Anda di halaman 1dari 38

MODUL 3

LEMBAGA PENDIDIKAN

Oleh : Lydia Lia Prayitno

Pendahuluan
Modul ini merupakan dasar bagi Anda yang ingin belajar mendalami
lembaga pendidikan. Setelah mempelajari modul ini, diharapkan Anda memahami
tentang ”Lembaga pendidikan”. Modul ini sangat penting untuk dikuasai, sebab
jika Anda memahaminya maka akan mampu membedakan serta memposisikan
dalam diri dalam berbagai arena lembaga pendidikan. Dengan begitu, akan dapat
menunjang prestasi Anda sebagai mahasiswa dan calon ilmuwan, untuk
mendapatkan hasil maksimal, pelajari modul ini sebaik-baiknya.
Modul ini terdiri atas 2 kegiatan belajar yaitu, kegiatan belajar 1
membahas ”Rasional dan Pengertian Lembaga Pendidikan”, dan kegiatan belajar
2 membahas ”Jenjang, Jenis, dan Jalur Pendidikan”. Setiap akhir kegiatan belajar
terdapat tes mandiri yang harus Anda kerjakan, dan Anda dapat mengoreksi
sendiri hasil tes tersebut dengan cara mencocokannya dengan kunci jawaban yang
terdapat pada bagian belakang modul ini.
Modul ini dapat Anda pelajari selama 2x2 jam termasuk untuk
mengerjakan tes mandiri dan/atau tugas-tugas yang ada, untuk mempermudah
belajar sebaiknya Anda menyediakan waktu luang. Untuk memperoleh
pemahaman yang tuntas berkenaan dengan isi modul ini, bacalah modul ini sambil
merefeksikan pengalaman Anda dalam berhubungan berbagai lembaga sosial.
Bahkan akan menjadi lebih baik apabila isi bacaan dikaitkan dengan hasil
pengamatan terhadap berbagai institusi sosial yang ada disekeliling Anda.
Selamat belajar, semoga materi modul ini dapat menambah wawasan dan
memotivasi Anda untuk selalu meningkatkan pengetahuan lembaga pendidikan
yang mencakup landasan dan pengertian lembaga pendidikan serta jenjang, jenis,
dan jalur lembaga pendidikan. Selamat belajar, semoga modul ini dapat

3.1
menambah wawasan dan memotivasi Anda untuk selalu meningkatkan
profesionalisme.
Oleh karena itu, setelah mempelajari modul ini, Anda diharapkan dapat
menjelaskan:
1. Pengertian institusi sosial
2. Institusi pendidikan
3. Sekolah sebaga Institusi Penanaman Nilai
4. Pendidikan Nonformal
5. Pendidikan Informal
6. Homeschooling

3.2
KEGIATAN BELAJAR 1
Rasional dan Pengertian Lembaga Pendidikan

Materi Pembelajaran
A. Rasional Lembaga Pendidikan
Lembaga pendidikan merupakan institusi di mana proses pendidikan
direncanakan, diselenggarakan, dan dihasilkan. Institusi pendidikan yang telah
ada, merupakan konvensi di dalam kehidupan masyarakat yang kompleks, karena
kekompleksitasan masyarakat modern, maka dibutuhkanlah lembaga khusus yang
harus dikoordinir sebaik-baiknya, yang dalam terminologi sosiologi disebut
institusi pendidikan guna mendidik dan membelajarkan anak didik sebagai
generasi penerus bangsa. Selain itu, institusi pendidikan berfungsi untuk
mengarahkan masyarakat yang semakin komplek. Dengan demikikan, akan terjadi
semakin spesialisasi tertentu sehingga dituntut adanya lembaga khusus yang akan
menjadikan anak memiliki spesialisasi - spesialisasi serta motivasi - motivasi
tertentu.
Untuk mewujudkan itu semua maka, di tuntut pula adanya waktu khusus dan
tempat khusus bagi anak, yang berbentuk lembaga sosial guna mendidik dan
mengajar yang disebut 'Sekolah'. Anak-anak yang menuntut ilmu, mempelajari
dan memahami suatu keterampilan tertentu di lembaga sosial itu di sebut 'Murid'.
Sedangkan, orang yang memberi dan mengajarkan pengetahuan serta
keterampilan atau skill tadi dinamakan 'Guru' atau team pengajar. Dengan
demikian, secara global defenisi sekolah dapat diartikan sebagai institusi sosial
yang di ciptakan oleh masyarakat untuk melaksanakan sejumlah fungsi sosial
yang berhubungan dengan pendidikan anak menuju kearah kedewasaanya.
Sebagai lembaga sosial sekolah melaksanakan berbagai macam fungsi
sosial, yang secara fungsional dapat dibedakan menjadi beberapa di antaranya:
Sekolah berfungsi sebagai lembaga sosialisasi dalam membantu anak-anak
mempelajari cara-cara hidup di mana mereka dilahirkan, bertempat tinggal, dan

3.3
berinteraksi. Yang juga harus disesuaikan dengan kebutuhan dan perubahan yang
akan berlangsung dengan cepat ke depan, agar dapat mengikuti perkembangan
zaman dan ilmu pengetahuan di berbagai bidang untuk direalisasikan menuju ke
arah penghidupan yang lebih baik. Maka sekolah merupakan agen sosialisasi,
tempat penanaman nilai, dan wadah untuk menimba ilmu bagi si anak.

1. Pengertian Institusi Sosial


Dalam kehidupan sehari-hari, kita senantiasa berada dalam suatu institusi
sosial tertentu. Disadari atau tidak, kita terus-menerus berada dalam satu institusi
sosial ke institusi sosial lainnya. Ketika berada di rumah, kita berada dalam
institusi keluarga; sewaktu berinteraksi dengan tetangga, kita berada dalam suatu
institusi sosial yang lebih luas yakni masyarakat yang dapat berupa RT, RW, atau
kelurahan. Selain itu, kita juga sering menyaksikan suatu intitusi yang hanya
dapat dimasuki oleh orang-orang tertentu, sehingga menimbulkan kesan eksklusif
dan tertutup. Contoh dari institusi sosial yang bersifat tertutup tersebut antara lain
Rumah Sakit Jiwa, BIN (Badan Intelegen Negara), dan institusi militer. Dengan
kata lain, terdapat institusi sosial yang bersifat terbuka di mana semua orang dapat
berada di dalamnya tanpa mensyarakan adanya proses dan atau prosedur tertentu
dan institusi sosial yang bersifat tertutup yang mensyaratkan adanya proses dan
atau prosedur tertentu untuk memasukinya.
Jika demikian halnya, lantas apakah yang disebut dengan institusi sosial itu?
Menurut Horton dan Hunt, institusi adalah suatu sistem hubungan sosial yang
terorganisasi, yang memperihatkan nilai-niai dan prosedur-prosedur bersama, dan
yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar tertentu dari masyarakat (Lawang,
1985: 112). Dengan kata lain, institusi adalah struktur dan mekanisme tatanan
sosial dan kerjasama yang mengatur perilaku sekelompok individu. Institusi
dikenal dengan tujuan sosial dan permanen, transcending individu manusia hidup
dan tujuan, dan dengan membuat dan menegakkan peraturan bersama dari
perilaku manusia. Istilah, institusi yang berlaku umum adalah adat istiadat dan
pola perilaku penting untuk masyarakat, serta bagi organisasi resmi dari
pemerintah dan pelayanan publik. Sebagai struktur dan mekanisme dari tatanan

3.4
sosial di antara manusia, institusi menjadi salah satu objek studi utama dalam ilmu
sosial, termasuk sosiologi, ilmu politik dan ekonomi. Institusi sebagai organisasi
formal umumnya diidentifikasi sebagai "lembaga," yang sengaja diciptakan oleh
masyarakat.
Sebagai mekanisme kerjasama sosial, institusi dapat dibedakan dalam dua
kategori, pertama, organisasi formal, seperti DPR, KPU, Mahkamah Konstitusi,
dan sekolah. Kedua, institusi nonformal atau organisasi sosial yang
mencerminkan psikologi manusia, budaya, adat dan kebiasaan. Kedua bentuk
institusi sosial tersebut memiliki tujuan dan aspek subyektif: contoh termasuk
uang dan perkawinan. Uang dari lembaga formal meliputi berbagai organisasi,
termasuk bank dan kas pemerintah departemen dan bursa efek, yang dapat
diungkap, "lembaga," serta pengalaman subyektif, yang membimbing masyarakat
di jalur kesejahteraan pribadi mereka. Kuasa lembaga yang mampu mengilhami
sebuah mata uang kertas dengan nilai tertentu, dan untuk mendorong jutaan ke
koperasi produksi dan perdagangan di jalur ekonomi berakhir abstractly yang
dinyatakan dalam mata uang's unit. Yang subjektif pengalaman yg dpt uang
sangat persuasif dan ekonom yang berbicara tentang "uang ilusi" dan mencoba
untuk siswa dari penipuan mereka, dalam persiapan untuk belajar analisis
ekonomi.

2. Institusi/Lembaga Pendidikan
Menurut Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003,
bahwa institusi pendidikan mencakup tiga komponen pokok yakni sekolah,
keluarga, dan masyarakat. Ketiga komponen tersebut sangat berpengaruh terhadap
mutu dan pengembangan pendidikan. Dengan demikian, maju mundurnya kualitas
pendidikan menjadi tanggungjawab keluarga, sekolah, dan masyarakat. Ketiga
institusi pendidikan tersebut merupakan satu kesatuan dan saling melengkapi.
Ketiganya harus mampu melaksanakan fungsinya sebagai institusi yang
memberikan motivasi, fasilitas edukatif, dan wahana pengembangan potensi
peserta didik. Selain itu, ketiga institusi tersebut harus dapat meletakkan landasan
pendidikan yang efektif dan efisien sesuai dengan perkembangan zaman, tuntutan

3.5
masyarakat, dan kebutuhan dunia kerja (Padil dan Priyo, 2007:112). Oleh karena
itu, untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas, harus ada hubungan yang
harmonis dari ketiga institusi tersebut. Hubungan yang harmonis tersebut akan
terwujud apabila terdapat saling pengertian, pemahaman, kesamaan orientasi
antara sekolah, orang tua, dan masyarakat. Masing-masing institusi tersebut
mempunyai peran yang saling mendukung dan melengkapi dalam keutuhan dan
sistem masyarakat.
Bertolak dari ketiga komponen institusi pendidikan tersebut, maka bentuk
pendidikan dapat dibedakan dalam bentuk yakni pendidikan formal, nonformal,
dan informal. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan
berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan
pendidikan tinggi. Masing-masing jenjang dalam pendidikan formal tersebut
mempunyai karakteristik, orientasi, dan tuntutan yang berbeda. Sekolah
merupakan garda terdepan dalam proses pendidikan, sekaligus bagian utama dari
proses pembuatan keputusan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan (Padil
dan Priyo, 2007:113).
Masyarakat dituntut untuk berpartisipasi aktif agar dapat lebih memahami,
membantu, dan mengontrol proses pendidikan. Secara pragmatis, peran serta
masyarakat tersebut dapat dilakukan secara langsung sebagai wali murid, melalui
jalur komite sekolah, maupun kepedulian sebagai warga masyarakat terhadap
proses pendidikan yang berlangsung. Menurut UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003
dinyatakan bahwa peran serta masyarakat dalam pendidikan setidak-tidaknya
dapat dilakukan melalui dua cara yakni: (1) peran serta masyarakat lewat
perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi
kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan
pendidikan. Dan (2) masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber, pelaksana,
dan pengguna hasil pendidikan.
3. Sekolah sebagai Institusi Sosial Pendidikan
Sekolah sebagai institusi, juga mencakup aspek formal dan informal, tujuan,
dan aspek subyektif. Pemerintah dan masyarakat membuat dan menegakkan
peraturan dan undang-undang tentang sekolah, membuat dan mengatur berbagai

3.6
konsep tentang bagaimana orang berhubungan satu sama lain, dan apa yang
menjadi hak, kewajiban,dan tugas mereka sebagai konsekuensi.
Sebagai lembaga sosial, sekolah melaksanakan berbagai macam fungsi sosial,
tidak berbeda dengan pendidikan lain pada umumnya, maka secara fungsional
sekolah memiliki beberapa fungsi antara lain: (1) Sekolah berfungsi sebagai
lembaga sosialisasi dalam membantu peserta didik mempelajari cara - cara hidup
di mana mereka dilahirkan, bertempat tinggal dan berinteraksi, serta
mengantisipasi perubahan yang akan berlangsung dengan cepat di masa depan. (2)
Membantu peserta didik untuk dapat mengikuti perkembangan zaman dan ilmu
pengetahuan di berbagai bidang untuk direalisasikan menuju kearah penghidupan
yang lebih baik. (3) Membantu peserta didik untuk mengenal, memahami, dan
menegakkan nilai-niai etis dan moral, menegakkan demokrasi, memiliki rasa
kebersamaan dengan menghargai keberagaman. Seperti perbedaan agama, etnik,
daerah, ras maupun status sosial ekonomi, sehingga anak dapat menyesuaikan diri
dalam situasi sosial. (4) Sekolah merupakan institusi di mana multikultural tidak
hanya digagas tetapi juga diterapkan, (5) Mentransmisi dan mentransformasi
kebudayaan. Dalam hal ini, sekolah sebagai tempat internalisasi, eksternalisasi,
dan objektivikasi berlandaskan pada nilai - nilai dan norma - norma dalam
masyarakat, agama, ilmu pengetahuan dan teknologi dengan
mengimplementasikan dalam aktivitasnya sehari - hari. Dan (6) Sekolah berfungsi
sebagai sarana untuk bersosialisasi antara team pengajar dan anak didik. Dengan
kata lain, sekolah merupakan tempat sosialisasi, wadah untuk menimba ilmu bagi
si anak, serta merupakan agen perubahan bagi masyarakat.
Selain itu, peran guru, sarana, dan prasarana pun harus di utamakan. guru
berkedudukan sebagai team pengajar dan pelindung serta penyusun program yang
harus dilaksanakan di dalam satuan pelajaran tersebut. Mulai dari konsep, masalah
yang akan di temui, menentukan sistim instruksionalnya dan landasan apa yang
akan di pergunakan. Selain itu, kepribadian, kedudukan, dan peranan guru secara
umum yang terstuktur di dalam dasar - dasar kependidikan, sama sekali tidak bisa
kita kesampingkan.

3.7
Dalam praktiknya, orang tua menyerahkan peranan dan fungsi pendidikan
yang berlangsung di rumah kepada sekolah-sekolah mulai dari play group hingga
perguruan tinggi. Orang tua mengambil sikap seperti ini karena mereka merasa
tidak mempunyai waktu untuk melaksanakan pendidikan di rumah secara efisien.
Juga karena mereka sudah terikat dengan kesibukan profesional masing-masing.
Pendidikan dalam paradigma berpikir sebagian orang tua pada saat ini, merupakan
peran tunggal para guru melalui institusi sekolah. Seolah-olah hanya di sekolah
proses pendidikan itu berlangsung dan dilakukan. Hal ini berimplikasi pada
hampir seluruh proses pendidikan anak oleh orang tua di rumah dilimpahkan ke
sekolah. Bahkan pembinaan moral keagamaan pun, tidak lagi menjadi urusan
keluarga melainkan menjadi urusan lembaga pendidikan formal yakni sekolah.
Dengan demikian, maka proses pendidikan akhirnya mengalami pergeseran
makna, yang seharusnya merupakan tanggungjawab dari sekolah, orang tua, dan
masyarakat menjadi hampir sepenuhnya menjadi tanggung jawab sekolah.
Efek terhadap pelembagaan pendidikan telah menimbulkan dampak sosial
yang tidak sederhana. Dari perspektif fakta sosial, bahwa sekolah sudah hadir di
tengah masyarakat sebagai suatu lembaga sosial dan menjadi sub-sub sistem
sendiri. Proses pelembagaan pendidikan secara formal lewat sekolah didesak oleh
perkembangan masyarakat yang beralih dari masyarakat agraris menuju
masyarakat industri dan teknologi. Selain itu, juga oleh tuntutan kebutuhan yang
diakibatkan pertumbuhan dan perkembangan itu sendiri. Maka sekolah menjadi
alternatif baru yang tidak hanya sebagai lembaga pengembangan ilmu
pengetahuan secara professional, tetapi juga sebagai tempat pengasuhan dan
penanaman nilai, norma, dan budaya.
Sebaliknya, proses pelembagaan pendidikan bukan saja membantu
meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) semata, tetapi pelembagaan
pendidikan juga telah melahirkan berbagai masalah sosial. Dengan adanya proses
pelembagaan pendidikan itu, akhirnya tidak semua masyarakat bisa mendapatkan
kesempatan pendidikan. Hal ini berimplikasi pada banyak anak-anak usia sekolah
yang terpaksa tidak menikmati indahnya dunia pendidikan dan kemudian memilih
menjadi pengamen, pengemis, penjual koran, buruh bangunan, dan lain

3.8
sebagainya. Akibat pelembagaan pendidikan tersebut, kesenjangan antara
masyarakat kaya dan miskin menjadi semakin lebar, sehingga memuncukan
kecemburuan sosial yang dapat melahirkan masalah sosial baru.
Bertolak dari fenomena tersebut, Ivan Illich, seorang ahli pendidikan
mengamati dampak negatif yang timbul setelah terjadinya proses pelembagaan
pendidikan lewat sekolah. Tesis Illich yang utama menyatakan bahwa sekolah
sebagai lembaga pendidikan formal, tampil dan menghadirkan dirinya sebagai
suatu lembaga struktural baru yang justru membentuk kesenjangan sosial. Sebagai
suatu lembaga sosial, sekolah tidak dapat menjalankan peran dan fungsi sosialnya
secara terpadu sixtustanje@yahoo.com,Telepon:081808421769.
Sekolah sebagai suatu institusi sosial dalam pendangan Ilich telah
melembagakan dirinya sedemikian rupa sehingga tidak berbeda jauh karakteristik
dan wataknya dari institusi sosial lainnya yang cenderung berciri elitis dan
mempertahankan status quo. Bahkan sejumlah elit yang mengenyam pendidikan
formal, membentuk kubu elite sosial baru setelah memiliki legitimasi lewat
pendidikan formal berupa ijazah, kepandaian, kacakapan, dan kesempatan belajar
untuk menjadi tenaga ahli, yang dalam kehidupan bermasyarakat sering
memegang peranan dan posisi kunci dalam membentuk kebijakan sosia-ekonomi
yang menyangkut hidup orang banyak.
Pada kekinian, pengelolaan lembaga pendidikan sekolah secara profesional
sesuai tuntutan zaman telah menjadikan sekolah sebagai suatu barang istimewa
yang sangat mahal biayanya. Soal peningkatan mutu pendidikan, misalnya, selalu
mengandalkan ketersediaan fasilitas, manajemen yang berbobot, dan tenaga
pengajar yang mumpuni. Atas nama itu semua, maka diperlukan biaya pendidikan
yang mahal pula. Dengan demikian maka sebetulnya sekolah menjadi barang
istimewa yang mahal biayanya, sehingga masyarakat kelas menegah ke bawah
tidak bisa memperoleh pendidikan.
Apalagi dalam konteks Indonesia saat ini, lahirnya (Undang Undang Badan
Hukum Pendidikan) UUBHP dalam pelaksanaannya tidak memihak kepada
masyarakat serta tidak untuk kesejahteraan bersama. Pendidikan menjadi barang
mewah yang harus dibayar dengan harga yang sangat mahal. Kenyataan ini

3.9
menjadi paradoks dengan kebijakan pemerintah yang mencanangkan pendidikan
dasar sembilan tahun, bahkan dua belas tahun. Dengan demikian, rakyat yang
kurang mampu hanya berhak dan boleh mengenyam pendidikan yang tidak
bermutu.
Pada konteks inilah Ivan Illich sampai pada kesimpulan bahwa dalam
praksisnya, sekolah sering menjadi alat legitimasi sekelompok elite sosial. Karena
itu, Illich dengan lantang berteriak, "Bubarkanlah sekolah-sekolah sebagai
lembaga pendidikan formal. Buka dan kembangkan praksis pendidikan sekolah
yang bebas dari segala birokratisme yang melahirkan sekelompok elite sosial serta
bebas dari tuntutan profesionalisme yang menghasilkan pendidikan biaya tinggi."
Lahirnya sekolah-sekolah alternatif yang berada di luar jalur birokrasi dan home
schooling merupakan reaksi dari pelembagaan pendidikan tersebut.
Jika dicermati, letak masalah dalam pendidikan kita adalah adanya
pelembagaan pendidikan yang sedemikian ketat lewat undang-undang pendidikan,
birokratisme pendidikan, dan kurikulum pendidikan - yang tidak didukung kontrol
yang jelas dari elite kekuasaan. Gugatan dialamatkan pada dunia pendidikan kita
saat ini juga karena pendidikan untuk semua (education for all) telah direduksi
menjadi sekedar pendidikan hanya untuk mereka yang kaya saja - setidaknya
dilihat dari kenyataan yang ada saat ini.

B. Lembaga Pendidikan
1. Pengertian Lembaga Pendidikan
Dalam arti luas, pendidikan adalah berusaha membangun seseorang untuk
lebih dewasa. Atau Pendidikan adalah suatu proses transformasi anak didik agar
mencapai hal hal tertentu sebagai akibat proses pendidikan yang diikutinya
Sebaliknya menurut jean praget pendidikan berarti menghasilkan atau mencipta
walaupun tidak banyak. Pendidikan adalah segala situasi hidup yang
mempengaruhi pertumbuhan individu sebagai pengalaman belajar yang
berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup.
Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik
terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya

3.10
kepribadian yang utama. Definisi ini agaknya yang banyak dipakai di indonesia.
Dalam Islam pendidikan didefinisikan sebagai berikut, bimbingan yang diberikan
oleh seseorang kepada seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai
dengan ajaran Islam. Lebih jelasnya pendidikan adalah setiap proses di mana
seseorang memperoleh pengetahuan, mengembangkan kemampuan/keterampilan
sikap atau mengubah sikap.
Secara garis besar, Pendidikan mempunyai fungsi sosial dan individual.
Fungsi sosialnya adalah untuk membantu setiap individu menjadi anggota
masyarakat yang lebih efektif dengan memberikan pengalaman kolektif masa
lampau dan kini. Fungsi individualnya adalah untuk memungkinkan seorang
menempuh hidup yang lebih memuaskan dan lebih produktif dengan
menyiapkannya untuk menghadapi masa depan (pengalaman baru). Proses
pendidikan dapat berlangsung secara formal seperti yang terjadi di berbagai
lembaga pendidikan. Ia juga berlangsung secara informal lewat berbagai kontak
dengan media komunikasi seperti buku, surat kabar, majalah, TV, radio dan
sebagainya atau non formal seperti interaksi peserta didik dengan masyarakat
sekitar.
2. Lembaga pendidikan 
Tidak bisa kita pungkiri lagi bahwa lembaga pendidikan memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap corak dan karakter masyarakat. Belajar dari
sejarah perkembanganya lembaga pendidikan yang ada di indonesia memiliki
beragam corak dan tujuan yang berbeda-beda sesuai dengan kondisi yang
melingkupi, mulai dari zaman kerajaan dengan bentuknya yang sangat sederhana
dan zaman penjajahan yang sebagian memiliki corak ala barat dan gereja, dan
corak ketimuran ala pesantren sebagai penyeimbang, serta model dan corak
kelembagaan yang berkembang saat ini tentunya tidak terlepas dari kebutuhan dan
tujuan-tujuan tersebut.
Dalam upaya meningkatkan mutu sumber daya manusia, mengejar
ketertinggalan di segala aspek kehidupan dan menyesuaikan dengan perubahan
global serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bangsa Indonesia
melalui DPR dan Presiden pada tanggal 11 Juni 2003 telah mensahkan Undang-

3.11
undang Sistem Pendidikan Nasional yang baru, sebagai pengganti Undang-
undang Sisdiknas Nomor 2 Tahun 1989. Undang-undang Sisdiknas Nomor 20
Tahun 2003 yang terdiri dari 22 Bab dan 77 pasal tersebut juga merupakan
pengejawantahan dari salah satu tuntutan reformasi yang marak sejak tahun 1998.
Perubahan mendasar yang dicanangkan dalam Undang-undang Sisdiknas
yang baru tersebut antara lain adalah demokratisasi dan desentralisasi pendidikan,
peran serta masyarakat, tantangan globalisasi, kesetaraan dan keseimbangan, jalur
pendidikan, dan peserta didik.
Sebagai sistem sosial, lembaga pendidikan harus memiliki fungsi dan peran
dalam perubahan masyarakat menuju ke arah perbaikan dalam segala lini. Dalam
hal ini lembaga pendidikan memiliki dua karakter secara umum. Pertama,
melaksanakan peranan fungsi dan harapan untuk mencapai tujuan dari sebuah
sitem. Kedua mengenali individu yang berbeda-beda dalam peserta didik yang
memiliki kepribadian dan disposisi kebutuhan. Kemudian sebagai agen perubahan
lembaga pendidikan berfungsi sebagai alat:
a. Pengembangan pribadi
b. Pengembangan warga
c. Pengembangan Budaya
d. Pengembangan bangsa
  Lembaga Pendidikan (baik formal, non formal atau informal) adalah
tempat transfer ilmu pengetahuan dan budaya (peradaban). Melalui praktik
pendidikan, peserta didik diajak untuk memahami bagaimana sejarah atau
pengalaman budaya dapat ditransformasi dalam zaman kehidupan yang akan
mereka alami serta mempersiapkan mereka dalam menghadapi tantangan dan
tuntutan yang ada di dalamnya. Dengan demikian, makna pengetahuan dan
kebudayaan sering kali dipaksakan untuk dikombinasikan karena adanya
pengaruh zaman terhadap pengetahuan jika ditransformasikan.
Oleh karena itu, pendidikan nasional bertujuan mempersiapkan masyarakat
baru yang lebih ideal, yaitu masyarakat yang mengerti hak dan kewajiban dan
berperan aktif dalam proses pembangunan bangsa. Esensi dari tujuan pendidikan
nasional adalah proses menumbuhkan bentuk budaya keilmuan, sosial, ekonomi,

3.12
dan politik yang lebih baik dalam perspektif tertentu harus mengacu pada masa
depan yang jelas (pembukaan UUD 1945 alenia 4). Melalui kegiatan pendidikan,
gambaran tentang masyarakat yang ideal itu dituangkan dalam alam pikiran
peserta didik sehingga terjadi proses pembentukan dan perpindahan budaya.
Pemikiran ini mengandung makna bahwa lembaga pendidikan sebagai tempat
pembelajaran manusia memiliki fungsi sosial (agen perubahan di masyarakat)
Lantas apakah lembaga pendidikan kita, baik yang formal ataupu informal
telah mampu mengantarkan peserta didiknya sebagai agen perubahan sosial di
masyarakat? Untuk Hal ini masih perlu dipertanyakan. Lembaga pendidikan kita
sepertinya kurang berhasil dalam mengantarkan anak didiknya sebagai agen
perubahan sosial di masyarakat, terbukti dengan belum adanya perubahan yang
signifikan dan menyeluruh terhadap masalah kebudayaan dan keilmuan
masyarakat kita, dan masih maraknya komersialisasi ilmu pengetahuan di
lembaga-lembaga pendidikan kita, mahalnya biaya pendidikan serta orientasi yang
hanya mempersiapkan peserta didik hanya untuk memenuhi bursa pasar kerja
ketimbang memandangnya sebagai objek yang dapat dibentuk untuk menjadi agen
perubahan sosial di masyarakat.
Berdasarkan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas)
Nomor 20 Tahun 2003, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Tegas
sekali disampaikan dalam UU Sisdiknas tersebut bahwa tujuan dari
diselenggarakannya pendidikan adalah agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya. Mengembangkan potensi yang
ada dalam diri peserta didik ini adalah kunci penting dari diselenggarakannya
sebuah proses pendidikan yang membebaskan.
Potensi diri dari peserta didik sungguh perlu untuk dikembangkan agar ia
mempunyai kekuatan spiritual keagamaan. Inilah dasar bagi seseorang bila ingin
bisa merasakan kebahagiaan dalam menjalani kehidupan, yakni spiritual

3.13
keagamaan. Apabila spiritual keagamaan seseorang kuat maka ia tak mudah putus
asa dalam menghadapi masalah seberat apa pun. Orang yang mempunyai
kekuatan spiritual keagamaan juga mempunyai semangat yang baik dalam
menjalani kehidupan. Hal ini bisa terjadi karena orang yang mempunyai kekuatan
spiritual keagamaan mempunyai keyakinan sekaligus bersandar kepada Tuhan
Yang Mahakuasa.
Mengembangkan potensi yang dimiliki oleh anak didik juga penting agar
peserta didik bisa mengendalikan diri dengan baik. Pengendalian diri ini erat
kaitannya dengan kematangan jiwa seseorang. Di sinilah selama mengikuti proses
pendidikan para peserta didik dikembangkan jiwanya agar menemukan
kematangan. Sungguh, pada saat seseorang mempunyai kematangan jiwa maka ia
akan bisa mengendalikan dirinya dengan baik.
Mempunyai kepribadian yang kuat termasuk bagian penting dari
pengembangan potensi yang dilakukan dalam proses pendidikan. Sungguh hal ini
sangat diperlukan, apalagi hidup di zaman yang semakin kompleks di era modern
seperti ini. Bila seseorang mempunyai kepribadian yang kuat maka ia tak mudah
terpengaruh untuk melakukan segala cara guna memenuhi kebutuhan hidup yang
semakin menumpuk. Belum lagi persaingan dalam kehidupan yang kian ketat.
Maka, hanya orang-orang yang mempunyai kepribadian kuat yang akan mampu
menghadapi kehidupan ini dengan baik.
Pengembangan potensi yang dimiliki peserta didik juga sangat diperlukan
dalam rangka untuk meningkatkan kecerdasan. Bahkan, dalam banyak persepsi,
dalam rangka untuk meningkatkan kecerdasan inilah tujuan utama dari setiap
proses pendidikan. Padahal, terkait dengan kecerdasan ini, setidaknya ada tiga
macam kecerdasan yang dikembangkan dalam proses pendidikan. Yakni,
kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual. Ketiga
kecerdasan yang sesungguhnya sudah merupakan pemberian Tuhan ini harus
dikembangkan dengan baik apabila manusia ingin mendapatkan kesempurnaan
hidup.
Potensi yang dimiliki peserta didik juga diperlukan agar anak manusia
mempunyai akhlak yang mulia. Persoalan akhlak ini sama sekali tidak bisa

3.14
dipandang sebelah mata terkait dengan berhasil atau tidaknya dari proses
pendidikan. Seorang peserta didik tidak bisa dikatakan berhasil hanya dari
penilaian kecerdasan intelektual semata, namun mengabaikan nilai-nilai yang
masuk dalam ukuran akhlak. Setinggi apa pun kecerdasan intelektual seseorang
jika akhlaknya buruk maka ia pun akan dinilai buruk oleh masyarakat. Oleh
karena itu, akhlak yang mulia termasuk tolok ukur keberhasilan seseorang dalam
menjalani proses pendidikan.
Mengembangkan potensi yang dipunyai peserta didik juga sangat penting
dalam rangka mengasah kemampuan di bidang keterampilan. Hal ini dipandang
perlu agar peserta didik mempunyai keterampilan sehingga bisa mengahadapi
kehidupan dengan lebih baik. Pendidikan yang membebaskan tanpa memerhatikan
keterampilan tentu akan sulit tercapai. Oleh karena itu, keterampilan harus masuk
dalam agenda yang tak terpisahkan dalam proses pendidikan.
Demikianlah beberapa hal penting yang ingin dicapai sebuah proses yang
bernama pendidikan menurut UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003. Undang-
undang sistem pendidikan nasional ini disahkan oleh DPR dan Presiden pada 11
Juni 2003. Undang-undang ini merupakan pengganti dari UU Sisdiknas Nomor 2
Tahun 1989. Undang-undang ini juga merupakan pengejawantahan dari salah satu
tuntutan reformasi yang marak sejak 1998.
Berangkat dari UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 tersebut, diharapkan
sistem pendidikan di Indonesia dapat membebaskan para peserta didiknya dari
segala aspek yang membuatnya tertinggal dalam persaingan kehidupan yang kian
ketat ini. Tidak hanya untuk masyarakat kota saja, akan tetapi juga bagi seluruh
rakyat Indonesia hingga ke pelosok desa. Sebab, pendidikan adalah hak bagi
setiap manusia, atau lebih khusus lagi, pendidikan adalah hak setiap warga negara
Republik Indonesia.
Dalam pelaksanaannya, pendidikan yang membebaskan bagi rakyat
Indonesia memang menjadi tanggung jawab dan kewajiban negara. Hal ini sesuai
dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945. Disebutkan dalam UUD ’45
(amandemen), pasal 31, ayat 3, bahwa pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan

3.15
dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Dan, pasal 31, ayat 5, menyebutkan bahwa pemerintah memajukan ilmu
pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan
persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
Meskipun demikian, setiap bagian dari warga negara Indonesia juga tidak dilarang
bila turut serta dalam menyukseskan pendidikan yang membebaskan di Indonesia.
Justru hal ini sangat diharapkan agar proses pendidikan di Indonesia dapat
berjalan dengan lebih baik.
Di sinilah sesungguhnya kita semua dapat mengambil peran untuk turut
serta menyukseskan pendidikan di Indonesia. Seluruh komponen masayarakat
semestinya ikut mengambil peran dalam menyukseskan Pendidikan Indonesia.
Dalam wilayah yang paling kecil, sudah barang tentu setiap keluarga yang tinggal
di wilayah Indonesia dapat mengambil peran ini. Justru berangkat dari keluarga
yang mendukung pendidikanlah proses pendidikan secara nasional dapat berhasil.
Sebagus apa pun pendidikan yang digerakkan oleh negara bila tidak didukung
oleh keluarga-keluarga yang ada di Indonesia maka akan sulit mencapai
keberhasilan. Dengan dukungan dari seluruh keluarga yang ada di Indonesia,
semoga tujuan utama pendidikan yang ada dalam UU Sisdiknas sebagaimana di
atas dapat tercapai dengan baik.
Proses pendidikan pada mulanya merupakan proses enkulturasi budaya
yang terjadi secarda langsung di tengah masyarakat yang terbuka dan tidak
terstruktur. Undang Undang Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi
(UU PT) pada 10 Agustus 2012, yang sebelumnya telah disahkan Sidang
Paripurna DPR-RI pada 13 Juli lalu. Dengan tertibnya UU PT diharapkan akses
pendidikan tinggi makin luas dan terjangkau.
UU ini mengatur seluruh hal terkait pengelolaan Perguruan Tinggi Negeri
(PTN) dan Perguruan Tinggi Swasta (PTS).  UU PT memberi kepastian hukum
pada semua perguruan tinggi yang berstatus badan hukum milik negara (BHMN).
Sejak dibatalkannya UU Badan Hukum Pendidikan (BHP), tidak ada lagi  regulasi
yang  jelas dalam penyelenggaraan pendidikan tinggi.

3.16
Sebagaimana diketahui Mahkamah Konstitusi (MK) pada 1 April 2010
membatalkan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan secara keseluruhan
karena dinilai bertentangan dengan UUD 1945. MK tidak sepakat dengan
penyeragaman bentuk badan hukum penyelenggara pendidikan seperti yang diatur
dalam UU Nomor 9 Tahun 2009.
Tidak ingin Undang-Undang ini bernasib sama dengan Undang-Undang
Badan Hukum Pendidikan yang telah digugurkan oleh MK, pemerintah
memperhatikan betul masukan yang diberikan oleh MK pada saat itu. Isu
mengenai keseragaman, liberalisasi hingga komersialisasi tidak luput menjadi titik
perhatian ketika menyusun undang-undang pendidikan tinggi in
Pemerintah berjanji menjamin tidak ada komersialisasi pendidikan tinggi.
Dengan begitu, masyarakat Indonesia memiliki kesempatan yang sama dalam
mengenyam pendidikan tinggi. UU PT mengatur tanggung jawab pemerintah
pusat maupun daerah termasuk pihak swasta dan asing dalam keberlangsungan
perguruan tinggi. Peraturan ini juga memuat konsep akademi komunitas di setiap
kabupaten/kota dengan kurikulum, program studi dan waktu perkuliahan lembaga
pendidikan tinggi jenjang D-1 dan D-2 ini, sangat fleksibel. Akademi komunitas
dirancang pemerintah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat  yang sesuai
dengan sumber daya dan potensi lokal di tiap daerah.
Demikian pula pendidikan khusus dan layanan khusus untuk pendidikan
tinggi. Semua anak berkebutuhan khusus berkesempatan untuk menikmati
pendidikan hingga perguruan tinggi. Dikembangkan pula sumber belajar terbuka.
Sedangkan untuk jaminan kepastian, perguruan tinggi negeri dilarang untuk
menggunakan penerimaan mahasiswa untuk tujuan komersial. Setiap orang yang
memenuhi syarat akademik dipastikan bisa kuliah. Jaminan tersebut didukung
dengan adanya beasiswa, bantuan biaya pendidikan, pembebasan SPP, pinjaman
tanpa bunga bagi yang tidak mampu.
UU PT menetapkan bahwa  pemerintah pusat dan daerah tetap
bertanggung jawab terhadap pendananaan. Artinya, setiap PT ataupun PTS bukan
merupakan badan yang sepenuhnya  otonom dan menganut prinsip nirlaba,
sehingga perguruan tinggi tidak terjebak pada komersialisasi. Perguruan tinggi

3.17
harus tetap memegang teguh prinsip akuntabilitas, transparan, efesiensi dan
efektifitas.
Selain UU PT, ada pula Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI).
KKNI menjadi jembatan sektor pendidikan dan pelatihan untuk membentuk
sumber daya manusia nasional yang berkualitas dan bersertifikat melalui skema
pendidikan formal, non formal, informal, pelatihan kerja atau pengalaman kerja.
UU PT dan KKNI ini pula yang membuat pendidikan vokasi semakin diminati.
Politeknik di Indonesia diberikan peluang untuk membuka jenjang master dan
doktor terapan. Di politeknik, mahasiswa akan banyak dibekali keahlian terapan
sehingga siap diterima dunia kerja.

Perguruan Tinggi Asing di Indonesia


UU PT juga mengizinkan perguruan tinggi asing menyelenggarakan
pendidikan di Indonesia,  selama perguruan tinggi asing  tersebut bersedia
memenuhi aturan main, seperti misalnya hanya perguruan tinggi asing dengan
mutu baik yang diizinkan masuk ke Indonesia.
Selanjutnya, UU PT juga mewajibkan setiap perguruan tinggi asing yang
masuk ke Indonesia harus berbasis nirlaba dan melakukan kerja sama dengan
perguruan tinggi Indonesia. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud)
Mohammad Nuh mengatakan ia akan  mengeluarkan Peraturan Mendikbud yang
merupakan aturan turunan dari UU PT, yang mengatur perguruan tinggi asing.
Dalam Permendikbud itu juga diatur mengenai lokasi perguruan tinggi asing yang
dapat beroperasi dan program studi yang dapat diselenggarakan di perguruan
tinggi itu.

RANGKUMAN
Lembaga pendidikan merupakan institusi di mana proses pendidikan
direncanakan, diselenggarakan, dan dihasilkan. Institusi pendidikan yang telah
ada, merupakan konvensi di dalam kehidupan masyarakat yang kompleks,
karena kekompleksitasan masyarakat moderen, maka dibutuhkanlah lembaga
khusus yang harus dikoordinir sebaik-baiknya, yang dalam terminologi sosiologi

3.18
disebut institusi pendidikan guna mendidik dan membelajarkan anak didik
sebagai generasi penerus bangsa.
Untuk mewujudkan itu semua maka, di tuntut pula adanya waktu khusus
dan tempat khusus bagi anak, yang berbentuk lembaga sosial guna mendidik dan
mengajar yang disebut 'Sekolah'. Sebagai lembaga sosial sekolah melaksanakan
berbagai macam fungsi sosial, yang secara fungsional dapat dibedakan menjadi
beberapa di antaranya: Sekolah berfungsi sebagai lembaga sosialisasi dalam
membantu anak-anak mempelajari cara-cara hidup di mana mereka dilahirkan,
bertempat tinggal, dan berinteraksi.
1. Pengertian Institusi Sosial
Menurut Horton dan Hunt, institusi adalah suatu sistem hubungan sosial
yang terorganisasi, yang memperihatkan nilai-niai dan prosedur-prosedur
bersama, dan yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar tertentu dari
masyarakat (Lawang, 1985: 112). Dengan kata lain, institusi adalah struktur
dan mekanisme tatanan sosial dan kerjasama yang mengatur perilaku
sekelompok individu. Institusi dikenal dengan tujuan sosial dan permanen,
transcending individu manusia hidup dan tujuan, dan dengan membuat dan
menegakkan peraturan bersama dari perilaku manusia.
2. Institusi/Lembaga Pendidikan
Menurut Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003,
bahwa institusi pendidikan mencakup tiga komponen pokok yakni sekolah,
keluarga, dan masyarakat. Ketiga komponen tersebut sangat berpengaruh
terhadap mutu dan pengembangan pendidikan. Dengan demikian, maju
mundurnya kualitas pendidikan menjadi tanggungjawab keluarga, sekolah,
dan masyarakat. Ketiga institusi pendidikan tersebut merupakan satu
kesatuan dan saling melengkapi. Ketiganya harus mampu melaksanakan
fungsinya sebagai institusi yang memberikan motivasi, fasilitas edukatif, dan
wahana pengembangan potensi peserta didik. Selain itu, ketiga institusi
tersebut harus dapat meletakkan landasan pendidikan yang efektif dan efisien
sesuai dengan perkembangan zaman, tuntutan masyarakat, dan kebutuhan
dunia kerja (Padil dan Priyo, 2007:112).

3.19
3. Sekolah sebagai Institusi Sosial Pendidikan
Sebagai lembaga sosial, sekolah melaksanakan berbagai macam fungsi
sosial, tidak berbeda dengan pendidikan lain pada umumnya, maka secara
fungsional sekolah memiliki beberapa fungsi antara lain: (1) Sekolah
berfungsi sebagai lembaga sosialisasi dalam membantu peserta didik
mempelajari cara - cara hidup di mana mereka dilahirkan, bertempat tinggal
dan berinteraksi, serta mengantisipasi perubahan yang akan berlangsung
dengan cepat di masa depan. (2) Membantu peserta didik untuk dapat
mengikuti perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan di berbagai bidang
untuk direalisasikan menuju kearah penghidupan yang lebih baik. (3)
Membantu peserta didik untuk mengenal, memahami, dan menegakkan nilai-
niai etis dan moral, menegakkan demokrasi, memiliki rasa kebersamaan
dengan menghargai keberagaman. (4) Sekolah merupakan institusi di mana
multikultural tidak hanya digagas tetapi juga diterapkan, (5) Mentransmisi
dan mentransformasi kebudayaan. (6) Sekolah berfungsi sebagai sarana
untuk bersosialisasi antara team pengajar dan anak didik.

FORMATIF
Dalam upaya mengetahui pemahaman Anda terhadap kegiatan belajar pertama
dalam modul ini maka jawablah beberapa pertanyaan berikut ini secara benar.
1. Sebagai agen perubahan lembaga pendidikan berfungsi sebagai alat untuk:
a. Pengembangan pribadi
b. Pengembangan warga
c. Pengembangan Budaya
d. Pengembangan bangsa
2. Menurut UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003, bahwa institusi pendidikan
mencakup tiga komponen pokok yakni.
a. sekolah, keluarga, dan rumah
b. sekolah, keluarga, dan pemerintah
c. sekolah, keluarga, dan masyarakat
d. sekolah, keluarga, dan madrasah

3.20
3. Secara garis besar, sebagai lembaga sosial pendidikan mempunyai dua
fungsi utama yaitu:
a. fungsi sosial dan individual
b. fungsi individual dan fungsi pribadi
c. fungsi sosial dan fungsi kelompok
d. fungsi individu dan fungsi hedonisme
4. Ivan Illich menyatakan bahwa dalam praksisnya, sekolah sering menjadi alat
legitimasi sekelompok elite sosial.
a. Karena sekolah yang bermutu baik dikuasai oleh sekelompok orang yang
secara ekonomi mampu.
b. Sekolah untuk semua golongan tanpa ada klasifikasi sosial.
c. Sekolah gratis untuk masyarakat
d. Sekolah tidak pandang bulu dalam menerima dan memproses siswa.
5. Beberapa pernyataan berikut merupakan pernyataan yang berkaitan dengan
sekolah sebagai lembaga sosial, kecuali.
a. Peserta didik untuk mengenal, memahami, dan menegakkan nilai-niai
etis dan moral, menegakkan demokrasi, memiliki rasa kebersamaan
dengan menghargai keberagaman.
b. Sekolah merupakan institusi di mana multikultural tidak hanya digagas
tetapi juga diterapkan,
c. Mentransmisi dan mentransformasi nilai-nilai individu.
d. Sekolah berfungsi sebagai sarana untuk bersosialisasi antara team
pengajar dan anak didik.

3.21
KEGIATAN BELAJAR 2
Jenjang, jenis dan Jalur Pendidikan

TUJUAN PEMBELAJARAN

S etelah selesai mempelajari kegiatan belajar kedua, peserta


diharapkan dapat menjelaskan tentang Jenjang, jenis, dan jalur
pendidikan.

MATERI PEMBELAJARAN

A. Jenjang Pendidikan
Jika kita cermati dengan seksama, maka pendidikan di Indonesia
dilaksanakan secara berjenjang mulai dari pendidikan prasekolah sampai dengan
pendidikan tinggi. Walaupun demikian, jenjang pendidikan di jalur pendidikan
nonformal sering kali kita dapati jenjang yang berbeda dengan jalur pendidikan
formal. Sedangkan pada jalur pendidikan informal tidak mengenal adanya jenjang
pendidikan, karena sifatnya terbuka dan lebih menekankan pada proses
enkulturasi budaya.
Jenjang pendidikan jalur pendidikan formal merupakan tingkatan
pendidikan yang dilaksanakan sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik.
Jenjang pendidikan diadakan dengan mempetimbangankan landasan psikologis,
sosiologis, keilmuan, dan filosofis.
Jenjang pendidikan pada dasarnya dapat dipaparkan sebagai upaya
mewujudkan kesejahteraan masyarakat pada dasarnya merupakan cita-cita dari
pembangunan bangsa. Kesejahteraan dalam hal ini mencakup dimensi lahir batin,
material, dan spiritual. Lebih dari itu pendidikan menghendaki agar peserta
didiknya menjadi individu yang menjalani kehidupan yang aman dan damai. Oleh
karena itu pembangunan lembaga pendidikan  diharapkan dapat memberikan
kontribusi nyata dalam mewujudkan Indonesia yang aman, damai, dan sejahtera.
Sejalan dengan realitas kehidupan sosial yang berkembang di masyarakat, maka
pengembangan nilai-nilai serta peningkatan mutu pendidikan tentunya menjadi

3.22
tema pokok dalam rencana kerja pemerintah dalam membangun lembaga
pendidikan.
B. Jalur Lembaga Pendidikan
Lembaga pendidikan di indonesia dalam UU bisa kita klasifikasikan
menjadi dua kelompok yaitu: sekolah dan luar sekolah, selanjutnya pembagian ini
lebih rincinya menjadi tiga bentuk:
1. informal.
2.  formal
3.  nonformal
Sebelum kita melngkah pada pembahasan lebih jauh, tentunya kita harus
mengetahui peran masing-masing lembaga secara umum, ketiga klasifikasi di atas
dalam pergumulanya di masyarakat memiliki peran yang berbeda-beda, lembaga
pendidikan pertama, yaitu informal atau keluarga, ranah garapanya adalah lebih
banyak di arah kan dalam pembentukan karakter atau keyakinan dan norma. 
Lembaga pendidikan kedua, yaitu formal atau sekolah, peran besarnya lebih
banyak di arahkan pada pengembangan penalaran murid. Yang terakhir lembaga
pendidikan ketiga, yaitu masyarakat, peranya lebih banyak pada pembentukan
karakter sosial.
Ketiga pembagian di atas adalah merupakan perubahan mendasar, Dalam
Sisdiknas yang lama  pendidikan informal (keluarga) tersebut sebenarnya juga
telah diberlakukan, namun masih termasuk dalam jalur pendidikan luar sekolah, 
dan  ketentuan penyelenggaraannyapun tidak konkrit. Penjelasan dari klasifikasi
tersebut adalah:
Pendidikan informal, atau pendidikan pertama adalah kegiatan pendidikan
yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan yang berbentuk kegiatan belajar
secara mandiri, hal ini adalah menjadi pendidikan primer bagi peserta dalam
dalam pembentukan karakter dan kepribadian, hal ini penulis fikir sesuai dengan
konsep al Qur’an dalam masalah pendidikan dikeluarga yaitu menjaga keluarga
kita dari hal-hal yang negatif.   
Pendidikan nonformal, atau pendidikan kedua meliputi pendidikan
kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan

3.23
pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan
pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk
mengembangkan kemampuan peserta didik. Satuan pendidikan nonformal
meliputi lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan
belajar masyarakat (PKBM), dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang
sejenis. Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program
pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga
yang ditunjuk oleh pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah dengan mengacu
pada standard nasional pendidikan. Adapun pendidikan nonformal
diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan
yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, atau ingin melengkap pendidikan
formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat, yang berfungsi
mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan
pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan
kepribadian profesional
Jalur formal adalah lembaga pendidikan yang terdiri dari pendidikan dasar,
pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi dengan jenis pendidikan: 1). Umum,
2). Kejuruan, 3). Akademik, 4). Profesi, 5). Advokasi, dan 6). Keagamaan.
 Pendidikan formal coraknya diwujudkan dalam bentuk satuan pendidikan
yang diselenggarakan oleh pemerintah (pusat), pemerintah daerah dan
masyarakat. Pendidikan dasar yang merupakan jenjang pendidikan yang
melandasi jenjang pendidikan menengah berbentuk lembaga sekolah dasar (SD)
dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat, serta sekolah
menengah pertama (SMP)  dan madrasah tsanawiyah (Mts) atau bentuk lain yang
sederajad.
Sebelum memasuki jenjang pendidikan dasar, bagi anak usia 0-6 tahun
diselenggarakan pendidikan anak usia dini, tetapi bukan merupakan prasyarat
untuk mengikuti pendidikan dasar. Pendidikan anak usia dini dapat
diselenggarakan melalui jalur formal (TK, atau Raudatul Athfal), sedangkan
dalam nonformal bisa dalam bentuk (TPQ, kelompok bermain, taman/panti

3.24
penitipan anak) dan/atau informal (pendidikan keluarga atau pendidikan yang
diselenggarakan oleh lingkungan
Sedangkan Pendidikan menengah yang merupakan kelanjutan pendidikan
dasar terdiri atas, pendidikan umum dan pendidikan kejuruan yang berbentuk
sekolah menengah atas (SMA), madrasah aliyah (MA), sekolah menengah
kejuruan (SMK), dan madrasah aliyah kejuruan (MAK) atau bentuk lain yang
sederajad.
Yang terakhir adalah pendidikan tinggi yang merupakan jenjang
pendidikan setelah pendidikan menengah, pendidikan ini mencakup program
pendidikan: 1). Diploma, 2). Sarjana, 3). Magister, 4). Doktor,
Perguruan tinggi memiliki beberapa bentuk: 1). Akademi, 2). Politeknik,
3). Sekolah tinggi, dan 4). Institut atau universitas. Yang secara umum lembaga-
lembaga tinggi ini dibentuk dan diformat untuk menyelenggarakan pendidikan,
penelitian dan pengabdian pada masyarakat, serta menyelenggarakan program
akademik, profesi dan advokasi.
Semua lembaga formal di atas diberi hak dan wewenang oleh pemerintah
untuk memberikan gelar akademik kepada setiap peserta didik yang telah
menempuh pendidikan di lembaga tersebut. Khusus bagi perguruan tinggi yang
memiliki program profesi sesuai dengan program pendidikan yang
diselenggarakan doktor berhak memberikan gelar doktor kehormatan (doktor
honoris causa) kepada individu yang layak memperoleh penghargaan berkenaan
dengan jasa-jasa yang luar biasa dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi,
kemasyarakatan, keagamaan, kebudayaan, atau seni.
Untuk menagulangi permasalahan yang cukup aktual dan meresahkan
masyarakat saat ini, seperti pemberian gelar-gelar instan, pembuatan skripsi atau
tesis palsu, ijazah palsu dan lain-lain, pemerintah telah mengatur dan mengancam
sebagai tindak pidana dengan sanksi yang juga telah ditetapkan dalam UU
Sisdiknas yang baru (Bab XX Ketentuan Pidana, pasal 67-71).
Adapun jalur pendidikan dalam UU Sisdiknas pasal 1 dijabarkan sebagai
berikut. (1) Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk
mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan

3.25
tujuan pendidikan. (2) Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang
ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan
dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan. (3) Jenis pendidikan adalah
kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan
pendidikan. (4) Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang
menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal pada
setiap jenjang dan jenis pendidikan. (5) Pendidikan formal adalah jalur pendidikan
yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan
menengah, dan pendidikan tinggi. (6) Pendidikan nonformal adalah jalur
pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur
dan berjenjang. (7) Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan
lingkungan. (8) Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang
ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan
melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki
pendidikan lebih lanjut. (9) Pendidikan jarak jauh adalah pendidikan yang peserta
didiknya terpisah dari pendidik dan pembelajarannya menggunakan berbagai
sumber belajar melalui teknologi komunikasi, informasi, dan media lain. Dan (10)
Pendidikan berbasis masyarakat adalah penyelenggaraan pendidikan berdasarkan
kekhasan agama, sosial, budaya, aspirasi, dan potensi masyarakat sebagai
perwujudan pendidikan dari, oleh, dan untuk masyarakat.

C. Jenis Lembaga Pendidikan


Telah dipahami oleh para pendidik bahwa misi pendidikan adalah
mewariskan ilmu dari generasi ke generasi selanjutnya. Ilmu yang dimaksud
antara lain: pengetahuan, tradisi, dan nilai-nilai budaya (keberadaban). Secara
umum penularan ilmu tersebut telah di emban oleh orang-orang yang terbeban
terhadap generasi selanjutnya. Mereka diwakili oleh orang yang punya visi
kedepan, yaitu menjadikan serta mencetak generasi yang lebih baik dan beradab.
Peradaban kuno mencatat metode penyampaian  ajaran lewat tembang dan kidung,
puisi ataupun juga cerita sederhana yang biasanya tentang kepahlawanan

3.26
Perubahan sosial budaya masyarakat sebagaimana yang kita bicarakan di
atas tidak akan pernah bisa kita hindari, sehinga akan menuntut lembaga
pendidikan sebagai agen perubahan untuk menjawab segala permasalahan yang
ada. Dalam permasalahan ini lembaga pendidikan haruslah memiliki konsep dan
prinsip yang jelas, baik dari lembaga formal ataupun yang lainya, untuk
mewujudkan cita-cita tersebut, perlu diadakanya pembentukan kurikulum yang
disesuaikan. Prinsib dasar pembentukan tersebut adalah meliputi:
1. Perumusan tujuan institusional yang meliputi:
a. Orientasi pada pendidikan nasional
b. Kebutuhan dan perubahan masyarakat
c. Kebutuhan lembaga.
2. menetapkan isi dan struktur progam
3. penyusunan strategi penyusunan  dan pelaksanaan kurikulum
4. pengembangan program.
Diharapkan nanti dengan persiapan dan orientasi yang jelas sebagaimana
di atas, diharapkan lembaga-lembaga pendidikan akan mampu mencetak kader-
kader perubahan ke arah perbaikan di masyarakat. Selanjutnya mengenai
pengembangan kurikulum ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh lembaga
pendidikan, yaitu:
1. relevansi dengan dengan pendidikan lingkungan hidup masyarakat
2. sesuai dengan perkembangan kehidupan masa sekarang dan akan datang
3. efektifitas waktu pengajar dan peserta didik
4. efisien, dengan usaha dan hasilnya sesuai
5. kesinambungan antara jenis, progam, dan tingkat pendidikan
6. fleksibelitas atau adanya kebebasan bertindak dalam memilih progam,
pengembangan progam, dan kurikulum pendidikan.

1. Lembaga Pendidikan Informal


Lembaga pendidikan informal merupakan arena proses pendidikan yang
berlangsung secara terbuka dalam berbagai aspek. Bentuk-bentuk lembaga
pendidikan informal dapat berlangsung di keluarga, masyarakat, maupun

3.27
lembaga-lembaga lain yang bersifat terbuka. Fungsi utama dari pendidikan
informal adalah untuk mengajarkan keahlian khusus atau tertentu. Proses
pembelajaran tersebut dapat berupa proses internalisasi, enkulturasi, maupun
sosialisasi yang dilakukan secara terbuka dalam konteks keseharian.
Homeschooling atau Sekolah-Rumah merupakan salah satu bentuk dari
pembelajaran di lembaga informal. Homeschooling di Indonesia saat ini mulai
berkembang dan banyak mendapat perhatian dari masyarakat (khususnya kelas
menengah ke atas) serta para pakar pendidikan. Homeschooling sebagai salah satu
alternatif  pendidikan yang ditempuh karena dipandang lebih tepat untuk
mengembangkan bakat dan minat tertentu. Jika Homeschooling difahami sebagai
model belajar otodidak dan mandiri, maka jejaknya telah dikenal sejak dahulu. Di
Indonesia, model belajar ini banyak dijalani oleh para pedagang dengan sistem
magang dan para santri dengan pesantrennya (www.sekolahrumah.com., 2007d).
Demikian pula, sistem berguru atau nyantrik untuk mendapatkan keahlian tertentu
dari seseorang dapat dimasukkan dalam kategori homeschooling.
Dalam perkembangannya, Homeschooling semakin diminati oleh sebagian
masyarakat Indonesia terutama yang berasal dari kelas menengah ke atas.
Terdapat sejumlah alasan utama yang melatarbelakangi orang tua memilih
pendidikan model homeschooling bagi anak-anaknya. Sejumlah alasan tersebut
antara lain: (1) orang tua menginginkan anaknya mendapatkan pendidikan
keahlian tertentu secara maksimal yang tidak dapat diperoleh di sekolah umum;
(2) homeschooling diakui secara hukum (UU No. 20 Tahun 2003 pasal 27; (3)
merasa keamanan dan pergaulan sekolah tidak kondusif bagi perkembangan anak; (4)
menginginkan hubungan keluarga yang lebih dekat dengan anak karena pembelajaran
berlangsung di rumah; (5) memiliki keyakinan bahwa sistem yang ada tidak mendukung
nilai-nilai keluarga dan sosial-budaya yang dipegangnya; (6) merasa terpanggil untuk
mendidik sendiri anak-anaknya; (7) sering berpindah-pindah domisili atau melakukan
perjalanan; dan (8) dan merasa bahwa anak-anaknya memiliki kebutuhan khusus yang
tidak dapat dipenuhi di sekolah umum (Sumardiono, 2007e).
Selain Homeschooling, ada istilah ‘home-education’ atau ‘home-based
learning’ yang digunakan untuk maksud yang kurang lebih sama yaitu, model
alternatif belajar selain di sekolah (Sumardiono, 2007a). Lebih lanjut dinyatakan

3.28
bahwa salah satu pengertian Homeschooling adalah sebuah pembelajaran di mana
keluarga memilih untuk bertanggung jawab sepenuhnya atas proses pendidikan
anak dengan berbasis rumah. Dalam hal ini, pembelajaran tersebut dapat
dilakukan oleh orang tua atau guru privat yang dilakukan di rumah secara tutorial,
mendaftar anak pada kursus, atau melibatkan anak pada proses magang.
Homeschooling adalah proses layanan pendidikan yang secara sadar,
teratur dan terarah dilakukan oleh orang tua atau keluarga dan proses belajar
mengajar pun berlangsung dalam suasana yang kondusif. Tujuannya, agar setiap
potensi anak yang unik dapat berkembang secara maksimal. Rumusan yang sama
juga. dipegang oleh lembaga-lembaga pendidik lain yang mulai menggiatkan
sarana penyediaan program homeschooling (www. News@Indosiar.com).
Klasifikasi format homeschooling (www. News@Indosiar.com: 2007)
terbagi menjadi tiga yaitu (1) Homeschooling tunggal, (2) Homeschooling
majemuk dan (3) komunitas Homeschooling.

a. Homeschooling tunggal
Homeschooling tunggal, dilaksanakan oleh orang tua dalam satu keluarga tanpa
bergabung dengan lainnya karena hal tertentu atau karena lokasi yang
berjauhan. Tantangan yang dihadapi Homeschooling tunggal: (1) Sulitnya
memperoleh dukungan/tempat bertanya, berbagi, dan berbanding keberhasilan,
(2) kurang tempat sosialisasi untuk mengekspresikan diri sebagai syarat
pendewasaan anak, sesuatu yang amat penting dalam tumbuh kembang anak,
(3) orang tua harus melakukan penilaian hasil pendidikan dan mengusahakan
penyetaraannya, (4) suasana yang monoton akan membosankan bagi anak
sehingga kurang kondusif sebagai atmosfir belajar, dan (5) anak tidak terbiasa
untuk hidup bersama dalam keragaman untuk menerima perbedaan yang lain,
dalam batas tertentu ini akan berpengaruh terhadap karakter dan
kepribadiannya.
b. Homeschooling majemuk
Homeschooling majemuk dilaksanakan oleh dua atau lebih keluarga untuk
kegiatan tertentu sementara kegiatan pokok tetap dilaksanakan oleh orangtua

3.29
masing-masing. Alasannya: terdapat kebutuhan-kebutuhan yang dapat
dikompromikan oleh beberapa keluarga untuk melakukan kegiatan bersama.
Contohnya kurikulum dari Konsorsium, kegiatan olahraga (misalnya keluarga
atlit tennis), keahlian musik/seni, kegiatan sosial, dan kegiatan agama.
Tantangan yang dihadapi Homeschooling majemuk: (1) Perlu kompromi dan
fleksibilitas jadwal, suasana, fasilitas, dan kegiatan tertentu, (2) perlu ahli
dalam bidang tertentu walaupun “kehadiran” orang tua harus tetap ada, (3)
anak-anak dengan keahlian/kegiatan khusus harus menyesuaikan/menerima
lingkungan lainnya dengan dan menerima “perbedaan-perbedaan” lainnya
sebagai proses pembentukan jati diri, dan (4) orang tua masing-masing
penyelenggara homeschooling harus menyelenggarakan sendiri
penyetaraannya.
c. Komunitas homeschooling
Komunitas homeschooling gabungan beberapa homeschooling majemuk
yang menyusun dan menentukan silabus, bahan ajar, kegiatan pokok (olah
raga, musik/seni, dan bahasa), sarana/prasarana dan jadwal pembelajaran.
Komunitas memiliki komitmen yang sama dalam penyelenggaraan
pembelajaran.
Terdapat beberapa keunggulan dari komunitas homeschooling antara lain:
(1) Terstruktur dan lebih lengkap untuk pendidikan akademik, pembangunan
akhlak mulia dan pencapaian hasil belajar, (2) Tersedia sarana pembelajaran
yang lebih baik misalnya: bengkel kerja, laboratorium alam, perpustakaan,
auditorium, fasilitas olah raga, dan kesenian, (3) Ruang gerak sosialisasi
peserta didik lebih luas tetapi dapat dikendalikan, (4) Dukungan lebih besar
karena masing-masing bertanggung jawab untuk saling mengajar sesuai
keahlian masing-masing, (5) Sesuai untuk anak usia di atas 10 tahun, dan (6)
menggabungkan keluarga tinggal berjauhan melalui internet dan alat informasi
lainnya untuk tolak banding (benchmarking) termasuk untuk standardisasi
Tantangan yang dihadapi komunitas Homeschooling: (1) Perlunya
kompromi dan fleksibilitas jadwal, suasana, fasilitas dan kegiatan tertentu yang
dapat dilaksanakan bersama-sama, (2) perlunya pengawasan yang professional

3.30
sehingga diperlukan keahlian dalam bidang tertentu walaupun “kehadiran”
orang tua harus tetap ada, dan (3) anak-anak dengan keahlian atau kegiatan
khusus harus juga bisa menyesuaikan dengan lingkungan lainnya dan
menerima “perbedaan-perbedaan” lainnya sebagai proses pembentukan jati diri
(www. News@Indosiar.com: 2007).

Kelebihan dan Kekurangan Homeschooling


Homeschooling sebagai model belajar alternatif memiliki beberapa
kelebihan sekaligus juga kekurangan. Beberapa kelebihan model pembelajaran
homeschooling dapat dikemukakan sebagai berikut. (1) Customized, sesuai
kebutuhan anak dan kondisi keluarga, (2) Lebih memberikan peluang untuk
kemandirian dan kreativitas individual yang tidak didapatkan dalam model
sekolah umum, (3) Memaksimalkan potensi anak sejak usia dini, tanpa harus
mengikuti standar waktu yang ditetapkan di sekolah umum, (4) Lebih siap untuk
terjun di dunia nyata (real world) karena proses pembelajarannya berdasarkan
kegiatan sehari-hari yang ada di sekitarnya, (5) Kesesuaian pertumbuhan nilai-
nilai anak dengan keluarga. Relatif terlindung dari paparan nilai dan pergaulan
yang menyimpang (tawuran, drug, konsumerisme, pornografi, dan mencontek),
(6) Kemampuan bergaul dengan orang tua dan yang berbeda umur (vertical
socialization), lebih baik dibandingkan dengan di sekolah umum, (7) efektif bagi
orang tua yang tidak bekerja di luar rumah, dan (8) pelaksanaan pembelajaran
relatif lebih fleksibel dibandingkan sekolah umum karena berlangsung di rumah
sendiri.
Sedangkan beberapa kekurangan homeschooling dapat dikemukakan
sebagai berikut. (1) Butuh komitmen dan keterlibatan tinggi dari orang tua, karena
itu homeschooling hanya akan efektif untuk orang tua yang paham akan
pendidikan serta memiliki pengetahuan yang memadai, (2) Sosialisasi seumur
(horizontal socialization) relatif rendah dibandingkan anak sekolah karena anak
homeschooling lebih terekspos dengan sosialiasi lintas umur (vertical
socialization), (3) Ada resiko kurangnya kemampuan bekerja dalam tim (team
work), organisasi, dan kepemimpinan, (4) Perlindungan orang tua dapat

3.31
memberikan efek samping ketidakmampuan menyelesaikan situasi sosial dan
masalah yang kompleks yang tidak terprediksi, (5) biaya homeschooling relatif
lebih mahal dibandingkan dengan sekolah umum karena di samping kehadiran
orang tua juga diperlukan tutor secara khusus, dan (6) homeschooling akan efektif
bagi orang tua yang tidak bekerja di luar rumah (www.sekolahrumah.com.,
2007b).

Pendekatan Homeschooling (Homeschooling Approach)


Meskipun homeschooling merupakan salah satu model pendidikan di
lembaga informal, terdapat sejumlah pendekatan yang sering digunakan dalam
pembelajarannya. Menurut Ransom dalam Sumardiono (2007) setidak-tidaknya
terdapat lima pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran di homeschooling
yang meliputi: (1) School at-home, (2) Unit studies, (3) Charlotte Mason atau The
Living Book Approach, (4) Classical, Waldorf, Montessori, dan Eclectic, dan (5)
Unschooling atau Natural Learning.
Pemahaman terhadap beberapa pengertian pendekatan pembelajaran
homeschooling dapat dikemukaan seabgai berikut. (1) School at-home approach
adalah model pembelajaran yang dilaksanakan serupa dengan yang
diselenggarakan di sekolah. Kurikulum dan jenis mata pelajarannya sama dengan
di sekolah umum. Perbedaannya terdapat pada tempat pembelajarannya yakni di
rumah. Dengan demikian, anak tidak perlu pergi ke sekolah untuk belajar
pelajaran yang ada di sekolah. Pendekatan ini juga sering disebut dengan textbook
approach, traditional approach, atau school approach.
(2) Unit studies approach adalah pendekatan pembelajaran yang berbasis
pada tema (unit study). Di sekolah umum, pendekatan ini digunakan untuk
pembelajaran di kelas rendah (kelas 1 sampai kelas 3). Dalam pendekatan ini,
siswa tidak belajar satu mata pelajaran tertentu (matematika, bahasa, dsb), tetapi
mempelajari beberapa mata pelajaran sekaligus melalui sebuah tema tertentu yang
terkait. Pendekatan ini bertolak dari psikologi gestall yang menyatakan bahwa
belajar pada masa permulaan bersifat terintegrasi (integrated), bukan terpecah-
pecah (segmented).

3.32
(3) The Living Books approach adalah pendekatan pembelajaran melalui
pengalaman dunia nyata. Pendekatan ini membelajarkan siswa untuk belajar dari
pengalaman nyata kehidupan sehari-hari. Dalam pendekatan ini, selain
mengajaarkan anak untuk melakukan kebiasaan baik (good habit) dan
keterampilan dasar (membaca, menulis, matematika) juga mengekspose anak
dengan pengalaman nyata, seperti berjalan-jalan, mengunjungi musium,
berbelanja ke pasar, mencari informasi di perpustakaan, atau menghadiri pameran.
(4) The Classical approach adalah model pendidikan yang dikembangkan
sejak abad pertengahan. Pendekatan ini menggunakan kurikulum yang
distrukturkan berdasarkan tiga tahap perkembangan anak yang disebut Trivium.
Penekanan metode ini adalah kemampuan ekspresi verbal dan tertulis.
Pendekatannya berbasis teks/literatur (bukan gambar/image). The Eclectic
approach memberikan kesempatan pada keluarga untuk mendesain sendiri
program homeschooling yang sesuai, dengan memilih atau menggabungkan dari
sistem yang ada.
(5) Unschooling approach berangkat dari keyakinan bahwa anak-anak
memiliki keinginan natural untuk belajar dan jika keinginan itu difasilitasi dan
dikenalkan dengan pengalaman di dunia nyata, maka mereka akan belajar lebih
banyak daripada melalui metode lainnya. Unschooling tidak berangkat dari
textbook, tetapi dari minat anak yang difasilitasi.
Sebagai salah satu bentuk lembaga pendidikan informal yang
menyelenggarakan proses pembelajaran “penyetaraan”, homeschooling memiliki
dari legalitas yang diakui oleh negara. Dasar hukum penyelenggaraan
homeschooling meliputi: (1) UUD 45 Pasal 31, (2) UU No 20 tahun 2003 tentang
Sisdiknas pasal 27, (3) Peraturan Pemerintah No.19 tahun 2005 tentang  Standar
Nasional Pendidikan, (4) Keputusan Menteri Pendidikan Nasional RI No.131 &
132/U/2004 tentang Program Paket A/B/C, dan (5) kesepakatan kerjasama
Nomor: 02/E/TR/2007 dan Nomor: 001/I/DK/AP/07 antara Dirjen Pendidikan
Luar Sekolah Depdiknas (PLS Depdiknas) dengan Asosiasi Sekolah Rumah dan
Pendidikan Alternatif (ASAHPENA). Kesepakatan tersebut ditandatangani oleh
Ace Suryadi, Ph. D (Dirjen PLS Depdiknas) dan Dr. Seto Mulyadi (Ketua Umum

3.33
ASAHPENA). Kesepakatan ini meningkatkan pengakuan dan eksistensi
Homeschooling di Indonesia, karena Komunitas Sekolah Rumah diakui sebagai
satuan pendidikan kesetaraan

RANGKUMAN
Upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat pada dasarnya merupakan cita-
cita dari pembangunan bangsa. Kesejahteraan dalam hal ini mencakup dimensi
lahir batin, material dan spiritual. Lebih dari itu pendidikan menghendaki agar
peserta didiknya menjadi individu yang menjalani kehidupan yang aman dan
damai. Oleh karena itu pembangunan lembaga pendidikan  diharapkan dapat
memberikan kontribusi nyata dalam mewujudkan Indonesia yang aman, damai,
dan sejahtera. Sejalan dengan realitas kehidupan sosial yang berkembang di
masyarakat, maka pengembangan nilai-nilai serta peningkatan mutu pendidikan
tentunya menjadi tema pokok dalam rencana kerja pemerintah dalam membangun
lembaga pendidikan.
Lembaga pendidikan di indonesia dalam UU bisa kita klasifikasikan
menjadi dua kelompok yaitu: sekolah dan luar sekolah, selanjutnya pembagian ini
lebih rincinya menjadi tiga bentuk:
 1). informal.
 2). formal
 3). dan nonformal
Klasifikasi di atas dalam pergumulanya di masyarakat memiliki peran yang
berbeda-beda, lembaga pendidikan pertama, yaitu informal atau keluarga, ranah
garapanya adalah lebih banyak di arah kan dalam pembentukan karakter atau
keyakinan dan norma.  Lembaga pendidikan kedua, yaitu formal atau sekolah,
peran besarnya lebih banyak di arahkan pada pengembangan penalaran murid.
Yang terakhir lembaga pendidikan ketiga, yaitu masyarakat, peranya lebih banyak
pada pembentukan karakter sosial.
Perubahan sosial budaya masyarakat sebagaimana yang kita bicarakan di
atas tikan akan pernah bisa kita hindari, sehinga akan menuntut lembaga
pendidikan sebagai agen perubahan untuk menjawab segala permasalahan yang

3.34
ada. Dalam permasalahan ini lembaga pendidikan haruslah memiliki konsep dan
prinsip yang jelas, baik dari lembaga formal ataupun yang lainya, untuk
mewujudkan cita-cita tersebut, perlu diadakanya pembentukan kurikulum yang
disesuaikan. Prinsib dasar pembentukan tersebut adalah meliputi:
1. Perumusan tujuan institusional yang meliputi:
a. Orientasi pada pendidikan nasional
b. Kebutuhan dan perubahan masyarakat
c. Kebutuhan lembaga.
2. menetapkan isi dan struktur progam
3. penyusunan strategi penyusunan  dan pelaksanaan kurikulum
4. pengembangan program.

Formatif
Untuk mengetahui pengeuasaan Anda terakit dengan modul yang
dipelajari, maka pilihlah salah satu jawaban yang benar dari alternatif yang
tersedia.
1. Lembaga pendidikan pada dasarnya dapat dibedakan menjadi beberapa arena
kecuali.
a. Lembaga pendidikan nonformal c. Lembaga pendidikan formal
b. Lembaga pendidikan informal d. Lembaga pendidikan super formal
2. Jenjang pendidikan formal dapat dikelompok dalam tiga besar yakni:
a. Pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi
b. Pendidikan prasekolah, pendidikan menengah, dan pendidikan dasar
c. Pendidikan SD, MTs, dan Pendidikan tinggi
d. Pendidikan Menengah, pendidikan tinggi, pendidikan umum
3. Asas legalitas pendidikan Indonesia adalah:
a. UUD 45 dan UU No 20 tahun 2003
b. UUD 45 dan UU No 30 tahun 2003
c. UUD 45 dan UU No 22 tahun 2003
d. UUD 45 dan UU No 19 tahun 2003

3.35
4. Lembaga-lembaga pendidikan berikut termasuk lembaga pendidikan
informal kecuali.
a. Lembaga pendidikann homeschooling
b. Madrasah
c. Masyarakat
d. Komunitas homeschooling
5. Jalur pendidikan di Indonesia dapat dibedakan menjadi beberapa, yakni:
a. Jalur pendidikan umum dan vokasional
b. Jalur pendidikan umum dan khusus
c. Jalur pendidikan agama dan umum
d. Jalur pendidikan swasta dan negeri
6. Penyelenggaraan homeschooling dapat dibedakan menjadi beberapa, yakni:
a. Homeschooling tunggal, homeschooling majemuk, komunitas
homeschooling
b. Homeschooling rumah, homeschooling majemuk, komunitas
homeschooling
c. Homeschooling jamak, homeschooling majemuk, komunitas
homeschooling
d. Homeschooling tunggal, homeschooling rumah, komunitas
homeschooling
7. Terdapat sejumlah keunggulan pelaksanaan homeschooling, kecuali:
a. Terstruktur dan lebih lengkap untuk pendidikan akademik, pembangunan
akhlak mulia dan pencapaian hasil belajar.
b. homeschooling akan efektif bagi orang tua yang tidak bekerja di luar
rumah.
c. Ruang gerak sosialisasi peserta didik lebih luas tetapi dapat dikendalikan.
d. Dukungan lebih besar karena masing-masing bertanggung jawab untuk
saling mengajar sesuai keahlian masing-masing
8. Dalam kaitannya dengan kontinuitas pendidikan maka pendidikan
prasekolah merupakan.................?
a. Merupakan prasyarat untuk memasuki pendidikan dasar
b. Bukan merupakan prasyarat untuk memasuki pendidikan dasar

3.36
c. Pendidkan yang independen.
d. Bukan pendidikan.
9. Sekolah Luar Biasa termasuk lembaga pendidikan:
a. Formal b. Nonformal c. Informal d. Liar
10. Lembaga pendidikan yang termasuk kelompok vokasional adalah:
a. SMK b. MTs. c. Pesantren d. SMA

Glosarium
lembaga pendidikan : institusi yang secara sadar melakukan perubahan
melalui upaya peningkatan pencerdasan peserta
didik.
homeschooling : lembaga pendidikan informal yang diupaya oleh
keluarga untuk membelajarkan kemampuan atau
keterampilan tertentu.
Otodikdak : belajar mandiri yang dilakukan oleh seseorang
tanpa tutor atau guru dengan metode bebas dan
tidak terstruktur.
Keberadaban : keluhuran budaya, budaya bernilai tinggi

Daftar Pustaka

Harry_sufehmi.com. 2007. Homeschooling dikecam oleh Daoed Joesoef,


(Online).

Mustika. 2007a. Homeschooling, Sebuah Alternatif, (Online).


(mustikadh.multiply.com)
_______. 2007b. Meluruskan Pemahaman tentang Homeschooling, (Online).
(mustikadh.multiply.com)

News@Indosiar.com. 2007. Homeschooling : Sekolah Rumah atau Rumah


Sekolah, (Online).

Permanasari, I. & Napitupulu, E.L. 2007. Sekolah-Rumah, Pilihan untuk


Kembangkan Potensi Anak. Homeschooling Rumah Kelasku, Dunia
Sekolahku. PT Kompas Media Nusantara.

3.37
Sasongko, D. 2007. Home Schooling  Perspektif Baru bersama Wimar Witoelar,
(Online). (www.perspektifbaru.com)

Sumardiono. 2007a. Apa itu Homeschooling, (Online). (www.sumardiono.com)

_______. 2007b. Apakah homeschooling mahal atau murah, (Online).


(www.sumardiono.com)

_______. 2007c. Homeschooling Approach, (Online). (www.sumardiono.com)

_______.2007d. Masa depan anak homeschooling, (Online).


(www.sumardiono.com)

_______. 2007e. Mengapa orang tua melakukan homeschooling, (Online).


(www.sumardiono.com)

_______. 2007f. Sosok homeschooling yang terkenal, (Online).


(www.sumardiono.com)

www.sekolahrumah.com. 2007a. Homeschooling dalam Undang-undang,


(Online).

_______. 2007b. Kelebihan dan Kekurangan HS, (Online).

_______.2007c. Pengakuan Komunitas Homeschooling, (Online).

_______. 2007d. Sejarah homeschooling di Indonesia, (Online).

http://percikankehidupan.wordpress.com/2008/11/07/homeschooling-di-indonesia
-dan-problematikanya/

3.38

Anda mungkin juga menyukai