Tutorial Klinis 2 - Dr. Fajar Waskito, Sp. KK (K) - 1
Tutorial Klinis 2 - Dr. Fajar Waskito, Sp. KK (K) - 1
ACNE VULGARIS
Disusun oleh:
Gianna Graciella T.T. 42200442
Widyarti Oktaviani 42200443
Faradonna Putri 42200444
Dokter Pembimbing:
dr. Fajar Waskito, M.Kes, Sp.KK(K)
STATUS PASIEN
f. Gaya Hidup
1. Living condition
Pasien belum menikah dan tinggal di rumah bersama keluarganya. Pasien
tinggal di rumah bersama ibu dan ayahnya. Tidak ada orang sekitar yang
mengalami keluhan serupa. Rumah pasien bersih dan memiliki sirkulasi
yang baik.
2. Daily Activity
Pasien adalah seorang karyawati Pemda, dan bekerja di kantor dari pukul
7 pagi hingga 3 sore. Selama pandemi ini pasien selalu menggunakan
masker untuk menghidari penularan Covid-19.
3. Personal Hygiene
Paisen selalu mengganti baju, celana, dan pakaian dalam setiap hari.
Pasien mandi 2-3x sehari, serta setelah pasien beraktivitas keluar rumah.
Selama masa pandemi dan diwajibkan menggunakan masker, pasien selalu
meenggunakan masker kain saat bekerja. Masker diganti tiap hari sekali
pakai. Durasi penggunaan satu masker dalam satu hari adalah durasi
pasien bekerja. Pasien mencuci muka dengan skincare yang biasa dia
pakai dan tidak bermasalah selama ini.
4. Social economy
Keadaan ekonomi pasien baik, segala kebutuhan sehari-hari dapat
terpenuhi.
5. Diet
Pola makan bergizi dan seimbang 3x sehari dengan menu yang cukup
bervariasi. Tidak ada pantangan makanan bagi pasien.
6. Relationship
Pasien belum menikah, hubungan harmonis dengan pasangan. Tidak ada
beban pikiran.
e. Status Lokalis
i.Kepala : Normocephally; pada area wajah, terutama pada regio
buccal dan mental, terdapat lesi berupa pustul dan papul
eritem, miliar, berbentuk bulat, permukaan tidak rata,
batas lesi tegas, distribusi regional.
Gambar 1. Dokumentasi Acne Vulgaris pada pasien
1.5 PLAN
1. Tidak diperlukan pemeriksaan penunjang
2. Tatalaksana dan edukasi sesuai diagnosis
3. Rujuk kepada dokter spesialis kulit dan kelamin (Sp. KK)
1.7 TATALAKSANA
1. Antibiotik oral
R/Caps. Eritromisin 250 mg No.XX
S 0,6 h Caps 1
2. Retinoid Topikal
R/Cr. Asam Retinoat 0,025% Tube I
S 2 d.d. u.e
1.8 EDUKASI
2. Penjelasan tentang penyakit, gejala, dan penyebabnya
3. Penyakit ini dapat dipicu akibat penggunaan masker selama pandemic.
Apabila dilihat dari batas jerawatnnya yang mengikuti garis batas pemakaian
masker
4. Tidak menggaruk jerawat ataupu mengeluarkan isi jerawat sendiri dengan
tangan kotor, karena akan memicu timbulnya infeksi dan peradangan
5. Mengganti masker setiap hari
6. Cuci muka dengan air tanpa sabun
7. Untuk sementara waktu tidak menggunakan skincare dahulu
8. Penyakit ini sering terjadi pada kulit berminyak, sehingga pasien perlu
mengontrol kelebihan minyak muka dengan menghindari makan goreng-
gorengan, sering cuci muka
1.9 PROGNOSIS
Quo ad Vitam : bonam
Quo ad Fungtionam : bonam
Quo ad Sanationam : bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kulit atau yang disebut dengan cutis merupakan lapisan terluar tubuh yang
melindungi organ dalam tubuh dengan lingkungan luar. Kulit memiliki susunan yang
terdiri :
a. Epidermis
Epidermis merupakan lapisan seluler non-vaskular yang terletak
superfisial. Fungsi dari lapisan epidermis yaitu mencegah kehilangan elektrolit
dan cairan yang berlebihan, serta memberikan proteksi terhadap kerusakan
eksternal. Lapisan epidermis tersusun dari epitelium stratificatum squamosa.
Epidermis terdiri dari:
Stratum corneum, merupakan lapisan paling superfisial yang mengalami
deskuamasi atau terlepas secara terus menerus dan terganti oleh sel baru.
Lapisan ini terdiri dari sel datar yang mati berisi keratin lunak, tidak
memiliki inti dan telah terjadi perubahan protoplasma menjadi keratin.
Stratum lusidum, merupakan lapisan yang terletak tepat di bawah stratum
corneum dan terdiri dari sel datar yang tidak memiliki inti serta
protoplasmanya berubah menjadi eleidin. Stratum lusidum ini hanya terdapat
pada kulit tebal.
Stratum granulosum, merupakan lapisan di bawah stratum lusidum tersusun
dari 2 – 3 lapis sel datar berinti dan memiliki sitoplasma berbutir kasar yang
terdiri atas keratohialin. - Stratum spinosum, terletak di bawah stratum
granulosum yang terdiri dari lapisan-lapisan sel poligonal dengan ukuran
yang berbeda-beda. Lapisan ini mengandung glikogen sehingga memiliki
protoplasma yang jernih.
Stratum basal, merupakan lapisan paling dalam yang terletak di atas
membran basal. Pada lapisan ini sel melekat ke membran basal melalui
desmosom dan hemidesmosom.
Selain sel keratinosit yang membentuk lapisan superfisial dari epitel
berkeratin, epidermis memiliki sel-sel kulit lainnya, antara lain sel melanosit, sel
Langerhans dan sel Merkel. Sel melanosit terletak di antara stratum spinosum dan
stratum basale, yang berasal dari sel krista saraf dan membentuk melanin (pigmen
coklat tua dari asam amino tirosin) yang menyebabkan kulit berwarna gelap dan
melindungi dari radiasi sinar ultraviolet. Sel Langerhans merupakan sel yang
menyajikan antigen kulit atau bagian dari sistem imun kulit, letaknya di stratum
spinosum. Sel Merkel merupakan sel mekanoreseptor berfungsi untuk sensasi
yang terletak pada lapisan basal epidermis.
b. Dermis
Dermis merupakan lapisan jaringan ikat yang terletak dibawah epidermis.
Lapisan ini berfungsi untuk memberikan nutrisi melalui vaskularisasi. Dermis
terdiri atas lapisan papilare dan lapisan retikulare.
Lapisan papilare, merupakan lapisan paling superfisial dari dermis yang
memisahkan antara dermis dan epidermis. Lapisan ini terdiri dari jaringan ikat
ireguler longgar yang terisi serat, sel, pembuluh darah dan reseptor sensorik
(badan Meissner).
Lapisan retikulare, terletak di bawah lapisan papilare dan memiliki lapisan
yang lebih tebal. Lapisan ini terdiri dari jaringan ikat ireguler padat. Batas
antara lapisan papilare dan retikulare tidak terlalu jelas. Lapisan retikulare
dermis 8 mengandung reseptor sensorik (badan Pacini) dan anastomosis
arteriovena yang berfungsi untuk mengatur suhu.
c. Hipodermis
1. Fungsi Proteksi, yaitu menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisik atau
mekanik, misalnya tekanan, gesekan, tarikan; gangguan kimiawi (zat kimia
bersifat iritan); gangguan termal (radiasi, sinar ultraviolet); serta gangguan
infeksi luar (bakteri/virus/jamur)
2. Perlindungan imunologik
3. Fungsi ekskresi, yaitu mengeluarkan sisa metabolisme tubuh berupa NaCL,
urea, dan ammonia
4. Fungsi persepsi. Didalam kulit terdapat ujung-ujung saraf sensoris di dermis dan
subkutis. Beberapa rangsangan yang dapat dipersepsi: rangsang panas (Badan
Ruffini), rangsang dingin (Badan Krause), perabaan (Badan Meissner), rangsang
tekanan (Badan Pacini)
5. Fungsi Termoregulasi
6. Fungsi pembentukan vitamin D
7. Fungsi Kosmetik
Acne vulgaris didefinisikan sebagai penyakit kulit akibat inflamasi kronik unit
pilosebasea yang terdiri atas lesi non inflamasi seperti komedo terbuka dan komedo
tertutup, serta lesi inflamasi berupa papul, pustul, dan nodul. Predileksi acne vulgaris
adalah wajah, leher, lengan atas, dada, dan punggung. Acne vulgaris pada wanita
dewasa dibagi menjadi 2 jenis, yaitu acne vulgaris menetap dan acne vulgaris awitan
lambat. Acne vulgaris menetap yaitu lesi acne yang berlanjut dari masa remaja hingga
usia dewasa. Sedangkan acne vulgaris awitan lambat yaitu lesi acne yang muncul saat
usia dewasa, biasa dijumpai pada pasien berusia 25 tahun. Secara klinis, acne vulgaris
menetap lebih banyak dijumpai daripada acne vulgaris awitan lambat. (Astrid, 2020)
Pada umumnya, acne vulgaris terjadi pada remaja dan dewasa muda, serta
wanita lebih banyak daripada pria. Hampir setiap orang pernah menderita penyakit ini,
maka sering dianggap sebagai kelainan kulit yang timbul secara fisiologis. Acne paling
sering terjadi pada masa remaja dan dimulai pada masa pubertas. Pada umumnya,
insiden acne akan terjadi sekitar umur 14-17 tahun pada wanita dan 16-19 tahun pada
pria. Pada masa itu yang paling dominan adalah komedo dan papul, serta jarang terlihat
lesi yang mengalami peradangan. Kadang acne menetap pada wanita umur 30 tahunan
atau lebih. Meski pada pria acne lebih cepat berkurang, namun pada penelitian
diketahui bahwa gejala acne yang lebih berat justru terjadi pada pria. (Astrid, 2020).
2.5 ETIOPATOGENESIS
Perkembangan jerawat melibatkan interaksi dari berbagai faktor, termasuk: (1)
hiperkeratinisasi folikel; (2) pengaruh hormonal pada produksi dan komposisi sebum;
dan (3) inflamasi, yang sebagian dimediasi oleh Propionibacterium acnes. Penyumbatan
folikel oleh komedo mencegah drainase sebum sedangkan androgen merangsang
kelenjar sebasea untuk memproduksi lebih banyak sebum. Lipase bakteri yaitu P.
Acnes mengubah lipid menjadi asam lemak dan menghasilkan mediator proinflamasi
seperti IL-I dan TNF-α yang mengarah pada respons inflamasi. Dinding folikel yang
membengkak kemudian pecah sehingga sebum, lipid, asam lemak, keratin dan bakteri
masuk ke dermis yang kemudian memicu respons inflamasi dan benda asing.
Peradangan yang intens menyebabkan bekas luka.[ CITATION Kla13 \l 1033 ]
1. Hiperkeratinisasi Folikuler
Microcomedo dianggap sebagai prekursor dari semua lesi akne yang tampak
secara klinis. Komedo terbentuk di bagian atas folikel di infrainfundibulum akibat
akumulasi korneosit karena peningkatan proliferasi keratinosit folikel dan kohesivitas
korneosit yang menyebabkan sumbatan hiperkeratotik dan fenomena bottleneck.
Peristiwa yang memicu pembentukan mikrocomedo tidak diketahui tetapi data
mendukung kemungkinan peran interleukin-1α (IL-1α).[ CITATION Bol18 \l 1033 ]
Sumber : Bolognia, J. L., Schaffer, J. V. & Cerroni, L., 2018. Dermatology. 4th
Edition ed. Britain: Elsevier.
2.6 MANIFESTASI KLINIS
2.9 TATALAKSANA
1) Asam Retinoid
Efek anti-acne dari retinoid topikal mencakup normalisasi dari
keratinisasi folikel dan kohesi korneosit, yang membantu mengeluarkan
komedo yang ada dan mencegah pembentukan komedo baru. Retinoid topikal
juga memiliki sifat anti-inflamasi yang signifikan dan oleh karena itu dapat
digunakan sebagai monoterapi untuk jerawat dengan komponen inflamasi
komedonal dan ringan. Selain itu, penggunaan retinoid topikal secara
bersamaan dapat meningkatkan kemanjuran benzoil peroksida dan antibiotik
topikal dengan meningkatkan penetrasi obat terakhir ke dalam folikel
sebaceous. Kontraindikasi pada wanita hamil, dan wanita usia subur harus
menggunakan kontrasepsi yang efektif.
2) Asam salisilik
Asam salisilik merupakan agen komedolitik dan antibakteri yang banyak
digunakan. Asam salisilat tersedia dengan konsentrasi hingga 2% dalam
berbagai formulasi pengiriman, termasuk gel, krim, losion, busa, larutan, dan
pencucian. Efek samping asam salisilat topikal termasuk eritema dan scaling.
3) BPO
Benzoyl peroxide adalah agen bakterisidal kuat yang mengurangi P. acnes di
dalam folikel yang juga memiliki sifat komedolitik ringan dan sangat efektif
bila digunakan dalam kombinasi dengan terapi lain. Berbeda dengan antibiotik
topikal, resistensi mikroba terhadap benzoil peroksida belum dilaporkan.
Banyak produk olahan untuk semua jenis kulit tersedia dalam formulasi yang
dijual bebas dan resep. Ini termasuk sabun batangan, pencuci, gel, losion,
krim, busa, dan bantalan dalam konsentrasi mulai dari 2,5% hingga 10% serta
produk yang menggabungkan benzoil peroksida dengan klindamisin,
eritromisin, atau adapalen. Karena benzoyl peroxide adalah zat pemutih,
pemutih pakaian dan alas tidur dapat terjadi. Perkembangan dermatitis kontak
(iritan> alergi) terhadap benzoil peroksida juga mungkin terjadi, dan ini harus
dicurigai pada pasien yang mengalami eritema yang ditandai dengan
penggunaannya.
4) Asam zelaik
Asam azelaic adalah asam dikarboksilat alami yang ditemukan dalam biji-
bijian sereal. Ini tersedia sebagai krim topikal 20%, yang telah terbukti efektif
dalam peradangan dan jerawat komedonal. Dengan menghambat pertumbuhan
P. acnes, asam azelaic mengurangi peradangan pada jerawat. Ini juga
mengembalikan keratinisasi folikel yang terpengaruh oleh jerawat dan dengan
demikian menunjukkan sifat komedolitik. Aktivitas asam azelaic melawan lesi
inflamasi mungkin lebih besar daripada aktivitasnya melawan komedo. Asam
azelaic diterapkan dua kali sehari dan penggunaannya dilaporkan memiliki
lebih sedikit efek samping lokal daripada retinoid topikal. Selain itu, ini dapat
membantu meringankan hiperpigmentasi pasca inflamasi.
5) Antibiotik
Antibiotik topikal banyak digunakan untuk pengobatan jerawat dan tersedia
sendiri maupun dalam kombinasi dengan benzoyl peroxide atau retinoid.
Klindamisin dan eritromisin mewakili dua antibiotik yang paling umum
digunakan dan formulasinya bervariasi krim dan gel; namun, resistensi> 50%
strain P. acnes terhadap makrolida ini telah dilaporkan di beberapa negara.
Pemberian antibiotik oral diberikan pada jerawat yang radang sedang sampai
berat dengan turunan tetrasiklin oral, terutama doksisiklin dan minosiklin, dan
lebih jarang makrolida seperti eritromisin dan azitromisin. Dalam pengaturan
ini, mekanisme utama kerja obat-obatan ini adalah menekan pertumbuhan P.
acnes, sehingga mengurangi inflamasi yang dimediasi oleh bakteri. Namun,
beberapa dari antibiotik ini juga memiliki sifat anti-inflamasi intrinsic
(Zaenglein A, 2018).
6) Terapi adjuvan
Terapi adjuvan (tambahan) merupakan terapi-perawatan tambahan
yang diberikan bersamaan dengan terapi utama pada acne. Terapi tersebut
diberikan untuk mempercepat perbaikan terapi atau memperbaiki kondisi kulit
saat pengobatan berlangsung. Jenis terapi ajuvan yaitu KIE (Komunikasi,
Informasi, Edukasi), perawatan kulit, bedah kimia (skin peeling), antioksidan
oral (evidence masih rendah), light/laser therapy, kortikosteroid oral jangka
pendek, dan kosmeseutikal (Nicotinamide, ABA, Zinc PCA, dan sunscreen
yang hipoalergenik dan non komedogenik). Rekomendasi pemilihan terapi
ajuvan adalah setelah inflamasi berhasil dikontrol.
7) Terapi rumatan (Maintenance)
2.10 EDUKASI
Berikan informasi terkait penyakit dan penyebabnya, hal ini mencakup pada
mumnya kutil dapat hilang spontan tanpa pengobatan, acne dapat mengalami
rekurensi, kurangi kontak dengan lesi karena dapat meningkatan risiko penularan
ke bagian tubuh yang lain, dan jangan mencoba untuk mencabut lesi (PERDOSKI,
2015).