Dosen pembimbing :
Pandit Isbianti S.Pd., M.Pd.
Kelas D
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2019
KATA PENGANTAR
Penyusun
1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar 1
Daftar Isi 2
Bab I Pendahuluan 3
A. Latar Belakang 3
B. Rumusan Masalah 3
C. Tujuan 4
Bab II Isi 5
A. Pengertian Organisasi 5
B. Struktur Organisasi 6
A. Kesimpulan 19
Daftar Pustaka 20
2
BAB 1
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka permasalahan dalam makalah
ini dirumuskan sebagai berikut.
1. Apa pengertian organisasi?
2. Bagaimana struktur organisasi dilihat dari saluran jenjangnya?
3. Bagaimana hubungan beberapa institusi dalam mengelola pendidikan?
4. Bagaimana keterkaitan antara jenjang, jalur, dan jenis pendidikan di Indonesia?
3
C. Tujuan
Sesuai dengan rumusan masalah yang diutarakan tersebut, maka makalah ini
bertujuan untuk :
1. Mengetahui pengertian organisasi.
2. Mengetahui struktur organisasi dilihat dari saluran jenjangnya.
3. Mengetahui hubungan beberapa institusi dalam mengelola pendidikan.
4. Mengetahui keterkaitan antara jenjang, jalur, dan jenis pendidikan di Indonesia.
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Organisasi
Organisasi merupakan sistem saling pengaruh antar orang dalam kelompok yang
bekerja sama untuk mencapai tujuan tertentu (Sutarto, 1998: 40).
Organisasi yaitu pada dasarnya organisasi sebagai suatu kesatuan sosial dari
sekelompok manusia yang saling berinteraksi menurut suatu pola tertentu sehingga setiap
anggota organisasi memiliki fungsi dan tugasnya masing-masing, yang sebagai suatu
kesatuan mempunyai tujuan tertentu dan mempunyai batas-batas yang jelas, sehingga
dapat dipisahkan secara tegas dari lingkungannya (Lubis, 1987: 1).
Organisasi dipandang pula sebagai satuan sosial yang dikoordinasi secara sadar,
yang tersusun atas dua orang atau lebih, yang berfungsi atas dasar yang relatif
terus-menerus untuk mencapai suatu tujuan atau seperangkat tujuan bersama (Robbins,
1996: 5).
Menurut (Hasibuan, 2001: 27) berbagai pengertian organisasi diatas menunjukkan
bahwa organisasi mengandung unsur-unsur yang membentuk keberadaan organisasi,
seperti berikut:
1. Manusia (human factor) a rtinya organisasi baru ada jika ada unsur manusia yang
bekerja sama, ada pemimpin, dan ada yang dipimpin
2. Tempat kedudukan artinya organisasi baru ada jika ada tempat kedudukannya.
3. Tujuan artinya organisasi baru ada jika ada tujuan yang ingin dicapai.
4. Pekerjaan artinya organisasi baru ada jika ada pekerjaan yang akan dikerjakan
serta adanya pembagian pekerjaan.
5. Struktur artinya organisasi baru ada jika ada hubungan dan kerja sama antara
manusia yang satu dengan yang lainnya.
6. Teknologi artinya organisasi baru ada jika terdapat unsur teknis.
5
7. Lingkungan (environmental external social system), artinya organisasi baru ada
jika ada lingkungan yang saling mempengaruhi seperti adanya sistem kerja sama
sosial.
Secara umum bahwa pengertian organisasi yaitu suatu kesatuan sosial dari
sekelompok manusia yang saling berinteraksi menurut pola tertentu, setiap anggota
organisasi memiliki fungsi dan tugas, yang sebagai suatu kesatuan mempunyai tujuan
tertentu dan mempunyai batas-batas yang jelas, sehingga dapat dipisahkan secara tegas
dari lingkungannya (Yuliana, 2018: 10).
6
5. Hubungan diagonal ke atas adalah hubungan antara pejabat berkedudukan lebih
rendah dengan pejabat berkeudukan tinggi dari satuan lain, misalnya penyampaian
informasi dari pelaksana di satuan B kepada Kabag bagian C.
7
Dalam UU nomor 25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional
(Propenas) yang dijabarkan dalam Rencana Pembangunan Tahunan (Rapeta) dinyatakan
adanya perintisan pembentukan Dewan Sekolah (school board) di setiap kabupaten dan
kota, dan pembentukan Komite Sekolah di setiap sekolah (Tim Dosen AP, 2011: 26).
Hubungan berbagai institusi yang mengelola pendidikan dapat digambarkan
berikut (Tim Dosen AP, 2011: 26).
8
2. Pendukung (supporting agency) baik berwujud finansial, pemikiran
maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan
3. Pengontrol (controlling agency) dalam rangka transparansi dan
akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan
4. Mediator antara pemerintah (eksekutif) dan DPRD dengan masyarakat
(Tim Dosen AP, 2011: 27).
Anggota Dewan Pendidikan maksimal 17 orang terdiri dari unsur masyarakat; dan
unsur birokrasi dan legislatif. Model hubungan Dewan Pendidikan dengan instansi terkait
di kabupaten/kota dapat dilihat pada gambar tersebut.
Gambar 3. Model Hubungan Dewan Pendidikan dengan Instansi terkait di Kabupaten/Kota (I)
Atau digambarkan sebagai berikut
9
Gambar 4. Model Hubungan Dewan Pendidikan dengan Instansi terkait di Kabupaten/Kota (II)
(Tim Dosen AP, 2011: 28).
Model struktur organisasi Dewan Pendidikan kabupaten dan kota dapat
digambarkan sebagai berikut.
Komite Sekolah adalah badan mandiri yang mewadahi peran serta masyarakat
dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efisiensi pengelolaan pendidikan di
10
suatu pendidikan, baik pada pendidikan pra sekolah, jalur pendidikan sekolah maupun
jalur pendidikan luar sekolah. Komite Sekolah berperan:
1. Pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan pelaksanaan
kebijakan pendidikan di satuan pendidikan
2. Pendukung (supporting agency) baik berwujud finansial, pemikiran maupun
tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan
3. Pengontrol (controlling agency) dalam rangka transparansi dan akuntabilitas
penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan
4. Mediator antara pemerintah (eksekutif) dan DPRD dengan masyarakat di satuan
pendidikan.
Anggota Dewan Pendidikan minimal 9 orang yang terdiri unsur masyarakat; dan
unsur dewan guru, yayasan/lembaga, BPD. Model hubungan Komite Sekolah dengan
instansi terkait dapat digambarkan berikut.
11
Gambar 8. Struktur Organisasi Komite Sekolah Satuan Pendidikan
Model struktur organisasi satu komite sekolah untuk beberapa satuan pendidikan
dapat digambarkan berikut.
12
D. Jenjang, Jenis, dan Jalur Pendidikan
1. Jenjang Pendidikan
b. Pendidikan Menengah
Pendidikan menengah dalam hubungan ke bawah berfungsi
sebagai lanjutan dan perluasan pendidikan dasar, dan dalam hubungan
ke atas mempersiapkan peserta di didik untuk mengikuti pendidikan
13
tinggi ataupun memasuki lapangan kerja. Pendidikan menengah meliputi
antara lain SMA/MA SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat
(Sugiyatmi, 2012: 1).
c. Pendidikan Tinggi
Pendidikan tinggi diselenggarakan untuk menyiapkan peserta
didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik
yang dapat menerapkan, mengembangkan, dan/atau menciptakan ilmu
pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian. Output pendidikan tinggi
diharapkan dapat mengisi kebutuhan yang beraneka ragam dalam
masyarakat.
2. Jenis Pendidikan
Menurut UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional,
yang dimaksud jenis pendidikan adalah kelompok yang didasarkan pada
kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan pendidikan. Jenis pendidikan
mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan
khusus (Tim Dosen AP, 2011: 31).
a. Pendidikan Umum
Dalam SK Mendiknas No.008-E/U/1975 disebutkan bahwa
pendidikan umum adalah pendidikan yang bersifat umum, yang wajib
diikuti oleh semua siswa dan mencakup program pendidikan moral
pancasila yang berfungsi bagi pembinaan warga negara yang baik.
Pendidikan umum merupakan pendidikan dasar dan menengah
yang mengutamakan perluasan pengetahuan yang diperlukan oleh
peserta didik untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.
Bentuknya: Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah
Menengah Atas. Pendidikan umum yang wajib dilaksanakan adalah
selama 9 tahun, diselenggarakan selama 6 tahun di sekolah dasar (SD)
14
dan 3 tahun di Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau satuan
pendidikan yang sederajat (Hasbullah, 1999: 10).
b. Pendidikan Kejuruan
Pendidikan kejuruan (atau yang biasa disebut Sekolah Menengah
Kejuruan) merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan
peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Kekhususan
dalam pembelajaran di SMK bukan hanya dengan adanya pembelajaran
kompetensi keahlian yang mampu membekali siswa agar siap kerja di
dunia usaha dan industri (DU/DI) tetapi dengan adanya relevansi antara
SMK dengan DU/DI guna mencapai tujuan terciptanya mutu lulusan
SMK yang sesuai dengan kebutuhan DU/DI (Edi, dkk, 2017: 2).
c. Pendidikan Akademik
Pendidikan akademik adalah sistem pendidikan tinggi yang
diarahkan pada penguasaan dan pengembangan disiplin ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni tertentu, yang mencakup program
pendidikan sarjana, magister, dan doktor. Lulusannya mendapatkan gelar
akademik Sarjana (S1), Magister (S2), dan Doktor (S3) (Jumanto, 2016:
2).
d. Pendidikan Profesi
Berdasarkan Permendikbud No 87 Tahun 2013 Tentang Program
Pendidikan Profesi Guru Jabatan, yang dimaksud pendidikan profesi
adalah pendidikan tinggi setelah program sarjana yang mempersiapkan
peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan persyaratan keahlian
khusus.
e. Pendidikan Vokasi
Pendidikan Vokasi adalah sistem pendidikan tinggi yang
diarahkan pada penguasaan keahlian terapan tertentu, yang mencakup
program pendidikan Diploma I, Diploma II, Diploma III, Diploma IV
15
(setara S1), dan Magister Terapan (S2) Lulusan pendidikan vokasi
mendapatkan gelar vokasi, misalnya Ahli Pratama (A.Mp), A.Ma (Ahli
Muda), A.Md (Ahli Madya), Ahli/S.ST (Sarjana Sain Terapan), M.TR
(Magister Terapan) (Jumanto, 2016 : 2). Tujuan diadakannya pendidikan
vokasi adalah untuk menyiapkan lulusan-lulusan yang siap kerja dengan
cara memperbanyak komposisi praktek daripada teori, sehingga
lulusan-lulusan pendidikan vokasi dapat dikatakan memiliki skill yang
lebih baik dibandingkan lulusan-lulusan perguruan tinggi yang
menyelenggarakan pendidikan akademik.
f. Pendidikan Keagamaan
Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No 55 Tahun 2007,
pendidikan keagamaan dapat dikatakan sebagai sebuah proses
pendidikan yang memiliki kekhususan mengajarkan ilmu pengetahuan
yang berbasis agama. Pendidikan keagamamaan bertujuan memberikan
pengetahuan dan membentuk sikap, kepribadian, dan ketrampilan
peserta didik dalam mengamalkan ajaran agamanya, yang dilaksanakan
sekurang-kurangnya melalui mata pelajaran/kuliah pada semua jalur,
jenjang, dan jenis pendidikan.
g. Pendidikan Khusus
Pendidikan khusus (atau biasa disebut pendidikan luar biasa)
adalah sistem pendidikan yang diperuntukkan untuk anak atau individu
yang memerlukan layanan pendidikan khusus. Di Indonesia contoh
pendidikan khusus adalah Sekolah Luar Biasa (SLB), yang terdiri dari
Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), Sekolah Menengah Pertama Luar
Biasa (SMPLB), atau Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB) dan
sebagainya. Pendidikan luar biasa diikuti oleh anak yang berkebutuhan
khusus/kelainan yang terdiri dari: anak lambat belajar, anak kesulitan
belajar, anak dengan gangguan penglihatan, anak dengan gangguan
16
pendengaran, anak dengan gangguan emosi dan perilaku, anak dengan
gangguan fisik dan motorik, anak dengan gangguan intelektual, anak
dengan gangguan autistik, anak berkelainan majemuk, dan anak berbakat
(Setiawan, 2010: 6).
3. Jalur Pendidikan
Menurut UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional,
yang dimaksud jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk
mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan
tujuan pendidikan. Yang termasuk jalur pendidikan adalah: pendidikan formal,
pendidikan non-formal, dan pendidikan informal.
a. Pendidikan Formal
Pendidikan formal (atau yang sering disebut pendidikan
persekolahan) berupa rangkaian jenjang pendidikan yang telah baku
misalnya SD, SMP, SMA dan PT (Perguruan Tinggi). Pendidikan formal
lebih difokuskan pada pemberian keahlian atau skill guna terjun ke
masyarakat. Dalam lingkungan formal ini setiap individu akan
mendapatkan pendidikan yang lebih luas mengenai pedoman dan etika
moral kemanusiaan untuk bekalnya dalam menghadapi pergaulan di
masyarakat (Sulfasyah, 2016: 2).
b. Pendidikan Non-Formal
Pendidikan non-formal merupakan mekanisme yang memberikan
peluang bagi setiap orang untuk memperkaya ilmu pengetahuan dan
teknologi melalui pembelajaran seumur hidup. Pendidikan non-formal
adalah setiap kesempatan dimana terdapat komunikasi yang teratur dan
terarah di luar sekolah. Dalam pergaulannya di masyarakat, individu
harus mempunyai etika dan sopan santun (Sulfasyah, 2016: 2).
c. Pendidikan Informal
17
Pendidikan informal adalah bentuk pendidikan belajar secara
mandiri yang bersifat alamiah baik sadar maupun tidak,secara
terus-menerus tidak terorganisir yang berlangsung dalam lingkungan
keluarga dan masyarakat (Wibowo, 2016: 14).
Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa diantara jenjang pendidikan, jenis
pendidikan dan jalur pendidikan memiliki keterkaitan satu sama lain. Ketiganya dibedakan dari
luas dan tidaknya cakupan dalam pengelompokannya. Sebagai contoh pendidikan dasar yang
termasuk jenjang pendidikan juga termasuk dalam pendidikan jalur pendidikan yaitu pendidikan
formal dan juga termasuk jenis pendidikan umum. Sehingga dapat dikatakan bahwa jalur, jalur
pendidikan memiliki cakupan yang lebih luas dari jenjang pendidikan dan jenjang pendidikan
memiliki cakupan yang lebih luas dari jenis pendidikan.
18
BAB III
SIMPULAN
19
DAFTAR PUSTAKA
Edi, Sarwo, dkk. 2017. Pengembangan Standar Pelaksanaan Praktik Kerja Industri
(PRAKERIN) Siswa SMK Program Keahlian Teknik Pemesinan di Wilayah
Surakarta Jurnal Pendidikan Teknik iakses melalui
Kejuruan (JIPTEK), D
http://jurnal.uns.ac.id/jptk pada tanggal 21 Februari 2019.
Hasibuan.2001.Manajemen Sumber Daya Manusia.Jakarta: Bumi Aksara.
Hasbullah. 1999. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Jumanto. 2016. Sistem Pendidikan di Politeknik Negeri Bandung (POLBAN). Bandung:
Polteknik Negeri Bandung.
Lubis.1987.Teori Organisasi (Suatu Pendekatan Makro).Jakarta: Pusat Antar Universitas
Ilmu-Ilmu Sosial.
Robbins.1996.Perilaku Organisasi. Jakarta: Prehallindo.
Setiawan, Atang. 2010. Pendidikan Luar Biasa. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Sulfasyah, Jamaluddin Arifin. 2016. Implikasi Pendidikan Nonformal Pada Remaja Jurnal
Equilibrium Pendidikan Sosiologi. Makassar : Universitas Muhammadiyah Makassar.
Sutarno. 1998. Dasar Dasar Organisasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
20