasi dan spesies oksigen reaktif. Interaksi antara sistem kekebalan bawaan
kulit dan P. acnes memainkan peran penting dalam patogenesis akne. Salah satu
mekanismenya adalah melalui Toll-like receptors (TLRs), reseptor transmembran
yang memediasi pengenalan patogen mikroba oleh sel imun (monosit, makrofag, dan
neutrofil) serta oleh keratinosit. Toll-like receptors 2, yang mengenali lipoprotein dan
peptidoglikan serta faktor CAMP 1 yang diproduksi oleh strain inflamasi P. acnes,
ditemukan pada permukaan makrofag yang mengelilingi folikel akne.
Propionibacterium acnes juga telah terbukti meningkatkan ekspresi TLR2 dan TLR4
oleh keratinosit. Melalui aktivasi jalur TLR2, P. acnes merangsang pelepasan
mediator proinflamasi seperti IL-1α, IL-8, IL-12, tumor necrosis factor-α [TNF-α],
dan matriks metaloproteinase. IL-8 mengarah pada perekrutan neutrofil, pelepasan
enzim lisosom, dan gangguan selanjutnya dari epitel folikuler, sedangkan IL-12
meningkatkan respon Th1. Propionibacterium acnes juga telah terbukti mengaktifkan
NOD-like receptor protein 3 (NLRP3) dari inflammasomes di sitoplasma kedua
neutrofil dan monosit, menghasilkan pelepasan proinflamasi IL-1β29. Selain itu,
penelitian terbaru menunjukkan bahwa P. acnes merangsang respons Th17 pada lesi
jerawat. Terakhir, P. acnes dapat menyebabkan monosit berdiferensiasi menjadi dua
subset sel imun bawaan yang berbeda: (1) makrofag CD209 +, yang secara lebih
efektif memfagosit dan membunuh P. acnes dan yang perkembangannya
dipromosikan oleh tretinoin dan (2) CD1b + sel dendritik yang mengaktifkan sel T
dan melepaskan sitokin proinflamasi.[ CITATION Bol18 \l 1033 ]

Sumber : Bolognia, J. L., Schaffer, J. V. & Cerroni, L., 2018. Dermatology. 4th
Edition ed. Britain: Elsevier.
2.6 MANIFESTASI KLINIS

Lesi kulit berupa komedo (blackheads atau whiteheads), jerawat komedonal


(gambar 1-1), jerawat papulopustular (gambar 1-2). Jerawat nodul atau kista dengan
diameter 1-4 cm (gambar 1-4). Gejala berupa nyeri pada lesi terutama pada tipe
nodulocystic.Bekas luka atrofi atau hipertrofik. Predileksi pada wajah, leher, badan,
lengan atas, bokong dengan durasi lesi dapat berminggu sampai bulan. [ CITATION
Kla13 \l 1033 ]
Sumber :
Wolff, K., Johnson, R. A. & Saavedra, A. P., 2013. FITZPATRICK’S Color Atlas and Synopsis of
Clinical Dermatology. 7th Edition ed. New York: McGraw-Hill Education

2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Dermoskopi
Dermatoskopi merupakan pemeriksaan non-invasif yang memungkinkan
evaluasi in vivo terhadap warna dan struktur mikro epidermis, dermoepidermal
junction, dan papilari dermis yang tidak terlihat dengan mata telanjang. Pada acne
vulgaris ditemukan gambaran red-black (hemorrhagic) dot dikelilingi white halo
yang dihubungkan dengan papilomatosis, red-black (hemorrhagic) streaks pada
weight bearing area palmoplantar, dan hairpin vessels. Pemeriksaan dermoskopi
dapat membantu diagnosis dan evaluasi terapi (Stanganelli, 2018).
2. Histopatologi

Gambaran epidermal akantosis dengan papilomatosis, hiperkeratosis,


parakeratosis, terdapat pemanjangan rete ridges kearah tengah veruka, dan
penonjolan pembuluh darah dermis yang memungkinkan terjadinya trombus.
Pemeriksaan histopatologi diperlukan pada lesi yang memiliki diagnosis banding
atau kelainan yang luas (PERDOSKI, 2015).

2.8 DIAGNOSIS BANDING


Tabel 1. Diagnosis banding Acne Vulgaris (Titus S, 2012)
Dermatitis perioral Papula dan pustula terbatas pada dagu dan
lipatan nasolabial; zona yang jelas di sekitar
vermilion border
Folikulitis bakterial Erupsi mendadak; menyebar dengan
menggaruk atau mencukur; distribusi variabel
Drug-induced acne Penggunaan androgen, hormon
adrenokortikotropik, bromida, kortikosteroid,
kontrasepsi oral, iodida, isoniazid, litium,
fenitoin (Dilantin)
Hidradenitis supurativa Double komedo; dimulai sebagai bisul yang
sangat nyeri; saluran sinus
Miliaria “Heat rash” sebagai respons terhadap eksersi
atau paparan panas; papul nonfolikular, pustula
dan vesikel
Pseudofolliculitis barbae Mempengaruhi orang-orang berambut keriting
yang secara teratur mencukur rambutnya
Rosasea Eritema dan telangiektasis; tidak ada komedo
Dermatitis seboroik Greasy scale

2.9 TATALAKSANA
1) Asam Retinoid
Efek anti-acne dari retinoid topikal mencakup normalisasi dari
keratinisasi folikel dan kohesi korneosit, yang membantu mengeluarkan
komedo yang ada dan mencegah pembentukan komedo baru. Retinoid topikal
juga memiliki sifat anti-inflamasi yang signifikan dan oleh karena itu dapat
digunakan sebagai monoterapi untuk jerawat dengan komponen inflamasi
komedonal dan ringan. Selain itu, penggunaan retinoid topikal secara
bersamaan dapat meningkatkan kemanjuran benzoil peroksida dan antibiotik
topikal dengan meningkatkan penetrasi obat terakhir ke dalam folikel
sebaceous. Kontraindikasi pada wanita hamil, dan wanita usia subur harus
menggunakan kontrasepsi yang efektif.
2) Asam salisilik
Asam salisilik merupakan agen komedolitik dan antibakteri yang banyak
digunakan. Asam salisilat tersedia dengan konsentrasi hingga 2% dalam
berbagai formulasi pengiriman, termasuk gel, krim, losion, busa, larutan, dan
pencucian. Efek samping asam salisilat topikal termasuk eritema dan scaling.
3) BPO
Benzoyl peroxide adalah agen bakterisidal kuat yang mengurangi P. acnes di
dalam folikel yang juga memiliki sifat komedolitik ringan dan sangat efektif
bila digunakan dalam kombinasi dengan terapi lain. Berbeda dengan antibiotik
topikal, resistensi mikroba terhadap benzoil peroksida belum dilaporkan.
Banyak produk olahan untuk semua jenis kulit tersedia dalam formulasi yang
dijual bebas dan resep. Ini termasuk sabun batangan, pencuci, gel, losion,
krim, busa, dan bantalan dalam konsentrasi mulai dari 2,5% hingga 10% serta
produk yang menggabungkan benzoil peroksida dengan klindamisin,
eritromisin, atau adapalen. Karena benzoyl peroxide adalah zat pemutih,
pemutih pakaian dan alas tidur dapat terjadi. Perkembangan dermatitis kontak
(iritan> alergi) terhadap benzoil peroksida juga mungkin terjadi, dan ini harus
dicurigai pada pasien yang mengalami eritema yang ditandai dengan
penggunaannya.
4) Asam zelaik
Asam azelaic adalah asam dikarboksilat alami yang ditemukan dalam biji-
bijian sereal. Ini tersedia sebagai krim topikal 20%, yang telah terbukti efektif
dalam peradangan dan jerawat komedonal. Dengan menghambat pertumbuhan
P. acnes, asam azelaic mengurangi peradangan pada jerawat. Ini juga
mengembalikan keratinisasi folikel yang terpengaruh oleh jerawat dan dengan
demikian menunjukkan sifat komedolitik. Aktivitas asam azelaic melawan lesi
inflamasi mungkin lebih besar daripada aktivitasnya melawan komedo. Asam
azelaic diterapkan dua kali sehari dan penggunaannya dilaporkan memiliki
lebih sedikit efek samping lokal daripada retinoid topikal. Selain itu, ini dapat
membantu meringankan hiperpigmentasi pasca inflamasi.
5) Antibiotik
Antibiotik topikal banyak digunakan untuk pengobatan jerawat dan tersedia
sendiri maupun dalam kombinasi dengan benzoyl peroxide atau retinoid.
Klindamisin dan eritromisin mewakili dua antibiotik yang paling umum
digunakan dan formulasinya bervariasi krim dan gel; namun, resistensi> 50%
strain P. acnes terhadap makrolida ini telah dilaporkan di beberapa negara.
Pemberian antibiotik oral diberikan pada jerawat yang radang sedang sampai
berat dengan turunan tetrasiklin oral, terutama doksisiklin dan minosiklin, dan
lebih jarang makrolida seperti eritromisin dan azitromisin. Dalam pengaturan
ini, mekanisme utama kerja obat-obatan ini adalah menekan pertumbuhan P.
acnes, sehingga mengurangi inflamasi yang dimediasi oleh bakteri. Namun,
beberapa dari antibiotik ini juga memiliki sifat anti-inflamasi intrinsic
(Zaenglein A, 2018).
6) Terapi adjuvan
Terapi adjuvan (tambahan) merupakan terapi-perawatan tambahan
yang diberikan bersamaan dengan terapi utama pada acne. Terapi tersebut
diberikan untuk mempercepat perbaikan terapi atau memperbaiki kondisi kulit
saat pengobatan berlangsung. Jenis terapi ajuvan yaitu KIE (Komunikasi,
Informasi, Edukasi), perawatan kulit, bedah kimia (skin peeling), antioksidan
oral (evidence masih rendah), light/laser therapy, kortikosteroid oral jangka
pendek, dan kosmeseutikal (Nicotinamide, ABA, Zinc PCA, dan sunscreen
yang hipoalergenik dan non komedogenik). Rekomendasi pemilihan terapi
ajuvan adalah setelah inflamasi berhasil dikontrol.
7) Terapi rumatan (Maintenance)

Terapi rumatan adalah terapi yang diberikan setelah terapi utama


dihentikan karena sembuh dengan tujuan untuk mencegah kekambuhan. Jenis
terapi rumatan adalah KIE (Komunikasi, Informasi, Edukasi), perawatan kulit,
asam retinoat topikal konsentrasi rendah (0,01%- 0,025%) yang dinilai setiap
6 bulan untuk diteruskan atau dihentikan, dan kosmeseutikal (Nicotinamide,
ABA, Zinc PCA).

Tabel 2. Rekomendasi Terapi Akne (IAEM 2015)

Grade/Terapi Ringan Sedang Berat


Lini pertama Asam Asam retinoat, BPO, AB
Topikal retinoat, AB BPO wanita hamil
asam BPO wanita hamil
salisilik
BPO / pustul
Wanita
hamil
Oral - Doksisiklin Azitromisin, Quinolon
Eritromisin wanita Eritromisin wanita hamil
hamil
Lini kedua Asam Asam azelaik, asam Asam azelaik, asam
Topikal azelaik salisilik, Triamcinolon salisilik, Triamcinolon
BPO wanita Acetonide Intra Lesi Acetonide Intra Lesi
hamil BPO Wanita hamil BPO wanita hamil
Oral - AB lain ♀: Anti Androgen ♂:
Isotretinoin Oral
Lini ketiga Asam AB> Asam retinoat AA, SA, TAIL
retinoat +BPO BPO wanita hamil
+BPO, AB? BPO wanita hamil
BPO wanita
hamil
Oral - AB lain ♀: Isotret
GlucoCorticoid
Systemic/CorticoSteroid
Systemic (Akne Fulminan)
Ajuvan KIE, SC, SP, LL, K(PPX, SS)
Maintenance KIE, SC, RA < 0.01-0.025%, K (PPX)

2.10 EDUKASI
Berikan informasi terkait penyakit dan penyebabnya, hal ini mencakup pada
mumnya kutil dapat hilang spontan tanpa pengobatan, acne dapat mengalami
rekurensi, kurangi kontak dengan lesi karena dapat meningkatan risiko penularan
ke bagian tubuh yang lain, dan jangan mencoba untuk mencabut lesi (PERDOSKI,
2015).

Upaya pencegahan yang dapat dapat dilakukan dengan menghidari terjadi


peningkatan jumlah lipid sebum dan perubahan isi sebum dengan diet rendah
lemah dan karbohidrat. Meskipun hal ini diperdebatkan efektivitasnya, namun bila
pada anamnesis menunjang, hal ini dapat dilakukan. Melakukan perawatan kulit
dengan mencuci muka miniman 2 kali sehari. Menghidari terjadinya faktor pemici
terjadinya akne, antara lain dengan hidup teratur dan sehat, cukup istirahat,
olahraga, sesuai kondisi tubuh, hindari stress. Penggunaan kosmetika secukupnya,
baik banyaknya maupun lamanya. Menjauhi terpacunya kelenjar minyak misalnya
minuman keras, makanan pedas, rokok, lingkungan yang tidak sehat dan
sebagainya. Menhindari polusi debu, pemencetan lesi yang tidak lege artis, yang
dapat memperberat erupsi yang telah terjadi (PB IDI, 2017).

2.11 PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI


Jerawat mungkin tidak mengancam jiwa tetapi memiliki efek psikososial
seumur hidup mencakup menarik diri secara sosial dan berkurangnya harga diri.
Orang dengan jerawat dan bekas jerawat sering kali mengalami kecemasan dan
depresi. Bekas jerawat hampir tidak mungkin diperbaiki. Sebuah studi dari Swedia
menunjukkan bahwa jerawat pada remaja laki-laki dapat menjadi faktor risiko
perkembangan kanker prostat di usia lanjut. Prognosis jerawat secara keseluruhan
baik dengan pengobatan (Sutaria A, 2021).
DAFTAR PUSTAKA
Bolognia, J. L., Schaffer, J. V. & Cerroni, L., 2018. Dermatology. 4th Edition ed. Britain:
Elsevier.
Eroschenko VP. (2015). Atlas Histologi : diFiore : dengan Korelasi Fungsional. Ed. 12.
Jakarta: EGC, 2015.
PB IDI. (2017). Panduan Praktis Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Tingkat Pertama. Jakarta: Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia.
PERDOSKI. (2015). Pedoman Tata Laksana Akne di Indonesia. Jakarta : Perhimpunan
Dokter Spesialis Kulit & Kelamin Indonesia.
Rihatmadja, Rahadi. (2016). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Ketujuh. Jakarta: Badan
Penerbit FK UI
Stanganelli, I. (2018, March 13). Demoscopy. Retrieved from Medscape:
https://emedicine.medscape.com/article/1130783-overview#a1
Sutaria, A., Masood, S., & Schllessinger, J. (2021). Acne Vulgaris. StatPearls Publishing.
Teresa, Astris. (2020). Akne Vulgaris Dewasa: Etiologi, Patogenesis, dan Tatalaksana
Terkini. Jurnal Kedokteran. 8(1):952-956
Titus, S., & Hodge, J. (2012). Diagnosis and Treatment of Acne. Journal of American Family
Physician, 734-740.
Wolff, K., Johnson, R. A. & Saavedra, A. P., 2013. FITZPATRICK’S Color Atlas and
Synopsis of Clinical Dermatology. 7th Edition ed. New York: McGraw-Hill
Education.
Zaenglein, A. L., & Thiboutot, D. M. (2018). Acne Vulgaris. In J. L. Bolgonia, Dermatology
(pp. 588-603). Elsevier

Anda mungkin juga menyukai