Anda di halaman 1dari 6

MODIFIKASI PERMAINAN TRADISIONAL EGRANG BATOK

KE DALAM KONSEP MATEMATIKA

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Pembelajaran Bilangan dan
Pengolaan Data di SD yang di ampu oleh:

Dr. Supriadi, M.pd

Disusun Oleh:

Silvi Meliyanti Wijaya (1900484)

Shinta Damayanti (1900699)

Fifi Lusiana A (1903508)

Nabila Arsy (1904032)

Fauziyah Riska Anggraini (1904053)

Iqlimah (1908529)

JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

KAMPUS SERANG

2020
I. PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan salah satu aspek yang penting dalam meningkatkan
kemampuan suatu bangsa karena pendidikan dapat menciptakan sumber daya manusia
yang lebih baik serta berwawasan luas. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 ayat (I) menyebutkan
bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara. Menurut data yang dirilis oleh OECD (2016)
menyatakan bahwa peringkat Indonesia dalam Program for International Student
Assesment (PISA) adalah tujuh terbawah dari tujuh puluh dua negara yang disurvei.
Salah satu penyebab nilai PISA Indonesia rendah adalah kemampuan
matematika siswa. Hal ini dikarenakan pembelajaran konvensional yang masih
menjadi acuan guru dalam mengajar. Metode ceramah dan membaca buku seolah
paling utama dalam pembelajaran matematika. Padahal menurut teori Dienes,
menyatakan bahwa siswa harus aktif dalam pembelajaran. Zoltan Paul Dienes dalam
buku Building Up Mathematics, Dienes (Hirstein, 2007) menjelaskan teorinya tentang
enam fase belajar matematika: (1) bermain – main, (2) permainan, (3) pencarian
bentuk serupa, (4) representasi, (5) simbolisasi, dan formalisasi. Permainan yang
sudah lama populer di antara pada siswa akan digunakan sebagai laternatif
pembelajaran tradisional.
Salah satu bentuk penerapan teori dienes adalah permainan tradisional.
Indonesia sebagai negara dengan beragam budaya memiliki kebudayaan yang
beraneka ragam. Maka dari itu penulis tertarik untuk mengkaji permainan tradisional
egrang batok yang mampu dikembangkan menjadi model pembelajaran matematika di
SD. Hal ini bertujuan untuk memberikan referensi bagi guru-guru dalam
mengembangkan pembelajaran matematika. Melalui permainan egrang batok dimana
siswa berjalan dari garis start menuju garis finish sehingga memperoleh garis finish
yang tepat sesuai dengan soal yang diberikan. Permainan ini akan menjadi
pengalaman yang bersifat alami bagi siswa yang bisa digunakan sebagai awal
pembelajaran matematika yang bermakna.
II. PEMBAHASAN
A. Permainan Tradisional Egrang Batok
1. Pengertian
Egrang batok adalah permainan egrang yang menggunakan tempurung
kelapa atau bambu sebagai pijakan dan diberi tali pengait untuk mengangkat
kaki yang dipijakkan (Hikmah, 2011). Jadi, ketika teman-teman memainkan
egrang batok, teman-teman akan berjalan dengan tempurung tersebut dan
digunakan sebagai pijakan. Selain itu, teman-teman juga harus menggunakan
kedua tangan untuk memegang masing-masing tali pengait, jadi tempurung
yang dipijak tidak bergeser. Permainan egrang batok biasanya dijadikan ajang
kompetisi berupa balapan dan pemenangnya ialah yang akan sampai terlebih
dulua di garis finish sembari berjalan dengan tempurung di telapak kaki.
Selain mudah dibuat, menyenangkan dan memacu adrenalin, permainan
egrang batok juga memberikan banyak manfaat baik lho. Contohnya, menurut
Rahim (2015), permainan egrang batok dapat meningkatkan keseimbangan
fisik pada anak di usia empat hingga enam tahun. Kemudian, menurut Lestari
(2016) permainan egrang batok juga dapat meningkatkan kecerdasan
kinestetik. Jadi dengan memainkan permainan egrang batok, teman-teman
turut melatih koordinasi tubuh dan tentunya dengan menggerakkan badan,
tubuh pun jadi lebih sehat.
Belum diketahui penemu dari permainan yang satu ini. Namun
permainan ini berasal dari provinsi Sulawesi Selatan yang pada jaman dahulu
sering dimainkan oleh suku bugis. Bagi suku bugis sendiri permainan ini
dikenal dengan nama Majeka, yang berasal dari kata jeka yang artinya jalan.
2. Cara bermain
Berlomba secepet mungkin berjalan menggunakan batok kelapa dari satu
sisi lapangan ke sisi lapangan lainnya. Siswa yang paling cepat dialah yang
menjadi pemenangnya.

B. Penerapan Permainan Egrang Batok Modifikasi dalam Pembelajaran


Di bawah ini dijelaskan penerapan permainan egrang batok dalam
pembelajaran yang sudah dimodifikasi oleh peneliti adalah seabagai berikut:
1. Alat yang digunakan :
a. Tempurung kelapa (batok)
b. Tali untuk mengaitkan kedua tempurung

2. Tempat permainan :
Halaman atau lapangan sekolah

3. Cara bermain :
a. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok yang isinya 5 orang
b. Permainan dimulai dari berjalan, melompat, berlari dan bermain
menggunkan egrang batok. Sebelum bermain egrang batok, siswa
mengambil kertas soal perkalian dan pembagian bilangan yang sudah
ditaruh di bawah egrang batok oleh guru. Lalu mengerjakannya
menggunakan egrang batok.
Contoh soal dan pengerjaannya :
2 x 6 = berarti siswa berjalan 3 langkah menggunakan egrang batok
sebanyak 2 kali dan tempat pemberhentiannya harus benar, itulah yang
menjadi garis finisnya.
6 : 3 = terhitung dari angka pertama yaitu 6, setelah menghitung jumlah
langkah yang akan dicapai, siswa berjalan dengan egrang batok tiga
langkah tiga langkah hingga mendapatkan hasil yang benar.
c. Sebelum bermain, siswa diberi waktu sekitar 5 menit untuk berdiskusi
strategi yang akan digunakan dalam setiap kelompok. Memilih siapa yang
berjalan, melompat, berlari dan yang bermain egrang batok juga yang
membantu dalam menjawab soal.
d. Setelah siswa selesai berdiskusi siswa mulai melakukan permainan mulai
dari berjalan, melompat, berlari dan bermain menggunkan egrang batok
e. Siswa yang mencapai garis finish dengan perhitungan yang benar,
kelompoknyalah yang menjadi juara
f. Setelah selesai mendapatkan juaranya kelompok yang kalah harus
mengukur jarak yang ditempuhnya, lalu guru meberikan soal konversi
satuan jarak yang harus dikerjakan oleh siswa.

4. Gambar arena permainan egrang batok :

Keterangan :

: Siswa berjalan

: Siswa melompat

: Siswa Berlari

: Siswa bermain egrang batok


III. Penutup
A. Kesimpulan
Permainan tradisional merupakan bagian dari budaya Indonesia. Menurut
beberapa literatur menyatakan bahwa ada beberapa permainan tradisional yang bisa
dijadikan sebagai model maupun media pembelajaran matematika di SD. Salah satunya
adalah egrang batok kelapa. Egrang batok kelapa dinilai mampu digunakan dalam
pembelajaran matematika, utamanya adalah materi berhitung. Inovasi yang dapat terus
dikembangkan bisa meranah pada materi yang lain.
Penerapan permainan tradisional ini merupakan salah satu bentuk
penerapan teori dienes. Indonesia sebagai negara dengan beragam budaya
memiliki kebudayaan yang beraneka ragam. Melalui permainan egrang batok ini
diharapkan siswa dapat belajar matematika dengan menyenangkan. Permainan ini
akan menjadi pengalaman yang bersifat alami bagi siswa yang bisa digunakan
sebagai awal pembelajaran matematika yang bermakna.

B. Sumber Referensi
 Aprianto, Robertus Dian. 2018. Peningkatan Hasil Belajar Menggunakan
Permainan Tradisional Bakiak dan Egrang Batok Pada Tema 1 Subtema 2 Siswa
Kelas IV SDN Jongkang Yogyakarta. [Online]
http://repository.usd.ac.id/31581/2/141134005_full.pdf
(Diakses pada 17 Oktober 2020)
 Fatoni, Fanni. Putri, Ratu Ilma Indra. dan Hartono, Yusuf. Permainan
Tradisional Batok Kelapa Dalam Membangun Konsep Pengukuran Panjang
Kelas II SD. [Online]
https://www.google.com/url?
q=https://journal.uny.ac.id/index.php/cp/article/download/4180/pdf&usg=
AFQjCNG5kDMnGYipv5EiaD7uUiksySCOiw
(Diakses pada 17 Oktober 2020)

Anda mungkin juga menyukai