KRIM ( KLORAMFENIKOL )
BLOK TEKNOLOGI LIQUID DAN SEMI SOLID
Oleh :
Andi Dian Juniar
70100119005
Kelas A
Infeksi
- Multiplikasi mikroorganisme di jaringan tubuh, terutama yang menyebabkan
cedera selular lokal akibat metabolisme yang kompetitif, toksin, replikasi
intraselular, atau respons antigen-antibodi.(dorland ed 28)
- Infeksi: terkena hama; kemasukan bibit penyakit; ketularan penyakit; peradangan
(KBBI)
- Infeksi : Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), penyakit infeksi atau
penyakit menular adalah penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme patogen,
seperti virus, bakteri, jamur, atau parasit.
- Menurut kamus kedokteran Dorland (2012) infeksi merupakan masuknya
mikroorganisme yang memperbanyak diri di jaringan tubuh yang menyebabkan
peradangan.
Thiksotropik : sifat gel tertentu untuk menjadi cairan ketika dikocok dan kemudian
menjadi semipadat (dorland ed.29 hal. 777)
Absorpsi : Ambilan bahan- bahan ke dalam atau melalui jaringan, misalnya kulit,
usus, dan tubulus ginjal. (Dorland ed 31, hal.8)
Anatomi : berasal dari bahasa Yunani (Greek) yang secara makna harfiah diartikan
sebagai “membuka suatu potongan”. Anatomi adalah suatu ilmu yang mempelajari
bagian dalam (internal) dan luar (external) dari struktur tubuh manusia dan hubungan
fisiknya dengan bagian tubuh yang lainnya, sebagai contohnya adalah mempelajari
organ uterus dan posisinya dalam tubuh. (KEMENKES.2017)
Anatomi : ilmu tentang struktur tubuh dan hubungan antarbagiannya; sebagian besar
didasarkan pada potongan tempat nama tersebut diperoleh. (Dorland Ed.31,Hal.87)
Bakteri
- Bakteri adalah satu di antara kedua domain tempat Prokaryota dikelompokkan,
mencakup banyak mikroorganisme uniseluler yang umumnya berkembang biak
melalui pembelahan sel (fisi) dan yang selnya terbungkus dalam dinding sel. Cf.
Archaea dan lihat bacterium.(Dorland ed 28,hal 127) . Bakteri : secara umum,
setiap mikroorgansime prokariotik uniseluler yang biasanya memperbanyak diri
melalui pembelahan sel, tidak memiliki nukleus atau organel-organel terbungkus
membran, dan mempunyai dinding sel; dapat aerob ataupun anaerob, motil
ataupun non motil, hidup-bebas, saprofitik, parasitik, atau patogenik.ks, (Dorland
ed 28, hal 128)
- bakteri adalah makhluk hidup terkecil bersel tunggal, terdapat di mana-mana,
dapat berkembang biak dengan kecepatan luar biasa dengan jalan membelah diri,
ada yang berbahaya dan ada yang tidak, dapat menyebabkan peragian,
pembusukan dan penyakit. (KBBI)
Komposisi : susunan atau tata susun(KBBI)
Evaluasi : proses untuk menemukan nilai layanan infromasi atau produk sesuai
kebutuhan konsumen atau pengguna. (KBBI Ed.5)
Bakteri gram positif : komposisi dinding selnya beberapa lapisan peptidoglikan
bergabung bersama membentuk struktur tebal dan kaku. Terdapat sekitar 40 lapisan
peptidoglikan atau disebut juga lapisan Murein/Mukopeptida yang merupakan 50%
dari bahan dinding sel. (Kemenkes, 2017. Mikrobiologi)
Bakteri gram positif : Menahan zat pewarna atau sulit dilunturkan oleh alcohol pada
metode pewarnaan gram, merupakan ciri khas utama bakteri yang dinding selnya
tersusun atas peptidoglikan dan asam teikoat. (Dorland ed.29:345)
Perkutan : dilakukan melalui kulit (Dorland ed 29 hal 581)
Bakteri gram negatif : kehilangan zat pewarna atau dilunturkan warnanya oleh
alkohol pada metode pewarnaan gram, merupakan ciri khas bakteri yang mempunyai
permukaan dinding sel yang lebih kompleks dalam komposisi kimia daripada bakteri
gram positif (Dorland ed 28, hal 488)
Rheology
- ilmu pengetahuan tentang perubahan bentuk dan aliran materi, seperti aliran darah
melalui jantung dan pembuluh darah ( kamus dorland Ed 29 hal 665)
- Rheologi : rheologi menggambarkan aliran zat cair atau perubahan bentuk
(deformasi) zat di bawah tekanan. (Farmasi Fisik,Hal.61)
Bakterisid : destruktif terhadap bakteri. (Dorland ed.29:90)
Fisiko kimia adalah nama sifat yang mengacu ke sifat fisik dari sebuah senyawa
kimia atau bahasa inggrisnya Physical Chemistry. Fisikokimia menerapkan prisip,
praktek dan konsep fisika seperti gerakan, energi, tenaga, waktu, termodinamika,
kimia quantum, mekanika, dan keseimbangan dalam sebuah senyawa kimia.
Fisiologi adalah cabang biologi yang berkaitan dengan fungsi dan kegiatan kehidupan
atau zat hidup (organ, jaringan, atau sel) (KBBI)
Fisiologi : ilmu pengetahuan yang mempelajari fungsi organisrne hidup dan bagian-
bagiannya, dan faktor-faktor fisika serta kimia dan proses yang terlibat. 2. proses
dasar yang melandasi fungsi suatu spesies atau kelas organisme, ataupun salah satu
dari bagian atau prosesnya. (Dorland Ed.31,Hal.1677)
Aliran dilatan
- kebalikan dari aliran pseudoplastis. Jika pseudoplastis dikenal dengan istilah shear-
thinning-system, maka pada aliran dilatan, semakin tinggi nilai shear, semakin tinggi
viskositasnya (Modul STILes Teknologi Sediaan Liquid dan Semisolida II)
- Dilatan adalah suatu model pendekatan fluida Non-Newtonian dimana viskoy dan
shear stress dari fluida ini akn cenderung mengalami peningkatan.( Didit
setiawan,2017)
Newton(N) : satuan SI untuk gaya; bila dikenakan dalam keadaan vakum terhadap
benda dengan massa 1 kilogram, akan memberikan percepatan 1 meter per detik
kuadrat [Dorland Ed. 29 Hal. 536]
Uji stabilitas dipercepat : studi yang dirancang untuk meningkatkan laju degradasi
kimia dan perubahan fisika obat dengan menggunakan kondisi penyimpanan yang
berlebihan sebagai bagian dari pengujian stabilitas.Data yang diperoleh dapat
digunakan untuk menilai efek kimia jangka panjang di bawah kondisi yang dipercepat
dan untuk mengevaluasi dampak jangka pendek di luar label kondisi penyimpanan,
seperti yang mungkin terjadi selama pengiriman (WHO Technical Report Series, No.
863)
STUDI FARMAKOKINETIK
Jika obat di buat dalam sediaan topikal, maka obat akan keluar dari pembawa dan
berdifusi ke permukaan jaringan kulit. Ada 3 jalan masuk utama : melalui daerah
kantung rambut, melalui kelenjar keringat, atau melalui stratum korneum yang
terletak antara kelenjar keringat dan kantung rambut.
Untuk zat yang diabsrobsi secara transepidermis penetrasi berlangsung agak cepat
meski lebih lambat daripada absorbsi saluran cerna. Untuk difusi berlangsung setelah
penggunaan pada kulit. Begitu zat-zat melewati stratum korneum, tampaknya tidak
ada gamgguan penetrasi kemudian segera masuk ke sirkulasi melalui kapiler.
Penurunan konsetrasi pada dasarnya berakhir dalam lapisan dermis pada awal
sirkulasi. Sirkulasi sistemik ini bertindak ssbagai tempat obat. (Lachman
Ed.3,Hal.1095)
Stratum korneum adalah material komposit yang terbuat dari protein dan lemak. Alih-
alih tersebar merata, lipid yang sangat hidrofobik dalam stratum korneum normal
diasingkan di dalam ruang ekstraseluler, di mana matriks yang diperkaya lipid ini
diatur ke dalam membran lamela yang mengelilingi korneosit.
Berikut, kemudian, diketahui bahwa lapisan ekstraselular stratum korneum yang
dipenuhi dengan lipid ini akan menghambat pengiriman yang terpenetrasi ke dalam
kulit dari obat-obatan yang sifatnya hidrofilik. Reservoir dalam stratum korneum
hanya dapat mengakumulasi dan mengirimkan obat-obat yang hidrophobic/larut
dalam lemak (salah satu contohnya adalah Kloramfenikol) atau yang berat
molekulnya rendah (Prausnitz Derm Book Section 19, Skin Barrier and Transdermal
Drug Delivery)
Ketika sebuah sistem obat dioleskan secara topikal, obat tersebut mendifusikan
partikelnya menuju jaringan permukaan kulit, melalui stratum korneum. Subtansi
yang dapat melewati korneum adalah seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
Ketika partikel obat telah melalui stratum korneum, tidak ada halangan signifikan
lebih lanjut yang tersisa untuk penetrasinya melewati epidermis dan lapisan-lapisan
korium lainnya. Kemudian, obatpun siap memasuki sirkulasi lewat via jaringan
kapiler. Gradian konsentrasi pada dasarnya berakhir di lapisan dermal pada awal
proses sirkulasi. Sirkulasi sistemik berperan sebagai reservoir atau "sink" dari partikel
obat, ketika telah memasuki sirkulasi sistemik, obat akan diencerkan dan
didistribusikan dengan cepat sehingga dapat memberikan efek terapeutik (Lachman
Edisi III)
Substansi yang dapat melewati lapisan lipid stratum korneum adalah substansi yang
bersifat lipid-soluble dan memiliki berat molekular rendah (Prausnitz Derm Book
Section 19). Adapun beberapa material telah diteliti untuk meningkatkan penetrasi
suatu bahan obat melewati lapisan kulit, yakni dengan penambahan accelerants.
Accelerants adalah agen yang dapat membengkakkan stratum corneum dan
melarutkan bahan struktural penting, sehingga mengurangi resistensi difusi dan
meningkatkan permeabilitas. Peningkatan hidrasi jaringan stratum korneum dapat
mempermudah penetrasi bahan obat ke dalamnya (Lachman Ed 3)
Kesimpulan nya Berdasarkan struktur dari stratum korneum yang terdiri dari protein
dan lemak, substansi yang dapat melewati lapisan lipidnya, salah satunya adalah
substansi yang bersifat lipid soluble. Dalam hal ini, berdasarkan sifat fisikakimianya,
Kloramfenikol termasuk ke dalam contoh bahan obat yang sifatnya larut minyak/lipid
soluble, sehingga mekanisme obat ini ketika dioleskan secara topikal adalah akan
mengalami penetrasi ke dalam kulit melewati stratum korneum, dan memberikan efek
terapeutik. Ketika partikel obat telah melalui stratum korneum, tidak ada halangan
signifikan lebih lanjut yang tersisa untuk penetrasinya melewati epidermis dan
lapisan-lapisan korium lainnya. Kemudian, obatpun siap memasuki sirkulasi lewat via
jaringan kapiler. Gradian konsentrasi pada dasarnya berakhir di lapisan dermal pada
awal proses sirkulasi. Ketika telah memasuki sirkulasi sistemik, obat akan diencerkan
dan didistribusikan dengan cepat sehingga kemudian akan memberikan efek
terapeutik pada pasien.
Dalam meningkatkan penetrasi bahan obat melewati lapisan kulit, beberapa agen
dapat digunakan, seperti Accelerant yang bekerja dengan membengkakkan stratum
korneum sehingga mengurangi resistensi difusi dan meningkatkan permeabilitas.
Peningkatan hidrasi jaringan stratum korneum dapat mempermudah penetrasi bahan
obat ke dalamnya.
STUDI FARMAKOLOGI
Kloramfenikol bekerja dengan menghambat sintesis protein kuman. Obat ini terikat
pada ribosom subunit 50S dan menghambat enzim peptidil transferase sehingga ikatan
peptida tidak terbentuk pada proses sintesis protein kuman. Umumnya bersifat
bakteriostatik. Pada konsentrasi tinggi, kloramfenikol kadang-kadang bersifat
bakterisid terhadap kuman-kuman tertentu. Spektrum antibakteri kloramfenikol
meliputi D. pneumoniae, S. pyogenes, S. viridans, Neisseria, Haemophilus, Bacillus
spp, Listeria, Bartonella, Mycoplasma, Rickettsia, Treponema dan kebanyakan kuman
anaerob (Farmakologi & Terapi Ed 6)
Indikasi : infeksi kulit bacterial (PIONAS BPOM)
Kontraindikasi terhadap neonatus, pasien dengan gangguan faal hati, dan pasien yang
hipersensitif terhadapnya.
Interaksi obat : Kloramfenikol dapat memperpanjang masa paruh eliminasi Fenitoin,
Tolbutamid, Klorpropamid dan warfarin.
Efek samping : Reaksi hipersensitivitas termasuk ruam, demam, dan angioedema
dapat terjadi terutama setelah penggunaan topikal; anafilaksis telah terjadi tetapi
jarang terjadi (Martindale Ed 36)
Dalam penggunaannya untuk topikal, konsentrasinya adalah 2% (Farmakologi &
Terapi Ed 6).Dalam pengobatan infeksi mata, kloramfenikol biasanya dioleskan
sebagai larutan 0,5% atau sebagai salep 1%. Untuk infeksi bakteri pada otitis
eksterna, kloramfenikol telah diberikan sebagai obat tetes telinga dengan kekuatan 5
atau 10% (Martindale Ed 36). Dalam penggunaannya untuk topikal, konsentrasinya
adalah 2%.
Konsentrasi : Salep Kulit 2 %
Aturan pakai: Untuk inf eksi-infeksi berat dosis dapat ditingkatkan 2xpada awal terapi
sampai didapatkan perbaikan klinis
Kloramfenikol sebagai antibiotik spektrum luas yang aktif melawan kedua dan
organisme Gram-positif dan Gram-negatif anaerobik. Selain itu, kloramfenikol juga
aktif terhadap rickettsiae tetapi tidak pada chlamydiae. Sebagian besar bakteri Gram
positif dihambat pada konsentrasi 1–10 mcg/mL, dan banyak bakteri Gram-negatif
dihambat oleh konsentrasi 0,2–5 mcg/mL. H influenzae, Neisseria meningitidis, dan
beberapa strain Bacteroides sangat rentan; untuk organisme ini, kloramfenikol
mungkin bersifat bakterisida. Resistensi tingkat rendah terhadap kloramfenikol dapat
muncul dari: populasi besar sel yang rentan terhadap kloramfenikol melalui seleksi
mutan yang kurang permeabel terhadap obat. Resistensi yang signifikan secara klinis
disebabkan oleh produksi kloramfenikol asetil-transferase, suatu enzim bersandi
plasmid yang menginaktivasi obat [Sumber: Katzung]
Kloramfenikol adalah inhibitor kuat sintesis protein mikroba. Obat ini berikatan
secara reversibel dengan subunit 50S ribosom bakteri menghambat pembentukan
ikatan peptida. Kloramfenikol adalah antibiotik spektrum luas yang bersifat
bakteriostatik dan aktif terhadap organisme gram positif dan negatif aerob dan
anaerob. Obat ini juga aktif terhadap Rickettsiae, tetapi tidak terhadap Chlamydiae.
Sebagian besar bakteri gram-positif dihambat pada konsentrasi 1-10 mcg/mL, dan
banyak bakteri negatif- gram dihambat pada konsentrasi 0,2-5 mcg/mL. H. influenzae,
Neisseria meningitidis, dan beberapa galur bakteroides sangat rentan, dan bagi
organisme-organisme ini, kloramfenikol mungkin bakterisida.(katzung ed.12.
Farmakologi dasar dan klinik)
3. Bagaimana Alasan pertimbangan pemilihan bentuk sediaan krim topikal untuk zat
aktif kloramfenikol?
Jawab :
Sediaan topikal yang digunakan untuk pengobatan kulit biasanya mengandung
antibiotika, kortikosteroid, atau dalam bentuk kombinasi bemaksud untuk
mempercepat sembuhnya infeksi pada kulit, misalnya kloramfenikol. Alasan krim
dipilih sebagai bentuk sediaan karena krim dapat digunakan pada kulit dengan luka
yang basah, karena bahan pembawa minyak dalam air cenderung untuk menyerap
cairan yang dikeluarkan luka tersebut (Lachman, et al., 1989). Selain itu, Krim
dianggap lebih besar daya tarik estetika untuk karakter nongreasy mereka,
kemampuan untuk menghilang ke dalam kulit saat digosok, dan kemampuan untuk
menyerap cairan serosa dari kulit lesi. (Ansel, ed.9 hal.169). Banyak pasien dan
dokter lebih memilih krim menjadi salep karena lebih mudah menyebar dan
menghapus. (Ansel, ed.9 hal. 278)
Berdasarkan skenario, formulator akan membuat sediaan topikal Kloramfenikol,
secara khusus yakni sediaan krim. Pemilihan bentuk sediaan topikal dalam formulasi
Kloramfenikol dapat dihubungkan dengan efek samping yang ditimbulkan ketika
dikonsumsi secara oral, yakni terjadinya kelainan darah, baik yang reversible maupun
irreversible, anemia aplastik, sindrom gray pada pada neonatus, serta efek samping
pada saluran pencernaan seperti mual, muntah dan diare (PIONAS BPOM). Sehingga
pemberian secara topikal mungkin dapat mengurangi kejadian efek samping yang
ditimbulkan. Pemilihan krim sebagai bentuk sediaannya adalah karena krim memiliki
keuntungan yakni mudah menyebar, jika dibandingkan dengan sediaan salep, dan
identik dengan sifat mudah dihapus. Hal inilah yang menjadikan krim juga lebih
disukai oleh pasien (Ansel Edisi 10).
Berdasarkan struktur dari stratum korneum yang terdiri dari protein dan lemak,
substansi yang dapat melewati lapisan lipidnya, salah satunya adalah substansi yang
bersifat lipid soluble. Dalam hal ini, berdasarkan sifat fisikakimianya, Kloramfenikol
termasuk ke dalam contoh bahan obat yang sifatnya larut minyak/lipid soluble,
sehingga mekanisme obat ini ketika dioleskan secara topikal adalah akan mengalami
penetrasi ke dalam kulit melewati stratum korneum, dan memberikan efek terapeutik.
Ketika partikel obat telah melalui stratum korneum, tidak ada halangan signifikan
lebih lanjut yang tersisa untuk penetrasinya melewati epidermis dan lapisan-lapisan
korium lainnya. Kemudian, obatpun siap memasuki sirkulasi lewat via jaringan
kapiler. Gradian konsentrasi pada dasarnya berakhir di lapisan dermal pada awal
proses sirkulasi. Ketika telah memasuki sirkulasi sistemik, obat akan diencerkan dan
didistribusikan dengan cepat sehingga kemudian akan memberikan efek terapeutik
pada pasien.
Dalam meningkatkan penetrasi bahan obat melewati lapisan kulit, beberapa agen
dapat digunakan, seperti Accelerant yang bekerja dengan membengkakkan stratum
korneum sehingga mengurangi resistensi difusi dan meningkatkan permeabilitas.
Peningkatan hidrasi jaringan stratum korneum dapat mempermudah penetrasi bahan
obat ke dalamnya.
Pemakaian obat yang dioleskan pada permukaan kulit sering disebut sebagai
pengobatan secara topikal dan salah satu sediaannya adalah bentuk krim. Krim
merupakan bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat
yang terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Krim adalah sediaan
setengah padat, berupa emulsi mengandung air tidak kurang dari 60% dan
dimaksudkan untuk pemakaian luar (Depkes RI, 1979; Depkes RI, 1995).
Pada formulasi krim masing-masing basis memiliki keuntungan terhadap
penghantaran obat. Basis yang dapat dicuci dengan air adalah M/A, dan dikenal
sebagai “vanishing cream”.Basis vanishing cream termasuk dalam golongan
ini.Vanishing cream diberi istilah demikian, karena waktu krim ini digunakan dan
digosokkan pada kulit, hanya sedikit atau tidak terlihat bukti nyata tentang adanya
krim yang sebelumnya.Hilangnya krim ini dari kulit atau pakaian dipermudah oleh
minyak dalam air yang terkandung di dalamnya.Krim dapat digunakan pada kulit
dengan luka yang basah, karena bahan pembawa minyak dalam air cenderung untuk
menyerap cairan yang dikeluarkan luka tersebut (Lachman, et al., 1989).
krim tipe minyak dalam air (M/A) yaitu air terdispersi dalam minyak, Contoh : Cold
cream adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk maksud memberikan rasa
dingin dan nyaman pada kulit, sebagai krim pembersih, berwarna putih dan bebas
dari butiran. Cold cream mengandung mineral oil dalam jumlah besar. (Modul
STILeS Teknologi Sediaan Liquid dan Semi Solid II)
Seperti yang dikatakan layliyah untuk penetuan tipe krim yg cocok dapat dilihat dari
farmakokinetiknya yg dimana kloramfenikol ini bekerja sebagai sediaan topikal
sehingga tipe cream yg cocok adalah o/w (minyak dalam air) mereka tidak tidak
berminyak untuk aplikasi topikal obat yang larut dalam air,terutama untuk efek
lokal,o/w tidak berminyak tekstur yang terkait dengan basis berminyak dan karenanya
menyenangkan untuk digunakan dan mudah dicuci dari permukaan kulit. Emulsi air
dalam minyak akan memiliki oklusif efek oleh hidrasi lapisan atas stratum
korneum dan penghambatan penguapan ekrin sekresi. Hal ini, pada gilirannya, dapat
mempengaruhi penyerapan tingkat tion obat dari persiapan ini. Jenis o/w ini juga
berguna untuk pembersihan kulit dari kotoran yang larut dalam minyak
7. Apa saja Persyaratan yang harus dipenuhi dalam pembuatan krim ?
Jawab :
Persyaratan Penggunaan krim sebagai sistem penghantaran obat dikaitkan dengan
pasien yang baik penerimaan. Selain persyaratan umum untuk dosis semipadat
bentuk, penggabungan obat dalam krim mengharuskan obat harus
- Larut dalam konsentrasi yang diinginkan.
- Memiliki jendela terapi yang relatif luas karena dosis yang akurat adalah sulit.
- Tidak mengkristal pada penguapan air. (Pharmaceutical Dosage Form And Drug
Delivery Hal.555)(Mayriska Intan Aqhza)
Berdasarkan materi LCT yg dibawakan oleh ibu surya ningsi kemarin, mengenai
Persyaratan krim harus Stabil, Lunak, Mudah dipakai, Terdistribusi secara merata.
8. Bagaimana absorpsi, viskositas, dan rheologi yang diharapkan dalam sediaan krim
kloramfenikol?
Jawab :
Jika absorpsi perkutan melibatkan bagian dari molekul obat berdifusi dari permukaan
kulit ke dalam stratum korneum dibawah pengaruh gradien konsentrasi dan juga
berdifusi melalui stratum korneum, epidermis, melalui dermis, dan ke dalam sirkulasi
darah.zat yang diabsrobsi secara transepidermis penetrasi berlangsung agak cepat
meski lebih lambat daripada absorbsi saluran cerna. Untuk difusi berlangsung setelah
penggunaan pada kulit. Begitu zat-zat melewati stratum korneum, tampaknya tidak
ada gamgguan penetrasi kemudian segera masuk ke sirkulasi melalui kapiler.
Penurunan konsetrasi pada dasarnya berakhir dalam lapisan dermis pada awal
sirkulasi. Sirkulasi sistemik ini bertindak ssbagai tempat obat. (Lachman
Ed.3,Hal.1095)
Komponen lemak dipandang sebagai faktor utama yang secara langsung bertanggung
jawab terhadap rendahnya penetration obat melalui stratum corneum. sekali molekul
obat melalui stratum corneum kemudian dapat terus melalui jaringan epidermis yang
lebih dalam dan masuk ke dermis apabila obat mencapai lapisan pembuluh kulit maka
obat tersebut siap untuk diabsorpsi ke dalam sirkulasi umum.Stratum corneum
sebagai jaringan keratin akan berlaku sebagai membran buatan yang semipermeable
dan molekul obat mempenetrasi dengan cara difusi pasif. jadi jumlah obat yang
pindah menyebrangi lapisan kulit tergantung pada konsentrasi obat, kelarutannya
dalam air dan koefisien partisi minyak atau airnya. (Ansel Ed 4 buku pengantar
sediaan Farmasi).
Absorbsi yang diharapkan dari sediaan krim Kloramfenikol jika didasarkan pada
anatomi dan fisiologi kulit serta sifat bahan aktifnya adalah dapat terabsorbsi
melewati lapisan epidermis melalui stratum korneum yang berisi lapisan lipid dan
protein. Hal ini dapat dikaitkan dengan sifat Kloramfenikol yang larut dalam minyak
sehingga memenuhi syarat substansi yang dapat melewati lapisan lipid tersebut.
Setelah melewati stratum korneum, obat akan memasuki jaringan sistemik melalui via
jaringan kapiler. Obat yang telah berada di sirkulasi sistemik, akan diencerkan dan
didistribusikan secara cepat ke sehingga kemudian menimbulkan efek terapeutik yang
diinginkan
Zat non-Newtonian adalah zat yang tidak mengikuti persamaan aliran Newton.
Contoh bahan termasuk larutan koloid, emulsi, suspensi cair, dan salep. Ada tiga
jenis umum bahan non-Newtonian: plastik, pseudoplastik, dan dilatan (Ansel,
2014). Zat yang menunjukkan aliran plastis disebut benda Bingham. Aliran
plastis tidak dimulai sampai tegangan geser yang sesuai dengan nilai luluh tertentu
terlampaui. Kurva aliran memotong sumbu tegangan geser dan tidak melewati
titik asal. Bahan elastis di bawah nilai hasil (Ansel, 2014).
Zat pseudoplastik mulai mengalir ketika tegangan geser diterapkan; oleh karena
itu, mereka tidak menunjukkan nilai hasil. Dengan meningkatnya tegangan geser,
laju geser meningkat; akibatnya, bahan-bahan ini juga disebut sistem penipisan
geser. Hal ini didalilkan bahwa ini terjadi sebagai molekul, terutama polimer,
menyelaraskan diri di sepanjang sumbu panjang dan tergelincir atau meluncur
melewati satu sama lain (Ansel, 2014).
Bahan dilatant adalah bahan yang volumenya bertambah ketika digeser, dan
viskositasnya meningkat dengan meningkatnya laju geser. Ini juga disebut sistem
penebalan geser. Sistem dilatant biasanya dicirikan dengan memiliki persentase
padatan yang tinggi dalam formulasi (Ansel). Menurut buku phisycal pharmacy,
jenis rheologi yang sering diterapkan dalam emulsi misalnya cream adalah
rheologi jenis non newton yaitu plastis dan pseudoplastik.
Reologi adalah ilmu yang mempelajari sifat-sifat aliran zat cair. Ini membahas
viskositas sifat-sifat larutan dan sistem koloid. Aliran cairan sederhana fluida
dapat digambarkan dengan viskositas, ekspresi dari hambatan untuk mengalir.
Cairan dan larutan yang karakteristik alirannya dapat memadai dijelaskan oleh
viskositas disebut cairan Newtonian, dan mereka dikatakan menunjukkan
karakteristik aliran Newtonian. Namun, aliran kompleks dispersi tidak dapat
dijelaskan secara memadai oleh viskositas. Cairan ini adalah disebut non-
Newtonian, dan mereka dikatakan menunjukkan aliran non-Newtonian
karakteristik. Sifat reologi merupakan pertimbangan penting dalam pembuatan
ing, analisis, dan penggunaan beberapa bentuk sediaan, termasuk solusi, emulsi,
suspensi, pasta, lotion, supositoria, produk obat injeksi parenteral saluran, dan
infus intravena. Viskositas penting untuk pencampuran dan aliran bahan,
pengemasannya ke dalam wadah, dan pemindahannya sebelum penggunaan—
apakah dicapai dengan menuangkan dari botol, ekstrusi dari tabung, atau melewati
jarum suntik. Misalnya, daya tuangkan, daya sebar, dan spuitability emulsi
ditentukan oleh sifat reologinya. Selain itu, viskositas merupakan pertimbangan
penting sebagai bahan kritis atribut (CMA) dan atribut material kritis (dalam
proses) (CiMA) untuk manufaktur farmasi. Misalnya, viskositas larutan polimer
dan bahan cair seperti polietilen glikol adalah CMA yang digunakan untuk kontrol
kualitas bahan baku yang masuk, sedangkan viskositas suspensi polimer, pewarna,
dan opacifier yang digunakan untuk pelapis tablet adalah tahan CiMa selama
pembuatan produk
NEWTONIA FLOW
Hukum aliran Newton menyatakan bahwa penerapan tegangan pada cairan
menyebabkan mengalir dalam proporsi langsung dengan jumlah tegangan yang
diberikan. Konstan yang menghubungkan aliran cairan dengan tegangan yang
diberikan disebut viskositas.
NON-NEWTON FLOW
Sebagian besar cairan farmasi, seperti dispersi koloid, emulsi, cairan suspensi, dan
salep, tidak mengikuti hukum aliran Newton. Viskositas fluida bervariasi dengan
laju geser. Tergantung pada bagaimana viskositas perubahan dengan geser, ada
tiga jenis umum aliran non-Newtonian: perilaku aliran plastik, pseudoplastik, dan
dilatant
a. Aliran plastik
Zat yang mengalami aliran plastis disebut benda Bingham; mereka
didefinisikan sebagai zat yang menunjukkan nilai luluh sebagai titik di mana
kurva aliran plastis berpotongan dengan sumbu tegangan geser.
b. Aliran pseudoplastik (penipisan geser)
Aliran pseudoplastik ditandai dengan penurunan viskositas dengan
meningkatnya tegangan geser. Hal ini menyebabkan peningkatan laju geser
(aliran) untuk hal yang sama jumlah tegangan geser sebagai tingkat tegangan
geser meningkat.
c. Aliran dilatant (penebalan geser)
Aliran dilatan ditandai dengan peningkatan viskositas dengan meningkatnya
tegangan geser. Hal ini menyebabkan penurunan laju geser (yaitu,
berkurangnya aliran dan viskositas yang lebih tinggi) untuk jumlah perubahan
tegangan geser yang sama dengan tingkat tegangan geser meningkat.
(Pharmaceutical Dosage Forms and Drug Delivery hal 287-291)
Krim kloramfenikol yang akan dibuat diharapkan bisa membentuk aliran non-
newton agar pada saat penggunaannya yaitu topikal, dapat membentuk
kekentalan yang sesuai dengan menggunakan tekanan untuk keluar dari
wadah. Dalam bidang Farmasi, jenis aliran thiksotropik yang merupakan
aliran yang ideal yang diinginkan untuk bentuk suspensi, emulsi, lotio, krim,
dan salep. Maka pada krim kloramfenikol ini diharapkan membentuk aliran
non-newton thiksotropik. Aliran thiksotropik, jika diterapkan dalam sebuah
sediaan Farmasi, maka akan menghasilkan sebuah sediaan yang baik. Hal ini
disebabkan karena sediaan ini bila dikocok, viskositas sediaan akan
bertambah, namun bila pengocokan dihentikan maka partikelnya tidak akan
mengendap cepat, sehingga penampilan dari sediaan ini kelihatan menarik
karena keseragaman penyebaran partikel. (Kemenkes, 2016) (Andi Reski
Andini).
Berdasarkan jenis sediaan yang akan dibuat yakni krim, maka jenis aliran yang
diharapkan dapat teraplikasikan dalam krim Kloramfenikol adalah jenis aliran
non newton pseudoplastis. Jenis aliran pseudoplastis biasanya juga dikenal
dengan shear-thinning-agent dimana semakin tinggi tegangan gesernya maka
viskositas bahan akan semakin menurun. Jadi, jenis aliran ini akan mengalir
lebih mudah dengan meningkatnya tegangan geser. Berbeda dengan jenis
aliran dilatan, jenis aliran ini tidak akan menjadikan sediaan kaku sehingga
jenis aliran ini dianggap cocok untuk formulasi krim Kloramfenikol, karena
dapat memenuhi persyaratan dari sediaan krim itu sendiri yakni lunak dan
homogen, serta mudah menyebar dan mudah digunakan.
9. Bagaimana kaitan absorpsi per kutan terhadap pemilihan bahan dalam memformulasi
krim kloramfenikol?
Jawab :
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya di nomor 8, bahwa absorbsi perkutan dari
sediaan krim Kloramfenikol ini adalah melewati lapisan stratum korneum yang terdiri
dari lapisan lipid dan protein. Substansi yang dapat melewati stratum korneum adalah
substansi-substansi yang sifatnya lipid-soluble. Sehingga, menimbang dari fakta ini,
maka dalam pemilihan bahan untuk formulasi sediaan krim Kloramfenikol, sebaiknya
bahan obat dilarutkan dalam minyak agar memudahkan penetrasi obat melalui stratum
korneum. Kloramfenikol juga memiliki sifat larut minyak sehingga tidak ada masalah
yang sekiranya dapat timbul mengenai hal ini. Hal ini dapat sekaligus memperkuat
tipe krim yang cocok untuk formulasi sediaan krim Kloramfenikol yakni tipe krim
m/a. Adapun untuk pertimbangan bahan tambahan lain yang mungkin digunakan
untuk menigkatkan penetrasi bahan obat melalui kulit adalah dengan penggunaan
akselerant, yang dapat mengurangi resistensi difusi dan meningkatkan permeabilitas
sehingga penetrasi bahan obat mudah terjadi. Namun keputusan penambahan bahan
tambahan ini masih perlu dipertimbangkan lagi, mengingat tipe krim yang digunakan
sudah dapat mempermudah penetrasi obat melewati stratum korneum.
10. Bagaimana pertimbangan bahan tambahan yang tepat berdasarkan sifat fisikakimia
bahan aktif Kloramfenikol?
Jawab :
Dalam Farmakope disebutkan bahwa sifat fisika kimia dari zat aktif yaitu sukar larut
dalam air akan tetapi larut dalam minyak. Dari penjelasan materi LCT yg dibawakan
oleh ibu surya Ningsih, untuk bahan obat larut dalam minyak ditambahkantambahan
fase minyak. Contoh bahan tambahan untuk fase minyak yaitu asam stearat, adeps
lanae, paraffin liquidum, paraffin solidum.
11. Bagaimana pertimbangan bahan tambahan yang tepat berdasarkan bentuk sediannya?
Jawab :
- Penambahan bahan pengenulsi
Berdasarkan materi krim yang telah kita pelajari sebelumnya, pengemulsi merupakan
salah satu bahan utama penyusun krim. Pengemulsi ini berfungsi untuk memfasilitasi
terjadinya proses dispersi partikel obat yang ada dalam fase minyak yang tidak
bercampur dengan fase airnya. Pengemulsi umumnya disesuaikan dengan tipe
krimnya. Dalam hal ini, untuk tipe krim o/w sebaiknya menggunakan pengemulsi
yang bersifat hidrofilik atau yang nilai HLB-nya tinggi, dalam hal ini berada pada
rentang 8-18 (Pharmaceutical Dosage Forms)
Berdasarkan materi krim yang telah kita pelajari sebelumnya, pengemulsi merupakan
salah satu bahan utama penyusun krim. Pengemulsi ini berfungsi untuk memfasilitasi
terjadinya proses dispersi partikel obat yang ada dalam fase minyak yang tidak
bercampur dengan fase airnya. Bahan pengemulsi yang digunakan sebaiknya adalah
kombinasi dari pengemulsi HLB rendah dan HLB tinggi. Hal ini dilakukan untuk
menghasilkan sediaan krim yang stabil. Contoh kombinasi pengemulsi HLB rendah-
HLB tinggi seperti kombinasi Span-Tween.
- Bahan pengawet
penggunaan preservative pada sediaan krim kita ini perlu. Menurut Ansel Edisi 10,
cream umumnya memerlukan penambahan preservative kecuali jika akan digunakan
dalam jangka waktu pendek. Seperti yang kita ketahui, terkadang masyarakat sering
menyimpan obat dalam waktu lama hingga mencapai expired datenya, terutama yang
bentuknya topikal. Sehingga untuk mengatasi rusaknya obat sebelum waktunya, maka
menurut saya perlu ditambahkan pengawet. Sesuai tipe emulsi yang disepakati yaitu
m/a maka krim kloramfenikol ini memiliki media yang bisa jadi perkembangan
mikroba, maka perlu dipertimbangkan untuk menggunakan pengawet untuk menjaga
stabilitas sediaan. Pengawet yang biasanya digunakan adalah metilparaben (nipagin)
0,12-0,18% dan propilparaben 0,02-0,05%.
12. Bagaimana pertimbangan bahan tambahan dalam formulasi krim kloramfenikol agar
membentuk viskositas yang sesuai?
Jawab :
Krim di definisikan sebagai cairan kental atau emulsi setengah padat baik bertipe air
dalam minyak atau minyak dalam air. Tergantung pada konstituennya, viskositas
emulsi dapat sangat bervariasi bisa disiapkan sebagai cairan atau semisolid.
Berdasarkan konstituen dan maksud pemakaiannya, emulsi cair bisa dipakai secara
oral, topikal, atau parenteral. Sedangkan emulsi semipadat digunakan secara topikal
(Ansel). Maka berdasarkan maksud pemakaiannya, pada formula ini dipakai emulsi
dengan viskositas semisolid yaitu dengan tujuan digunakan secara topikal. Viskositas
sediaan berpengaruh pada efektifitas bahan aktif mampu lepas dari basis dan mampu
berpenetrasi ke kulit. Jadi penambahan bahan yang dapat meningkatkan viskositas
krim kloramfenikol perlu dipertimbangkan agar terbentuk kekentalan krim yang
sesuai yaitu viskositas yang memiliki aliran tipe pseudoplastis dimana viskositas
bahan akan menurun jika tegangan gesernya semakin tinggi sehingga mudah mengalir
14. Apa saja bentuk ketidakstabilan sediaan krim yang perlu dihindari dan bagaimana
cara mencegah terjadinya hal tersebut?
Jawab :
Ketidakstabilan fisik dari sediaan emulsi atau krim di tandai dengan adanya
pemucatan warna atau munculnya warna, timbulnya bau, perubahan atau pemisahan
fase, pecahnya emulsi, pengendapan suspense atau caking, perubahan konsistensi,
pertumbuhan Kristal, terbentuknya gas dan perubahan fisik lainnya. Ketidakstabilan
fisik suatu emulsi atau suspense dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang
mempengaruhi kestabilan kimia dan bahan pengemulsi (emulgator), bahan
pensuspensi, antioksidan, pengawet dan bahan aktif. Gejala-gejala yang menjadi
indikator terjadinya kerusakan emulsi antara lain:
a) Creaming adalah proses pada emulsi dengan partikel yang kurang rapat
cenderung ke atas permukaan sehingga terjadi pemisahan menjadi dua emulsi.
b) Flokulasi adalah penggabungan globul-globul yang bergabung pada gaya tolak
menolak elektrolisis (zeta potensial).
c) Koalesens atau penggumpakan adalah proses dimana droplet dua fase internal
mendekat dan berkombinasi membentuk partikel yang lebih besar.
d) Inverse adalah peristiwa di mana fase eksternal menjadi fase internal dan
sebaliknya (Tri, setiawan, 2010: 29).
Kestabilan emulsi
Salah satu cara mempercepat evaluasi kestabilan adalah dengan penyimpanan selama
beberapa periode waktu pada temperatur yang lebih tinggi dari normal. Tetapi cara
khusus ini berguna untuk mengevaluasi ”shelf life” emulsi dengan siklus antara 2
suhu. Di dalam laboratorium siklus suhu - 5° dan 40° C dalam 24 jam
digunakanselama 24 siklus, sedangkan siklus lainnya 5° dan 35° C dalam 12 jam
digunakan selama 10 siklus (Banker, 1997: 518). Efek normal penyimpanan suatu
emulsi pada suhu yang lebih tinggi adalah mempercepat koalesensi atau terjadinya
kriming dan hal ini biasanya diikuti dengan perubahan kekentalan. Kebanyakan
emulsi menjadi lebih encer pada suhu tinggi dan menjadi lebih kental bila dibiarkan
mencapai suhu kamar. Pembekuan dapat merusak emulsi dari pada pemanasan,
karena kelarutan emulgator baik dalam fase air maupun fase minyak, lebih sensitif
pada pembekuan dari pada pemanasan sedang (Lachman, 1994: 1081). Sebelum
penyimpanan, kestabilan emulsi dipengaruhi oleh suhu dan waktu. Bentuk
ketidakstabilan emulsi selama penyimpanan ditunjukkan dengan terjadinya kriming,
perubahan kekentalan, perubahan ukuran tetes terdispersi serta inversi fase.
Pencegahan koalesensi dapat dilakukan dapat dilakukan dengan penambahan
emulsifying agent, sedangkan untuk pencegahan kriming dapat dilakukan dengan
meningkatkan viskositas fase luar
15. Bagaimana metode pembuatan krim sesuai bahan dan tipe krim yang dirancang?
Jawab :
Persiapan pembuatan krim pada umumnya dimulai dengan memisahkan komponen
penyusun formula menjadi dua fase, yakni fase larut air dan fase minyak. Kedua fase
dipanaskan dengan patokan melting point tertinggi bahan yang ada di formula. Kedua
fase kemudian dicampurkan dan diaduk hingga homogen dan suhunya menurun.
Tradisionalnya, fase larut air yang ditambahkan ke fase minyak namun hasil yang
sama tetap dapat terjadi meskipun jika dilakukan sebaliknya.(Ansel Ed 10)
Metode pembuatan krim (Modul STILeS Teknologi Sediaan Liquid dan Semi Solid
II. UINAM)
1) Pembuatan sediaan krim meliputi proses peleburan dan proses emulsifikasi
2) Komponen tidak bercampur dengan air seperti minyak dan lilin dicairkan
bersama-sama di penangas air pada suhu 70-75 °C
3) Semua larutan berair yang tahan panas, komponen yang larut dalam air
dipanaskan pada suhu yang sama dengan komponen lemak
4) Larutan berair secara perlahan-lahan ditambahkan ke dalam campuran lemak yang
cair dan diaduk secara konstan, temperatur dipertahankan selama 5-10 menit
untuk mencegah kristalisasi dari lilin/lemak
5) Campuran perlahan-lahan didinginkan dengan pengadukan yang terus-menerus
sampai campuran mengental
6) Bila larutan berair tidak sama temperaturnya dengan leburan lemak, maka
beberapa lilin akan menjadi padat, sehingga terjadi pemisahan antara fase lemak
dengan fase cair. (Modul STiLes semisolid 2)
16. Bagaimana evaluasi dan uji stabilitas di percepat sediaan pada skenario?
Jawab :
Evaluasi sediaan krim
1. Organoleptis
Evaluasi organoleptis menggunakan panca indra, mulai dari bau, warna, tekstur
sedian, konsistensi pelaksanaan menggunakan subyek responden (dengan kriteria
tertentu) dengan menetapkan kriteria pengujianya (macam dan item), menghitung
prosentase masing masing kriteria yang di peroleh, pengambilan keputusan dengan
analisa statistik.
2. Evaluasi pH
Evaluasi pH menggunakan alat pH meter, dengan cara perbandingan 60 g : 200 ml air
yang di gunakan untuk mengencerkan , kemudian aduk hingga homogen, dan
diamkan agar mengendap, dan airnya di ukur dengan pH meter, catat hasil yang
tertera pada alat pH meter.
3. Evaluasi daya sebar
Dengan cara sejumlah zat tertentu di letakkan di atas kaca yang berskala. Kemudian
bagian atasnya di beri kaca yang sama, dan di tingkatkan bebannya, dan di beri
rentang waktu 1 – 2 menit. kemudian diameter penyebaran diukur pada setiap
penambahan beban, saat sediaan berhenti menyebar (dengan waktu tertentu secara
teratur).
4. Uji Homogenitas
Alat yan g dgunakan berupa objek glass dan dilakukan dengan cara Jika dioleskan
pada sekeping objek glass lalu di timpa dengan objek glass yang lain harus
menunjukkan susunan yang homogen. Pengamatan: kedua Krim yang dihasilkan
homogen.
5. Evaluasi penentuan ukuran droplet
Untuk menentukan ukuran droplet suatu sediaan krim ataupun sediaan emulgel,
dengan cara menggunakan mikroskop sediaan diletakkan pada objek glass, kemudian
diperiksa adanya tetesan – tetesan fase dalam ukuran dan penyebarannya.
6. Uji Aseptabilitas sediaan.
Dilakukan pada kulit, dengan menggunakan probandus kemudian dioleskan,
kelembutan, sensasi yang di timbulkan, kemudahan pencucian. Kemudian dari data
tersebut di buat skoring untuk masing- masing kriteria. Misal untuk kelembutan agak
lembut, lembut, sangat lembut. (Modul STILeS Teknologi Sediaan Liquid dan
Semisolid II)
Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, krim adalah bentuk sediaan setengah padat,
berupa emulsi mengandng air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk
pemakaian luar.
Jika obat di buat dalam sediaan topikal, maka obat akan keluar dari pembawa dan
berdifusi ke permukaan jaringan kulit. Ada 3 jalan masuk utama : melalui daerah
kantung rambut, melalui kelenjar keringat, atau melalui stratum korneum yang
terletak antara kelenjar keringat dan kantung rambut. Untuk zat yang diabsrobsi
secara transepidermis penetrasi berlangsung agak cepat meski lebih lambat daripada
absorbsi saluran cerna. Untuk difusi berlangsung setelah penggunaan pada kulit.
Begitu zat-zat melewati stratum korneum, tampaknya tidak ada gamgguan penetrasi
kemudian segera masuk ke sirkulasi melalui kapiler. Penurunan konsetrasi pada
dasarnya berakhir dalam lapisan dermis pada awal sirkulasi. Sirkulasi sistemik ini
bertindak ssbagai tempat obat. (Lachman Ed.3,Hal.1095). Ketika sebuah sistem obat
dioleskan secara topikal, obat tersebut mendifusikan partikelnya menuju jaringan
permukaan kulit, melalui stratum korneum. Subtansi yang dapat melewati korneum
adalah seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Ketika partikel obat telah melalui
stratum korneum, tidak ada halangan signifikan lebih lanjut yang tersisa untuk
penetrasinya melewati epidermis dan lapisan-lapisan korium lainnya. Kemudian,
obatpun siap memasuki sirkulasi lewat via jaringan kapiler. Gradian konsentrasi pada
dasarnya berakhir di lapisan dermal pada awal proses sirkulasi. Sirkulasi sistemik
berperan sebagai reservoir atau "sink" dari partikel obat, ketika telah memasuki
sirkulasi sistemik, obat akan diencerkan dan didistribusikan dengan cepat sehingga
dapat memberikan efek terapeutik (Lachman Edisi III)
Adapun untuk pertimbangan bahan tambahan lain yang mungkin digunakan untuk
menigkatkan penetrasi bahan obat melalui kulit adalah dengan penggunaan akselerant,
yang dapat mengurangi resistensi difusi dan meningkatkan permeabilitas sehingga
penetrasi bahan obat mudah terjadi. Namun keputusan penambahan bahan tambahan
ini masih perlu dipertimbangkan lagi, mengingat tipe krim yang digunakan sudah
dapat mempermudah penetrasi obat melewati stratum korneum. Persiapan pembuatan
krim pada umumnya dimulai dengan memisahkan komponen penyusun formula
menjadi dua fase, yakni fase larut air dan fase minyak. Kedua fase dipanaskan dengan
patokan melting point tertinggi bahan yang ada di formula. Kedua fase kemudian
dicampurkan dan diaduk hingga homogen dan suhunya menurun. Tradisionalnya, fase
larut air yang ditambahkan ke fase minyak namun hasil yang sama tetap dapat terjadi
meskipun jika dilakukan sebaliknya.(Ansel Ed 10)
Krim farmasi adalah sediaan setengah padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat
terlarut atau terdispersi dalam emulsi W/O atau emulsi minyak dalam air atau dalam jenis lain
dari dasar yang dapat dicuci dengan air. Yang disebut menghilang krim adalah emulsi minyak
dalam air yang mengandung persentase besar air dan asam stearat atau komponen berminyak
lainnya. Setelah aplikasi krim, airnya menguap, meninggalkan di belakang film residu tipis
asam stearat atau komponen berminyak lainnya. Banyak pasien dan dokter lebih memilih
krim menjadi salep karena lebih mudah menyebar dan menghapus. Pabrikan farmasi sering
membuat sediaan topikal obat dalam basis krim dan salep untuk memenuhi preferensi pasien
dan dokter. ( Ansel, 9th edtion, hal. 278)
Krim dianggap lebih besar daya tarik estetika untuk karakter nongreasy mereka,kemampuan
untuk menghilang ke dalam kulit saat digosok, dan kemampuan untuk menyerap cairan
serosa dari kulit lesi. ( Ansel, 9th edtion, hal. 169)
Sediaan topikal yang digunakan untuk pengobatan kulit biasanya mengandung antibiotika,
kortikosteroid, atau dalam bentuk kombinasinya dengan maksud mempercepat sembuhnya
infeksi pada kulit seperti kloramfenikol. Alasan krim dipilih sebagai bentuk sediaan karena
krim dapat digunakan pada kulit dengan luka yang basah, karena bahan pembawa minyak
dalam air cenderung untuk menyerap cairan yang dikeluarkan luka tersebut (Lachman, et al.,
1989). Selain itu, Krim dianggap lebih besar daya tarik estetika untuk karakter nongreasy
mereka, kemampuan untuk menghilang ke dalam kulit saat digosok, dan kemampuan untuk
menyerap cairan serosa dari kulit lesi. (Ansel, ed.9 hal.169). Banyak pasien dan dokter lebih
memilih krim menjadi salep karena lebih mudah menyebar dan menghapus. (Ansel, ed.9 hal.
278)
Pemakaian obat yang dioleskan pada permukaan kulit sering disebut sebagai pengobatan
secara topikal dan salah satu sediaannya adalah bentuk krim. Krim merupakan bentuk sediaan
setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat yang terlarut atau terdispersi dalam
bahan dasar yang sesuai. Krim adalah sediaan setengah padat, berupa emulsi mengandung
air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar (Depkes RI, 1979;
Depkes RI, 1995).
Jika obat di buat dalam sediaan topikal, maka obat akan keluar dari pembawa
dan berdifusi ke permukaan jaringan kulit. Ada 3 jalan masuk utama : melalui
daerah kantung rambut, melalui kelenjar keringat, atau melalui stratum korneum
yang terletak antara kelenjar keringat dan kantung rambut.
Stratum korneum adalah material komposit yang terbuat dari protein dan
lemak. Alih-alih tersebar merata, lipid yang sangat hidrofobik dalam stratum
korneum normal diasingkan di dalam ruang ekstraseluler, di mana matriks yang
diperkaya lipid ini diatur ke dalam membran lamela yang mengelilingi korneosit.
Substansi yang dapat melewati lapisan lipid stratum korneum adalah substansi
yang bersifat lipid-soluble dan memiliki berat molekular rendah (Prausnitz Derm
Book Section 19). Adapun beberapa material telah diteliti untuk meningkatkan
penetrasi suatu bahan obat melewati lapisan kulit, yakni dengan penambahan
accelerants. Accelerants adalah agen yang dapat membengkakkan stratum corneum
dan melarutkan bahan struktural penting, sehingga mengurangi resistensi difusi dan
meningkatkan permeabilitas. Peningkatan hidrasi jaringan stratum korneum dapat
mempermudah penetrasi bahan obat ke dalamnya (Lachman Ed 3)
Kesimpulan nya Berdasarkan struktur dari stratum korneum yang terdiri dari
protein dan lemak, substansi yang dapat melewati lapisan lipidnya, salah satunya
adalah substansi yang bersifat lipid soluble. Dalam hal ini, berdasarkan sifat
fisikakimianya, Kloramfenikol termasuk ke dalam contoh bahan obat yang sifatnya
larut minyak/lipid soluble, sehingga mekanisme obat ini ketika dioleskan secara
topikal adalah akan mengalami penetrasi ke dalam kulit melewati stratum korneum,
dan memberikan efek terapeutik. Ketika partikel obat telah melalui stratum
korneum, tidak ada halangan signifikan lebih lanjut yang tersisa untuk penetrasinya
melewati epidermis dan lapisan-lapisan korium lainnya. Kemudian, obatpun siap
memasuki sirkulasi lewat via jaringan kapiler. Gradian konsentrasi pada dasarnya
berakhir di lapisan dermal pada awal proses sirkulasi. Ketika telah memasuki
sirkulasi sistemik, obat akan diencerkan dan didistribusikan dengan cepat sehingga
kemudian akan memberikan efek terapeutik pada pasien.
Propilparaben Methylparaben
Uraian Bahan
• Propelin glicol (Farmakope indonesia IV 1995 hal 712)
Nama Resmi : Propilen glicol
Nama lain : Metil glikol
Rumus Struktur : C3H8O2
Pemerian : Cairan kental,jernih,tidak bewarna,tidak berbau, rasa khas Kelarutan :
larut dalam air dan etanol,kloroform P, minyak essensial dan eter
Incompatibilitas : Minyak lemak, inkompatible dengan reagen pengoksidasi seperti
potassium permanganat
Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat
Pemerian : serbuk hablur halus, putih, hamper tidak berbau, tidak berasa, kemudian
agak membakar diikuti rasa tebal
BM/TD/TL : 152,15 g/cm3 /
Kelarutan : sukar larut air, benzena dan dalam karbontetraklorida, mudah larut
dalam etanol dan eter
Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat
Incompatibilitas : aktivitas antimicrobial dan paraben lain dengan sangta dikurangi
pada surfaktan non ionic seperti polysorbat 80. Ketidakcocokan dengan unsur lain
seperti bentonite, sodium alginate, oil, sorbitol dan atropin.
Rumus struktur :
Struktur C10H12O3
Berat Molekul :180,20
Pemerian : Serbuk hablur putih, tidak berbau dan tidak berasa Kadar lazim : 0,01–
0,6 %
Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air, larut dalam 3,5 bagian etanol 95%, , dalam
3 bagian aseton, dalam 140 bagian gliserol dan dalam 40 bagian minyak lemak,
mudah larut dalam larutan alkali hidroksida
Stabilitias : Stabil jika disimpan dalam wadah tertutup baik Fungsi : Zat pengawet,
Antimikroba
Rumus Struktur :
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau,tidak berasa. Kelarutan :
dapat bercampur dengan alkohol
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik. Kegunaan : Sebagai pelarut
Formulasi
Rancangan Formula
Nama Produk : Sanfenikol
Jumlah Produk : 10.000 tube
Tanggal Formulasi : 09 Agustus 2020
Tanggal Produksi : 23 September 2021
Nomor Registrasi : DKL 8922511330A1
Nomor Bets : A0300321
Komposisi : Tiap 15 g krim mengandung :
Kloramfenikol 2% :
Vaselin album 10% :
BHT (butylated hydroxytoence) 0.1% :
Metilparaben 0.02% :
tween 80 3.3% :
Propilparaben 0.18% :
Propilenglikol 15% :
aquadest ad 10 mL
Master Formula
Tanggal Di buat
Diproduksi oleh Tanggal Produksi Di setujui oleh
Formulasi oleh
09 23
Per 5 ml
Kode Bahan Nama Bahan Fungsi/Kegunaan Per Bets
Krim
Perhitungan Bahan
Perhitungan bahan per 15 g :
Kloramfenikol 2% = 2/100 x 15 g = 0,3 g
Cara Kerja :
Siapkan alat dan bahan
Untuk fase minyak tambahkan nipasol 0,027g propilenglikol 2,25 g Aduk AD
homogen, tambahkan vaselin album 1,5 g aduk ada homogen. Kemudian (Lebur
diatas penangas air dicawan porselen sambil terus diaduk ad homogen)
Untuk fase air tambahkan nipagin 0,003 g propilenglikol 1,5g aduk AD homogen,
tambahkan tween 80 0,495 g + dan aquadest 10,41 mL Aduk AD homogen.kemudian
(leburkan diatas penangas air dicawan porselin sambil terus diaduk AD homogen)
Kemudian larutkan kloramfenikol 0,3g Dengan propilenglikol 2,25 g Aduk ad
homogen
Masukkan fase minyak kedalam fase air sedikit demi sedikit diaduk ad suhu konstan
Masukkan larutan kloramfenikol kedalam campuran fase minyak dan air, diaduk
cepat dan kuat lalu tambahkan BHT 0,015 g Aduk ad homogen
Timbang sediaan jika kurang dari 15 g tambahkan aquadest lalu aduk ad homogen
Dievalusi
Evaluasi Sediaan :
Organoleptis
Uji organoleptis, Evaluasi ini dilakukan agar mengetahui sediaan yang dibuat
sesuai dengan standar krim yang ada, dalam arti sediaan krim tersebut stabil dan
tidak menyimpang dari standar krim.
Uji pH
Evaluasi pH menggunakan alat pH meter, dengan cara perbandingan 60 g : 200
ml air yang digunakan untuk mengencerkan , kemudian aduk hingga homogen,
dan diamkan agar mengendap,dan airnya yang di ukur dengan pH meter, catat
hasil yang tertera pada alat pH meter. Di dapat pH 5 yg bersifat asam lemah, ini
masih masuk pada pH normal kulit yaitu 4,5– 7 sehingga krim tersebut tidak
mengiritsi
Uji Ukuran partikel
Untuk menentukan ukuran droplet (partikel2 kecil) suatu sediaan krim ataupun
sediaan emulgel, dengan cara menggunakan mikroskop sediaan diletakkan pada
objek glass, kemudian diperiksa adanya tetesan–tetesan fase dalam ukuran dan
penyebarannya.
Uji Daya Tercuci
Bertujuan untuk apakah krim yg dibuat mudah dicucui dgn air atau tidak, dan
juga untuk menentukan tipe krim, kalo bisa di cuci dgn air berarti krim tersebut
tipe minyak dalam air. Dengan cara krim di oleskan pada tangan dan dicuci dgn
air
Uji Homogenitas
Uji ini dilakukan dengan tujuan agar mengetahui sediaan yang dibuat homogen
atau tidak, karena sediaan krim yang baik harus homogen dan bebas dari pertikel-
partikel yang masih mengumpal.Cara kerja pada uji ini yaitu dengan
mengoleskan sedikit sediaan krim di objek glass dan amati adakah partikel yang
masih menggumpal atau tidak tercampur sempurna. Jika tidak berarti larutan
dikatakan homogen.
Uji Stabilitas
Untuk mengevaluasi kestabilan emulsi dengan cara sentrifugasi. Pada kondisi
penyimpanan normal dapat dengan cepat dengan mengamati pemisahan dari fase
terdispersi karena pembetukan krim atau penggumpalan bila emulsi bila
dipaparkan pada sentrifugasi. Sentrifugasi, merupakan alat yang sangat berguna
untuk mengevaluasi emulsi (Lachman, dkk.,1994).Tujuan pengujian stabilitas
obat adalah untuk mengetahui mutu suatu produk obat yang berubah karena
adanya faktor-faktor lingkungan seperti suhu, kelembapan dan cahaya.
Pemeriksaan dengab cara di diamkan pada suhu kamar dan diperoleh hasil
sediaan krim tidak mengalami pemisahan selama disimpan pada suhu
kamar.Sediaan krim dapat menjadi rusak rusak bila terganggu sistem
campurannya terutama disebabkan oleh perubahan suhu dan perubahan
komposisi karena penambahan salah satu fase secara berlebihan atau
pencampuran dua tipe krim jika zat pengemulsinya tidak tercampurkan satu sama
lain.
Uji viskositas
Dgn menggunakan alat viscometer brockfield, dimana aliran diperoleh ketika
semakin besar kecepatan maka semakin besar viskositas. Viskositas tinggi saat
disimpan & viskositas menurun saat diberi gaya saat dioleskan pada kulit
Evaluasi daya sebar
Untuk mengetahui daya sebar yang dapat ditempuh sediaan krim yang dibuat. Uji
ini menggunakan alat ekstensometer, Dengan cara sejumlah zat tertentu di
letakkan di atas kaca yang berskala. Kemudian bagian atasnya di beri kaca yang
sama, dan di tingkatkan bebanya, dan di beri rentang waktu 1– 2 menit. kemudian
diameter penyebaran diukur pada setiap penambahan beban,saat sediaan berhenti
menyebar ( dengan waktu tertentu secara teratur ).
Uji tipe krim
Untuk menentukan sediaan krim yg dibuat termasuk tipe krim apa, dgn cara
diteteskan dgn pelarut metyln blue & sudan 3 atau bisa dgn cara di cuci dgn air
Uji keseragaman sediaan
Keseragaman sediaan dapat ditetapkan dengan salah satu dari dua metode, yaitu
keseragam bobot atau keseragaman kandungan. Persyaratan ini digunakan untuk
sediaan yang mengandung satu zat aktif dan sediaan mengandung dua atau lebih
zat aktif. Untuk penetapan keseragaman sediaan dengan cara keseragaman bobot ,
dilakukan untuk sediaan yang dimaksud (dari satuan uji dapat diambil dari bets
yang sama untuk penetapan kadar (Ditjen POM, 1995).
Uji aseptabilitas sediaan.
Dilakukan pada kulit, dengan berbagai orang yang di kasih suatu quisioner di
buat suatu kriteria ,kemudahan dioleskan, kelembutan, sensasi yang di
timbulkan, kemudahan pencucian. Kemudian dari data tersebut di buat skoring
untuk masing- masing kriteria. Misal untuk kelembutan agak lembut, lembut,
sangat lembut (Wade, 1994)
Wadah
Brosur
SANFENIKOL ®
(Krim)
Komposisi :
Khloramfenikol 2 %
Farmakologi :
Indikasi :
Infeksi kulit yang disebabkan oleh bakteri gram positif dan gram negatif
serta kuman lainnya yang peka terhadap khloramfeenikol
Kontraindikasi :
Efek Samping :
Dosis :
No.Reg DKL2118500929A1
No.Batch A0300321
DIPRODUKSI OLEH
ICCANG FARMA
Etiket
BUNGKUS/TETES/ML
1 SENDOK TAKAR
5ML/15ML
PER 6 JAM/ 8 JAM/ 12 JAM/ 24 JAM
SEBELUM/SESUDAH/SEMENTARA MAKAN
NAMA OBAT : KLORAMFENIKOL
TTD
DAFTAR PUSTAKA
Kementerian Kesehatan RI, 2014, Farmakope Indonesia Edisi V, Direktorat Jendral Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan,
Rowe R., Sheskey P. and Quinn M., 2009, Handbook of Pharmaceutical Excipients, Dalam
Handbook of pharmaceutical excipients, Sixth edition,
Ansel H.C. and Ibrahim F., 1989, Pengantar sediaan farmasi, Penerbit Universitas Indonesia.
Anonim, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi III, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta. 6-7, 93-94, 265, 338-339, 691.
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta. 448, 515, 771, 1000
DAFTAR PUSTAKA
Dorland WA, Newman. 2010. Kamus Kedokteran Dorland edisi 31. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Farmasi fisik, Desember 2016. Santi Sinala, S.Si., M.Si, Apt
Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Jakarta : Universitas Indonesia
Goodman and Gilman, 2008, Manual Farmakologi dan Terapi, Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.
Lachman L., Herbert, A. L. & Joseph, L. K., 2008, Teori dan Praktek Industri Farmasi Edisi
III,Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta
Lieberman, H., Rieger,M., & Banker, G. S. (Eds).(2020). Pharmaceutical dosage forms:
Disperse systems. CRC Press
Modul STILeS Teknologi Sediaan Liquid dan Semi Solid I.( 2021). Universitas Islam Negeri
Alauddin Makassar, Makassar
Pusat Informasi Obat Nasional (Pionas), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
Republik Indonesia 2014, Informatorium Obat Nasional Indonesia(IONI),
BPOM RI.