Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN PBL II

KRIM ( KLORAMFENIKOL )
BLOK TEKNOLOGI LIQUID DAN SEMI SOLID

Oleh :
Andi Dian Juniar
70100119005
Kelas A

Dosen Pembimbing: Isriany Ismail,S.Si.,M.Si.,Apt.

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
GOWA
2021
SKENARIO
Industri farmasi UINAM akan membuat sediaan krim kloramfenikol. Kloramfenikol
merupakan antibiotik berspektrum luas yang bersifat bakteriostatik dan pada dosis tinggi
dapat bersifat bakterisid. Obat ini ditujukan untuk infeksi pada kulit yang diakibatkan oleh
bakteri gram positif dan negatif. Karena sediaan ini diberikan secara topikal melalui kulit
maka mereka memerlukan beberapa pertimbangan seperti anatomi dan fisiologi kulit,
absorpsi per kutan, viskositas dan rheologi (newton, non newton, plastis, pseudoplastis,
dilatan, thiksotropik) yang dapat mempengaruhi kenyamanan pada saat dioleskan. Tim
mereka juga harus memilihan komposisi yang tepat berdasarkan sifat fisikokimia,
perhitungan HLB, penetuan tipe a/m atau m/a, metode pembuatan sampai evaluasi dan uji
stabilitas dipercepat.

STEP I : KLASIFIKASI ISTILAH ASING


 Krim :
- Bentuk sediaan semipadat yang mengandung satu atau lebih sub-larut atau
terdispersi dalam basis emulsi o/w atau w/o yang sesuai. Krim lebih cair
dibandingkan dengan bentuk sediaan semipadat lainnya, seperti: sebagai salep dan
pasta. Krim memiliki penampilan keputihan, krim, yang merupakan hasil
hamburan cahaya dari fase terdispersinya, seperti : sebagai butiran minyak. Ini
membedakan mereka dari salep sederhana, yang tembus cahaya.(pharmaceutical
dosage forms and drug delivery hal 554).
- Bagian berlemak dalam susu, dipakai untuk membuat mentega, atau campuran
cairan dengan konsistcnsi serupa. 2. Pada sediaan farmasi, bentuk semipadat
berupa emulsi minyak dan air atau asam lemak rantai-panjang atau alkohol yang
terdispersi dalam larutan mikrokistal (dalam air). (dorland ed 28)
- Sediaan semipadat yang mengandung satu atau lebih bahan obat yang terlarut atau
terdispersi dalam salah satu emulsi air-dalam-minyak (W/O) atau emulsi minyak-
dalam-air (O/W) atau dalam jenis lain dari bahan dasar yang dapat dicuci dengan
air (Ansel Edisi 10)
- Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, krim adalah bentuk sediaan setengah
padat, berupa emulsi mengandng air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan
untuk pemakaian luar.
- Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, krim adalah bentuk sediaan setengah
padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan
dasar yang sesuai
- krim : Cairan kental atau emulsi setengah padat baik bertipe air dalam minyak
atau minyak dalam air. (Ansel, 1989)
- Krim : Bentuk semipadat berupa emulsi minyak dan air atau asam lemak rantai-
panjang atau alkohol yang terdispersi dalam larutan mikrokristal (dalam air).
(Dorland ed.29:187)
- Krim : Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih
bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. (FI IV,Hal.6)
- krim :bagian berlemak dalam susu, dipakai untuk mernbuat mentega atau
camPuran cairan yang konsistensinya seperti mentega. 2. pada pembuatan obat:
bentuk sediaan setengah padat, dapat berupa emulsi minyak dan air atau asam
lemak rantai.panjang atau alkohol yang terdispersi dalam larutan mikrokristal
encer. (Dorland ed. 31 505)
- Krim adalah sediaan setengah padat berupa emulsi kental mengandung air, tidak
kurang 60%, dimaksudkan untuk pemakaian luar. (Fornas, hl 312)
 Pseudoplastic
- suatu model pendekatan fluida Non-Newtonian dimana viscositasnya cenderung
menurun tetapi shear stress dari fluida ini akan semakin meningakat (Roby
irwansyah. 2016)
- Aliran pseudoplastis adalah aliran yang tidak memiliki Bingham bodies (bahan
padatan/endapan) dan Yield value. Aliran ini dimulai dari titik nol dengan rate of
shear rendah serta viskositasnya semakin berkurang seiring meningkatnya rate of
shear (Modul STILes Teknologi Sediaan Liquid dan Semisolida II)
 Bacteriostatic
- Adalah menghambat pertumbuhan atau multiplikasi bakteri, agen yang bekerja
demikian (dorland ed 29)
- Bakteriostatik : Menghambat pertumbuhan atau multiplikasi bakteri. (Dorland
Ed.29:90)
- Bakteriostatik : Menghambat pertumbuhan atau multiplikasi bakteri. (Dorland Ed
29 p.90)
- Bakteriostatik : Menghambat pertumbuhan atau multiplikasi bakteri. (Dorland
Ed.29:90)
 Tipe a/m
- jika air adalah fase terdispersi dan minyak adalah medium pendispersi. emulsi
disebut air dalam minyak. (modul ajar cetak farmasi : farmasi fisik)
- a/m atau air dalam minyak adalah suatu sistem dimana air terdispersi dalam
pembawa/medium pendispersi minyak (Kemenkes, "Farmasi Fisik". 2016)
- a/m : Jika air atau larutan air yang merupakan fase terdispersi dan minyak atau
bahan seperti minyak merupakan fase pembawa, sistem ini disebut emulsi air
dalam minyak. (FI V)
- Tipe (a/m) : jika air adalah fase terdispersi dan minyak adalah medium
pendispersi. emulsi disebut air dalam minyak. (farmasi-fisik 2016)
 Topikal : berkenaan dengan daerah permukaan tertentu, seperti anti-infeksi topikal
yang dioleskan pada daerah kulit tertentu dan hanya memengaruhi daerah yang, dioles
tersebut. (Dorland, ed. 31 hal.2261)
 HLB : hydrophilic–lipophilic
- balance; angka yang mengindikasikan polaritas substansi (Ansel Edisi 10)
- HLB adalah singkatan dari Hydrophylic-Lipophylic Balance adalah nilai untuk
mengukur efisiensi surfaktan. (Ansel)
 plastis :  bersifat mudah dibentuk (diwujudkan menjadi benda yang lain). (KBBI)
 Spektrum
- Spektrum adalah pita rekaman berbagai panjang gelombang radiasi
elektromagnetik yang dihasilkan dari proses refraksi atau difraksi gelombang
tersebut (Dorland ed 29 hal 709)
- Spektrum : rentang aktifitas yang dapat diukur, seperti rentang bakteri yang dapat
dipengaruhi oleh antibiotik tertentu (Dorland Ed 29 p.709)
- Spektrum adalah rentetan warna kontinu yang diperoleh apabila cahaya diuraikan
ke dalam komponennya (KBBI)
 Dosis
- Dosis adalah takaran banyaknya obat untuk sekali pakai (dimakan, diminum,
disuntikkan,) dan jumlah obat tertentu yg harus diberikan untuk jangka waktu
tertentu (Buku Kamus Besar Bahasa Indonesia Hal. 366)
- Dosis adalah penentuan dan pengaturan ukuran, frekuensi, dan jumlah dosis
(Dorland Ed 29 hal 245)
- Dosis adalah kuantitas yang diberikan pada satu waktu, seperti jumlah pengobatan
tertentu (Kamus Dorland Edisi 31 Hal 660)
- Dose jumlah yang dibcrikan pada safu waktu, sepcrti jumlah pengobatan tcrtcntu
atau kuantitas radiasi yang diberikan (dorland ed 28)
- Dosis adalah takaran obat untuk sekali pakai (dimakan, diminum, disuntikkan dan
sebagainya) dalam jangka waktu tertentu. (KBBI)
 Non-newton : aliran yang dipengaruhi oleh beberapa kecepatan dan besarnya energi
(tekanan) sehingga bisa mengalir. (Farmasi Fisik,Hal.69)
 Antibiotik
- Antibiotik adalah Zat kimia yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang
mempunyai kemampuan, dalam larutan encer, untuk menghambat pertumbuhan
atau membunuh mikroorganisme. Antibiotik yang relatif non-toksik bagi
pejamunya digunaka sebagai agen kemoterapeutik dalam pengobatan penyakit
infeksi pada manusia, hewan dan tanaman. (Kamus Dorland Edisi 31 Hal. 115)
- Antibiotik ialah zat yang dihasilkan oleh mikroba, terutama fungi, yang dapat
menghambat pertumbuhan atau membasmi mikroba jenis lain.(BPOM)
- Antibiotik adalah Far zat kimia yg dl kadar rendah sudah mempunyai kemampuan
untuk menghambat kehidupan atau menghancurkan bakteri atau mikrooganisme
lain, msl penisilin, streptomsin (Buku Kamus Besar Bahasa Indonesia Hal. 76)
- Antibiotik adalah zat kimiawi, biasanya dihasilkan oleh suatu mikroorganisme
atau secara semisintetis, yang mempunyai kemampuan untuk membunuh atau
menghambat pcrhrmbuhan mikroorganisme lain; antibiotik yang kurang toksik
bagi pejamu digunakan untuk mengobati penyakit menular. broad-spectrum
antibiotik yang efcktif terhadap banyak jenis baktcri. p lactam a., tiap kelompok
antibiotik, termasuk sefalosporin dan penisilin yang struktur kimianya
mcngandung cincin, obat-obat ini menghambat sintesis dinding peptidoglikan
bakteri.(dorlan ed 28 hal 68)
- Antibiotik adalah Zat kimia yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang
mempunyai kemampuan, dalam larutan encer, untuk menghambat pertumbuhan
atau membunuh mikroorganisme. Antibiotik yang relatif non-toksik bagi
pejamunya digunaka sebagai agen kemoterapeutik dalam pengobatan penyakit
infeksi pada manusia, hewan dan tanaman. (Kamus Dorland Edisi 31 Hal. 115)
- Antibiotik; zat kimia yang dihasilkan oleh berbagai mikroorganisme, bakteri
tertentu, fungsi, dan aktinomisetet yang dalam kadar rendah sudah mempunyai
kemampuan untuk menghambat pertumbuhan atau menghancurkan bakteri
(KBBI)
 Viskositas
- Viskositas: tahanan aliran, sifat fisik suatu bahan yang bergantung pada gesekan
antarmolekul komponennya, pada waktu molekul tersebut saling meluncur satu
dengan lainnya(Kamus dorland Ed 28 hal 1187)
- Viskositas : Tahanan aliran; sifat fisiki suatu bahan yang bergantung pada gesekan
antarmolekul komponennya, pada waktu molekul tersebut saling meluncur satu
dengan lainnya. (Dorland ed.29:843)
- viskositas adalah keadaan menjadi viskose. Arti lainnya dari viskositas adalah
sifat fisik zat yang bergantung pada geseran molekul komponennya. (KBBI)
 Kloramfenikol
- Kloramfenikol merupakan kristal putih yang sukar larut dalam air (1 : 400) dan
rasanya sangat pahit (FARMAKOLOGI DAN TERAPI EDISI 4 Hal. 557)
- Kloramfenikol : kristal putih yang sukar larut dalam air (1:400) dan rasanya
sangat pahit; antimikroba yang bekerja dengan menghambat sintesis protein
kuman (Farmakologi & Terapi Ed 6)
- Kloramfenikol adalah antibiotik spektrum luas yang efektif terhadap riketsia,
bakteri gram-positif dan gram-negatif, serta spiroketa tertentu; digunakan sebagai
ester palmitat dan sebagai turunan natrium suksinat. (Dorland ed 29 hal 151)
- Kloramfenikol : antibiotik spektrum luas, namun dapat menyebabkan efek
samping hematologik yang berat jika diberikan secara sistemik. (PIONAS)
- Kloramfenikol : Kloramfenikol adalah obat luas yang poten antibiotik spektrum.
(BNF 74,Hal.537)

 Infeksi
- Multiplikasi mikroorganisme di jaringan tubuh, terutama yang menyebabkan
cedera selular lokal akibat metabolisme yang kompetitif, toksin, replikasi
intraselular, atau respons antigen-antibodi.(dorland ed 28)
- Infeksi: terkena hama; kemasukan bibit penyakit; ketularan penyakit; peradangan
(KBBI)
- Infeksi : Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), penyakit infeksi atau
penyakit menular adalah penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme patogen,
seperti virus, bakteri, jamur, atau parasit. 
- Menurut kamus kedokteran Dorland (2012) infeksi merupakan masuknya
mikroorganisme yang memperbanyak diri di jaringan tubuh yang menyebabkan
peradangan.
 Thiksotropik : sifat gel tertentu untuk menjadi cairan ketika dikocok dan kemudian
menjadi semipadat (dorland ed.29 hal. 777)
 Absorpsi : Ambilan bahan- bahan ke dalam atau melalui jaringan, misalnya kulit,
usus, dan tubulus ginjal. (Dorland ed 31, hal.8)
 Anatomi : berasal dari bahasa Yunani (Greek) yang secara makna harfiah diartikan
sebagai “membuka suatu potongan”. Anatomi adalah suatu ilmu yang mempelajari
bagian dalam (internal) dan luar (external) dari struktur tubuh manusia dan hubungan
fisiknya dengan bagian tubuh yang lainnya, sebagai contohnya adalah mempelajari
organ uterus dan posisinya dalam tubuh. (KEMENKES.2017)
Anatomi : ilmu tentang struktur tubuh dan hubungan antarbagiannya; sebagian besar
didasarkan pada potongan tempat nama tersebut diperoleh. (Dorland Ed.31,Hal.87)
 Bakteri
- Bakteri adalah satu di antara kedua domain tempat Prokaryota dikelompokkan,
mencakup banyak mikroorganisme uniseluler yang umumnya berkembang biak
melalui pembelahan sel (fisi) dan yang selnya terbungkus dalam dinding sel. Cf.
Archaea dan lihat bacterium.(Dorland ed 28,hal 127) . Bakteri : secara umum,
setiap mikroorgansime prokariotik uniseluler yang biasanya memperbanyak diri
melalui pembelahan sel, tidak memiliki nukleus atau organel-organel terbungkus
membran, dan mempunyai dinding sel; dapat aerob ataupun anaerob, motil
ataupun non motil, hidup-bebas, saprofitik, parasitik, atau patogenik.ks, (Dorland
ed 28, hal 128)
- bakteri adalah makhluk hidup terkecil bersel tunggal, terdapat di mana-mana,
dapat berkembang biak dengan kecepatan luar biasa dengan jalan membelah diri,
ada yang berbahaya dan ada yang tidak, dapat menyebabkan peragian,
pembusukan dan penyakit. (KBBI)
 Komposisi : susunan atau tata susun(KBBI)
 Evaluasi : proses untuk menemukan nilai layanan infromasi atau produk sesuai
kebutuhan konsumen atau pengguna. (KBBI Ed.5)
 Bakteri gram positif : komposisi dinding selnya beberapa lapisan peptidoglikan
bergabung bersama membentuk struktur tebal dan kaku. Terdapat sekitar 40 lapisan
peptidoglikan atau disebut juga lapisan Murein/Mukopeptida yang merupakan 50%
dari bahan dinding sel. (Kemenkes, 2017. Mikrobiologi)
Bakteri gram positif : Menahan zat pewarna atau sulit dilunturkan oleh alcohol pada
metode pewarnaan gram, merupakan ciri khas utama bakteri yang dinding selnya
tersusun atas peptidoglikan dan asam teikoat. (Dorland ed.29:345)
 Perkutan : dilakukan melalui kulit (Dorland ed 29 hal 581)
 Bakteri gram negatif : kehilangan zat pewarna atau dilunturkan warnanya oleh
alkohol pada metode pewarnaan gram, merupakan ciri khas bakteri yang mempunyai
permukaan dinding sel yang lebih kompleks dalam komposisi kimia daripada bakteri
gram positif (Dorland ed 28, hal 488)
 Rheology
- ilmu pengetahuan tentang perubahan bentuk dan aliran materi, seperti aliran darah
melalui jantung dan pembuluh darah ( kamus dorland Ed 29 hal 665)
- Rheologi : rheologi menggambarkan aliran zat cair atau perubahan bentuk
(deformasi) zat di bawah tekanan. (Farmasi Fisik,Hal.61)
 Bakterisid : destruktif terhadap bakteri. (Dorland ed.29:90)
 Fisiko kimia adalah nama sifat yang mengacu ke sifat fisik dari sebuah senyawa
kimia atau bahasa inggrisnya Physical Chemistry. Fisikokimia menerapkan prisip,
praktek dan konsep fisika seperti gerakan, energi, tenaga, waktu, termodinamika,
kimia quantum, mekanika, dan keseimbangan dalam sebuah senyawa kimia.
Fisiologi adalah cabang biologi yang berkaitan dengan fungsi dan kegiatan kehidupan
atau zat hidup (organ, jaringan, atau sel) (KBBI)
Fisiologi : ilmu pengetahuan yang mempelajari fungsi organisrne hidup dan bagian-
bagiannya, dan faktor-faktor fisika serta kimia dan proses yang terlibat. 2. proses
dasar yang melandasi fungsi suatu spesies atau kelas organisme, ataupun salah satu
dari bagian atau prosesnya. (Dorland Ed.31,Hal.1677)
 Aliran dilatan
- kebalikan dari aliran pseudoplastis. Jika pseudoplastis dikenal dengan istilah shear-
thinning-system, maka pada aliran dilatan, semakin tinggi nilai shear, semakin tinggi
viskositasnya (Modul STILes Teknologi Sediaan Liquid dan Semisolida II)
- Dilatan adalah suatu model pendekatan fluida Non-Newtonian dimana viskoy dan
shear stress dari fluida ini akn cenderung mengalami peningkatan.( Didit
setiawan,2017)
 Newton(N) : satuan SI untuk gaya; bila dikenakan dalam keadaan vakum terhadap
benda dengan massa 1 kilogram, akan memberikan percepatan 1 meter per detik
kuadrat [Dorland Ed. 29 Hal. 536]
 Uji stabilitas dipercepat : studi yang dirancang untuk meningkatkan laju degradasi
kimia dan perubahan fisika obat dengan menggunakan kondisi penyimpanan yang
berlebihan sebagai bagian dari pengujian stabilitas.Data yang diperoleh dapat
digunakan untuk menilai efek kimia jangka panjang di bawah kondisi yang dipercepat
dan untuk mengevaluasi dampak jangka pendek di luar label kondisi penyimpanan,
seperti yang mungkin terjadi selama pengiriman (WHO Technical Report Series, No.
863)

STEP II : RUMUSAN MASALAH


1. Jelaskan studi farmakologi, studi farmakokinetik dan studi fisika kimia dari
kloramfenikol ini?
2. Bagaimana mekanisme kerja Kloramfenikol sebagai antibiotik bakteriostatik dan
bakteriosid?
3. Bagaimana Alasan pertimbangan pemilihan bentuk sediaan krim topikal untuk zat
aktif kloramfenikol?
4. Apakah keuntungan dan kerugian dari sediaan krim kloramfenikol?
5. Bagaimana pengaruh anatomi dan fisiologi kulit terhadap pertimbangan formulasi
krim Kloramfenikol?
6. Tipe krim apa yang sesuai dengan bahan obat kloramfenikol?
7. Apa saja Persyaratan yang harus dipenuhi dalam pembuatan krim ?
8. Bagaimana absorpsi, viskositas, dan rheologi yang diharapkan dalam sediaan krim
kloramfenikol?
9. Bagaimana kaitan absorpsi per kutan terhadap pemilihan bahan dalam memformulasi
krim kloramfenikol?
10. Bagaimana pertimbangan bahan tambahan yang tepat berdasarkan sifat fisikakimia
bahan aktif Kloramfenikol?
11. Bagaimana pertimbangan bahan tambahan yang tepat berdasarkan bentuk sediannya?
12. Bagaimana pertimbangan bahan tambahan dalam formulasi krim kloramfenikol agar
membentuk viskositas yang sesuai?
13. Bagaimana pertimbangan pemilihan bahan tambahan yang mendukung kenyamanan
dalam penggunaan obat topikal?
14. Apa saja bentuk ketidakstabilan sediaan krim yang perlu dihindari dan bagaimana
cara mencegah terjadinya hal tersebut?
15. Bagaimana metode pembuatan krim sesuai bahan dan tipe krim yang dirancang?
16. Bagaimana evaluasi dan uji stabilitas di percepat sediaan pada skenario?
17. Bagaimanakah syarat krim yang harus dipenuhi?

STEP III : BRAINSTORMING


1. Jelaskan studi farmakologi, studi farmakokinetik dan studi fisika kimia dari
kloramfenikol ini?
Jawab :
SIFAT FISIKAKIMIA
Kloramfebikol
Rumus molekul :C11H12CI12N2
Kelarutan :larut dalan lebihbkurang 400 bagian air dalan 2,5 bagian etanol (95 %)
dalam 7 bagian propilengglikol, sukarlarut dalam kloroform p dan dalam eter p.
Penyimpanan:dalam wadah tertutup baik, terlindng dari cahaya
Khasiat: antibiotikum (FI 3.hal 143-144)
Hablur halus berbentuk jarum atau lempeng memanjang; putih hingga putih kelabu
atau putih kekuningan; larutan praktis netral terhadap lakmus P; stabil dalam larutan
etanol atau larutan agak asam
Kelarutan : sukar larut dalam air; mudah larut dalam etanol, dalam propilen glikol,
dalam aseton dan dalam etil asetat
pH : antara 4.5 dan 7.5 Wadah dan penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat.
Simpan di tempat sejuk dan kering(FI EDISI VI, 2020)
Chloramphenicol Cream
Krim Kloramfenikol mengandung kloramfenikol, C11H12Cl2N2O5, tidak kurang
dari 90,0% dan tidak lebih dari 130,0% dari jumlah yang tertera pada etiket.
Baku pembanding Kloramfenikol BPFI; tidak boleh dikeringkan. Simpan dalam
wadah tertutup rapat, dalam lemari pembeku.
Identifikasi Waktu retensi puncak utama kromatogram Larutan uji sesuai dengan
Larutan baku seperti diperoleh pada Penetapan kadar.Isi minimum <861> Memenuhi
syarat. Penetapan kadar Lakukan penetapan dengan cara Kromatografi cair kinerja
tinggi seperti tertera pada Kromatografi <931>. Fase gerak dan Sistem kromatografi
Lakukan seperti tertera pada Penetapan kadar dalam Kloramfenikol. Larutan baku
Timbang saksama lebih kurang 40 mg Kloramfenikol BPFI masukkan ke dalam labu
tentukur 100-mL. Larutkan dan encerkan dengan metanol P sampai tanda. Pipet 10
mL larutan ke dalam labu tentukur 50-mL dan encerkan dengan Fase geraksampai
tanda. Saring melalui penyaring dengan porositas 0,5 µm atau lebih kecil, Buang 5
mL filtrat pertama, gunakan filtrat. Larutan uji Timbang saksama sejumlah krim
setara dengan lebih kurang 40 mg kloramfenikol, masukkan ke dalam labu tentukur
100-mL, tambahkan lebih kurang 80 mL metanol P dan sonikasi selama lebih kurang
10 menit. Dinginkan hingga suhu ruang, encerkan dengan metanol P sampai tanda.
Pipet 10 mL larutan ke dalam labu tentukur 50-mL, encerkan dengan Fase gerak
sampai tanda. Saring melalui penyaring dengan porositas 0,5 µm atau lebih kecil,
Buang 5 mL filtrat pertama, gunakan filtrat. Prosedur Lakukan seperti tertera pada
Penetapan kadar dalam Kloramfenikol. Hitung jumlah dalam mg, kloramfenikol,
C11H12Cl2N2O5, dalam krim yang digunakan dengan rumus .
Wadah dan penyimpanan Dalam tube yang dapat dilipat atau dalam wadah tertutup
rapat. [Farmakope Indonesia Edisi VI Hal.906]

STUDI FARMAKOKINETIK
Jika obat di buat dalam sediaan topikal, maka obat akan keluar dari pembawa dan
berdifusi ke permukaan jaringan kulit. Ada 3 jalan masuk utama : melalui daerah
kantung rambut, melalui kelenjar keringat, atau melalui stratum korneum yang
terletak antara kelenjar keringat dan kantung rambut.
Untuk zat yang diabsrobsi secara transepidermis penetrasi berlangsung agak cepat
meski lebih lambat daripada absorbsi saluran cerna. Untuk difusi berlangsung setelah
penggunaan pada kulit. Begitu zat-zat melewati stratum korneum, tampaknya tidak
ada gamgguan penetrasi kemudian segera masuk ke sirkulasi melalui kapiler.
Penurunan konsetrasi pada dasarnya berakhir dalam lapisan dermis pada awal
sirkulasi. Sirkulasi sistemik ini bertindak ssbagai tempat obat. (Lachman
Ed.3,Hal.1095)
Stratum korneum adalah material komposit yang terbuat dari protein dan lemak. Alih-
alih tersebar merata, lipid yang sangat hidrofobik dalam stratum korneum normal
diasingkan di dalam ruang ekstraseluler, di mana matriks yang diperkaya lipid ini
diatur ke dalam membran lamela yang mengelilingi korneosit.
Berikut, kemudian, diketahui bahwa lapisan ekstraselular stratum korneum yang
dipenuhi dengan lipid ini akan menghambat pengiriman yang terpenetrasi ke dalam
kulit dari obat-obatan yang sifatnya hidrofilik. Reservoir dalam stratum korneum
hanya dapat mengakumulasi dan mengirimkan obat-obat yang hidrophobic/larut
dalam lemak (salah satu contohnya adalah Kloramfenikol) atau yang berat
molekulnya rendah (Prausnitz Derm Book Section 19, Skin Barrier and Transdermal
Drug Delivery)
Ketika sebuah sistem obat dioleskan secara topikal, obat tersebut mendifusikan
partikelnya menuju jaringan permukaan kulit, melalui stratum korneum. Subtansi
yang dapat melewati korneum adalah seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
Ketika partikel obat telah melalui stratum korneum, tidak ada halangan signifikan
lebih lanjut yang tersisa untuk penetrasinya melewati epidermis dan lapisan-lapisan
korium lainnya. Kemudian, obatpun siap memasuki sirkulasi lewat via jaringan
kapiler. Gradian konsentrasi pada dasarnya berakhir di lapisan dermal pada awal
proses sirkulasi. Sirkulasi sistemik berperan sebagai reservoir atau "sink" dari partikel
obat, ketika telah memasuki sirkulasi sistemik, obat akan diencerkan dan
didistribusikan dengan cepat sehingga dapat memberikan efek terapeutik (Lachman
Edisi III)
Substansi yang dapat melewati lapisan lipid stratum korneum adalah substansi yang
bersifat lipid-soluble dan memiliki berat molekular rendah (Prausnitz Derm Book
Section 19). Adapun beberapa material telah diteliti untuk meningkatkan penetrasi
suatu bahan obat melewati lapisan kulit, yakni dengan penambahan accelerants.
Accelerants adalah agen yang dapat membengkakkan stratum corneum dan
melarutkan bahan struktural penting, sehingga mengurangi resistensi difusi dan
meningkatkan permeabilitas. Peningkatan hidrasi jaringan stratum korneum dapat
mempermudah penetrasi bahan obat ke dalamnya (Lachman Ed 3)
Kesimpulan nya Berdasarkan struktur dari stratum korneum yang terdiri dari protein
dan lemak, substansi yang dapat melewati lapisan lipidnya, salah satunya adalah
substansi yang bersifat lipid soluble. Dalam hal ini, berdasarkan sifat fisikakimianya,
Kloramfenikol termasuk ke dalam contoh bahan obat yang sifatnya larut minyak/lipid
soluble, sehingga mekanisme obat ini ketika dioleskan secara topikal adalah akan
mengalami penetrasi ke dalam kulit melewati stratum korneum, dan memberikan efek
terapeutik. Ketika partikel obat telah melalui stratum korneum, tidak ada halangan
signifikan lebih lanjut yang tersisa untuk penetrasinya melewati epidermis dan
lapisan-lapisan korium lainnya. Kemudian, obatpun siap memasuki sirkulasi lewat via
jaringan kapiler. Gradian konsentrasi pada dasarnya berakhir di lapisan dermal pada
awal proses sirkulasi. Ketika telah memasuki sirkulasi sistemik, obat akan diencerkan
dan didistribusikan dengan cepat sehingga kemudian akan memberikan efek
terapeutik pada pasien.
Dalam meningkatkan penetrasi bahan obat melewati lapisan kulit, beberapa agen
dapat digunakan, seperti Accelerant yang bekerja dengan membengkakkan stratum
korneum sehingga mengurangi resistensi difusi dan meningkatkan permeabilitas.
Peningkatan hidrasi jaringan stratum korneum dapat mempermudah penetrasi bahan
obat ke dalamnya.

STUDI FARMAKOLOGI
Kloramfenikol bekerja dengan menghambat sintesis protein kuman. Obat ini terikat
pada ribosom subunit 50S dan menghambat enzim peptidil transferase sehingga ikatan
peptida tidak terbentuk pada proses sintesis protein kuman. Umumnya bersifat
bakteriostatik. Pada konsentrasi tinggi, kloramfenikol kadang-kadang bersifat
bakterisid terhadap kuman-kuman tertentu. Spektrum antibakteri kloramfenikol
meliputi D. pneumoniae, S. pyogenes, S. viridans, Neisseria, Haemophilus, Bacillus
spp, Listeria, Bartonella, Mycoplasma, Rickettsia, Treponema dan kebanyakan kuman
anaerob (Farmakologi & Terapi Ed 6)
Indikasi : infeksi kulit bacterial (PIONAS BPOM)
Kontraindikasi terhadap neonatus, pasien dengan gangguan faal hati, dan pasien yang
hipersensitif terhadapnya.
Interaksi obat : Kloramfenikol dapat memperpanjang masa paruh eliminasi Fenitoin,
Tolbutamid, Klorpropamid dan warfarin.
Efek samping : Reaksi hipersensitivitas termasuk ruam, demam, dan angioedema
dapat terjadi terutama setelah penggunaan topikal; anafilaksis telah terjadi tetapi
jarang terjadi (Martindale Ed 36)
Dalam penggunaannya untuk topikal, konsentrasinya adalah 2% (Farmakologi &
Terapi Ed 6).Dalam pengobatan infeksi mata, kloramfenikol biasanya dioleskan
sebagai larutan 0,5% atau sebagai salep 1%. Untuk infeksi bakteri pada otitis
eksterna, kloramfenikol telah diberikan sebagai obat tetes telinga dengan kekuatan 5
atau 10% (Martindale Ed 36). Dalam penggunaannya untuk topikal, konsentrasinya
adalah 2%.
Konsentrasi : Salep Kulit 2 %
Aturan pakai: Untuk inf eksi-infeksi berat dosis dapat ditingkatkan 2xpada awal terapi
sampai didapatkan perbaikan klinis

2. Bagaimana mekanisme kerja Kloramfenikol sebagai antibiotik bakteriostatik dan


bakteriosid?
Jawab :
Kloramfenikol adalah antibucterial spektrum luas pertama yang ditemukan: bekerja
dengan mengganggu sintesis protein bakteri dan terutama bakteriostatik Kisaran
aktivitasnya mirip dengan tetrasiklin dan termasuk bakteri Gram-positif dan Gram-
negal, Rickeltsia spp. dan Chlamydiaceae Sensitivitas Salmonella typhi,
Haemophilus influenzae, dan Bacteraides fragilis untuk indikasi penggunaannya
(Martindale 38th hal 168-170)
Kloramfenikol menghambat sintesis protein pada bakteri, dan pada tingkat yang lebih
rendah, pada sel cukaryotic. Ini mengikat secara reversibel ke subunit ribosom 50S
(dekat situs pengikatan untuk antibiotik makrolida dan klindamisin). Obat tersebut
mencegah pengikatan ujung aminoasil tRNA yang mengandung asam amino ke situs
akseptor pada subunit ribosom 50S. Kloramfenikol juga menghambat sintesis protein
dalam mitokondria mamalia melalui mekanisme yang sama, mungkin karena
ribosomnya agak mirip dengan ribosom bakteri; sel eritropoitik sangat sensitif.
Kloramfenikol bersifat bakteriostatik terhadap spektrum luas hacteria dan mungkin
bersifat bakterisida terhadap H. influenzae, Neiscria meningitidis, dan S. pneumoniae.
Banyak basil gram negatif dan sebagian besar anderobe dihambat in vito. Beberapa
ceei gram positif aerobik, termasuk Streptococcus pyogenes. S. agalactiae
(streptokokus grup B), dan S. pneumoniac, sensitif. S. aureus cenderung rentan
terhadap tes. Chlorumphenical aktif melawan NMycoplasma, Chlämydia, dan
Rickeltsia. (Goodman & Gilman manual farmakologi dan terapi
Kloramfenikol merupakan antibiotik broad-spectrum bersifat bakteriostatik yang
dimana mekanisme kerjanya dapat menghambat sintesis protein mikroba dan
bakteriostatik terhadap organisme yang paling rentan dengan cara mengikat secara
reversibel ke subunit 50S dari ribosom bakteri dan menghambat pembentukan ikatan
peptida.

Kloramfenikol sebagai antibiotik spektrum luas yang aktif melawan kedua dan
organisme Gram-positif dan Gram-negatif anaerobik. Selain itu, kloramfenikol juga
aktif terhadap rickettsiae tetapi tidak pada chlamydiae. Sebagian besar bakteri Gram
positif dihambat pada konsentrasi 1–10 mcg/mL, dan banyak bakteri Gram-negatif
dihambat oleh konsentrasi 0,2–5 mcg/mL. H influenzae, Neisseria meningitidis, dan
beberapa strain Bacteroides sangat rentan; untuk organisme ini, kloramfenikol
mungkin bersifat bakterisida. Resistensi tingkat rendah terhadap kloramfenikol dapat
muncul dari: populasi besar sel yang rentan terhadap kloramfenikol melalui seleksi
mutan yang kurang permeabel terhadap obat. Resistensi yang signifikan secara klinis
disebabkan oleh produksi kloramfenikol asetil-transferase, suatu enzim bersandi
plasmid yang menginaktivasi obat [Sumber: Katzung]

Kloramfenikol adalah inhibitor kuat sintesis protein mikroba. Obat ini berikatan
secara reversibel dengan subunit 50S ribosom bakteri menghambat pembentukan
ikatan peptida. Kloramfenikol adalah antibiotik spektrum luas yang bersifat
bakteriostatik dan aktif terhadap organisme gram positif dan negatif aerob dan
anaerob. Obat ini juga aktif terhadap Rickettsiae, tetapi tidak terhadap Chlamydiae.
Sebagian besar bakteri gram-positif dihambat pada konsentrasi 1-10 mcg/mL, dan
banyak bakteri negatif- gram dihambat pada konsentrasi 0,2-5 mcg/mL. H. influenzae,
Neisseria meningitidis, dan beberapa galur bakteroides sangat rentan, dan bagi
organisme-organisme ini, kloramfenikol mungkin bakterisida.(katzung ed.12.
Farmakologi dasar dan klinik)

Mekanisme kerja kloramfenkol


a. Kloramfenikol mengandung bagian nitrobenzena dan merupakan turunan dari
dikloroasetatAC id.
b. Kloramfenikol menghambat sintesis protein bakteri. Agen ini mengikat subunit
ribosom 50S bakteri untuk memblokir aksi peptidil transferase dan dengan demikian
mencegah penggabungan asam amino ke dalam peptida yang baru terbentuk.
c. Konsentrasi tinggi menghambat sintesis protein mitokondria eukariota.
(Pharmacology, 5th ediition, hal. 261)

Kloramfenikol bekerja dengan jalan menghambat sintesis protein kuman. Yang


dihambat ialah enzim peptidil transferase yang berperan seba gai katalisator untuk
membentuk ikatan-ikatan pep tida pada proses sintesis protein kuman.
Kloramfenikol umumnya bersifat bakteriostatik. Pada konsentrasi tinggi
kloramfenikol kadang kadang bersifat bakterisid terhadap kuman-kuman tertentu.
Spektrum antibakteri kloramlenikol meliputi D. pneumoniae, Str. pyogenes, Str.
viridans, Neisse ria, Haemophilus, Bacillus spp, Listeria, Bartonella, Brucella, P.
multocida, C. diphtheriae, Chlamydia, Mycoplasma, Rickettsia, Treponema dan keba
nyakan kuman anaerob. Beberapa strain D. pneumoniae, H' influenzae dan N.
meningitidis bersifat resisten; S. aureus umumnya sensitif, sedang Enterobactericeae
ba nyak yang telah resisten. Obat ini iuga efektif terhadap kebanyakan strain E. coli,
K. pneumoniae dan Pr. mirabilis. Ke banyakan strain Serralia, Providencia dan
Profeusrettgerii resisten, iuga kebanyakan strain Ps'aeru'ginosa dan strain tertentu S.
typhi.(Farmakologi dan Terapi edisi 4 hal 557 ).

3. Bagaimana Alasan pertimbangan pemilihan bentuk sediaan krim topikal untuk zat
aktif kloramfenikol?
Jawab :
Sediaan topikal yang digunakan untuk pengobatan kulit biasanya mengandung
antibiotika, kortikosteroid, atau dalam bentuk kombinasi bemaksud untuk
mempercepat sembuhnya infeksi pada kulit, misalnya kloramfenikol. Alasan krim
dipilih sebagai bentuk sediaan karena krim dapat digunakan pada kulit dengan luka
yang basah, karena bahan pembawa minyak dalam air cenderung untuk menyerap
cairan yang dikeluarkan luka tersebut (Lachman, et al., 1989). Selain itu, Krim
dianggap lebih besar daya tarik estetika untuk karakter nongreasy mereka,
kemampuan untuk menghilang ke dalam kulit saat digosok, dan kemampuan untuk
menyerap cairan serosa dari kulit lesi. (Ansel, ed.9 hal.169). Banyak pasien dan
dokter lebih memilih krim menjadi salep karena lebih mudah menyebar dan
menghapus. (Ansel, ed.9 hal. 278)
Berdasarkan skenario, formulator akan membuat sediaan topikal Kloramfenikol,
secara khusus yakni sediaan krim. Pemilihan bentuk sediaan topikal dalam formulasi
Kloramfenikol dapat dihubungkan dengan efek samping yang ditimbulkan ketika
dikonsumsi secara oral, yakni terjadinya kelainan darah, baik yang reversible maupun
irreversible, anemia aplastik, sindrom gray pada pada neonatus, serta efek samping
pada saluran pencernaan seperti mual, muntah dan diare (PIONAS BPOM). Sehingga
pemberian secara topikal mungkin dapat mengurangi kejadian efek samping yang
ditimbulkan. Pemilihan krim sebagai bentuk sediaannya adalah karena krim memiliki
keuntungan yakni mudah menyebar, jika dibandingkan dengan sediaan salep, dan
identik dengan sifat mudah dihapus. Hal inilah yang menjadikan krim juga lebih
disukai oleh pasien (Ansel Edisi 10).

4. Apakah keuntungan dan kerugian dari sediaan krim kloramfenikol?


Jawab:
Keuntungan :
Mudah menyebar merata,Mudah digunakan, Praktis, Mudah dibersihkan atau dicuci,
Tidak lengket terutama krim tipe M/A, Memberikan rasa dingin terutama krim tipe
A/M, Bahan untuk pemakaian topikal jumlah yang diabsorbsi tidak cukup beracun
(Ansel, 2008).
Kerugian:
Susah dalam pembuatannya karena pembuatan krim, harus dalam keadaan panas,
Mudah pecah disebabkan karena pengadukan tidak konstan, Mudah kering dan mudah
rusak bila disimpan tidak ditmpat yang tidak sesuai dngan petunjuk penyimpanan
(Ansel, 2008).

5. Bagaimana pengaruh anatomi dan fisiologi kulit terhadap pertimbangan formulasi


krim Kloramfenikol?
Jawab :
Secara anatomi, kulit terdiri dari banyak lapisan jaringan, tetapi umumnya kulit dibagi
dalam 3 lapisan jaringan : epidermsi,dermis dan lapisan lemak bawah kulit. Bahan
obat kloramfenikol berfungsi sebagai antibiotik bakteriostatik/antimikroba dengan
spektrum yang luas, baik gram positif maupun bakteri gram-negatif. Berdasarkan
anotomi kulit itu sendiri, untuk menghasilkan efek teraupetik, obat biasanya berkerja
pada lapisan epidermis dan dermis. Sedangkan untuk pemakaian obat topikal seperti
emolien,antimikroba dan deodoran, mereka bekerja pada permukaan kulit saja. Jadi
untuk zat aktif kloramfenikol dimana indikasinya sebagai antimikroba, maka dapat
diketahui bawha zat aktif ini bekerja pada permukaan kulit. (lachman Ed.3,Hal.1093-
1094)

Berdasarkan struktur dari stratum korneum yang terdiri dari protein dan lemak,
substansi yang dapat melewati lapisan lipidnya, salah satunya adalah substansi yang
bersifat lipid soluble. Dalam hal ini, berdasarkan sifat fisikakimianya, Kloramfenikol
termasuk ke dalam contoh bahan obat yang sifatnya larut minyak/lipid soluble,
sehingga mekanisme obat ini ketika dioleskan secara topikal adalah akan mengalami
penetrasi ke dalam kulit melewati stratum korneum, dan memberikan efek terapeutik.
Ketika partikel obat telah melalui stratum korneum, tidak ada halangan signifikan
lebih lanjut yang tersisa untuk penetrasinya melewati epidermis dan lapisan-lapisan
korium lainnya. Kemudian, obatpun siap memasuki sirkulasi lewat via jaringan
kapiler. Gradian konsentrasi pada dasarnya berakhir di lapisan dermal pada awal
proses sirkulasi. Ketika telah memasuki sirkulasi sistemik, obat akan diencerkan dan
didistribusikan dengan cepat sehingga kemudian akan memberikan efek terapeutik
pada pasien.
Dalam meningkatkan penetrasi bahan obat melewati lapisan kulit, beberapa agen
dapat digunakan, seperti Accelerant yang bekerja dengan membengkakkan stratum
korneum sehingga mengurangi resistensi difusi dan meningkatkan permeabilitas.
Peningkatan hidrasi jaringan stratum korneum dapat mempermudah penetrasi bahan
obat ke dalamnya.

6. Tipe krim apa yang sesuai dengan bahan obat kloramfenikol?


Jawab :
Untuk penentuan tipe krim yang cocok untuk formulasi Kloramfenikol, dapat dilihat
dari farmakokinetiknya. Berdasarkan farmakokinetika Kloramfenikol sebagai sediaan
topikal, kloramfenikol mengalami penetrasi melewati stratum korneum untuk
memberikan kerja pada lapisan kulit di bawah epidermis. Sehingga tipe cream yang
cocok untuk Kloramfenikol adalah tipe cream o/w atau minyak dalam air. Tipe cream
ini biasa juga dikenal sebagai vanishing cream. Ketika dioleskan di kulit, fase
eksternal/air terus menerus mengalami penguapan, menyebabkan peningkatan
konsentrasi obat-larut-air dalam lapisan film berminyak yang menempel pada kulit.
Peningkatan gradien konsentrasi obat melintasi stratum korneum meningkatkan
penyerapan perkutan. Sehingga efek terapeutik yang diinginkan dapat tercapai secara
optimal (Ansel Edisi 10).

Pemakaian obat yang dioleskan pada permukaan kulit sering disebut sebagai
pengobatan secara topikal dan salah satu sediaannya adalah bentuk krim. Krim
merupakan bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat
yang terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Krim adalah sediaan
setengah padat, berupa emulsi mengandung air tidak kurang dari 60% dan
dimaksudkan untuk pemakaian luar (Depkes RI, 1979; Depkes RI, 1995).
Pada formulasi krim masing-masing basis memiliki keuntungan terhadap
penghantaran obat. Basis yang dapat dicuci dengan air adalah M/A, dan dikenal
sebagai “vanishing cream”.Basis vanishing cream termasuk dalam golongan
ini.Vanishing cream diberi istilah demikian, karena waktu krim ini digunakan dan
digosokkan pada kulit, hanya sedikit atau tidak terlihat bukti nyata tentang adanya
krim yang sebelumnya.Hilangnya krim ini dari kulit atau pakaian dipermudah oleh
minyak dalam air yang terkandung di dalamnya.Krim dapat digunakan pada kulit
dengan luka yang basah, karena bahan pembawa minyak dalam air cenderung untuk
menyerap cairan yang dikeluarkan luka tersebut (Lachman, et al., 1989).
krim tipe minyak dalam air (M/A) yaitu air terdispersi dalam minyak, Contoh : Cold
cream adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk maksud memberikan rasa
dingin dan nyaman pada kulit, sebagai krim pembersih, berwarna putih dan bebas
dari butiran. Cold cream mengandung mineral oil dalam jumlah besar. (Modul
STILeS Teknologi Sediaan Liquid dan Semi Solid II)

Seperti yang dikatakan layliyah untuk penetuan tipe krim yg cocok dapat dilihat dari
farmakokinetiknya yg dimana kloramfenikol ini bekerja sebagai sediaan topikal
sehingga tipe cream yg cocok adalah o/w (minyak dalam air) mereka tidak tidak
berminyak untuk aplikasi topikal obat yang larut dalam air,terutama untuk efek
lokal,o/w tidak berminyak tekstur yang terkait dengan basis berminyak dan karenanya
menyenangkan untuk digunakan dan mudah dicuci dari permukaan kulit. Emulsi air
dalam minyak akan memiliki oklusif efek oleh hidrasi lapisan atas stratum
korneum dan penghambatan penguapan ekrin sekresi. Hal ini, pada gilirannya, dapat
mempengaruhi penyerapan tingkat tion obat dari persiapan ini. Jenis o/w ini juga
berguna untuk pembersihan kulit dari kotoran yang larut dalam minyak
7. Apa saja Persyaratan yang harus dipenuhi dalam pembuatan krim ?
Jawab :
Persyaratan Penggunaan krim sebagai sistem penghantaran obat dikaitkan dengan
pasien yang baik penerimaan. Selain persyaratan umum untuk dosis semipadat
bentuk, penggabungan obat dalam krim mengharuskan obat harus
- Larut dalam konsentrasi yang diinginkan.
- Memiliki jendela terapi yang relatif luas karena dosis yang akurat adalah sulit.
- Tidak mengkristal pada penguapan air. (Pharmaceutical Dosage Form And Drug
Delivery Hal.555)(Mayriska Intan Aqhza)
Berdasarkan materi LCT yg dibawakan oleh ibu surya ningsi kemarin, mengenai
Persyaratan krim harus Stabil, Lunak, Mudah dipakai, Terdistribusi secara merata.

8. Bagaimana absorpsi, viskositas, dan rheologi yang diharapkan dalam sediaan krim
kloramfenikol?
Jawab :
Jika absorpsi perkutan melibatkan bagian dari molekul obat berdifusi dari permukaan
kulit ke dalam stratum korneum dibawah pengaruh gradien konsentrasi dan juga
berdifusi melalui stratum korneum, epidermis, melalui dermis, dan ke dalam sirkulasi
darah.zat yang diabsrobsi secara transepidermis penetrasi berlangsung agak cepat
meski lebih lambat daripada absorbsi saluran cerna. Untuk difusi berlangsung setelah
penggunaan pada kulit. Begitu zat-zat melewati stratum korneum, tampaknya tidak
ada gamgguan penetrasi kemudian segera masuk ke sirkulasi melalui kapiler.
Penurunan konsetrasi pada dasarnya berakhir dalam lapisan dermis pada awal
sirkulasi. Sirkulasi sistemik ini bertindak ssbagai tempat obat. (Lachman
Ed.3,Hal.1095)

Komponen lemak dipandang sebagai faktor utama yang secara langsung bertanggung
jawab terhadap rendahnya penetration obat melalui stratum corneum. sekali molekul
obat melalui stratum corneum kemudian dapat terus melalui jaringan epidermis yang
lebih dalam dan masuk ke dermis apabila obat mencapai lapisan pembuluh kulit maka
obat tersebut siap untuk diabsorpsi ke dalam sirkulasi umum.Stratum corneum
sebagai jaringan keratin akan berlaku sebagai membran buatan yang semipermeable
dan molekul obat mempenetrasi dengan cara difusi pasif. jadi jumlah obat yang
pindah menyebrangi lapisan kulit tergantung pada konsentrasi obat, kelarutannya
dalam air dan koefisien partisi minyak atau airnya. (Ansel Ed 4 buku pengantar
sediaan Farmasi).

Absorbsi yang diharapkan dari sediaan krim Kloramfenikol jika didasarkan pada
anatomi dan fisiologi kulit serta sifat bahan aktifnya adalah dapat terabsorbsi
melewati lapisan epidermis melalui stratum korneum yang berisi lapisan lipid dan
protein. Hal ini dapat dikaitkan dengan sifat Kloramfenikol yang larut dalam minyak
sehingga memenuhi syarat substansi yang dapat melewati lapisan lipid tersebut.
Setelah melewati stratum korneum, obat akan memasuki jaringan sistemik melalui via
jaringan kapiler. Obat yang telah berada di sirkulasi sistemik, akan diencerkan dan
didistribusikan secara cepat ke sehingga kemudian menimbulkan efek terapeutik yang
diinginkan

Pada dasarnya, rheologi suatu bahan dibagi menjadi dua macam.


a) Sistem Newton, dimana semakin besar viskositas suatu cairan, maka makin
besar pula gaya persatuan luas (shearing stress) yang diperlukan untuk
menghasilkan kecepatan mengalir. Rate of shear berbanding lurus dengan
shearing stress. Dan viskositas berbanding terbalik dengan kecepatan
mengalir.
b) Sistem non newton, yang memiliki sifat berbanding terbalik dengan sistem
newton. Ada 3 macam tipe aliran non newton diantaranya : a) Plastis; sistem
ini menyerupai tipe aliran newton. b) Pseudoplastis; sebagian besar bahan
farmasi yang mengandung gom alam dan sintetik memiliki gaya alir ini.
Viskositas zat pseudoplastik berkurang dengan meningkatnya rate of shear. c)
Dilatan. Sifat aliran ini adalah kebalikan dari sifat yang dimiliki oleh sistem
pseudoplastik. Jika bahan pseudoplastik dikenal dengan istilah shear-thinning
system, maka bahan dilatan disebut shear-thickening system, viskositas zat
meningkat dengan peningkatan rate of shear.

Zat non-Newtonian adalah zat yang tidak mengikuti persamaan aliran Newton.
Contoh bahan termasuk larutan koloid, emulsi, suspensi cair, dan salep. Ada tiga
jenis umum bahan non-Newtonian: plastik, pseudoplastik, dan dilatan (Ansel,
2014). Zat yang menunjukkan aliran plastis disebut benda Bingham. Aliran
plastis tidak dimulai sampai tegangan geser yang sesuai dengan nilai luluh tertentu
terlampaui. Kurva aliran memotong sumbu tegangan geser dan tidak melewati
titik asal. Bahan elastis di bawah nilai hasil (Ansel, 2014).

Zat pseudoplastik mulai mengalir ketika tegangan geser diterapkan; oleh karena
itu, mereka tidak menunjukkan nilai hasil. Dengan meningkatnya tegangan geser,
laju geser meningkat; akibatnya, bahan-bahan ini juga disebut sistem penipisan
geser. Hal ini didalilkan bahwa ini terjadi sebagai molekul, terutama polimer,
menyelaraskan diri di sepanjang sumbu panjang dan tergelincir atau meluncur
melewati satu sama lain (Ansel, 2014).

Bahan dilatant adalah bahan yang volumenya bertambah ketika digeser, dan
viskositasnya meningkat dengan meningkatnya laju geser. Ini juga disebut sistem
penebalan geser. Sistem dilatant biasanya dicirikan dengan memiliki persentase
padatan yang tinggi dalam formulasi (Ansel). Menurut buku phisycal pharmacy,
jenis rheologi yang sering diterapkan dalam emulsi misalnya cream adalah
rheologi jenis non newton yaitu plastis dan pseudoplastik.

Reologi adalah ilmu yang mempelajari sifat-sifat aliran zat cair. Ini membahas
viskositas sifat-sifat larutan dan sistem koloid. Aliran cairan sederhana fluida
dapat digambarkan dengan viskositas, ekspresi dari hambatan untuk mengalir.
Cairan dan larutan yang karakteristik alirannya dapat memadai dijelaskan oleh
viskositas disebut cairan Newtonian, dan mereka dikatakan menunjukkan
karakteristik aliran Newtonian. Namun, aliran kompleks dispersi tidak dapat
dijelaskan secara memadai oleh viskositas. Cairan ini adalah disebut non-
Newtonian, dan mereka dikatakan menunjukkan aliran non-Newtonian
karakteristik. Sifat reologi merupakan pertimbangan penting dalam pembuatan
ing, analisis, dan penggunaan beberapa bentuk sediaan, termasuk solusi, emulsi,
suspensi, pasta, lotion, supositoria, produk obat injeksi parenteral saluran, dan
infus intravena. Viskositas penting untuk pencampuran dan aliran bahan,
pengemasannya ke dalam wadah, dan pemindahannya sebelum penggunaan—
apakah dicapai dengan menuangkan dari botol, ekstrusi dari tabung, atau melewati
jarum suntik. Misalnya, daya tuangkan, daya sebar, dan spuitability emulsi
ditentukan oleh sifat reologinya. Selain itu, viskositas merupakan pertimbangan
penting sebagai bahan kritis atribut (CMA) dan atribut material kritis (dalam
proses) (CiMA) untuk manufaktur farmasi. Misalnya, viskositas larutan polimer
dan bahan cair seperti polietilen glikol adalah CMA yang digunakan untuk kontrol
kualitas bahan baku yang masuk, sedangkan viskositas suspensi polimer, pewarna,
dan opacifier yang digunakan untuk pelapis tablet adalah tahan CiMa selama
pembuatan produk

NEWTONIA FLOW
Hukum aliran Newton menyatakan bahwa penerapan tegangan pada cairan
menyebabkan mengalir dalam proporsi langsung dengan jumlah tegangan yang
diberikan. Konstan yang menghubungkan aliran cairan dengan tegangan yang
diberikan disebut viskositas.

NON-NEWTON FLOW
Sebagian besar cairan farmasi, seperti dispersi koloid, emulsi, cairan suspensi, dan
salep, tidak mengikuti hukum aliran Newton. Viskositas fluida bervariasi dengan
laju geser. Tergantung pada bagaimana viskositas perubahan dengan geser, ada
tiga jenis umum aliran non-Newtonian: perilaku aliran plastik, pseudoplastik, dan
dilatant
a. Aliran plastik
Zat yang mengalami aliran plastis disebut benda Bingham; mereka
didefinisikan sebagai zat yang menunjukkan nilai luluh sebagai titik di mana
kurva aliran plastis berpotongan dengan sumbu tegangan geser.
b. Aliran pseudoplastik (penipisan geser)
Aliran pseudoplastik ditandai dengan penurunan viskositas dengan
meningkatnya tegangan geser. Hal ini menyebabkan peningkatan laju geser
(aliran) untuk hal yang sama jumlah tegangan geser sebagai tingkat tegangan
geser meningkat.
c. Aliran dilatant (penebalan geser)
Aliran dilatan ditandai dengan peningkatan viskositas dengan meningkatnya
tegangan geser. Hal ini menyebabkan penurunan laju geser (yaitu,
berkurangnya aliran dan viskositas yang lebih tinggi) untuk jumlah perubahan
tegangan geser yang sama dengan tingkat tegangan geser meningkat.
(Pharmaceutical Dosage Forms and Drug Delivery hal 287-291)

Pada krim kloramfenikol, sistem rheologi/tipe aliran yang diharapkan adalah


non-newton karena pada cairan non-Newton, shearing rate (kecepatan
tekanan) dan shearing stress (besarnya tekanan) tidak memiliki hubungan
linear, viskositasnya berubah-ubah tergantung dari besarnya tekanan yang
diberikan. Tipe aliran non-Newton terjadi pada dispersi heterogen antara
cairan dengan padatan seperti pada koloid, emulsi, dan suspensi cair, salep.
Jadi pada tipe aliran non-Newton ini adalah kebalikan dari aliran Newton, di
mana aliran ini dipengaruhi oleh adanya kecepatan dan besarnya energi
(tekanan) sehingga bisa mengalir. Bila tidak diberi tekanan, maka sediaan ini
tidak akan mengalir. Artinya untuk mengalir sediaan ini membutuhkan
bantuan. Karena adanya tekanan (energi) maka viskositas dari sediaan ini akan
berubah.

Krim kloramfenikol yang akan dibuat diharapkan bisa membentuk aliran non-
newton agar pada saat penggunaannya yaitu topikal, dapat membentuk
kekentalan yang sesuai dengan menggunakan tekanan untuk keluar dari
wadah. Dalam bidang Farmasi, jenis aliran thiksotropik yang merupakan
aliran yang ideal yang diinginkan untuk bentuk suspensi, emulsi, lotio, krim,
dan salep. Maka pada krim kloramfenikol ini diharapkan membentuk aliran
non-newton thiksotropik. Aliran thiksotropik, jika diterapkan dalam sebuah
sediaan Farmasi, maka akan menghasilkan sebuah sediaan yang baik. Hal ini
disebabkan karena sediaan ini bila dikocok, viskositas sediaan akan
bertambah, namun bila pengocokan dihentikan maka partikelnya tidak akan
mengendap cepat, sehingga penampilan dari sediaan ini kelihatan menarik
karena keseragaman penyebaran partikel. (Kemenkes, 2016) (Andi Reski
Andini).

Berdasarkan jenis sediaan yang akan dibuat yakni krim, maka jenis aliran yang
diharapkan dapat teraplikasikan dalam krim Kloramfenikol adalah jenis aliran
non newton pseudoplastis. Jenis aliran pseudoplastis biasanya juga dikenal
dengan shear-thinning-agent dimana semakin tinggi tegangan gesernya maka
viskositas bahan akan semakin menurun. Jadi, jenis aliran ini akan mengalir
lebih mudah dengan meningkatnya tegangan geser. Berbeda dengan jenis
aliran dilatan, jenis aliran ini tidak akan menjadikan sediaan kaku sehingga
jenis aliran ini dianggap cocok untuk formulasi krim Kloramfenikol, karena
dapat memenuhi persyaratan dari sediaan krim itu sendiri yakni lunak dan
homogen, serta mudah menyebar dan mudah digunakan.
9. Bagaimana kaitan absorpsi per kutan terhadap pemilihan bahan dalam memformulasi
krim kloramfenikol?
Jawab :
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya di nomor 8, bahwa absorbsi perkutan dari
sediaan krim Kloramfenikol ini adalah melewati lapisan stratum korneum yang terdiri
dari lapisan lipid dan protein. Substansi yang dapat melewati stratum korneum adalah
substansi-substansi yang sifatnya lipid-soluble. Sehingga, menimbang dari fakta ini,
maka dalam pemilihan bahan untuk formulasi sediaan krim Kloramfenikol, sebaiknya
bahan obat dilarutkan dalam minyak agar memudahkan penetrasi obat melalui stratum
korneum. Kloramfenikol juga memiliki sifat larut minyak sehingga tidak ada masalah
yang sekiranya dapat timbul mengenai hal ini. Hal ini dapat sekaligus memperkuat
tipe krim yang cocok untuk formulasi sediaan krim Kloramfenikol yakni tipe krim
m/a. Adapun untuk pertimbangan bahan tambahan lain yang mungkin digunakan
untuk menigkatkan penetrasi bahan obat melalui kulit adalah dengan penggunaan
akselerant, yang dapat mengurangi resistensi difusi dan meningkatkan permeabilitas
sehingga penetrasi bahan obat mudah terjadi. Namun keputusan penambahan bahan
tambahan ini masih perlu dipertimbangkan lagi, mengingat tipe krim yang digunakan
sudah dapat mempermudah penetrasi obat melewati stratum korneum.

10. Bagaimana pertimbangan bahan tambahan yang tepat berdasarkan sifat fisikakimia
bahan aktif Kloramfenikol?
Jawab :
Dalam Farmakope disebutkan bahwa sifat fisika kimia dari zat aktif yaitu sukar larut
dalam air akan tetapi larut dalam minyak. Dari penjelasan materi LCT yg dibawakan
oleh ibu surya Ningsih, untuk bahan obat larut dalam minyak ditambahkantambahan
fase minyak. Contoh bahan tambahan untuk fase minyak yaitu asam stearat, adeps
lanae, paraffin liquidum, paraffin solidum.

11. Bagaimana pertimbangan bahan tambahan yang tepat berdasarkan bentuk sediannya?
Jawab :
- Penambahan bahan pengenulsi
Berdasarkan materi krim yang telah kita pelajari sebelumnya, pengemulsi merupakan
salah satu bahan utama penyusun krim. Pengemulsi ini berfungsi untuk memfasilitasi
terjadinya proses dispersi partikel obat yang ada dalam fase minyak yang tidak
bercampur dengan fase airnya. Pengemulsi umumnya disesuaikan dengan tipe
krimnya. Dalam hal ini, untuk tipe krim o/w sebaiknya menggunakan pengemulsi
yang bersifat hidrofilik atau yang nilai HLB-nya tinggi, dalam hal ini berada pada
rentang 8-18 (Pharmaceutical Dosage Forms)

Berdasarkan materi krim yang telah kita pelajari sebelumnya, pengemulsi merupakan
salah satu bahan utama penyusun krim. Pengemulsi ini berfungsi untuk memfasilitasi
terjadinya proses dispersi partikel obat yang ada dalam fase minyak yang tidak
bercampur dengan fase airnya. Bahan pengemulsi yang digunakan sebaiknya adalah
kombinasi dari pengemulsi HLB rendah dan HLB tinggi. Hal ini dilakukan untuk
menghasilkan sediaan krim yang stabil. Contoh kombinasi pengemulsi HLB rendah-
HLB tinggi seperti kombinasi Span-Tween.

- Bahan pengawet
penggunaan preservative pada sediaan krim kita ini perlu. Menurut Ansel Edisi 10,
cream umumnya memerlukan penambahan preservative kecuali jika akan digunakan
dalam jangka waktu pendek. Seperti yang kita ketahui, terkadang masyarakat sering
menyimpan obat dalam waktu lama hingga mencapai expired datenya, terutama yang
bentuknya topikal. Sehingga untuk mengatasi rusaknya obat sebelum waktunya, maka
menurut saya perlu ditambahkan pengawet. Sesuai tipe emulsi yang disepakati yaitu
m/a maka krim kloramfenikol ini memiliki media yang bisa jadi perkembangan
mikroba, maka perlu dipertimbangkan untuk menggunakan pengawet untuk menjaga
stabilitas sediaan. Pengawet yang biasanya digunakan adalah metilparaben (nipagin)
0,12-0,18% dan propilparaben 0,02-0,05%.

12. Bagaimana pertimbangan bahan tambahan dalam formulasi krim kloramfenikol agar
membentuk viskositas yang sesuai?
Jawab :
Krim di definisikan sebagai cairan kental atau emulsi setengah padat baik bertipe air
dalam minyak atau minyak dalam air. Tergantung pada konstituennya, viskositas
emulsi dapat sangat bervariasi bisa disiapkan sebagai cairan atau semisolid.
Berdasarkan konstituen dan maksud pemakaiannya, emulsi cair bisa dipakai secara
oral, topikal, atau parenteral. Sedangkan emulsi semipadat digunakan secara topikal
(Ansel). Maka berdasarkan maksud pemakaiannya, pada formula ini dipakai emulsi
dengan viskositas semisolid yaitu dengan tujuan digunakan secara topikal. Viskositas
sediaan berpengaruh pada efektifitas bahan aktif mampu lepas dari basis dan mampu
berpenetrasi ke kulit. Jadi penambahan bahan yang dapat meningkatkan viskositas
krim kloramfenikol perlu dipertimbangkan agar terbentuk kekentalan krim yang
sesuai yaitu viskositas yang memiliki aliran tipe pseudoplastis dimana viskositas
bahan akan menurun jika tegangan gesernya semakin tinggi sehingga mudah mengalir

13. Bagaimana pertimbangan pemilihan bahan tambahan yang mendukung kenyamanan


dalam penggunaan obat topikal?
Jawab :
penggunaan buffering agent/pendapar. Seperti yang kita sudah pelajari di kuliah LCT
kemarin bahwa pendapar ini adalah salah satu bahan tambahan untuk sediaan topikal
yang berfungsi untuk menjaga pH sediaan tetap stabil pada rentang pH kulit, hal ini
untuk menghindari terjadinya iritasi/tidak bekerjanya bahan obat seperti yang
diharapkan, mengingat dalam formulasi nanti, penambahan bahan-bahan tambahan
lain dapat mempengaruhi pH sediaan yang kita buat. ( Pharmaceutical dosage edisi 3)

14. Apa saja bentuk ketidakstabilan sediaan krim yang perlu dihindari dan bagaimana
cara mencegah terjadinya hal tersebut?
Jawab :
Ketidakstabilan fisik dari sediaan emulsi atau krim di tandai dengan adanya
pemucatan warna atau munculnya warna, timbulnya bau, perubahan atau pemisahan
fase, pecahnya emulsi, pengendapan suspense atau caking, perubahan konsistensi,
pertumbuhan Kristal, terbentuknya gas dan perubahan fisik lainnya. Ketidakstabilan
fisik suatu emulsi atau suspense dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang
mempengaruhi kestabilan kimia dan bahan pengemulsi (emulgator), bahan
pensuspensi, antioksidan, pengawet dan bahan aktif. Gejala-gejala yang menjadi
indikator terjadinya kerusakan emulsi antara lain:
a) Creaming adalah proses pada emulsi dengan partikel yang kurang rapat
cenderung ke atas permukaan sehingga terjadi pemisahan menjadi dua emulsi.
b) Flokulasi adalah penggabungan globul-globul yang bergabung pada gaya tolak
menolak elektrolisis (zeta potensial).
c) Koalesens atau penggumpakan adalah proses dimana droplet dua fase internal
mendekat dan berkombinasi membentuk partikel yang lebih besar.
d) Inverse adalah peristiwa di mana fase eksternal menjadi fase internal dan
sebaliknya (Tri, setiawan, 2010: 29).

Kestabilan emulsi
Salah satu cara mempercepat evaluasi kestabilan adalah dengan penyimpanan selama
beberapa periode waktu pada temperatur yang lebih tinggi dari normal. Tetapi cara
khusus ini berguna untuk mengevaluasi ”shelf life” emulsi dengan siklus antara 2
suhu. Di dalam laboratorium siklus suhu - 5° dan 40° C dalam 24 jam
digunakanselama 24 siklus, sedangkan siklus lainnya 5° dan 35° C dalam 12 jam
digunakan selama 10 siklus (Banker, 1997: 518). Efek normal penyimpanan suatu
emulsi pada suhu yang lebih tinggi adalah mempercepat koalesensi atau terjadinya
kriming dan hal ini biasanya diikuti dengan perubahan kekentalan. Kebanyakan
emulsi menjadi lebih encer pada suhu tinggi dan menjadi lebih kental bila dibiarkan
mencapai suhu kamar. Pembekuan dapat merusak emulsi dari pada pemanasan,
karena kelarutan emulgator baik dalam fase air maupun fase minyak, lebih sensitif
pada pembekuan dari pada pemanasan sedang (Lachman, 1994: 1081). Sebelum
penyimpanan, kestabilan emulsi dipengaruhi oleh suhu dan waktu. Bentuk
ketidakstabilan emulsi selama penyimpanan ditunjukkan dengan terjadinya kriming,
perubahan kekentalan, perubahan ukuran tetes terdispersi serta inversi fase.
Pencegahan koalesensi dapat dilakukan dapat dilakukan dengan penambahan
emulsifying agent, sedangkan untuk pencegahan kriming dapat dilakukan dengan
meningkatkan viskositas fase luar

15. Bagaimana metode pembuatan krim sesuai bahan dan tipe krim yang dirancang?
Jawab :
Persiapan pembuatan krim pada umumnya dimulai dengan memisahkan komponen
penyusun formula menjadi dua fase, yakni fase larut air dan fase minyak. Kedua fase
dipanaskan dengan patokan melting point tertinggi bahan yang ada di formula. Kedua
fase kemudian dicampurkan dan diaduk hingga homogen dan suhunya menurun.
Tradisionalnya, fase larut air yang ditambahkan ke fase minyak namun hasil yang
sama tetap dapat terjadi meskipun jika dilakukan sebaliknya.(Ansel Ed 10)
Metode pembuatan krim (Modul STILeS Teknologi Sediaan Liquid dan Semi Solid
II. UINAM)
1) Pembuatan sediaan krim meliputi proses peleburan dan proses emulsifikasi
2) Komponen tidak bercampur dengan air seperti minyak dan lilin dicairkan
bersama-sama di penangas air pada suhu 70-75 °C
3) Semua larutan berair yang tahan panas, komponen yang larut dalam air
dipanaskan pada suhu yang sama dengan komponen lemak
4) Larutan berair secara perlahan-lahan ditambahkan ke dalam campuran lemak yang
cair dan diaduk secara konstan, temperatur dipertahankan selama 5-10 menit
untuk mencegah kristalisasi dari lilin/lemak
5) Campuran perlahan-lahan didinginkan dengan pengadukan yang terus-menerus
sampai campuran mengental
6) Bila larutan berair tidak sama temperaturnya dengan leburan lemak, maka
beberapa lilin akan menjadi padat, sehingga terjadi pemisahan antara fase lemak
dengan fase cair. (Modul STiLes semisolid 2)

16. Bagaimana evaluasi dan uji stabilitas di percepat sediaan pada skenario?
Jawab :
Evaluasi sediaan krim
1. Organoleptis
Evaluasi organoleptis menggunakan panca indra, mulai dari bau, warna, tekstur
sedian, konsistensi pelaksanaan menggunakan subyek responden (dengan kriteria
tertentu) dengan menetapkan kriteria pengujianya (macam dan item), menghitung
prosentase masing masing kriteria yang di peroleh, pengambilan keputusan dengan
analisa statistik.
2. Evaluasi pH
Evaluasi pH menggunakan alat pH meter, dengan cara perbandingan 60 g : 200 ml air
yang di gunakan untuk mengencerkan , kemudian aduk hingga homogen, dan
diamkan agar mengendap, dan airnya di ukur dengan pH meter, catat hasil yang
tertera pada alat pH meter.
3. Evaluasi daya sebar
Dengan cara sejumlah zat tertentu di letakkan di atas kaca yang berskala. Kemudian
bagian atasnya di beri kaca yang sama, dan di tingkatkan bebannya, dan di beri
rentang waktu 1 – 2 menit. kemudian diameter penyebaran diukur pada setiap
penambahan beban, saat sediaan berhenti menyebar (dengan waktu tertentu secara
teratur).
4. Uji Homogenitas
Alat yan g dgunakan berupa objek glass dan dilakukan dengan cara Jika dioleskan
pada sekeping objek glass lalu di timpa dengan objek glass yang lain harus
menunjukkan susunan yang homogen. Pengamatan: kedua Krim yang dihasilkan
homogen.
5. Evaluasi penentuan ukuran droplet
Untuk menentukan ukuran droplet suatu sediaan krim ataupun sediaan emulgel,
dengan cara menggunakan mikroskop sediaan diletakkan pada objek glass, kemudian
diperiksa adanya tetesan – tetesan fase dalam ukuran dan penyebarannya.
6. Uji Aseptabilitas sediaan.
Dilakukan pada kulit, dengan menggunakan probandus kemudian dioleskan,
kelembutan, sensasi yang di timbulkan, kemudahan pencucian. Kemudian dari data
tersebut di buat skoring untuk masing- masing kriteria. Misal untuk kelembutan agak
lembut, lembut, sangat lembut. (Modul STILeS Teknologi Sediaan Liquid dan
Semisolid II)

WHO mengungkapkan bahwa stabilitas produk farmaseutikal bergantung terhadap


faktor lingkungan seperti temperatur, kelembaban dan cahaya, begitu juga faktor yang
berasal dari produk obat itu sendiri contohnya karakteristik fisikokimia zat aktif dan
farmaseutikal eksipien, bentuk sediaan dan komposisinya, proses pembuatan, dan
wadah yang digunakan. Adapun uji stabilitas dipercepat untuk sistem terdispersi pada
bentuk sediaan semisolid meliputi shaking test, centrifugal test, Freeze-thaw test, dan
elevated themperature test. Kondisi penyimpanan untuk studi stabilitas baik fisika dan
kimia bagi sediaan semisolid adalah pada suhu 40°C dengan waktu penyimpanan
selama 3 bulan ( Drug stability : Principles and Practices 3rd edition Revuseda and
Expanded, hal.285)

17. Bagaimanakah syarat krim yang harus dipenuhi?


Jawab :
Persyaratan krim yang harus dipenuhi :
Penggunaan krim sebagai sistem penghantaran obat dikaitkan dengan pasien yang
baik penerimaan. Selain persyaratan umum untuk dosis semipadat bentuk,
penggabungan obat dalam krim mengharuskan obat harus
 Larut dalam konsentrasi yang diinginkan.
 Memiliki jendela terapi yang relatif luas karena dosis yang akurat adalah
sulit.
 Tidak mengkristal pada penguapan air. (Ansel hal. 555)

STEP IV : ANALISIS MASALAH

Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, krim adalah bentuk sediaan setengah padat,
berupa emulsi mengandng air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk
pemakaian luar.

Kloramfenikol adalah antibucterial spektrum luas pertama yang ditemukan: bekerja


dengan mengganggu sintesis protein bakteri dan terutama bakteriostatik Kisaran
aktivitasnya mirip dengan tetrasiklin dan termasuk bakteri Gram-positif dan Gram-
negal, Rickeltsia spp. dan Chlamydiaceae Sensitivitas Salmonella typhi,
Haemophilus influenzae, dan Bacteraides fragilis untuk indikasi penggunaannya
(Martindale 38th hal 168-170). Kloramfenikol bekerja dengan menghambat sintesis
protein kuman. Obat ini terikat pada ribosom subunit 50S dan menghambat enzim
peptidil transferase sehingga ikatan peptida tidak terbentuk pada proses sintesis
protein kuman. Umumnya bersifat bakteriostatik. Pada konsentrasi tinggi,
kloramfenikol kadang-kadang bersifat bakterisid terhadap kuman-kuman tertentu.
Spektrum antibakteri kloramfenikol meliputi D. pneumoniae, S. pyogenes, S.
viridans, Neisseria, Haemophilus, Bacillus spp, Listeria, Bartonella, Mycoplasma,
Rickettsia, Treponema dan kebanyakan kuman anaerob (Farmakologi & Terapi Ed 6)

Jika obat di buat dalam sediaan topikal, maka obat akan keluar dari pembawa dan
berdifusi ke permukaan jaringan kulit. Ada 3 jalan masuk utama : melalui daerah
kantung rambut, melalui kelenjar keringat, atau melalui stratum korneum yang
terletak antara kelenjar keringat dan kantung rambut. Untuk zat yang diabsrobsi
secara transepidermis penetrasi berlangsung agak cepat meski lebih lambat daripada
absorbsi saluran cerna. Untuk difusi berlangsung setelah penggunaan pada kulit.
Begitu zat-zat melewati stratum korneum, tampaknya tidak ada gamgguan penetrasi
kemudian segera masuk ke sirkulasi melalui kapiler. Penurunan konsetrasi pada
dasarnya berakhir dalam lapisan dermis pada awal sirkulasi. Sirkulasi sistemik ini
bertindak ssbagai tempat obat. (Lachman Ed.3,Hal.1095). Ketika sebuah sistem obat
dioleskan secara topikal, obat tersebut mendifusikan partikelnya menuju jaringan
permukaan kulit, melalui stratum korneum. Subtansi yang dapat melewati korneum
adalah seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Ketika partikel obat telah melalui
stratum korneum, tidak ada halangan signifikan lebih lanjut yang tersisa untuk
penetrasinya melewati epidermis dan lapisan-lapisan korium lainnya. Kemudian,
obatpun siap memasuki sirkulasi lewat via jaringan kapiler. Gradian konsentrasi pada
dasarnya berakhir di lapisan dermal pada awal proses sirkulasi. Sirkulasi sistemik
berperan sebagai reservoir atau "sink" dari partikel obat, ketika telah memasuki
sirkulasi sistemik, obat akan diencerkan dan didistribusikan dengan cepat sehingga
dapat memberikan efek terapeutik (Lachman Edisi III)

Sediaan topikal yang digunakan untuk pengobatan kulit biasanya mengandung


antibiotika, kortikosteroid, atau dalam bentuk kombinasi bemaksud untuk
mempercepat sembuhnya infeksi pada kulit, misalnya kloramfenikol. Alasan krim
dipilih sebagai bentuk sediaan karena krim dapat digunakan pada kulit dengan luka
yang basah, karena bahan pembawa minyak dalam air cenderung untuk menyerap
cairan yang dikeluarkan luka tersebut (Lachman, et al., 1989). Selain itu, Krim
dianggap lebih besar daya tarik estetika untuk karakter nongreasy mereka,
kemampuan untuk menghilang ke dalam kulit saat digosok, dan kemampuan untuk
menyerap cairan serosa dari kulit lesi. (Ansel, ed.9 hal.169). Banyak pasien dan
dokter lebih memilih krim menjadi salep karena lebih mudah menyebar dan
menghapus. (Ansel, ed.9 hal. 278)
Substansi yang dapat melewati stratum korneum adalah substansi-substansi yang
sifatnya lipid-soluble. Sehingga, menimbang dari fakta ini, maka dalam pemilihan
bahan untuk formulasi sediaan krim Kloramfenikol, sebaiknya bahan obat dilarutkan
dalam minyak agar memudahkan penetrasi obat melalui stratum korneum.
Kloramfenikol juga memiliki sifat larut minyak sehingga tidak ada masalah yang
sekiranya dapat timbul mengenai hal ini. Hal ini dapat sekaligus memperkuat tipe
krim yang cocok untuk formulasi sediaan krim Kloramfenikol yakni tipe krim m/a.

Adapun untuk pertimbangan bahan tambahan lain yang mungkin digunakan untuk
menigkatkan penetrasi bahan obat melalui kulit adalah dengan penggunaan akselerant,
yang dapat mengurangi resistensi difusi dan meningkatkan permeabilitas sehingga
penetrasi bahan obat mudah terjadi. Namun keputusan penambahan bahan tambahan
ini masih perlu dipertimbangkan lagi, mengingat tipe krim yang digunakan sudah
dapat mempermudah penetrasi obat melewati stratum korneum. Persiapan pembuatan
krim pada umumnya dimulai dengan memisahkan komponen penyusun formula
menjadi dua fase, yakni fase larut air dan fase minyak. Kedua fase dipanaskan dengan
patokan melting point tertinggi bahan yang ada di formula. Kedua fase kemudian
dicampurkan dan diaduk hingga homogen dan suhunya menurun. Tradisionalnya, fase
larut air yang ditambahkan ke fase minyak namun hasil yang sama tetap dapat terjadi
meskipun jika dilakukan sebaliknya.(Ansel Ed 10)

Metode pembuatan krim


 Pembuatan sediaan krim meliputi proses peleburan dan proses emulsifikasi
 Komponen tidak bercampur dengan air seperti minyak dan lilin dicairkan
bersama-sama di penangas air pada suhu 70-75 °C
 Semua larutan berair yang tahan panas, komponen yang larut dalam air
dipanaskan pada suhu yang sama dengan komponen lemak
 Larutan berair secara perlahan-lahan ditambahkan ke dalam campuran lemak
yang cair dan diaduk secara konstan, temperatur dipertahankan selama 5-10
menit untuk mencegah kristalisasi dari lilin/lemak
 Campuran perlahan-lahan didinginkan dengan pengadukan yang terus-
menerus sampai campuran mengental
 Bila larutan berair tidak sama temperaturnya dengan leburan lemak, maka
beberapa lilin akan menjadi padat, sehingga terjadi pemisahan antara fase
lemak dengan fase cair. (Modul STiLes semisolid 2)

Evaluasi sediaan krim


1. Organoleptis
Evaluasi organoleptis menggunakan panca indra, mulai dari bau, warna, tekstur
sedian, konsistensi pelaksanaan menggunakan subyek responden (dengan kriteria
tertentu) dengan menetapkan kriteria pengujianya (macam dan item), menghitung
prosentase masing masing kriteria yang di peroleh, pengambilan keputusan
dengan analisa statistik.
2. Evaluasi pH
Evaluasi pH menggunakan alat pH meter, dengan cara perbandingan 60 g : 200 ml
air yang di gunakan untuk mengencerkan , kemudian aduk hingga homogen, dan
diamkan agar mengendap, dan airnya di ukur dengan pH meter, catat hasil yang
tertera pada alat pH meter.
3. Evaluasi daya sebar
Dengan cara sejumlah zat tertentu di letakkan di atas kaca yang berskala.
Kemudian bagian atasnya di beri kaca yang sama, dan di tingkatkan bebannya,
dan di beri rentang waktu 1 – 2 menit. kemudian diameter penyebaran diukur pada
setiap penambahan beban, saat sediaan berhenti menyebar (dengan waktu tertentu
secara teratur).
4. Uji Homogenitas
Alat yan g dgunakan berupa objek glass dan dilakukan dengan cara Jika dioleskan
pada sekeping objek glass lalu di timpa dengan objek glass yang lain harus
menunjukkan susunan yang homogen. Pengamatan: kedua Krim yang dihasilkan
homogen.
5. Evaluasi penentuan ukuran droplet
Untuk menentukan ukuran droplet suatu sediaan krim ataupun sediaan emulgel,
dengan cara menggunakan mikroskop sediaan diletakkan pada objek glass,
kemudian diperiksa adanya tetesan – tetesan fase dalam ukuran dan
penyebarannya.
6. Uji Aseptabilitas sediaan.
Dilakukan pada kulit, dengan menggunakan probandus kemudian dioleskan,
kelembutan, sensasi yang di timbulkan, kemudahan pencucian. Kemudian dari
data tersebut di buat skoring untuk masing- masing kriteria. Misal untuk
kelembutan agak lembut, lembut, sangat lembut. (Modul STILeS Teknologi
Sediaan Liquid dan Semisolid II)

WHO mengungkapkan bahwa stabilitas produk farmaseutikal bergantung


terhadap faktor lingkungan seperti temperatur, kelembaban dan cahaya, begitu
juga faktor yang berasal dari produk obat itu sendiri contohnya karakteristik
fisikokimia zat aktif dan farmaseutikal eksipien, bentuk sediaan dan
komposisinya, proses pembuatan, dan wadah yang digunakan. Adapun uji
stabilitas dipercepat untuk sistem terdispersi pada bentuk sediaan semisolid
meliputi shaking test, centrifugal test, Freeze-thaw test, dan elevated themperature
test. Kondisi penyimpanan untuk studi stabilitas baik fisika dan kimia bagi sediaan
semisolid adalah pada suhu 40°C dengan waktu penyimpanan selama 3 bulan
( Drug stability : Principles and Practices 3rd edition Revuseda and Expanded,
hal.285)

STEP V : MENENTUKAN TUJUAN BELAJAR


 Untuk menegetahui studi farmakologi, studi farmakokinetik dan studi fisika kimia
dari kloramfenikol
 Untuk mengetahui mekanisme kerja Kloramfenikol sebagai antibiotik bakteriostatik
dan bakteriosid
 Untuk mengetahui bahan tambahan yang cocok untuk krim kloramfenikol
 Untuk menegetahui keuntungan dan kerugian dari sediaan krim kloramfenikol
 Untuk mengetahui tipe krim kloramfenikol dan syarat pembuatannya
 Untuk mengetahui evaluasi dan uji stabilitas pada sediaan krim

STEP VI : BELAJAR MANDIRI


Dalam skenario diketahui bahwa akan dibuat sediaan krim dengan bahan aktif kloramfenikol
.

Krim farmasi adalah sediaan setengah padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat
terlarut atau terdispersi dalam emulsi W/O atau emulsi minyak dalam air atau dalam jenis lain
dari dasar yang dapat dicuci dengan air. Yang disebut menghilang krim adalah emulsi minyak
dalam air yang mengandung persentase besar air dan asam stearat atau komponen berminyak
lainnya. Setelah aplikasi krim, airnya menguap, meninggalkan di belakang film residu tipis
asam stearat atau komponen berminyak lainnya. Banyak pasien dan dokter lebih memilih
krim menjadi salep karena lebih mudah menyebar dan menghapus. Pabrikan farmasi sering
membuat sediaan topikal obat dalam basis krim dan salep untuk memenuhi preferensi pasien
dan dokter. ( Ansel, 9th edtion, hal. 278)

Krim dianggap lebih besar daya tarik estetika untuk karakter nongreasy mereka,kemampuan
untuk menghilang ke dalam kulit saat digosok, dan kemampuan untuk menyerap cairan
serosa dari kulit lesi. ( Ansel, 9th edtion, hal. 169)

Hal yang mempengaruhi emulsi semipadat:


1. Ukuran partikel
2. Keadaan polimorfik / hidrasi / solvasi
3. Sedimentasi / creaming
4. Penggumpalan/penggabungan
5. Konsistensi
6. Pelepasan obat, ( Ansel, 9th edtion, hal. 283)

Sediaan topikal yang digunakan untuk pengobatan kulit biasanya mengandung antibiotika,
kortikosteroid, atau dalam bentuk kombinasinya dengan maksud mempercepat sembuhnya
infeksi pada kulit seperti kloramfenikol. Alasan krim dipilih sebagai bentuk sediaan karena
krim dapat digunakan pada kulit dengan luka yang basah, karena bahan pembawa minyak
dalam air cenderung untuk menyerap cairan yang dikeluarkan luka tersebut (Lachman, et al.,
1989). Selain itu, Krim dianggap lebih besar daya tarik estetika untuk karakter nongreasy
mereka, kemampuan untuk menghilang ke dalam kulit saat digosok, dan kemampuan untuk
menyerap cairan serosa dari kulit lesi. (Ansel, ed.9 hal.169). Banyak pasien dan dokter lebih
memilih krim menjadi salep karena lebih mudah menyebar dan menghapus. (Ansel, ed.9 hal.
278)

Pemakaian obat yang dioleskan pada permukaan kulit sering disebut sebagai pengobatan
secara topikal dan salah satu sediaannya adalah bentuk krim. Krim merupakan bentuk sediaan
setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat yang terlarut atau terdispersi dalam
bahan dasar yang sesuai. Krim adalah sediaan setengah padat, berupa emulsi mengandung
air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar (Depkes RI, 1979;
Depkes RI, 1995).

Metode pembuatan krim


a. Pembuatan sediaan krim meliputi proses peleburan dan proses emulsifikasi
b. Komponen tidak bercampur dengan air seperti minyak dan lilin dicairkan bersama-
sama di penangas air pada suhu 70-75 °C
c. Semua larutan berair yang tahan panas, komponen yang larut dalam air dipanaskan
pada suhu yang sama dengan komponen lemak
d. Larutan berair secara perlahan-lahan ditambahkan ke dalam campuran lemak yang
cair dan diaduk secara konstan, temperatur dipertahankan selama 5-10 menit untuk
mencegah kristalisasi dari lilin/lemak
e. Campuran perlahan-lahan didinginkan dengan pengadukan yang terus-menerus
sampai campuran mengental
f. Bila larutan berair tidak sama temperaturnya dengan leburan lemak, maka beberapa
lilin akan menjadi padat, sehingga terjadi pemisahan antara fase lemak dengan fase
cair. (Modul STiLes semisolid 2)

STEP 7 PREFORMULASI DAN FORMULA

Studi Preformulasi Krim Kloramfenikol


Zat Aktif
Studi Farmakologi
Kloramfenikol bekerja dengan menghambat sintesis protein kuman. Obat ini
terikat pada ribosom subunit 50S dan menghambat enzim peptidil transferase
sehingga ikatan peptida tidak terbentuk pada proses sintesis protein kuman.
Umumnya bersifat bakteriostatik. Pada konsentrasi tinggi, kloramfenikol kadang-
kadang bersifat bakterisid terhadap kuman-kuman tertentu. Spektrum antibakteri
kloramfenikol meliputi D. pneumoniae, S. pyogenes, S. viridans, Neisseria,
Haemophilus, Bacillus spp, Listeria, Bartonella, Mycoplasma, Rickettsia,
Treponema dan kebanyakan kuman anaerob (Farmakologi & Terapi Ed 6)
Kloramfenikol merupakan antibiotik spektrum luas, namun dapat
menyebabkan efek samping hematologik yang berat jika diberikan secara sistemik.
Oleh karena itu, obat ini sebaiknya dicadangkan untuk penanganan infeksi yang
mengancam jiwa, terutama akibat Hemophilus influenzae dan demam tifoid.
Kloramfenikol juga digunakan pada fibrosis sistik untuk mengatasi infeksi
pernafasan karena Burkholderia cepacia yang resisten terhadap antibiotik lain.
Sindrom Grey baby dapat terjadi setelah pemberian dosis tinggi pada neonatus
dengan metabolisme hati yang belum matang. Untuk menghindarkan hal ini
dianjurkan untuk melakukan monitoring kadar plasma.
Mekanisme kerja : Obat ini bekerja menghambat sintesis protein kuman
dengan cara berikatanpada ribosom 50S sehingga menghambat pembentukan rantai
peptida (Depkes,2000)
Indikasi : Indikasi chloramphenicol adalah sebagai antibiotik alternatif pada
infeksi berat yang mikroorganisme penyebabnya masih suseptibel dengan obat ini,
atau apabila pengobatan dengan antimikroba lain yang lebih tidak toksik tidak
tersedia atau tidak dapat diberikan.
Kontraindikasi : wanita hamil, menyusui dan pasien porfiria.
Efek samping: kelainan darah yang reversibel dan ireversibel seperti anemia
aplastik (dapat berlanjut menjadi leukemia), neuritis perifer, neuritis optik, eritema
multiforme, mual, muntah, diare, stomatitis, glositis, hemoglobinuria nokturnal.
Dosis dan aturan pakai : oral, injeksi intravena atau infus: 50 mg/kg bb/hari
dibagi dalam 4 dosis (pada infeksi berat seperti septikemia dan meningitis, dosis
dapat digandakan dan segera diturunkan bila terdapat perbaikan klinis).
ANAK: epiglotitis hemofilus, meningitis purulenta, 50-100 mg/kg bb/hari
dalam dosis terbagi. BAYI di bawah 2 minggu, 25 mg/kg bb/hari (dibagi dalam 4
dosis). 2 minggu-1 tahun, 50 mg/kg bb/hari (dibagi 4 dosis).
Studi Farmakokinetik

Jika obat di buat dalam sediaan topikal, maka obat akan keluar dari pembawa
dan berdifusi ke permukaan jaringan kulit. Ada 3 jalan masuk utama : melalui
daerah kantung rambut, melalui kelenjar keringat, atau melalui stratum korneum
yang terletak antara kelenjar keringat dan kantung rambut.

Untuk zat yang diabsrobsi secara transepidermis penetrasi berlangsung agak


cepat meski lebih lambat daripada absorbsi saluran cerna. Untuk difusi berlangsung
setelah penggunaan pada kulit. Begitu zat-zat melewati stratum korneum, tampaknya
tidak ada gamgguan penetrasi kemudian segera masuk ke sirkulasi melalui kapiler.
Penurunan konsetrasi pada dasarnya berakhir dalam lapisan dermis pada awal
sirkulasi. Sirkulasi sistemik ini bertindak ssbagai tempat obat. (Lachman
Ed.3,Hal.1095)

Stratum korneum adalah material komposit yang terbuat dari protein dan
lemak. Alih-alih tersebar merata, lipid yang sangat hidrofobik dalam stratum
korneum normal diasingkan di dalam ruang ekstraseluler, di mana matriks yang
diperkaya lipid ini diatur ke dalam membran lamela yang mengelilingi korneosit.

Berikut, kemudian, diketahui bahwa lapisan ekstraselular stratum korneum


yang dipenuhi dengan lipid ini akan menghambat pengiriman yang terpenetrasi ke
dalam kulit dari obat-obatan yang sifatnya hidrofilik. Reservoir dalam stratum
korneum hanya dapat mengakumulasi dan mengirimkan obat-obat yang
hidrophobic/larut dalam lemak (salah satu contohnya adalah Kloramfenikol) atau
yang berat molekulnya rendah (Prausnitz Derm Book Section 19, Skin Barrier and
Transdermal Drug Delivery)

Ketika sebuah sistem obat dioleskan secara topikal, obat tersebut


mendifusikan partikelnya menuju jaringan permukaan kulit, melalui stratum
korneum. Subtansi yang dapat melewati korneum adalah seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya. Ketika partikel obat telah melalui stratum korneum, tidak
ada halangan signifikan lebih lanjut yang tersisa untuk penetrasinya melewati
epidermis dan lapisan-lapisan korium lainnya. Kemudian, obatpun siap memasuki
sirkulasi lewat via jaringan kapiler. Gradian konsentrasi pada dasarnya berakhir di
lapisan dermal pada awal proses sirkulasi. Sirkulasi sistemik berperan sebagai
reservoir atau "sink" dari partikel obat, ketika telah memasuki sirkulasi sistemik,
obat akan diencerkan dan didistribusikan dengan cepat sehingga dapat memberikan
efek terapeutik (Lachman Edisi III).

Substansi yang dapat melewati lapisan lipid stratum korneum adalah substansi
yang bersifat lipid-soluble dan memiliki berat molekular rendah (Prausnitz Derm
Book Section 19). Adapun beberapa material telah diteliti untuk meningkatkan
penetrasi suatu bahan obat melewati lapisan kulit, yakni dengan penambahan
accelerants. Accelerants adalah agen yang dapat membengkakkan stratum corneum
dan melarutkan bahan struktural penting, sehingga mengurangi resistensi difusi dan
meningkatkan permeabilitas. Peningkatan hidrasi jaringan stratum korneum dapat
mempermudah penetrasi bahan obat ke dalamnya (Lachman Ed 3)
Kesimpulan nya Berdasarkan struktur dari stratum korneum yang terdiri dari
protein dan lemak, substansi yang dapat melewati lapisan lipidnya, salah satunya
adalah substansi yang bersifat lipid soluble. Dalam hal ini, berdasarkan sifat
fisikakimianya, Kloramfenikol termasuk ke dalam contoh bahan obat yang sifatnya
larut minyak/lipid soluble, sehingga mekanisme obat ini ketika dioleskan secara
topikal adalah akan mengalami penetrasi ke dalam kulit melewati stratum korneum,
dan memberikan efek terapeutik. Ketika partikel obat telah melalui stratum
korneum, tidak ada halangan signifikan lebih lanjut yang tersisa untuk penetrasinya
melewati epidermis dan lapisan-lapisan korium lainnya. Kemudian, obatpun siap
memasuki sirkulasi lewat via jaringan kapiler. Gradian konsentrasi pada dasarnya
berakhir di lapisan dermal pada awal proses sirkulasi. Ketika telah memasuki
sirkulasi sistemik, obat akan diencerkan dan didistribusikan dengan cepat sehingga
kemudian akan memberikan efek terapeutik pada pasien.

Dalam meningkatkan penetrasi bahan obat melewati lapisan kulit, beberapa


agen dapat digunakan, seperti Accelerant yang bekerja dengan membengkakkan
stratum korneum sehingga mengurangi resistensi difusi dan meningkatkan
permeabilitas. Peningkatan hidrasi jaringan stratum korneum dapat mempermudah
penetrasi bahan obat ke dalamnya.

Setelah pemberian oral, kloramlenikol diserapdengan cepat. Kadar puncak


dalam darah tercapai dalam 2 jam. Untuk anak biasanya diberikan bentuk ester
kloramfenikol palmitat atau stearat yang rasa nya tidak pahit. Bentuk ester ini akan
mengalami hidrolisis dalam usus dan membebaskan kloram fenikol.Masa paruh
eliminasi pada orang dewasa ku rang lebih 3 jam, pada bayi berumur kurang dari 2
minggu sekitar 24iam. Kira-kira 50 % kloramlenikol dalam darah terikat dengan
albumin' Obat ini didis tribusikan secara baik ke berbagai jaringan tubuh,termasuk
jaringan otak, cairan serebrospinal dan mata.

Di dalam hati kloramfenikol mengalami konyu gasi dengan asam glukuronat


oleh enzim glukuronil transferase. Oleh karena itu waktu paruh kloram lenikol
memanjang pada pasien gangguan faal hati.Sebagian kecil kloramfenikol mengalami
reduksi menjadi senyawa aril-amin yang tidak aktil lagi. Dalam waktu 24 iam,80- 90
% kloramfenikol yang diberikan oral telah diekskresi melalui ginjal. Dari seluruh
kloramfenikol yang diekskresi melalui urin,hanya 5-'l 0 % dalam bentuk aktif'
Sisanya terdapat dalam bentuk glukuronat atau hidrolisat lain yang tidak aktit.
Bentuk aktif kloramlenikol diekskresi ter utama melalui liltrat glomerulus sedangkan
metabo litnya dengan sekresi tubulus' Pada gagal ginjal, masa paruh kloramlenikol
bentuk aktil tidak banyak berubah tetapi metabolit nya yang nontoksik mengalami
kumulasi. Dosis per lu dikurangi bila terdapat gangguan fungsi hepar yang
menyertai gagal ginjal. Untuk pemberian secara parenteral diguna kan kloramfenikol
suksinat yang akan dihidrolisis dalam jaringan dan membebaskan kloramfenikol.
(Farmakologi & Terapi Edisi 4).

Studi Sifat Fisikakimia


Nama resmi: CHLORAMPHENICOLUM
Nama lain: kloramfenikol BM: 323,13
Rumus struktur:

Rumus molekul : C11H12Cl2N2O5


Pemerian : hablir halus berbentuk jarum atau lempeng memanjang; putih
sampai putih kelabu atau putih kekuningan; tidak berbau; rasa sangat pahit. Dalam
larutan asam lemah , mantap
Kelarutan : larut dalam lebih kurang 400 bagian air, dalam 2.5 bagian
etanol (95%) p, dan dalam bagian propilenglikol p, sukar larut dalam kloroform p
dan dalam eter p
Jarak lebur : antara 149° dan 153°
Penyimpanan : dalah wadah tertutup baik, terlindungi dari cahaya
Khasiat penggunaan : antibiotikum (FI ed. III hal. 143)
Alasan Pemilihan Zat Aktif
Kloramfenikol bekerja dengan jalan menghambat sintesis protein kuman. Yang
dihambat ialah enzim peptidil transferase yang berperan seba gai katalisator untuk
membentuk ikatan-ikatan pep tida pada proses sintesis protein kuman.
Kloramfenikol umumnya bersifat bakteriostatik. Pada konsentrasi tinggi
kloramfenikol kadang kadang bersifat bakterisid terhadap kuman-kuman tertentu.
Spektrum antibakteri kloramlenikol meliputi D. pneumoniae, Str. pyogenes, Str.
viridans, Neisse ria, Haemophilus, Bacillus spp, Listeria, Bartonella, Brucella, P.
multocida, C. diphtheriae, Chlamydia, Mycoplasma, Rickettsia, Treponema dan keba
nyakan kuman anaerob. Beberapa strain D. pneumoniae, H' influenzae dan N.
meningitidis bersifat resisten; S. aureus umumnya sensitif, sedang Enterobactericeae ba
nyak yang telah resisten. Obat ini iuga efektif terhadap kebanyakan strain E. coli, K.
pneumoniae dan Pr. mirabilis. Ke banyakan strain Serralia, Providencia dan
Profeusrettgerii resisten, iuga kebanyakan strain Ps'aeru'ginosa dan strain tertentu S.
typhi.(Farmakologi dan Terapi edisi 4 hal 557 ).
Alasan Pemilihan Bentuk Sediaan / Basis
Sediaan topikal yang digunakan untuk pengobatan kulit biasanya mengandung
antibiotika, kortikosteroid, atau dalam bentuk kombinasi bemaksud untuk mempercepat
sembuhnya infeksi pada kulit, misalnya kloramfenikol. Alasan krim dipilih sebagai
bentuk sediaan karena krim dapat digunakan pada kulit dengan luka yang basah, karena
bahan pembawa minyak dalam air cenderung untuk menyerap cairan yang dikeluarkan
luka tersebut (Lachman, et al., 1989). Selain itu, Krim dianggap lebih besar daya tarik
estetika untuk karakter nongreasy mereka, kemampuan untuk menghilang ke dalam
kulit saat digosok, dan kemampuan untuk menyerap cairan serosa dari kulit lesi. (Ansel,
ed.9 hal.169). Banyak pasien dan dokter lebih memilih krim menjadi salep karena lebih
mudah menyebar dan menghapus. (Ansel, ed.9 hal. 278)
Bahan Tambahan
Alasan Pemilihan Bahan

Menurut Ansel Edisi 10, cream umumnya memerlukan penambahan


preservative kecuali jika akan digunakan dalam jangka waktu pendek. Seperti yang
kita ketahui, terkadang masyarakat sering menyimpan obat dalam waktu lama
hingga mencapai expired datenya, terutama yang bentuknya topikal. Sehingga untuk
mengatasi rusaknya obat sebelum waktunya, maka menurut saya perlu ditambahkan
pengawet.

Propilparaben Methylparaben

Preparat farmasi setengah padat seperti salep, sering memerlukan penambahan


pengawet kimia sebagai antimikroba, pada formulasi untuk mencegah pertumbuhan
mikroorganisme yang terkontaminasi. (Ansel, 1989). Berdasarkan basis yang dipilih
yaitu basis salep hidrokarbon dimana basis salep ini juga dapat mengandung
sejumlah kecil komponen berair yang dapat dicampurkan (FI V), maka penambahan
pengawet ini diperlukan untuk menjaga stabilitas salep.

Methylparaben banyak digunakan sebagai pengawet antimikroba dalam


kosmetik, produk makanan, dan formulasi farmasi; Paraben efektif pada rentang pH
yang luas dan memiliki spektrum aktivitas antimikroba yang luas, meskipun mereka
paling efektif melawan ragi dan jamur. Aktivitas antimikroba meningkat dengan
meningkatnya panjang rantai bagian alkil, tetapi kelarutan dalam air menurun; oleh
karena itu campuran paraben sering digunakan untuk memberikan pengawetan yang
efektif. Efektivitas pengawet ini juga ditingkatkan dengan penambahan propilen
glikol (2–5%), atau dengan menggunakan paraben dalam kombinasi dengan agen
antimikroba lain seperti imidurea. Methylparaben (0.02-0.3%) dan Propylparaben
(0.01-0.6%). Baik propyl maupun methyl paraben memiliki spektrum antimikroba
yang luas, dan pH optimum yang luas pula. Methylparaben bisa digunakan sendiri
atau dengan kombinasi, dalam hal ini yang paling sering adalah kombinasi dengan
Propylparaben. Hal ini dapat meningkatkan aktifitas antimikrobanya. (Rowe, R.C.et
al,2009)

Uraian Bahan
• Propelin glicol (Farmakope indonesia IV 1995 hal 712)
Nama Resmi : Propilen glicol
Nama lain : Metil glikol
Rumus Struktur : C3H8O2
Pemerian : Cairan kental,jernih,tidak bewarna,tidak berbau, rasa khas Kelarutan :
larut dalam air dan etanol,kloroform P, minyak essensial dan eter
Incompatibilitas : Minyak lemak, inkompatible dengan reagen pengoksidasi seperti
potassium permanganat
Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat

• Vaselin Album (Basis Minyak)(HOPE ed 6, hal.484)


Pemerian : Bentuk setengah padat, warna putih atau putih pucat, tidak berbau dan
tidak berasa, tidak berfloresensi terhadap cahaya.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air
Incompabilitas : Dengan bahan pengoksidasi
Bilangan iodin : 6-13

• BHT (Butylated Hydroxytoence)


Sinonim : Buthyldroxytoluenum
Rumus molekul : C15H24O
Berat molekul : 220.35
Kelarutan : Lebih larut di minyak dan lemak
Inkompatibilitas : Dengan Oksidator kuat seperti peroksida dan permanganat karena
dapat menyebabkan pembakaran spontan.
Konsentrasi : 0.0075-0.1%

• Tween 80 (Dirjen POM, 1979 ; Dirjen POM, 1995)


Nama resmi : Polisorbatum 80
Nama lain : Polisorbat 80, tween 80
RM/BM : (C11H22)CO6 / 120
Pemerian : Cairan kental, transparan, tidak berwarna atauhamper tidak mempunyai
warna
Kelarutan : Mudah larut dalam air, dalam etanol (95%), dalametil asetat, dalam
metanol.
Stabilitas : Stabil dalam atau bila dicampur dengan celektrolit, asam lemah dan basa
lemah
Inkompatibilitas : Perubahan warna atau pengendapan dapat terjadidalam berbagai
bahan terutama fenol dan tanin
Kegunaan : Sebagai surfaktan
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik/rapatKonsentrasi : 4%3)

• Metilpareben (hope 6th edition)


Nama lain : Metilparaben, nipagin
Rumus struktur :

Pemerian : serbuk hablur halus, putih, hamper tidak berbau, tidak berasa, kemudian
agak membakar diikuti rasa tebal
BM/TD/TL : 152,15 g/cm3 /
Kelarutan : sukar larut air, benzena dan dalam karbontetraklorida, mudah larut
dalam etanol dan eter
Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat
Incompatibilitas : aktivitas antimicrobial dan paraben lain dengan sangta dikurangi
pada surfaktan non ionic seperti polysorbat 80. Ketidakcocokan dengan unsur lain
seperti bentonite, sodium alginate, oil, sorbitol dan atropin.

• Nipasol/Prophylparabenn (HOPE 6 th Edition)

Rumus struktur :

Struktur C10H12O3
Berat Molekul :180,20
Pemerian : Serbuk hablur putih, tidak berbau dan tidak berasa Kadar lazim : 0,01–
0,6 %
Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air, larut dalam 3,5 bagian etanol 95%, , dalam
3 bagian aseton, dalam 140 bagian gliserol dan dalam 40 bagian minyak lemak,
mudah larut dalam larutan alkali hidroksida
Stabilitias : Stabil jika disimpan dalam wadah tertutup baik Fungsi : Zat pengawet,
Antimikroba

• Aquadest(FI III, 1979)


Nama Resmi : Aqua destilata
Nama Lain : Aquadest
RM/BM : H2O/18,02

Rumus Struktur :
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau,tidak berasa. Kelarutan :
dapat bercampur dengan alkohol
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik. Kegunaan : Sebagai pelarut
Formulasi
Rancangan Formula
Nama Produk : Sanfenikol
Jumlah Produk : 10.000 tube
Tanggal Formulasi : 09 Agustus 2020
Tanggal Produksi : 23 September 2021
Nomor Registrasi : DKL 8922511330A1
Nomor Bets : A0300321
Komposisi : Tiap 15 g krim mengandung :

Kloramfenikol 2% :
Vaselin album 10% :
BHT (butylated hydroxytoence) 0.1% :
Metilparaben 0.02% :
tween 80 3.3% :
Propilparaben 0.18% :
Propilenglikol 15% :
aquadest ad 10 mL

Master Formula

Tanggal Di buat
Diproduksi oleh Tanggal Produksi Di setujui oleh
Formulasi oleh

09 23

PT. Iccang Farma Agustus 2020 September Kelas A Farmasi UIN


Alauddin
2021

Per 5 ml
Kode Bahan Nama Bahan Fungsi/Kegunaan Per Bets
Krim

A1 Kloramfenikol Zat aktif 0,3 g 3.000 g

A2 Vaselin album Basis minyak 1,5 g 15.000 g

A3 Metil paraben Pengawet 0,003 g 30 g

A4 Propil paraben Pengawet 0,027 g 270 g

A5 Tween 80 Emulgator 0,495 g 4.950 g

A6 Propilen glikol Humektan 22,5 g 15 g

A7 Aquadest Pelarut 10,41 ml 104.100 ml

A8 BHT Antioksidan 0,015 g 150 g

Perhitungan Bahan
Perhitungan bahan per 15 g :
Kloramfenikol 2% = 2/100 x 15 g = 0,3 g

Vaselin Album 10% = 10/100 x 15g = 1,5 g

BHT 0.1% = 0.1/100 x 15 g = 0,015 g

Metil paraben 0.02% = 0.02/100 x 15 g= 0,003 g

Propil Paraben 0.18% = 0.18/100 x 15 g= 0,027g

Propilen glikol 15% =15/100 x 15 g=2,25 g

Tween 80 3.3% = 3.3/100 x 15 g = 0,495 g

Aquadest = 15 mL - (0,3 + 1,5 + 0.015 + 0.003 + 0.027 + 2,25+ 0,495)


= 15-4,59
=10,41 ml

Perhitungan Per Batch 10.000 :


Kloramfenikol = 0.3 g x 10.000
= 3000g
Vaselin Album = 1,5 g x 10.000
= 15.000 g
BHT = 0,015 g x 10.000
=150 g
Metil paraben = 0.003 g x 10.000
= 30 g
Propilparaben = 0.027 g x 10.000
= 270 g
Propilen glikol = 2,25 g x 10.000
= 15.000
Tween 80 = 0.495 g x 10.000
= 4950 g
Aquadest = 10,41 mL x 10.000
=104.1000 mL

Cara Kerja :
Siapkan alat dan bahan
Untuk fase minyak tambahkan nipasol 0,027g propilenglikol 2,25 g Aduk AD
homogen, tambahkan vaselin album 1,5 g aduk ada homogen. Kemudian (Lebur
diatas penangas air dicawan porselen sambil terus diaduk ad homogen)
Untuk fase air tambahkan nipagin 0,003 g propilenglikol 1,5g aduk AD homogen,
tambahkan tween 80 0,495 g + dan aquadest 10,41 mL Aduk AD homogen.kemudian
(leburkan diatas penangas air dicawan porselin sambil terus diaduk AD homogen)
Kemudian larutkan kloramfenikol 0,3g Dengan propilenglikol 2,25 g Aduk ad
homogen
Masukkan fase minyak kedalam fase air sedikit demi sedikit diaduk ad suhu konstan
Masukkan larutan kloramfenikol kedalam campuran fase minyak dan air, diaduk
cepat dan kuat lalu tambahkan BHT 0,015 g Aduk ad homogen
Timbang sediaan jika kurang dari 15 g tambahkan aquadest lalu aduk ad homogen
Dievalusi
Evaluasi Sediaan :
Organoleptis
Uji organoleptis, Evaluasi ini dilakukan agar mengetahui sediaan yang dibuat
sesuai dengan standar krim yang ada, dalam arti sediaan krim tersebut stabil dan
tidak menyimpang dari standar krim.
Uji pH
Evaluasi pH menggunakan alat pH meter, dengan cara perbandingan 60 g : 200
ml air yang digunakan untuk mengencerkan , kemudian aduk hingga homogen,
dan diamkan agar mengendap,dan airnya yang di ukur dengan pH meter, catat
hasil yang tertera pada alat pH meter. Di dapat pH 5 yg bersifat asam lemah, ini
masih masuk pada pH normal kulit yaitu 4,5– 7 sehingga krim tersebut tidak
mengiritsi
Uji Ukuran partikel
Untuk menentukan ukuran droplet (partikel2 kecil) suatu sediaan krim ataupun
sediaan emulgel, dengan cara menggunakan mikroskop sediaan diletakkan pada
objek glass, kemudian diperiksa adanya tetesan–tetesan fase dalam ukuran dan
penyebarannya.
Uji Daya Tercuci
Bertujuan untuk apakah krim yg dibuat mudah dicucui dgn air atau tidak, dan
juga untuk menentukan tipe krim, kalo bisa di cuci dgn air berarti krim tersebut
tipe minyak dalam air. Dengan cara krim di oleskan pada tangan dan dicuci dgn
air
Uji Homogenitas
Uji ini dilakukan dengan tujuan agar mengetahui sediaan yang dibuat homogen
atau tidak, karena sediaan krim yang baik harus homogen dan bebas dari pertikel-
partikel yang masih mengumpal.Cara kerja pada uji ini yaitu dengan
mengoleskan sedikit sediaan krim di objek glass dan amati adakah partikel yang
masih menggumpal atau tidak tercampur sempurna. Jika tidak berarti larutan
dikatakan homogen.
Uji Stabilitas
Untuk mengevaluasi kestabilan emulsi dengan cara sentrifugasi. Pada kondisi
penyimpanan normal dapat dengan cepat dengan mengamati pemisahan dari fase
terdispersi karena pembetukan krim atau penggumpalan bila emulsi bila
dipaparkan pada sentrifugasi. Sentrifugasi, merupakan alat yang sangat berguna
untuk mengevaluasi emulsi (Lachman, dkk.,1994).Tujuan pengujian stabilitas
obat adalah untuk mengetahui mutu suatu produk obat yang berubah karena
adanya faktor-faktor lingkungan seperti suhu, kelembapan dan cahaya.
Pemeriksaan dengab cara di diamkan pada suhu kamar dan diperoleh hasil
sediaan krim tidak mengalami pemisahan selama disimpan pada suhu
kamar.Sediaan krim dapat menjadi rusak rusak bila terganggu sistem
campurannya terutama disebabkan oleh perubahan suhu dan perubahan
komposisi karena penambahan salah satu fase secara berlebihan atau
pencampuran dua tipe krim jika zat pengemulsinya tidak tercampurkan satu sama
lain.
Uji viskositas
Dgn menggunakan alat viscometer brockfield, dimana aliran diperoleh ketika
semakin besar kecepatan maka semakin besar viskositas. Viskositas tinggi saat
disimpan & viskositas menurun saat diberi gaya saat dioleskan pada kulit
Evaluasi daya sebar
Untuk mengetahui daya sebar yang dapat ditempuh sediaan krim yang dibuat. Uji
ini menggunakan alat ekstensometer, Dengan cara sejumlah zat tertentu di
letakkan di atas kaca yang berskala. Kemudian bagian atasnya di beri kaca yang
sama, dan di tingkatkan bebanya, dan di beri rentang waktu 1– 2 menit. kemudian
diameter penyebaran diukur pada setiap penambahan beban,saat sediaan berhenti
menyebar ( dengan waktu tertentu secara teratur ).
Uji tipe krim
Untuk menentukan sediaan krim yg dibuat termasuk tipe krim apa, dgn cara
diteteskan dgn pelarut metyln blue & sudan 3 atau bisa dgn cara di cuci dgn air
Uji keseragaman sediaan
Keseragaman sediaan dapat ditetapkan dengan salah satu dari dua metode, yaitu
keseragam bobot atau keseragaman kandungan. Persyaratan ini digunakan untuk
sediaan yang mengandung satu zat aktif dan sediaan mengandung dua atau lebih
zat aktif. Untuk penetapan keseragaman sediaan dengan cara keseragaman bobot ,
dilakukan untuk sediaan yang dimaksud (dari satuan uji dapat diambil dari bets
yang sama untuk penetapan kadar (Ditjen POM, 1995).
Uji aseptabilitas sediaan.
Dilakukan pada kulit, dengan berbagai orang yang di kasih suatu quisioner di
buat suatu kriteria ,kemudahan dioleskan, kelembutan, sensasi yang di
timbulkan, kemudahan pencucian. Kemudian dari data tersebut di buat skoring
untuk masing- masing kriteria. Misal untuk kelembutan agak lembut, lembut,
sangat lembut (Wade, 1994)

Wadah
Brosur

SANFENIKOL ®
(Krim)

Komposisi :

Tiap gram 15 gram mengandung

Khloramfenikol 2 %

Farmakologi :

Kloramfenikol bekerja dengan menghambat sintesis protein kuman. Obat


ini terikat pada ribosom subunit 50S dan menghambat enzim peptidil
transferase sehingga ikatan peptida tidak terbentuk pada proses sintesis
protein kuman.

Indikasi :

Infeksi kulit yang disebabkan oleh bakteri gram positif dan gram negatif
serta kuman lainnya yang peka terhadap khloramfeenikol

Kontraindikasi :

Penderita hipertensi terhadap khloramfenikol.

Efek Samping :

Iritasi lokal seperti gatal- gatal,rasa terbakar,dematitis

Dosis :

Oleskan pada tempat yang sakit 2 – 4 kali sehari


Penyimpanan :

Simpan pada tempat sejuk dan terlindungi dari cahaya matahari

No.Reg DKL2118500929A1

No.Batch A0300321

DIPRODUKSI OLEH

ICCANG FARMA

Etiket

PT. ICCANG FARMA


JL.GOA RIA NO.Telp. 978362 MAKASSAR
Apoteker : Apt. Muh.Miftahul Ichsan S,farm
SIPA : 543/82.3.07/SIPA/DKK/I/2021

NO. 28 Tgl : 25 September 2021


NAMA PASIEN : Tn. Aldi
ATURAN PAKAI : KRIM

BUNGKUS/TETES/ML
1 SENDOK TAKAR
5ML/15ML
PER 6 JAM/ 8 JAM/ 12 JAM/ 24 JAM
SEBELUM/SESUDAH/SEMENTARA MAKAN
NAMA OBAT : KLORAMFENIKOL
TTD

SEMOGA CEPAT SEMBUH

DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Kesehatan RI, 2014, Farmakope Indonesia Edisi V, Direktorat Jendral Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan,

Rowe R., Sheskey P. and Quinn M., 2009, Handbook of Pharmaceutical Excipients, Dalam
Handbook of pharmaceutical excipients, Sixth edition,

Ansel H.C. and Ibrahim F., 1989, Pengantar sediaan farmasi, Penerbit Universitas Indonesia.

Anonim, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi III, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta. 6-7, 93-94, 265, 338-339, 691.

Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta. 448, 515, 771, 1000

Dorland. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. Jakarta : EGC

Modul Teknologi Semi Solid II Tahun 2021


Goodman & Gilman, 2012, Dasar Farmakologi Terapi, Edisi 10, Editor Joel. G. Hardman &
Lee E. Limbird, Konsultan Editor Alfred Goodman Gilman, Diterjemahkan oleh Tim Alih
Bahasa Sekolah Farmasi ITB, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakar

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Farmakope Indonesia Edisi V 2014. Jakarta :Kementrian Kesehatan Republik


Indonesia. 2014
Ansel, Howard, C., 2008. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi 4. Jakarta:

Dorland WA, Newman. 2010. Kamus Kedokteran Dorland edisi 31. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Farmasi fisik, Desember 2016. Santi Sinala, S.Si., M.Si, Apt
Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Jakarta : Universitas Indonesia
Goodman and Gilman, 2008, Manual Farmakologi dan Terapi, Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.
Lachman L., Herbert, A. L. & Joseph, L. K., 2008, Teori dan Praktek Industri Farmasi Edisi
III,Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta
Lieberman, H., Rieger,M., & Banker, G. S. (Eds).(2020). Pharmaceutical dosage forms:
Disperse systems. CRC Press
Modul STILeS Teknologi Sediaan Liquid dan Semi Solid I.( 2021). Universitas Islam Negeri
Alauddin Makassar, Makassar
Pusat Informasi Obat Nasional (Pionas), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
Republik Indonesia 2014, Informatorium Obat Nasional Indonesia(IONI),
BPOM RI.

Anda mungkin juga menyukai