Anda di halaman 1dari 12

Tugas Individu

Obat Anti Psikosis

Disusun Oleh :
Muhammad Arief Budiman, S.Ked

Pembimbing :
dr. Maisarah Zas, Sp.KJ

1
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RUMAH SAKIT JIWA TAMPAN
PEKANBARU
2020

OBAT ANTI PSIKOSIS

Obat Anti-psikosis
Obat-obat neuroleptika juga disebut tranquilizer mayor, obat anti psikotik atau
obat anti skizofren, karena terutama digunakan dalam pengobatan skizofrenia tetapi juga
efektif untuk psikotik lain, seperti keadaan manik atau delirium. Obat-obat anti psikotik
ini terbagi atas dua golongan besar, yaitu :
I. Obat anti psikotik tipikal
1. Phenothiazine
 Rantai aliphatic : CHLORPROMAZINE (Largactil)
LEVOMEPROMAZINE
 Rantai piperazine : PERPHENAZINE (Trilafon)
TRIFLUOPERAZINE (Stelazine)
FLUPHENAZINE (Anatensol)
 Rantai piperidine : THIORIDAZINE (Melleril)
2. Butyrophenone : HALOPERIDOL (Haldol, Serenace, dll)
3. diphenyl-butyl-piperidine : PIMOZIDE (Orap)
II. obat anti psikotik atipikal
1. Benzamide : SULPIRIDE (Dogmatil)
2. Dibenzodiazepine CLOZAPINE (Clorazil)
OLANZAPINE (Zyprexa)
QUETIAPINE (Seroquel)
ZOTEPINE (Ludopin)
3. Benzisoxazole : RISPERIDON (Risperidal)

2
ARIPIPRAZOLE (Abilify)

Mekanisme kerja
Secara umum, terdapat beberapa hipotesis tentang cara kerja antipsikotik, yang
dapat digolongkan berdasarkan jalur reseptor dopamin atau reseptor non-dopamine.
Hipotesis dopamin untuk penyakit psikotik mengatakan bahwa kelainan tersebut
disebabkan oleh peningkatan berlebihan yang relatif dalam aktifitas fungsional
neurotransmiter dopamin dalam traktus tertentu dalam otak. Hipotesis ini berlandaskan
observasi berikut:
 Sebagian besar obat antipsikotik memblok reseptor postsinaps pada SSP, terutama
pada sistem mesolimbik-frontal.
 Penggunaan obat yang meningkatkan aktivitas dopamin, seperti levodopa
(prekursor dopamin), amfetamin (merangsang sekresi dopamin), apomorfin
(agonis langsung reseptor dopamin) dapat memperburuk skizofrenia ataupun
menyebabkan psikosis de novo pada pasien.
 Pemeriksaan dengan positron emission tomography (PET) menunjukkan bahwa
terjadi peningkatan reseptor dopamin pada pasien skizofrenia (baik yang
menjalani terapi ataupun tidak) bila dibandingkan dengan orang yang tidak
menderita skizofrenia.
 Pada pasien skizofrenia yang terapinya berhasil, telah ditemukan perubahan
jumlah homovallinic acid (HVA) yang merupakan metabolit dopamin, pada
cairan serebrospinal, plasma, dan urin.
 Telah ditemukan peningkatan densitas reseptor dopamin dalam region tertentu di
otak penderita skizofren yang tidak diobati. Pada pasien sindroma Tourette, tic
klinis lebih jelas jika jumlah reseptor D2 kaudatus meningkat.
Hipotesis dopamin untuk penyakit skizofren tidak sepenuhnya memuaskan karena obat-
obatan antipsikotik hanya sebagian yang efektif pada kebanyakan pasien dan obat-obatan
tertentu yang efektif mempunyai afinitas yang jauh lebih tinggi untuk reseptor-reseptor
selain reseptor D2.

Efek kerja

3
Penghambatan reseptor dopamin adalah efek utama yang berhubungan dengan
keuntungan terapi obat-obatan antipsikotik lama. Terdapat beberapa jalur utama dopamin
diotak, antara lain :
1. Jalur dopamin nigrostriatal
Jalur ini berproyeksi dari substansia nigra menuju ganglia basalis. Fungsi jalur
nigrostriatal adalah untuk mengontrol pergerakan. Bila jalur ini diblok, akan terjadi
kelainan pergerakan seperti pada Parkinson yang disebut extrapyramidal reaction
(EPR). Gejala yang terjadi antara lain akhatisia, dystonia (terutama pada wajah dan
leher), rigiditas, dan akinesia atau bradikinesia.
2. Jalur dopamin mesolimbik
Jalur ini berasal dari batang otak dan berakhir pada area limbic. Jalur dopamin
mesolimbik terlibat dalam berbagai perilaku, seperti sensasi menyenangkan, euphoria
yang terjadi karena penyalahgunaan zat, dan jika jalur ini hiperaktif dapat
menyebabkan delusi dan halusinasi. Jalur ini terlibat dalam timbulnya gejala positif
psikosis.
3. Jalur dopamin mesokortikal
Jalur ini berproyeksi dari midbrain ventral tegmental area menuju korteks limbic.
Selain itu jalur ini juga berhubungan dengan jalur dopamine mesolimbik. Jalur ini
selain mempunyai peranan dalam memfasilitasi gejala positif dan negative psikosis,
juga berperan pada neuroleptic induced deficit syndrome yang mempunyai gejala
pada emosi dan sistem kognitif.
4. Jalur dopamin tuberoinfundibular
Jalur ini berasal dari hypothalamus dan berakhir pada hipofise bagian anterior. Jalur
ini bertanggung jawab untuk mengontrol sekresi prolaktin, sehingga kalau diblok
dapat terjadi galactorrhea.

Indikasi Penggunaan
Gejala sasaran antipsikosis (target syndrome) : SINDROM PSIKOSIS, yaitu :
Sindroma psikosis fungsional dan Sindroma psikosis organik.
a. Sindroma Psikosis Fungsional : Skizofrenia, Psikosis Paranoid, Psikoafektif,
Psikosis Reaktif Singkat, dll

4
b. Sindroma Psikosis Organik : Sindroma Delirium, Dementia, Intoksikasi
Alkohol, dll

Efek Samping
Efek samping yang ireversibel seperti tardif diskinesia (gerakan berulang involunter pada
lidah, wajah, mulut/rahang dan anggota gerak dimana saat tidur gejala menghilang) yang
timbul akibat pemakaian jangka panjang dan tidak terkait dengan besarnya dosis. Bila
gejala tersebut timbul maka obat anti psikotik perlahan-lahan dihentikan, bias dicoba
pemberian Reserpine 2,5 mg/h (dopamine depleting agent). Penggunaan L-dopa dapat
memperburuk keadaan. Obat anti psikotik hampir tidak pernah menimbulkan kematian
sebagai akibat overdosis atau keinginan untuk bunuh diri.

Pengaturan Dosis
Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan :
- Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2 – 4 minggu
Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2 – 6 jam
- Waktu paruh : 12 – 24 jam (pemberian obat 1-2 x perhari)
- Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak dari efek samping
(dosis pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga tidak begitu mengganggu kualitas
hidup pasien.
Pengobatan dimulai dengan dosis awal sesuai dengan dosis anjuran
 dinaikkan setiap 2 – 3 hari
 sampai mencapai dosis efektif (mulai timbul peredaan Sindrom Psikosis)
 dievaluasi setiap 2 minggu dan bila perlu dinaikkan
 dosis optimal
 dipertahankan sekitar 8 – 12 minggu (stabilisasi)
 diturunkan setiap 2 minggu
 dosis maintenance
 dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun (diselingi drug holiday 1- 2 hari/minggu
 tappering off (dosis diturunkan tiap 2 – 4 minggu)
 stop

5
Pemilihan Sediaan
Pemilihan antipsikosis dapat didasarkan atas struktur kimia serta efek farmakologi
yang menyertai. Mengingat perbedaan antargolongan antipsikosis lebih nyata daripada
perbedaan masing-masing obat dalam golongannya, maka cukup dipilih salah satu obat
dari satu golongan saja. Pedoman terbaik dalam memilih obat secara individual ialah
riwayat respon pasien terhadap obat.
Kecenderungan pengobatan saat ini ialah meninggalkan antipsikosis berpotensi
rendah misalnya CPZ dan tioridazin, kearah penggunaan obat berpotensi tinggi, misalnya
tiotiksen, haloperidol dan flufenazin.
Pedoman pemilihan antipsikosis adalah sebagai berikut :
1. Bila resiko tidak diketahui atau tidak ada komplikasi yang tidak diketahui
sebelumnya, maka pilihan jatuh pada fenotiazin berpotensi tinggi.
2. Bila kepatuhan penderita menggunakan obat tidak terjamin, maka pilihan jatuh
pada flufenazin oral dan kemudian tiap 2 minggu diberikan suntikan flufenazin
enantat atau dekanoat.
3. Bila penderita mempunyai riwayat penyakit kardiovaskular atau stroke, sehingga
hipotensi merupakan hal yang membahayakan, maka pilihan jatuh pada fenotiazin
piperazin, atau haloperidol.
4. Bila karena alasan usia atau faktor penyakit, terdapat resiko efek samping
ekstrapiramidal yang nyata, maka pilihan jatuh pada tioridazin.
5. Tioridazin tidak boleh digunakan apabila terdapat gangguan ejakulasi.
6. Bila efek sedasi berat perlu dihindari, maka pilihan jatuh pada haloperidol atau
fenotiazin piperazin.
7. Bila penderita memiliki kelainan hepar atau cenderung menderita ikterus,
haloperidol merupakan obat yang paling aman pada stadium awal pengobatan.
Apabila antipsikosis tertentu tidak memberikan respon klinis dalam dosis yang
sudah optimal setelah jangka waktu yang memadai, dapat diganti dengan antipsikosis lain
(sebaiknya dari golongan yang tidak sama), dengan dosis ekuivalennya, dimana profil
efek samping belum tentu sama.

6
Apabila dalam riwayat penggunaan antipsikosis sebelumnya, jenis antipsikosis
tertentu yang sudah terbukti efektif dan ditolerir dengan baik efek sampingnya, dapat
dipilih kembali untuk pemakaian sekarang.

7
Tabel SEDIAAN ANTIPSIKOSIS dan DOSIS ANJURAN
(MIMIS Vol 7, 2006)

No Nama Generik Nama Dagang Sediaan Dosis Anjuran Kontra Efek Samping Efek Efek Efek Efek
Indikasi Ekstra Anti- Sedatif Hipotensif
Piramidal Emetik
1 Chlorpromazine CHLORPROMAZINE Tab. 25 mg - 100 150-600 mg/h Depresi sumsum Sedasi, ketergantungan, efek ++ ++ +++ ++
PROMACTIL mg tulang, keadaan antimuskarinik, insomnia,
MEPROSETIL Tab. 100 mg koma depresi, kejang, agitasi,
CEPEZET Tab. 100 mg 50-100 mg (im) takikardia, hipotensi postural,
Tab. 100 mg tiap 4-6 jam reaksi alergi, agranulositosis,
Amp. 50 mg/2ml reaksi ekstrapiramidal seperti
parkinsonisme (dosis tinggi)
2 Haloperidol HALOPERIDOL Tab. 0,5 mg, 5-15 mg/h Parkinsonisme, Gejala-gejala ektrapiramidal, +++ +++ + +
1,5&5 mg status koma, diskinesia tardive, sindrom
DORES Cap. 5 mg depresi SSP, neuroleptik maligna, gangguan
SERENACE Tab. 0,5 mg, hamil dan SSP, gangguan gastrointestinal,
1,5&5 mg laktasi, anak < 3 gangguan endokrin, gangguan
Liq. 2 mg/ml tahun kardiovaskuler
Amp. 5 mg/ml 5 - 10 mg (im)
HALDOL Tab. 2 mg, 5 mg Tiap 4–6 jam
GOVOTIL Tab. 2 mg, 5 mg
LODOMER Tab. 2 mg, 5 mg 5 - 10 mg (im)
Tiap 4–6 jam
HALDOL DECA- Amp. 50 mg/ml 50 mg (im)
NOAS Tiap 2-4
minggu
3 Perphenazine PERPHENAZINE Tab. 4 mg 12-24 mg/h Hipersensitifitas Distonia akut, diskinesia +++ +++ + +
TRILAFON Tab. 2 , 4 & 8 mg , pasien yg tardive, kejang, mengantuk,
mendapat dosis insomnia, mulut kering,
besar depresan hipotensi postural, reaksi
SSP, diskrasia hipersensitifitas
darah, depresi
sumsum tulang
atau kerusakan

8
hati yang parah,
pasien koma
4 Fluphenazine ANATENSOL Tab. 2,5 mg, 5 mg 10-15 mg/h Kerusakan Reaksi SSP, system saraf +++ +++ ++ +
Fluphenazine- MODECATE Vial 25 mg/ml 25 mg (im) tiap subkortikal ototnom, metabolic, endokrin,
Decanoate 2-4 minggu otak, pasien hematologi, hati dan alergi;
yang mendapat diskinesia tardive persisten
hipnotis, koma
atau penurunan
kesadaran,
diskrasia darah,
kerusakan hati
dan ginjal,
insufisiensi
jantung berat,
aterosklerosis
serebral
5 Trifluoperazine STELAZINE Tab. 1 mg, 5 mg 10-15 mg/h +++ +++ ++ +
6 Thioridazine MELLERIL Tab. 50 mg, 100 150-300 mg/h Koma atau Sedasi, pusing, mengantuk, + + ++ ++
mg depresi SSP mulut kering, gangguan
yang berat, penglihatan, gangguan
riwayat akomodasi, hidung tersumbat,
hipersensitivitas hipotensi ortostatik, jarang
terhadap gejala ekstrapiramidal
fenotiazin
lainnya,
penyakit
kardiovaskular
berat, diskrasia
darah
7 Sulpiride DOGMATIL – Tab. 200 mg 300-600 mg/h
FORTE Amp. 100 mg/2ml 3-6 amp/h (im)
8 Pimozide ORAP FORTE Tab. 4 mg 2-4 mg/h Sindrom Akatisia ringan, kekakuan,
Parkinson, sedasi, gejala ekstrapiramidal,
depresi sumsum diskinesia tardive
tulang, depresi

9
SSP
9 Risperidone RISPERIDONE Tab. 1,2,3 mg Tab 2-6 mg/h Hipersensitifitas Insomnia, agitasi, ansietas, sakit
RISPERDAL Tab. 1,2,3 mg terhadap kepala, somnolen, kelelahan,
RISPERIDAL Vial 25mg/ml, 25-50 mg (im) risperidon, gejala ekstrapiramidal
CONSTA 50mg/ml tiap 2 minggu laktasi
NERIPROS Tab. 1,2,3 mg
PERSIDAL Tab. 1,2,3 mg
RIZODAL Tab. 1,2,3 mg
ZOFREDAL Tab. 1,2,3 mg
10 Clozapine CLOZARIL Tab. 25 mg, 100 25-100 mg/h Riwayat Agranulositosis,
SIZORIL mg agranulositosis trombositopenia (jarang),
Tab. 25 mg, 100 akibat obat, eosinofilia, leukositosis,
mg gangguan fungsi mengantuk, lelah, sedasi,
sumsum tulang, pusing, sakit kepala, bingung,
epilepsy tidak gelisah, agitasi, delirium,
terkontrol, perubahan pada EEG, kejang,
psikosis akibat rigiditas, tremor. Sangat jarang
obat dan  gangguan SSO
alkohol, kondisi
koma, depresi
SSO, penyakit
hati, ginjal atau
jantung berat
11 Quetiapine SEROQUEL Tab. 25 mg, 100 50-400 mg/h Penyakit Somnolen, pusing, konstipasi,
mg, 200 mg kardiovaskular mulut kering, asthenia ringan,
atau rhinitis, dyspepsia, peningkatan
serebrovaskular, BB, hipotensi postural,
gangguan ginjal takikardia, sinkop
dan hati
12 Olanzapine ZYPREXA Tab. 5 mg, 10 mg 10-20 mg/h Hipersensitifitas Somnolen, BB meningkat,
, laktasi pusing, akatasia, meningkatkan
kadar prolaktin, nafsu makan
meningkat, edema perifer,
hipotensi ortostatik, mulut
kering, konstipasi, eosinofilia,

10
diskinesia tardive
13 Zotepine LODOPIN Tab. 25, 50 mg 75 – 100 mg/h
14 Aripiprazole ABILIFY Tab. 10, 15 mg 10 – 15 mg/h

EFEK SAMPING NEUROLOGIK OBAT ANTIPSIKOSIS

EFEK GAMBARAN WAKTU MEKANISME PENGOBATAN


KLINIS RESIKO
MAKSIMAL
Distonia akut Spasme otot lidah, wajah, leher, 1-5 hari Belum diketahui Dapat diberikan berbagai pengobatan, obat anti
punggung ; dapat menyerupai Parkinson bersifat diagnostik dan kuratif
bangkitan ; bukan histeria
Akatisia Ketidak-tenangan, motorik, bukan 5-60 hari Belum diketahui Kurangi dosis atau ganti obat; obat anti
ansietas atau agitasi Parkinson, benzodiazepin, atau propanolol
Parkinsonisme Bradikinesia, rigiditas, macam-macam 5-30 hari Antagonisme dengan dopamin Obat anti Parkinson menolong
tremor, wajah topeng, suffling gait
Sindroma Katatonik, stupor, demam, tekanan Berminggu-minggu, dapat Ada kontribusi antagonisme Hentikan neuroleptik segera; dantrolene atau
malignan darah tidak stabil, mioglobinemia,; bertahan beberapa hari setelah dengan dopamin bromokriptin dapat menolong; obat anti
dapat fatal obat dihentikan Parkinson lainnya tidak efektif
Tremor perioral Tremor perioral (mungkin sejenis Setelah berbulan-bulan atau Belum diketahui Obat antiparkinson sering menolong
(sindroma perkinsonisme yang dating terlambat) bertahun-tahun
kelinci) pengobatan
Diskinesia tardif Diskinesia mulut-wajah; koreoatetosis Setelah berbulan-bulan atau Diduga : kelebihan efek Sulit dicegah, pengobatan tidak memuaskan
atau distonia meluas bertahun-tahun (memburuk dopamin
dengan penghentian)

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Katzung BG. Basic & Clinical Pharmacology. 8th ed. New York: McGraw-Hill;
2001.
2. Badan informasi obat nasional. Badan pengawas obat dan makanan. Obat anti
psikosis. Diakses pada [27 Maret 2020]. Tersedia di :
http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-4-sistem-saraf-pusat/42-psikosis-dan-gangguan-
sejenis/421-antipsikosis/antipsikotik
3. Sadock, Benjamin J, Virginia A. Buku Ajar Psikiatri Klinis. 2. Jakarta : EGC,
2010 .
4. Baldessarini RJ, Tarazi F. Pharmacotherapy of Psychosis and mania. Dalam :
Goodman & Gilman’s The Pharmacological Basis Of Therapeutics. Edisi 11.2006

12

Anda mungkin juga menyukai