Anda di halaman 1dari 18

AL-QUR’AN

“TAFSIR SURAT AL-FATIHAH”


Dosen Pengampu: Asrori, Lc. MA.

Kelompok 5:
Rizkia Nabila Nuryadin (20.02.00.011)
Siti Napisah (20.02.00.015)
Nida Ghufroniyah (20.02.00.019)

Kelas : PGMI 2

Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Hikmah Jakarta


(STAI Al-Hikmah Jakarta)
Jl. Jeruk Purut No. 10, Kota Jakarta Selatan, DKI Jakarta
Tahun Ajaran 2020/2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha


Penyayang, puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
tugas makalah yang berjudul “Tafsir Surat Al-Fatihah” ini tepat pada
waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas dari dosen kami Bapak Asrori, Lc. MA. pada mata kuliah Al-Qur’an.
Selain itu makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang tafsir
surat Al-Fatihah bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya dalam penulisan makalah ini. Kami
menyadari makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Jakarta, 17 April 2021

Kelompok 5

i|Tafsir Surat Al-Fatihah


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i


DAFTAR ISI.................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................1


A. Latar Belakang ................................................................1
B. Rumusan Masalah ...........................................................1
C. Tujuan ..............................................................................2

BAB II PEMBAHASAN .....................................................................3


A. Surat Al-Fatihah dan Terjemahannya ...............................3
B. Penjelasan Umum Surat A-Fatihah ..................................3
C. Tafsir Surat Al-Fatihah .....................................................4

BAB III PENUTUP ............................................................................11


A. Kesimpulan....................................................................11

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... iii

ii | T a f s i r S u r a t A l - F a t i h a h
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Surat Al-Fatihah yang merupakan surat pertama dalam Al Qur’an
dan terdiri dari tujuh ayat termasuk dalam kelompok surat Makkiyyah,
yakni surat yang diturunkan di Mekkah sebelum Rasulullah SAW hijrah ke
Madinah. Surat ini dinamakan Al-Fatihah lantaran letaknya berada pada
urutan pertama dari 114 surat dalam Al Qur’an. Para ulama bersepakat
bahwa surat yang diturunkan lengkap ini merupakan intisari dari seluruh
kandungan Al Qur’an yang kemudian dirinci oleh surat-surat sesudahnya.
Tema-tema besar Al Qur’an seperti masalah tauhid, keimanan, janji dan
kabar gembira bagi orang beriman, ancaman dan peringatan bagi orang-
orang kafir serta pelaku kejahatan, tentang ibadah, kisah orang-orang yang
beruntung karena taat kepada Allah dan sengsara karena mengingkari-Nya,
semua itu tercermin dalam surat Al-Fatihah.
Kedudukan surat Al-Fatihah di dalam Al-Qur’an adalah sebagai
sumber ajaran Islam yang mencakup semua isi Al-Qur’an. Dari Abu
Hurairah Radhiallahu ‘Anhu berkata: Telah bersabda Rasulullah SAW:
“Al-Hamdulillah (Al-Fatihah) adalah Ummul Qur’an, Ummul Kitab, As-
Sab’ul Matsaani dan Al-Qur’anul Azhim.” (HR. At-Tirmidzi dengan sanad
shahih). Surat Al-Fatihah disebut sebagai Ummul Kitab atau Ummul
Qur’an, yaitu induk Al-Qur’an, karena di dalamnya mencakup inti ajaran
Al Qur’an.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang menjadi
fokus makalah ini adalah:
1|Tafsir Surat Al-Fatihah
1. Bagaimana bunyi dan terjemah surat Al-Fatihah?
2. Apa saja penjelasan umum mengenai surat Al-Fatihah?
3. Apa isi tafsir surat Al-Fatihah?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang menjadi fokus
makalah ini adalah untuk mengetahui isi tafsir dari surat Al-Fatihah.

2|Tafsir Surat Al-Fatihah


BAB II
PEMBAHASAN

A. Surat Al-Fatihah dan Terjemahannya

)4( ‫ِين‬
ِ ‫) َما ِل ِك َي ْو ِم الد‬3( ‫الر ِح ِيم‬ ‫الرحْ َم ِن ه‬‫) ه‬2( َ‫ب ْال َعالَ ِمين‬ ِ ‫) ْال َح ْمد ُ ِ هّلِلِ َر‬1( ‫الر ِح ِيم‬
‫الرحْ َم ِن ه‬ ‫ِبس ِْم ه‬
‫َّللاِ ه‬
ِ ‫ط الهذِينَ أَ ْنعَ ْمتَ َعلَ ْي ِه ْم َغي ِْر ْال َم ْغضُو‬
‫ب‬ َ ‫ص َرا‬ َ ‫ط ْال ُم ْست َ ِق‬
ِ )6( ‫يم‬ َ ‫الص َرا‬
ِ ‫) ا ْه ِدنَا‬5( ُ‫إِيهاكَ نَ ْعبُدُ َوإِيهاكَ نَ ْستَ ِعين‬
]7 - 1 : ‫) [الفاتحة‬7( َ‫َعلَ ْي ِه ْم َو ََل الضهالِين‬

1. Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha


Penyayang.
2. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam;
3. Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang;
4. Yang menguasai Hari Pembalasan.
5. Hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah
kami meminta pertolongan.
6. Tunjukkanlah kami jalan yang lurus;
7. (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada
mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan)
mereka yang sesat.

B. Penjelasan Umum Surat Al-Fatihah


Surat Al-Fatihah terdiri dari tujuh ayat dan menurut mayoritas
ulama diturunkan di Mekkah.1 Namun menurut pendapat sebagian ulama,
seperti Mujahid, surat ini diturunkan di Madinah. Menurut pendapat lain
lagi, surat ini diturunkan dua kali, sekali di Mekkah, sekali di Madinah.2 Ia
merupakan surat pertama dalam daftar surat Al Qur’an. Meski demikian,

3|Tafsir Surat Al-Fatihah


ia bukanlah surat yang pertama kali diturunkan, karena surat yang pertama
kali diturunkan adalah Surat Al-‘Alaq.3
Surat ini dinamakan Al-Fatihah (pembuka) karena secara tekstual
ia memang merupakan surat yang membuka atau mengawali Al-Qur’an,
dan sebagai bacaan yang mengawali dibacanya surat lain dalam shalat.4
Selain Al-Fatihah, surat ini juga dinamakan oleh mayoritas ulama
dengan Ummul Kitab, namun nama ini tidak disukai oleh Anas, Al-Hasan,
dan Ibnu Sirin. Menurut mereka, nama Ummul Kitab adalah sebutan untuk
Al-Lauh Al-Mahfuzh.5 Selain kedua nama itu di atas, menurut As-Suyuthi,
Al-Fatihah memiliki lebih dari dua puluh nama, di antaranya adalah Al-
Wafiyah (yang mencakup),6 Asy-Syafiyah (yang menyembuhkan),7 dan
As-Sab’ul Matsani (tujuh ayat yang diulang-ulang).8

C. Tafsir Surat Al-Fatihah

]1 : ‫الر ِح ِيم [الفاتحة‬


‫الرحْ َم ِن ه‬ ‫ِبس ِْم ه‬
‫َّللاِ ه‬
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang.

Kalimat basmalah tersebut bermakna: “Aku memulai bacaanku


ini seraya memohon berkah dengan menyebut seluruh nama Allah.”
Idiom “nama Allah” berarti mencakup semua nama di dalam Asmaul
Husna. Seorang hamba harus memohon pertolongan kepada Tuhannya.
Dalam permohonannya itu, ia bisa menggunakan salah satu nama Allah
yang seusai dengan permohonannya. Permohonan pertolongan yang
paling agung adalah dalam rangka ibadah kepada Allah. Dan yang paling
utama lagi adalah dalam rangka membaca kalam-Nya, memahami
makna kalam-Nya, dan meminta petunjuk-Nya melalui kalam-Nya.9
4|Tafsir Surat Al-Fatihah
Allah adalah Dzat yang harus disembah. Hanya Allah yang
berhak atas cinta, rasa takut, pengharapan, dan segala bentuk
penyembahan. Hal itu karena Allah memiliki semua sifat
kesempurnaan, sehingga membuat seluruh makhluk semestinya hanya
beribadah dan menyembah kepada-Nya.10

]2 : ‫) [الفاتحة‬2( َ‫ب ْالعَالَ ِمين‬


ِ ‫ْال َح ْمد ُ ِ هّلِلِ َر‬
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam;

Ayat ini merupakan pujian kepada Allah karena Dia memiliki


semua sifat kesempurnaan dan karena telah memberikan berbagai
kenikmatan, baik lahir maupun batin; serta baik bersifat keagamaan
maupun keduniawian. Di dalam ayat itu pula, terkandung perintah
Allah kepada para hamba untuk memuji-Nya. Karena hanya Dialah
satu-satunya yang berhak atas pujian. Dialah yang menciptakan seluruh
makhluk di alam semesta. Dialah yang mengurus segala persoalan
makhluk. Dialah yang memelihara semua makhluk dengan berbagai
kenikmatan yang Dia berikan. Kepada makhluk tertentu yang terpilih,
Dia berikan kenikmatan berupa iman dan amal saleh.11

]3 : ‫) [الفاتحة‬3( ‫الر ِح ِيم‬


‫الرحْ َم ِن ه‬
‫ه‬
Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang;

Kedua kata tersebut adalah kata sifat yang berakar pada satu
kata, yaitu Ar-Rahmah. Secara bahasa, kata “rahmat” berarti kasih di
dalam hati yang mendorong timbulnya perbuatan baik. Makna bahasa
ini kurang tepat untuk menggambarkan sifat Allah. Karena itulah, para
ulama lantas lebih sepakat untuk menyatakan bahwa kasih sayang
5|Tafsir Surat Al-Fatihah
adalah sifat yang ada dalam Dzat Allah. Kita tidak mengetahui
bagaimana hakikatnya. Kita hanya menyadari efek dari sifat kasih
sayang-Nya, yaitu berupa kebaikan.12
Banyak ulama yang membedakan antara makna Ar-Rahman
dan Ar-Rahim. Sifat Ar-Rahman merupakan sifat kasih sayang Allah
yang memberikan kenikmatan kepada seluruh makhluk-Nya.
Sedangkan sifat Ar-Rahim adalah sifat kasih sayang-Nya yang
memberikan kenikmatan secara khusus untuk orang-orang mukmin
saja. Sebagian ulama lain menyatakan bahwa sifat Ar-Rahman
merupakan sifat kasih sayang Allah yang memberikan kenikmatan
yang bersifat umum. Sedangkan sifat Ar-Rahim merupakan sifat kasih
Allah yang memberikan kenikmatan yang bersifat khusus.13
Menurut Syekh Thanthawi Jauhari, kata Ar-
Rahman merupakan sifat kasih sayang Allah yang berkaitan dengan
Dzat-Nya. Allah merupakan sumber kasih sayang dan kebaikan.
Sedangkan kata Ar-Rahim adalah sifat kasih sayang Allah yang
berkaitan dengan perbuatan, yaitu bagaimana sampainya kasih sayang
dan kebaikan Allah kepada para hamba-Nya yang diberi kenikmatan.14

]4 : ‫) [الفاتحة‬4( ‫ِين‬
ِ ‫َما ِل ِك يَ ْو ِم الد‬
Yang menguasai di hari Pembalasan.

Dalam ayat ini, terdapat dua macam qiraat. Ashim, Al-Kisa’i,


dan Ya’qub membacanya dengan huruf mim dibaca
panjang (mad). Sedangkan para qari yang lain membacanya
dengan huruf mim tidak dibaca panjang (mad). Meski bisa dibaca
dengan dua cara, kata tersebut memiliki makna yang sama. Sebagian
ulama menyatakan bahwa kata Al-Maalik atau Al-Malik bermakna
6|Tafsir Surat Al-Fatihah
Yang Maha Kuasa untuk menciptakan sesuatu dari tidak ada menjadi
ada. Tidak ada yang mampu melakukan hal itu kecuali Allah SWT.15
Menurut Ibnu Abbas, Muqatil, dan As-Sadi, ayat tersebut
berarti “yang memutuskan di hari perhitungan.” Menurut Qatadah,
kata Ad-diin (‫ )الدين‬berarti pembalasan. Dalam hal ini, pembalasan
berlaku atas semua kebaikan dan keburukan. Sedangkan menurut
Muhammad bin Ka’ab Al-Qarzhi, ayat tersebut bermakna “yang
menguasai hari ketika tak ada lagi yang bermanfaat kecuali agama.”
Menurut pendapat lain, kata Ad-diin berarti ketaatan. Dengan
demikian, yaum ad-diin berarti hari ketaatan.16 Saat itu, hanya ketaatan
hamba kepada Tuhan yang menyelamatkannya dari siksaan neraka.

]5 : ‫) [الفاتحة‬5( ُ‫إِيهاكَ نَ ْعبُد ُ َو ِإيهاكَ نَ ْستَ ِعين‬


Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada
Engkaulah kami meminta pertolongan.

Dengan kalimat hanya kepada-Mu kami menyembah ( َ‫ِإيهاك‬


ُ‫)نَ ْعبُد‬, Allah membatasi penyembahan atau ibadah hanya kepada Diri-
Nya semata. Dengan ayat tersebut, kita pun harus memutuskan bahwa
ibadah hanyalah satu-satunya kepada Allah. Tidak boleh ibadah
tersebut dikait-kaitkan dengan selain Allah. Ibadah juga merupakan
bentuk ketundukan manusia kepada Allah untuk mengikuti berbagai
perintah dan larangan-Nya.17
Shalat merupakan bentuk ibadah yang paling dasar (asasi).
Dalam hal ini, sujud merupakan bentuk ketundukan yang paling tinggi
kepada Allah. Hal ini karena dalam bersujud, orang menundukkan
wajahnya yang notabene merupakan bagian tubuh yang paling
dimuliakan. Saat bersujud, orang menempelkan wajahnya di atas lantai
7|Tafsir Surat Al-Fatihah
yang notabene merupakan tempat yang biasa diinjak-injak oleh kaki.
Apalagi di dalam shalat, terutama shalat berjamaah, ketundukan
seseorang kepada Allah juga dipertontonkan kepada semua orang.18
Ditempatkannya kalimat “permintaan tolong” ( ُ‫ ) َن ْست َ ِعين‬setelah
kalimat “penyembahan” (ُ ‫ )نَ ْعبُد‬juga merupakan bentuk pengajaran Allah
kepada manusia tentang sopan santun. Allah memerintahkan kita untuk
beribadah kepada-Nya terlebih dahulu. Setelah kita beribadah kepada-
Nya, barulah kita pantas untuk meminta pertolongan kepada-Nya.
Dengan kata lain, sudah selayaknya, orang meminta sesuatu setelah ia
terlebih dahulu mengerjakan apa yang diperintahkan. Sangat tidak
pantas jika seseorang meminta segala sesuatu terlebih dahulu padahal
ia belum melaksanakan apa yang diperintahkan.19

َ ‫ط ْال ُم ْست َ ِق‬


]6 : ‫) [الفاتحة‬6( ‫يم‬ َ ‫الص َرا‬
ِ ‫ا ْه ِدنَا‬
Tunjukkanlah kami jalan yang lurus;

Menurut Ibnu Abbas, kata “tunjukkanlah kami” (‫ )ا ْه ِدنَا‬berarti


َ ‫ط ْال ُم ْست َ ِق‬
“berilah kami ilham.” Sedangkan “jalan yang lurus” (‫يم‬ َ ‫)الص َرا‬
ِ
berarti kitab Allah. Dalam riwayat lain “jalan yang lurus” itu adalah
agama Islam. Selain itu, ada juga riwayat yang menyatakan bahwa ia
berarti Al-haqq (kebenaran). Dengan demikian, menurut Ibnu Abbas
lagi, kalimat “tunjukkan kami jalan yang benar” berarti “berilah kami
ilham tentang agama-Mu yang benar, yaitu tiada tuhan selain Allah
satu-satunya; serta tiada sekutu bagi-Nya.”20
َ ‫)الص َرا‬
Kata Ash-shiraath (‫ط‬ ِ dalam ayat di atas mempunyai tiga
macam cara membaca (qiraat). Pertama, mayoritas qari, membacanya
dengan dengan huruf shad, sebagaimana yang tercantum dalam mushaf
Utsmani. Kedua, sebagian lain membacanya dengan huruf siin,
8|Tafsir Surat Al-Fatihah
sehingga menjadi (‫)الس َِراط‬. Ketiga, dibaca dengan huruf zay (‫)ز‬,
sehingga menjadi (‫)الزراَط‬.
ِ 21 Sedangkan menurut bahasa, seperti
َ ‫)الص َرا‬
dikatakan At-Thabari, kata Ash-shiraath (‫ط‬ ِ berarti jalan yang
jelas dan tidak bengkok.22
Kata ‫ ا ْه ِدنَا‬berasal dari akar kata hidayah (‫)هداية‬. Menurut Al-
Qasimi, hidayah berarti petunjuk –baik yang berupa perkataan maupun
perbuatan– kepada kebaikan. Hidayah tersebut diberikan Allah kepada
hamba-Nya secara berurutan. Hidayah pertama diberikan Allah
kepada manusia melalui kekuatan dasar yang dimiliki manusia, seperti
pancaindra dan kekuatan berpikir. Dengan kekuatan inilah, manusia
bisa memperoleh petunjuk untuk mengetahui kebaikan dan keburukan.
Hidayah kedua adalah melalui diutusnya para Nabi. Macam hidayah
ini terkadang disandarkan kepada Allah, para rasul-Nya, atau Alquran.
Hidayah tingkatan ketiga adalah hidayah yang diberikan oleh Allah
kepada para hamba-Nya yang karena perbuatan baik mereka.
Hidayah keempat adalah hidayah yang telah ditetapkan oleh Allah di
alam keabadian. Dalam pengertian hidayah keempat inilah, maka Nabi
Muhammad tidak berhasil mengajak sang paman, Abi Thalib, untuk
masuk Islam.23

ِ ‫ط الهذِينَ أ َ ْنعَ ْمتَ َعلَ ْي ِه ْم َغي ِْر ْال َم ْغضُو‬


]7 : ‫) [الفاتحة‬7( َ‫ب َعلَ ْي ِه ْم َو ََل الضهالِين‬ َ ‫ص َرا‬
ِ
(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat
kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula
jalan) mereka yang sesat.

Ayat ini merupakan penjelasan dan tafsir dari ayat sebelumnya


َ ‫ط ْال ُم ْستَ ِق‬
tentang apa yang dimaksud dengan “jalan yang lurus” ( ‫يم‬ َ ‫الص َرا‬
ِ ).
Jadi, yang dimaksud dengan “jalan yang lurus” adalah “jalan orang-
9|Tafsir Surat Al-Fatihah
orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka”. Sedangkan
yang dimaksud dengan “jalan orang-orang yang telah Engkau beri
nikmat kepada mereka” adalah jalan orang-orang yang telah Allah beri
anugerah kepada mereka, lalu Allah pun menjaga hati mereka dalam
Islam, sehingga mereka mati tetap dalam keadaan Islam. Mereka itu
adalah para nabi, orang-orang suci, dan para wali. Sedangkan, menurut
Rafi’ bin Mahran, seorang tabi’in yang juga dikenal dengan nama Abu
Al-Aliyah, yang dimaksud dengan “orang-orang yang Engkau beri
nikmat itu” adalah Nabi Muhammad dan kedua sahabat beliau, yaitu
Abu Bakar ash-Shiddiq dan Umar bin Khattab.24
Selanjutnya, yang dimaksud dengan “bukan jalan mereka yang
dimurkai” (‫ )غير المغضوب عليهم‬adalah jalan yang ditempuh oleh orang-
orang Yahudi. Mereka dimurkai oleh Allah dan mendapatkan kehinaan
karena melakukan berbagai kemaksiatan. Sedangkan yang dimaksud
dengan orang-orang yang sesat (‫ )الضالين‬pada lanjutan ayat tersebut
adalah orang-orang Nasrani. Tafsir bahwa orang-orang dimurkai
adalah Yahudi dan orang-orang sesat adalah Nasrani sudah disepakati
oleh banyak para ulama dan diuraikan di dalam beberapa hadis dan
ayat-ayat Alquran sendiri.25

10 | T a f s i r S u r a t A l - F a t i h a h
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kedudukan surat Al-Fatihah di dalam Al-Qur’an adalah sebagai
sumber ajaran Islam yang mencakup semua isi Al-Qur’an. Para ulama
bersepakat bahwa surat yang diturunkan lengkap ini merupakan intisari
dari seluruh kandungan Al Qur’an yang kemudian dirinci oleh surat-surat
sesudahnya. Tema-tema besar Al Qur’an seperti masalah tauhid,
keimanan, janji dan kabar gembira bagi orang beriman, ancaman dan
peringatan bagi orang-orang kafir serta pelaku kejahatan, tentang ibadah,
kisah orang-orang yang beruntung karena taat kepada Allah dan sengsara
karena mengingkari-Nya, semua itu tercermin dalam surat Al-Fatihah.

11 | T a f s i r S u r a t A l - F a t i h a h
DAFTAR PUSTAKA

1. Abdullah bin Abdul Muhsin at-Turki, at-Tafsir al-Muyassar.


2. Abdurrahman bin al-Kamal Jalaluddin as-Sayuthi, ad-Durr al-
Mantsur, (Beirut: Dar al-Fikr, 1993).
3. Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di, Taisir al-Lathif al-Mannan fi Khulash
Tafsir al-Qur’an, (Saudi Arabia: Wizarah asy-Syu’un al-Islamiyah wa al-
Auqaf wa ad-Da’wah wa al-Irsyad al-Mamlakah al-Arabiyyah as-
Su’udiyyah, 1422 H).
4. Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Qurthubi, Tafsir al-Qurthubi.
5. Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mughirah al-Ja’fi
al-Bukhari, Al-Jami’ al-Musnad ash-Shahih al-Mukhtashar,(Beirut: Dar
ath-Thauq an-Najah, 1422 H).
6. Abu al-Laits Nashr bin Muhammad bin Ibrahim as-Samarqandi,Bahr al-
Ulum, (Beirut: Dar al-Fikr, tt.).
7. Abu al-Qasim Mahmud bin ‘Umar Az-Zamakhsyari, al-Kasysyaf ‘an
Haqaiq at-Tanzil wa ‘Uyun al-Aqawil fi Wujuh at-Ta’wil, (Beirut: Dar at-
Turats al-Arabi, tt.).
8. Abu Muhammad al-Husain bin Mas’ud al-Baghawi, Ma’alim at-
Tanzil, (Riyadh: Dar ath-Thayyibah li an-Nasy wa at-Tauzi’, 1997).
9. Alauddin Ali bin Muhammad bin Ibrahim al-Baghdadi (al-Khazin),Lubab
at-Ta’wil fi Ma’ani at-Tanzil, (Beirut: Dar al-Fikr, 1979).
10. Fakhruddin Ar-Razi, Mafatih al-Ghaib, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah,
2000).
11. Ibnu Abi Hatim ar-Razi, Tafsir Ibnu Abi Hatim.
12. Ibnu Jazi, at-Tashil fi Ulum at-Tanzil.
13. Ismail bin Umar bin Katsir al-Qarsyi ad-Damsyiqi, Tafsir al-Qur’an al-
Azhim, (Beirut: Dar al-Fikr, 1994).
iii | T a f s i r S u r a t A l - F a t i h a h
14. Ismail Haqqi bin Musthafa al-Istambuli, Tafsir Ruh al-Bayan, (Kairo: Dar
at-Turats al-Arabi, tt).
15. Jalaludin as-Suyuthi, al-Itqan fi Ulum al-Qur’an, (Mesir: al-Hai’ah al-
Mishriyyah al-‘Ammah li al-Kitab, 1974)
16. Mahmud bin Abdullah al-Husaini al-Alusi, Ruh al-Ma’ani fi Tafsir al-
Quran wa as-Sab’i al-Matsani.
17. Muhammad al-Amin bin Muhammad al-Mukhtar, Adhwa al-Bayan fi
Idhah al-Qur’an bi al-Qur’an, (Beirut: Dar al-Fikr, 1995.
18. Muhammad ath-Thahir bin Muhammad bin bin Muhammad at-Thahir bin
Asyur at-Tunisi, at-Tahrir wa at-Tanwir.
19. Muhammad bin Bahadur bin Abdullah az-Zarkasyi, Al-Burhan fi Ulum al-
Qur’an, (Beirut: Dar al-Ma’rifah, 1391 H).
20. Muhammad bin Hibban bin Ahmad Abu Hatim, Shahih Ibn
Hibban,(Beirut: Muassasah ar-Risalah, 1993).
21. Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir bin Ghalib al-Amali Abu Ja’far
ath-Thabari, Jami’ al-Bayan fi Ta’wil al-Qur’an, (Riyadh: Muassasah ar-
Risalah, 2000).
22. Muhammad Jamaluddin al-Qasimi, Mahasin at-Ta’wil, kitab digital dalam
Program al-Maktabah asy-Syamilah versi 3.13.

iv | T a f s i r S u r a t A l - F a t i h a h
1. [1] Fakhruddin Ar-Razi, Mafatih al-Ghaib, (Beirut: Dar al-Kutub al-
Ilmiyyah, 2000), juz 1, hal. 17.
2. [2] ‘Alauddin Ali bin Muhammad bin Ibrahim al-Baghdadi (al-
Khazin), Lubab at-Ta’wil fi Ma’ani at-Tanzil, (Beirut: Dar al-Fikr, 1979),
juz 1, hal. 15.
3. [3] Muhammad bin Bahadur bin Abdullah az-Zarkasyi, Al-Burhan fi Ulum
al-Qur’an, (Beirut: Dar al-Ma’rifah, 1391 H), juz 1, hal. 206.
4. [4] Ismail bin Umar bin Katsir al-Qarsyi ad-Damsyiqi, Tafsir al-Qur’an al-
Azhim,(Beirut: Dar al-Fikr, 1994), juz 1, hal. 101.
5. [5] Ibid.
6. [6] Jalaludin as-Suyuthi, al-Itqan fi Ulum al-Qur’an, (Mesir: al-Hai’ah al-
Mishriyyah al-‘Ammah li al-Kitab, 1974), juz 1, hal. 190.
7. [7] Ibnu Jazi, at-Tashil fi Ulum at-Tanzil, juz 1, hal. 61.
8. [8] Muhammad al-Amin bin Muhammad al-Mukhtar, Adhwa al-Bayan fi
Idhah al-Qur’an bi al-Qur’an, (Beirut: Dar al-Fikr, 1995), juz 2, ha. 315.
9. [9] Abdurrahman bin Nashir bin as-Sa’di, Taisir al-Lathif al-Mannan fi
Khulash Tafsir al-Qur’an, (Saudi Arabia: Wizarah asy-Syu’un al-
Islamiyah wa al-Auqaf wa ad-Da’wah wa al-Irsyad al-Mamlakah al-
Arabiyyah as-Su’udiyyah, 1422 H), hal. 10.
10. [10] Ibid.
11. [11] Abdullah bin Abdul Muhsin at-Turki, et.al, at-Tafsir al-
Muyassar, hal. 8.
12. [12] Muhammad Sayyid Thanthawi, at-Tafsir al-Wasith, juz 1, hal. 1.
13. [13] Ibid.
14. [14] Ibid.

v|Tafsir Surat Al-Fatihah


15. [15] Abu Muhammad al-Husain bin Mas’ud al-Baghawi, Ma’alim at-
Tanzil, (Riyadh: Dar ath-Thayyibah li an-Nasy wa at-Tauzi’, 1997), juz 1,
hal. 53.
16. [16] Ibid.
17. [17] Muhammad Mutawalli as-Sya’rawi, Tafsir asy-Sya’rawi, juz 1, hal. 3.
18. [18] Ibid.
19. [19] Lihat, Muhammad Sayyid Thanthawi, at-Tafsir al-Wasith, juz 1, hal.
6.
20. [20] Ibnu Abi Hatim ar-Razi, Tafsir Ibnu Abi Hatim, juz 1, hal. 8-9.
21. [21] Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’an al-Azhim, op. cit., juz 1, hal. 136.
22. [22] Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir bin Ghalib al-Amali Abu
Ja’far ath-Thabari, Jami’ al-Bayan fi Ta’wil al-Qur’an, (Riyadh:
Muassasah ar-Risalah, 2000), juz 1, hal. 170.
23. [23] Lihat, Muhammad Jamaluddin al-Qasimi, Mahasin at-Ta’wil, kitab
digital dalam Program al-Maktabah asy-Syamilah versi 3.13.
24. [24] Abu al-Laits Nashr bin Muhammad bin Ibrahim as-Samarqandi, Bahr
al-Ulum, (Beirut: Dar al-Fikr, tt.), juz 1, hal.43.
25. [25] Ibid., juz 1, hal. 44.

vi | T a f s i r S u r a t A l - F a t i h a h

Anda mungkin juga menyukai