Oleh Kelompok 19 :
Dosen Pembimbing :
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SURABAYA
2021
a. Permasalahan Coaching
Manajemen Waktu
1. Manajemen waktu
Menurut Macan (dalam Puspitasari, 2013) manajemen waktu
merupakan pengaturan diri dalam menggunakan waktu seefektif dan
seefisien mungkin dengan melakukan perencanaan, penjadwalan,
mempunyai kontrol atas waktu, selalu membuat prioritas menurut
kepentingannya, serta keinginan untuk terorganisasi yang dapat dilihat dari
perilaku seperti mengatur tempat kerja dan tidak menunda-nunda pekerjaan
yang harus diselesaikan (Linda, 2017). Manajemen waktu dibagi menjadi
empat aspek yaitu (1) Goal setting and prioritizing, individu dapat
menetapkan prioritas dan tujuan. (2) Planning and scheduling, individu
dapat mengatur waktu; membuat daftar-daftar yang dapat dilakukan; dan
menggunakan buku agenda. (3) Perceived control of time, individu dapat
mengarah pada efikasi diri terkait pengendalian waktu. (4) Preference for
organisation, terkait keinginan untuk mengorganisasi dan upaya yang
dilakukan dalam menyelesaikan tugas (Nisa, Mukhlis , Wahyudi, & Putri,
2019)
• Klien merasa kurang bisa membagi waktunya dalam mengerjakan tugas
kuliah dan aktivitas di rumah
• Klien sering menunda tugas perkuliahan karena kurang bisa membagi
waktu
2. Coping Strategy Stress
Menurut Lazarus dan Folkman mengatakan bahwa stress adalah
konsekuensi dari adanyan sebuah proses penilaian seseorang serta asesmen
dari sumber daya apakah individu cukup mampu dalam mengatasi tuntutan
lingkungannya. Setiap individu memerlukan sebuah coping untuk
menyelesaikan adanya stress. Coping stress menurut Lazarus dan Folkman
dibagi menjadi dua yaitu problem focused coping (berpusat langsung dalam
masalah) dan emotion focused coping (mengelola emosi yang ditimbulkan).
Aspek dari problem focused coping, yaitu confrontive coping (usaha untuk
mengubah situasi) dan planful problem-solving (mengatasi situasi yang
menekan). Untuk aspek emotion focused coping, yaitu (1) Distancing,
individu berusaha untuk mencari jarak dengan masalah. (2) Self control,
individu berusaha untuk mengelola perasaan. (3) accepting responsibility,
individu menerima bahwa ia memiliki peran dalam masalahnya. (4) escape
avoidance, individu lari dari masalah. (5) seeking social support, individu
mencari simpati terhadap orang lain (Yustinus Joko Dwi Nugroho, 2016)
• Klien merasa tertekan dan stress karena merasa sangat kesulitan dalam
mengatur waktunya
c. Rancangan Skenario
1. Tahap 1 coaching
HARI KE-1
B Iya Kak
B Iya aamiin bu
Tahap 2
B Iya mbak..
d. Pelaksanaan Coaching
1. Tahap 1
Sesi coaching pada tahap 1 ini bertujuan untuk menjalin relasi serta
membahas dan memperjelas permasalahan yang sedang dialami oleh klien.
Pelaksanaan ujian roleplay tahap satu berjalan dengan baik dan lancer,
pertanyaan dan jawaban coach dan klien sesuai dengan topik permasalahan.
Waktu yang digunakan dalam proses coaching juga baik karena tidak
melebihi batas waktu yang sudah ditentukan. Progress klien dalam tahap 1
sesi coaching ini dibahas menjadi 3 tahap yaitu tahap I-A “what’s going
on?”, tahap I-B“what’s really going on?” dan tahap I-C “what’s should I
work on?”.
Pada tahap satu “what’s going on?”: klien bercerita terkait
permasalahan yang dirasakan yaitu penundaan pengerjaan tugas kuliah,
klien dapat menceritakan dengan baik namun hanya secara umum saja dan
kurang mendalam. Pada tahap I-B“what’s really going on?” : klien terlihat
lebih enjoy dan lancar dalam menceritakan permasalahan beserta
aktivitasnya secara lebih rinci dan mendalam. Pada tahap I-C “what’s
should I work on?” : Klien merasa lebih sadar terhadap penyebab perubahan
yang terjadi pada dirinya dan memiliki rencana terhadap untuk mengatasi
permasalahan menunda tugas kuliah.
2. Tahap 2&3
Sesi coaching pada tahap II terdiri atas 3 bagian yaitu II-A, II-B, dan
II-C. Tahap dua ini saling terkait untuk membantu klien mengeksplorasi,
merancang, dan mengembangkan masa depan yang lebih baik. Pada tahap
II-A (Mengelola Kemungkinan) klien dapat merancang target yang hendak
dicapai yaitu mampu menuntaskan tugas kuliah paling lambat 2 hari dalam
kurun waktu pencapaian satu bulan, kemudian untuk tahap II-B Tahap II-B
(Tujuan, Hasil, dan Dampak) klien mengatakan bahwa dengan target
tersebut ia dapat lebih dapat meminimalisir waktu pengerjaan tugas kuliah
dan kegiatan lainnya dapat dijalankan dengan lebih tertata, namun klien
belum pernah melakukan usaha/upaya apapun baik dari pengalaman diri
sendiri maupun dari oranglain sebelumnya. Pada tahap II-C (Komitmen)
klien menyatakan bahwa ia memiliki keinginan yang kuat untuk berubah
walaupun mungkin terdistraksi oleh kegiatan lain ketika ingin mencapai
target seperti bermain hp atau mentonton tv.
Pada tahap III proses coaching membahas aktivitas yang dibutuhkan
untuk mencapai target yang telah di rencanakan pada tahap II. Selama sesi
ini berjalan dengan baik, klien memahami pertanyaan helper tanpa meminta
pengulangan pertanyaan. Pada tahap III-A, klien merencanakan 2 strategi
untuk mencapai target yaitu timelist dan alarm HP. Karena tidak
memungkinkan dilakukan secara bersama sama, pada tahap III-B, klien
memilih salah satu strategi yang dianggap lebih efektif jika dilakukan
terlebih dahulu yaitu timelist. Pada tahap III-C Klien menjelaskan bahwa ia
juga menerapkan system reward and punishment untuk dirinya agar lebih
konsisten dalam pelaksanaan strategi yang telah dirancang selama sesi
coaching. Selama tahap II dan III berjalan dengan lancer dan membutuhkan
waktu kurang dari 15 menit.
e. Refleksi helper saat menjalankan sesi
1. Tahap 1
Menurut saya, ketika menjadi coach lebih sulit dari pada menjadi
klien karena pertanyaan yang diberikan harus dapat membuat klien
menceritakan sesuai dengan topik permasalahan tanpa menggali masalalu
klien. Kemudian dalam menjalin rapport juga cukup sulit karena dilakukan
secara daring yang membuat saya kurang leluasa untuk melihat Bahasa non-
verbal klien ketika bercerita. Saya juga sempat merasa gugup dan bingung
untuk melanjutkan pertanyaan agar tetap membahas topik permasalahan
namun lama-kelamaan saya merasa lebih santai karena klien juga dapat
menceritakan permasalahannya dengan baik walaupun sempat merasa
gugup juga.
Selain itu, dalam tiap tahap sesi 1 ini juga perlu menggunakan
keterampilan-keterampilan yang awalnya membuat saya cukup gugup dan
kurang percaya diri dalam melakukan keterampilan tersebut, namun dengan
latihan rutin dan serius saya dapat melakukan keterampilan-keterampilan
tersebut dengan lebih baik dan membantu saya dalam melakukan
penggalian cerita klien dalam tahap pertama proses coaching.
2. Tahap 2&3
Ketika menjadi Helper dalam sesi coaching ini saya merasa lebih
sulit dibanding ketika saya menjadi helpee pada sesi konseling. Karena,
saya harus menggali target/tujuan serta upaya yang hendak klien capai
kedepannya. Selain itu, dalam menggali tersebut saya perlu merancang
pertanyaan yang fokus terkait problem klien karena saya terkadang mudah
terdistraksi untuk bertanya menyinggung kegiatan pribadi klien.
Kesulitan dalam mengerjakan sesi II adalah ketika menspesifikkan
target dari klien, namun saya merasa mampu untuk melakukan hal tersebut.
Saya merasa lebih kesulitan pada tahap III dibanding tahap II. Karena, saya
merasa kebingungan untuk bertansisi dan membedakan antara pertanyaan
strategi dengan tujuan. Selain itu, klien juga memiliki distraksi ketika
menjalankan target sehingga saya juga melontarkan pertanyaan yang dapat
membuat klien mampu mengatasi distraksi yang ia alami. Selain itu, etika,
bahasa verbal dan non verbal serta penerapan Teknik coaching juga saya
pelajari dengan sungguh-sungguh saya berlatih berkali-kali agar dapat
melaksanakan sesi coaching kali ini dengan baik dan lancar.
PUSTAKA ACUAN
Nisa, N. K., Mukhlis , H., Wahyudi, D. A., & Putri, R. H. (2019). Manajemenwaktu
dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa keperawatan. Journal of
Psychological Perspective, 1(1), 29-34.
Laporan Tugas Akhir
Oleh Kelompok 19 :
Dosen Pembimbing :
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SURABAYA
2021
1. Permasalahan Konseling
Low Self-Esteem
Nisa adalah seorang perempuan berusia 20 tahun suku jawa yang saat ini
sedang menempuh perkuliahan semester 6 di Universitas Surabaya, ia adalah
anak kedua dari dua bersaudara. Karena sudah merasa semester akhir ia merasa
memiliki ia ingin bisa memperluas relasi pertemanannya dan ingin
mengembangkan potensi yang ia miliki namun ia merasa kesulitan dalam
melakukan hal tersebut. Ketika hendak memulai percakapan, ia sering merasa
minder dan kurang percaya diri. Perasaan ini akan muncul dalam beberapa
situasi di lingkungan sosialnya. Hal ini bermula pada saat ia SMP Ia pernah
dibully oleh beberapa teman laki-lakinya karena penampilan fisiknya sehingga
ia merasa kurang percaya diri untuk berbicara dan menunjukkan potensi yang
ia miliki. Ketika berhadapan dengan orang lain, Nisa cenderung tidak dapat
menatap mata lawan bicaranya dan mengalihkan wajahnya karena ia merasa
malu ketika berbicara terlalu intens dengan orang baru. Ia selalu meragukan
potensi yang ia miliki untuk bisa dikembangkan seperti orang lain. Ketika
mulai merasa minder, ia akan mengalihkan perasaannya tersebut dengan
bermain game.
Ketika berbicara didepan orang banyak ia akan merasa cemas, malu dan
gugup. Ketika diminta untuk mengikuti organisasi ataupun lomba ia akan
menolak karena merasa tidak terlalu percaya diri meskipun orang lain merasa
dirinya memiliki potensi untuk hal tersebut. Nisa sudah mencoba mengikuti
saran teman untuk latihan memperluas relasi dengan teman baru di dunia online
namun, menurutnya hal tersebut tidak merubah apapun dalam kehidupan
nyatanya. Ia bingung apa yang terjadi pada dirinya karena merasa bahwa ia
sudah melakukan upaya namun masih tetap kesulitan dalam menjalin relasi
dengan orang baru dan mengembangkan potensinya
➢ Intervensi yang digunakan adalah konseling. Konseling adalah intervensi
yang menolong Nisa untuk mengatasi hambatan-hambatan pribadi yang ia
rasakan khususnya mengenai perasaan kurang percaya diri dengan mencapai
pertumbuhan pribadi secara optimal serta mengelola masalah yang Nisa
rasakan.
2. Topik Konseling
a. Self-Esteem
Menurut Rosenberg (1965), self-esteem mengacu pada evaluasi
positif individu secara keseluruhan terhadap diri sendiri. Self-esteem
berkaitan dengan keyakinan pribadi terkait keterampilan, kemampuan dan
hubungan sosial individu. Tinggi rendahnya self-esteem remaja dipengaruhi
oleh tiga komponen penting yang terlibat dalam proses evaluasi dirinya,
yakni umpan balik dari significant others; pengetahuan tentang siapa dirinya
dan perasaan terhadap identitas dirinya, value yang dimiliki, keyakinan akan
value pribadi; serta kesadaran akan tingkat kompetensi dan mengapresiasi
prestasinya (Febrina, Suharso, & Saleh, 2018).
b. Tahap 2 dan 3
N Baik hehe
N Sudah mbak
N Iya mbak
B Baik kak Nisa, setelah kak Nisa sudah Tahap III-A Probing
menetapkan target yang akan dicapai,
“What Are The
kira-kira cara apa yang kak Nisa
Paths To My
lakukan untuk mencapai target Goals?”
tersebut?
B Baik kak Nisa, semua yang sudah kak Tahap III-B probing
Nisa ceritakan mengenai cara-cara
Memilih
kak Nisa ingin memulai untuk
strategi yang
percaya diri menurut saya sudah
paling cocok
bagus ya untuk langkah awal. Apakah
“what
dengan cara tersebut kak Nisa merasa
strategies make
bisa seperti teman kak Nisa yang kak
most sense for
Nisa sebutkan tadi?
me?”
N Iya mbak
N Iya mbak
N Selamat siang
4. Pelaksanaan Konseling
a. Tahap 1
Selama konseling, konselor berperan mendorong helpee untuk dapat
menceritakan masalah yang membuat ia tidak mampu menatap lama mata
lawan bicara karena merasa kurang percaya diri. Helpee dapat bercerita
dengan santai dan terbuka menceritakan permasalahan yang menyebabkan
ia kurang percaya diri. Konselor berusaha terus menggali blindspot pada
helpee, sehingga dapat membantu helpee untuk membantu mencapai
harapan yang diinginkan. Pelaksanaan konseling ini dibagi menjadi
beberapa sesi, paada sesi tahap 1 konselor telah menemukan tujuannya yaitu
menemukan permasalahan yang dialami oleh helpee. Saat sesi tahap 1
sedikit memiliki kendala pada sinyal yang tiba-tiba suara helpee menjadi
seperti robot, selebihnya masih dirasa baik tidak ada kendala dengan helpee
yang tertutup atau malu-malu untuk bercerita tentang masalahnya.
Helpee memiliki tujuan untuk bisa menjalani relasi dengan orang
banyak dan menjadi percaya diri, seperti bisa menatap mata lawan bicara
tanpa perlu merasa cemas dan malu. Kendala yang dirasakan helpee, bahwa
ia tidak bisa mneatap lama mata lawam bicara karena merasa kurang
percaya diri dan minder yang terkadang hingga merasa cemas, malu, dan
gugup. Faktor yang menyebabkan helpee menjadi kurang percaya diri
karena adanya tindakan bully di masa SMP oleh teman laki-laki helpee.
b. Tahap 2
Sesi konseling pada tahap dua yaitu bertujuan untuk membantu klien
mengeksplorasi, merancang, dan mengembangkan masa depan yang lebih baik.
Pelaksanaan ujian role play pada tahap dua ini berjalan dengan lancar, klien
dapat menetapkan target untuk permasalahannya. Target yag di inginkan klien
yaitu bisa memiliki rasa percaya diri yang tinggi, sehingga ia mampu untuk
menatap mata lawan bicaranya dengan lama tanpa adanya rasa cemas, gugup,
dan minder. Klien juga mengatakan jika ia bisa menatap mata lawan bicaranya
dengan lama tanpa rasa cemas nantinya juga dapat membangun relasi dan
memiliki banyak teman. Klien juga memiliki keinginan menjadi seperti
temanya yang dapat memiliki banyak teman dan skill karena mengikuti
kegiatan organisasi di kampus. Kendala yang dirasakan klienyaitu terkadang
klien sudah merasa percaya diri, tetapi keesokan harinya klien menjadi tidak
percaya diri lagi.
Pada tahap tiga klien mulai menyusun strategi untuk mencapai target yang
sudah ditetapkan. Klien memiliki strategi dengan mencoba untuk
bergabung dengan kegiatan-kegiatan sosial agar dapat berkenalan dengan
orang baru. Klien beranggapan jika bergabung dengan kegiatan-kegiatan sosial
dapat melatih ia untuk dapat membuka obrolan terlebih dahulu dengan orang
yang ada di sebelahnya dan dapat berlatih perlahan-lahan melihat mata lawan
bicaranya minimal 1 menit. Apalagi jika lingkunganya mendukung, menurut
klien hal itu dapat menjadikannya secara berlahan-lahan dapat percaya diri.
Febrina, D. T., Suharso, P. L., & Saleh, A. Y. (2018). Self-Esteem Remaja Awal:
Temuan Baseline Dari Rencana Program Self-Instructional Training
Kompetensi Diri. Jurnal Psikologi Insight, 43-56.
Kumalaningtyas, N., & Sadasri, L. M. (2018). Citra tubuh positif perempuan dalam
iklan video digital (studi femvertising pada iklan dove real beauty). Diakom:
Jurnal Media Dan Komunikasi, 62-73.