Makalah Uji Stabilitas
Makalah Uji Stabilitas
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah
tentang Stabilitas Obat ini dengan baik. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak
terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Kami berharap makalah ini adalah sebagai suatu bidang pembelajaran dan
penambah wawasan juga pengetahuan terhadap pembaca.
Penyusun
Daftar isi
C. Tujuan …………........................................
Bab II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan .........................................
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Stabilitas dalam arti luas dapat didefinisikan sebagai ketahanan suatu produk
sesuai dengan batas-batas tertentu selama penyimpanan dan penggunaanya atau
umur simpan suatu produk dimana produk tersebut masih mempunyai sifat dan
karakteristik yang sama seperti pada waktu pembuatan. Banyak faktor yang
mempengaruhi stabilitas dari sediaan farmasi, antara lain stabilitas bahan aktif,
interaksi antara bahan aktif dengan bahan tambahan, proses pembuatan bentuk
sediaan, kemasan, cara pengemasan dan kondisi lingkungan yang dialami selama
pengiriman, penyimpanan, penanganan dan jarak waktu antara pembuatan dan
penggunaan. Faktor lingkungan seperti temperatur, radiasi cahaya dan udara
(khususnya oksigen, karbon dioksida dan uap air) juga mempengaruhi stabilitas.
Demikian pula faktor formulasi seperti ukuran partikel, pH, sifat dari air dan sifat
pelarutnya dapat mempengaruhi stabilitas (Osol et al, 1980).
Stabilitas sediaan farmasi merupakan salah satu kriteria yang amat penting
untuk suatu hasil produksi yang baik. Ketidakstabilan produk obat dapat
mengakibatkan terjadinya penurunan sampai dengan hilangnya khasiat obat, obat
dapat berubah menjadi toksik atau terjadinya perubahan penampilan sediaan (warna,
bau, rasa, konsistensi dan lain-lain) yang akibatnya merugikan bagi si pemakai.
Ketidakstabilan suatu sediaan farmasi dapat dideteksi melalui perubahan sifat fisika,
kimia serta penampilan dari suatu sediaan farmasi. Besarnya perubahan kimia sediaan
farmasi ditentukan dari laju penguraian obat melalui hubungan antara kadar obat
dengan waktu, atau berdasarkan derajat degradasi dari suatu obat yang jika dipandang
dari segi kimia, stabilitas obat dapat diketahui dari ada atau tidaknya penurunan kadar
selama penyimpanan. (Ansel, 1989; Lachman et al,1994).
Stabilitas obat dapat diketahui dari ada tidaknya penurunan kadar selama
penyimpanan. Pada pembuatan obat harus diketahui waktu paruh suatu obat. Waktu
paruh suatu obat dapat memberikan gambaran stabilitas obat, yaitu gambaran
kecepatan terurainya obat atau kecepatan degradasi kimiawinya. Dengan mengetahui
stabilitas obat dan waktu paruhnya dapat diketahui lamanya obat dapat disimpan atau
waktu simpan. Semua sediaan obat memiliki batas usia simpan yang dapat
mengalami penguraian karena proses oksidasi reduksi. Sehingga menyebabkan obat
tersebut tidak berkhasiat bahkan memiliki sifat yang toksik. Kestabilan fisika-kimia
obat sangat penting dipahami bagi seorang pharmacist agar dapat menentukan
dengan tepat, kapan suatu obat masih dapat digunakan dan kapan sudah melewati
waktu simpannya. Oleh karena itu, pengetahuan mengenai kestabilan suatu sediaan
obat harus dapat diketahui dan dipahami.
B. Rumusan Masalah
a. Apa itu stabilitas obat?
b. Apa saja jenis-jenis stabilitas obat?
C. Tujuan
PEMBAHASAN
A. Stabilitas Obat
1. Stabilitas Fisika
Stabilitas fisika adalah mengevaluasi perubahan sifat fisika dari suatu
produk yang tergantung waktu (periode penyimpanan). contoh dari perubahan fisika
antara lain : migrasi (perubahan) warna, perubahan rasa, perubahan bau, perubahan
tekstur atau penampilan. Evaluasi dari uji stabilitas fisika meliputi : pemeriksaan
organoleptik, homogenitas, ph dan bobot jenis.
Kriteria stabilitas fisika:
a. Penampilan fisika meliputi; warna, bau, rasa, tekstur, bentuk sediaan
b. Keseragaman bobot
c. Keseragaman kandungan
d. Suhu
e. Disolusi
f. Kekentalan
g. Bobot jenis
h. Visikositas
Sifat fisik meliputi hubungan tertentu antara molekul dengan bentuk energi
yang telah ditentukan dengan baik atau pengukuran perbandingan standar luar
lainnya. Dengan menghubungkan sifat fisik tertentu dengan sifat kimia dari molekul-
molekul yang hubungannya sangat dekat, kesimpulannya adalah :
a. Menggambarkan susunan ruang dari molekul obat.
b. Memberikan keterangan untuk sifat kimia atau fisik relatif dari sebuah molekul.
c. Memberikan metode untuk analisis kualitatif dan kuantitatif untuk suatu zat
farmasi tertentu.
Ketidakstabilan Fisika
Berikut ini akan diuraikan jenis ketidakstabilan yang paling penting, tanpa
memperdulikan kesempurnaan prosesnya.
a. Perubahan struktur kristal
Banyak bahan obat menunjkkan perilaku polomorfi, yang disebabkan oleh
perubahan lingkungan, yang tidak terdeteksi secara organoleptis. Akan tetapi
umumnya menyebabkan terjadinya perubahan dalam perilaku pembebasan dan
resorpsi bahan obat.
b. Perubahan kondisi distribusi
Dengan aktifnya daya gravitasi akan terjadi fenomena pemisahan pada
sistem cairan banyak fase, namun dalam stadium lanjut dapat terlihat sebagai
sedimentasi atau pengapungan.
c. Perubahan konsisitensi atau kondisi agregat
Sediaan obat semi padat seperti salep atau pasta selama penyimpanan dapat
mengalami pengerasan.
d. Perubahan perbandingan kelarutan
Pada sistem dispersi molekular (misalnya larutan bahan obat) dapat terjadi
pemisahan bahan terlarut (kristalisasi atau pengedapan) melalui perubahan
konsentrasi akibat penguapan bahan pelarut.
e. Perubahan perbandingan hidratasi
Melalui pengambilan atau pelepasan cairan dapat mempengaruhi
perbandingan hidratasi senyawa sekaligus sifatnya secara nyata.
2. Stabilitas Farmakologi
Aktivitas senyawa bioaktif disebabkan oleh interaksi antara molekul obat
dengan bagian molekul dari obyek biologis yaitu resptor spesifik. Untuk dapat
berinteraksi dengan reseptor spesifik dan menimbulkan aktivitas spesifik, senyawa
bioaktif harus mempunyai stuktur sterik dan distribusi muatan yang spesifi pula.
Dasar dari aktivitas bioogis adalah proses-proses kimia yang kompleks mulai dari
saat obat diberikan sampai terjadinya respons biologis.
Pada fasa I selain sifat molekul obat, seperti kestabilan terhadap asam
lambung dan larutan dalam air, formulasi farmasetis dan bentuk sediaan yang
digunakan juga penting untuk aktivitas obat.
b. Fasa Farmakokinetik
Meliputi proses fasa II dan fasa III. Fasa II adalah proses absorpsi molekul
obat yang mengahasilkan ketersediaan biologis obat, yaitu senyawa aktif dalam
cairan darah (Ph = 7,4) yang akan didistribusikan ke jaringan atau organ tubuh. Fasa
III adalah fasa yang melibatkan proses distribusi, metabolisme dan ekresi obat, yang
menentukan kadar senyawa aktif pada kompartemen tempat reseptor berbeda. Fasa I,
II dan III menentukan kadar obat aktif yang dapat mencapai jaringan target.
c. Fasa Farmakodinmik
Meliputi proses fasa IV dan fasa V. Fasa IV adalah tahap interaksi molekul
senyawa aktif dengan tempat aksi spesifik atau reseptor pada jaringan target, yang
dipengaruhi oleh ikatan kimia yang terlibat. Fasa V adalah induksi rangsangan,
dengan melalui proses biokimia, menyebabkan terjadinya respons biologis.
3. Stabilitas Kimia
Stabilitas kimia suatu obat adalah lamanya waktu suatu obat untuk
mempertahanakan integritas kimia dan potensinya seperti yang tercantum pada etiket
dalam batas waktu yang ditentukan. Pengumpulan dan pengolahan data merupakan
langkah menentukan baik buruknya sediaan yang dihasilkan, meskipun tidak
menutup kemungkinan adanya parameter lain yang harus diperhatikan. Data yang
harus dikumpulkan untuk jenis sediaan yang berbeda tidak sama, begitu juga untuk
jenis sediaan sama tetapi cara pemberiannya lain. Jadi sangat bervariasi tergantung
pada jenis sediaan, cara pemberian, stabilitas zat aktif dan lain-lain.
Data yang paling dibutuhkan adalah data sifat, kimia, kimiafisik, dan kerja
farmakologi zat aktif (data primer), didukung sifat zat pembantu (data sekunder).
Secara reaksi kimia zat aktif dapat terurai karena beberapa faktor diantaranya ialah,
oksigen (oksidasi), air (hidrolisa), suhu (oksidasi), cahaya (fotolisis), karbondioksida
(turunnya pH larutan), sesepora ion logam sebagai katalisator reaksi oksidasi. Jadi
jelasnya faktor luar juga mempengaruhi ketidakstabilan kimia seperti, suhu,
kelembaban udara dan cahaya.
b. Epimerisasi
Senyawa tetrasiklin paling umum mengalami epimerisasi. Reaksi terjadi
dengan cepat ketika obat dilarutkan dan terpapar dg pH lebih dari 3, mengakibatkan
terjadinya perubahan sterik pd gugus dimetilamin. Bentuk epimer dari tetrasiklin
seperti epitetrasiklin tidak memiliki aktifitas anti bakteri.
c. Dekarboksilasi
Beberapa asam senyawa asam karboksilat terlarut seperti para-amini salisilic
acid dapat kehilangan CO2 dari gugus karboksil ketika dipanaskan. Produk urainya
memiliki potensi farmakologi yang rendah. Beta-keto dekarboksilasi dpt terjadi pada
beberapa antibiotik yg memiliki gugus karbonil pada beta karbon dari asam
karboksilat atau anion karboksilat. Dekarboksilasi akan terjadi pada beberapa
antibiotik : Carbenicillin sodium, Carbenicillin free acid, Ticarcillin sodium,
Ticarcillin free acid.
d. Dehidrasi
Dehidrasi yg dikatalisis oleh asam pd gol tetrasiklin menghasilkan senyawa
epianhidrotetrasiklin, senyawa yg tdk memiliki efek anti bakteri dan memiliki efek
toksisitas
e. Oksidasi
Struktur molekular yang dapat mudah teroksidasi adalah gugus hidroksil yang
terikat langsung pada cincin aromatik (contoh pd katekolamin dan morfin), gugus
dien terkonjugasi (vit A dan asam lemak tak jenuh), cicin heterosiklik aromatik,
gugus turunan nitroso dan nitrit dan aldehid (flavoring). Produk hasil oksidasi
biasanya memiliki efek terapetik lebih rendah. Identifikasi secara visual bisa terlihat
pada perubahan warna contohnya pada kasus efineprin. Oksidasi dapat dikatalisa oleh
pH ion logam contohnya tembaga dan besi, paparan terhadap oksigen, UV.
f. Dekomposisi fotokimia
Paparan pada UV dapat menyebabkan oksidasi (foto oksidasi) dan fotolisis
pada ikatan kovalen. Nipedipin, nitroprusin, ribovlavin, dan fenotiazin sangat tidak
stabil terhadap foto oksidasi.
g. Kekuatan Ion
Efek dari jumlah elektrolit yang terlarut terhadap kecepatan hidrolisis
dipengaruhi oleh kekuatan ion pada interaksi inter ionik. Secara umum konstanta
kecepatan hidrolisis berbanding tebalik dengan kekeuatan ion dan sebaliknya dengan
muatan ion, sebagai contoh obat-obat kation yang diformulasikan dengan bahan
tambahan anion.
h. Perubahan Nilai pH
Degradasi dari banyak senyawa obat dalam larutan dapat dipercepat atau
diperlambat secara ekponensial oleh nilai pH yg naik atau turun dari rentang pH nya.
Nilai pH yang di luar rentang dan paparan terhadap temperatur yang tinggi adalah
faktor yang mudah mengkibatkan efek klinik dari obat secara signifikan, akibat dari
reaksi hidrolisis dan oksidasi. Larutan obat atau suspensi obat dapat stabil dalam
beberapa hari, beberapa minggu, atau bertahun-tahun pada formulasi aslinya, tetapi
ketika dicampurkan dengan larutan lain yg dapat mempengaruhi nilai pH nya,
senyawa aktif dapat terdegradasi dalam hitungan menit.
Sistem pH dapar yang biasanya terdegradasi dari asam atau basa lemah dan
garamnya biasanya ditambahkan ke dalam sediaan cair ditambahkan untuk
mempertahankan pHnya pada rentang dimana terjadinya degradasi obat minimum.
Pengaruh pH pada kestabilan fisik sistem dua fase contohnya emulsi juga penting,
sebagai contoh kestabilan emulsi intravena lemak dirusak oleh pH asam.
i. Interionik
Kelarutan dari muatan ion yg berlawanan tergantung pada jumlah muatan
ionnya dan ukuran molekulnya. Secara umum ion2 polivalen dengan muatan
berlawanan bersifat inkompatibel. Jadi inkompatibilitasnya lebih mudah terjadi
dengan penambahan sejumlah besar ion dengan muatan yang berlawanan.
k. Temperatur
Secara umum kecepatan reaksi kimia meningkat secara eksponensial setiap
kenaikan 10 derajat suhu. Faktor nyata yg mengakibatkan kenaikan kecepatan reaksi
kimia ini adalah karena aktifasi energi. Waktu simpan obat pd suhu ruang biasanya
akan berkurang ¼ atau 1/25 dari waktu simpan di dalam refrigrator. Temperatur
dingin juga dapat mengakibatkan ketidakstabilan. Sebagai contoh refrigerator dapat
mengkibatkan kenaikan viskositas pada sediaan cair dan menyebabkan supersaturasi
pada kasus lain, dingin atau beku dapat merubah ukuran droplet pd emulsi, dapat
mendenaturasi protein atau pada kasus tertentu dapat menyebabkan kelarutan
beberapa polimerik obat dapat berkurang.
4. Stabilitas Mikrobiologi
Stabilitas mikrobiologi suatu sediaan adalah keadaan di mana tetap sediaan
bebas dari mikroorganisme atau memenuhi syarat batas miroorganisme hingga batas
waktu tertentu.5 Terdapat berbagai macam zat aktif obat, zat tambahan serta berbagai
bentuk sediaan dan cara pemberian obat. Tiap zat, cara pemberian dan bentuk sediaan
memiliki karakteristik fisika-kimia tersendiri dan umumnya rentan terhadap
kontaminasi mikroorganisme dan/atau memang sudah mengandung mikroorganisme
yang dapat mempengaruhi mutu sediaan karena berpotensi menyebabkan penyakit,
efek yang tidak diharapkan pada terapi atau penggunaan obat dan kosmetik.
Oleh karena itu farmakope telah mengatur ketentuan mengenai kandungan
mikroorganisme pada sediaan obat maupun kosmetik dalam rangka memberikan hasil
akhir berupa obat dan kosmetika yang efektif dan aman untuk digunakan atau
dikonsumsi manusia. Stabilitas mikrobiologi diperlukan oleh suatu sediaan farmasi
untuk menjaga atau mempertahankan jumlah dan menekan pertumbuhan
mikroorgansme yang terdapat dalam sediaan tersebut hingga jangka waktu tertentu
yang diinginkan.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stabilitas Mikrobiologi
Stabilitas mikrobiologi suatu sediaan dapat dipengaruhi oleh beberap factor,
antara lain:
Sifat fisika kimia zat aktif maupun zat tambahan dapat mempengaruhi
stabilitas mikrobiologi sediaan. Zat yang bersifat higroskopik atau hidrofilik rentan
terhadap kontaminasi mikroorganisme. Hal ini berhubungan dengan adanya air yang
merupakan media pertumbuhan bagi mikroorganisme.
5. Stabilitas Toksikologi
Stabilitas toksikologi adalah ukuran yang menujukkan ketahanan suatu
senyawa/bahan akan adanya pengaruh kimia, fisika, mikrobiologi dan farmakologi
yang tidak menyebabkan peningkatan toksisitas secara signifikan. Efek toksik dapat
dibedakan, menjadi :
a. Efek toksik akut, mempunyai korelasi langsung dengan absorpsi zat toksik
b. Efek toksik kronis, zat toksik dalam jumlah kecil diabsorpsi sepanjang jangka
waktu lama, terakumulasi, mencapai konsentrasi toksik akhirnya timbul
keracunan.
Toksisitas jangka panjang, efek toksik baru muncul setelah periode waktu
laten yang lama sebagai contoh kerja karsinogenik dan mutagenik. Penggolongan
toksikologi dengan cara lain berdasarkan jenis zat dan keadaan yang mengakibatkan
kerja toksik, yaitu : kerja / efek tidak diinginkan, keracunan akut pada dosis berlebih,
pengujian terhadap toksisitas dan toleransi pada fase praklinik.
Zat kimia disebut xenobiotik (xeno = asing), dimana setiap zat kimia baru
harus diteliti sifat-sifat toksiknya sebelum diperbolehkan penggunaannya secara luas.
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan toksisitas adalah :
a. Dosis
Dosis menentukan apakah suatu zat kimia adalah racun. Untuk setiap zat
kimia, termasuk air, dapat ditentukan dosis kecil yang tidak berefek sama sekali atau
dosis besar sekali yang dapat menimbulkan keracunan dan kematian.
b) Pengawet
Kemungkinan kontaminasi selama pembuatan, penyimpanan dan
penggunaan. Sumber kontaminan; berasal dari manusia, bahan obat, bahan tambahan,
lingkungan, alat-alat dan bahan pengemas. Faktor-faktor yang mempengaruhi
aktivitas pengawet:
i) Koefisien distribusi liphoid-air yang dipilih pengawet yang larut
ii) Harga pH karena pengawet yang dapat menimbulkan aktivitas adalah pengawet
yang tidak terdisosiasi atau terdapat dalam bentuk molekul yang dapat
menembus membran
iii) Konsentrasi, ada yang menghambat pertumbuhan dan juga mematikan sel
iv) Suhu, dengan kenaikan suhu berarti terjadi kenaikan aktivitas pengawet
Syarat memilih bahan pengawet, yaitu perlu dipilih bahan yang dapat
tersatukan secara fisiologis, tidak toksik, alergi dan sensibilisasi, yang kesemuanya
tergantunng dosis, dapat tercampur dengan bahan aktif dan bahan tambahan termasuk
wadah dan tutup, tidak berbau dan tidak berasa, efektif sebagai bakteriostatik atau
bakterisid, fungiostatik atau fungisid serta cukup larut dalam pembawa hingga
mencapai konsentarsi yang memadai.
c) Antioksidan
Terjadinya oksidasi karena dipengaruhi oleh:
i) Harga pH semakin tinggi harga pH semakin rendah potensial redoks sehingga
oksidasinya semakin lancar
ii) Cahaya sebab cahaya mengandung energi oton yang dapat meningkatkan atau
mempercepat proses oksidasi, maka molekul-molekul obat semakin reaktif
iii) O2 atau kandungan O2 akan meningkatkan proses oksidasi
iv) Ion logam berat berfungsi sebagai katalisator proses oksidasi
c. Faktor luar
1) cara pembuatan
2) bahan pengemas
Terbagi atas 2, yaitu bahan pengemas primer yaitu bahan pengemas yang
langsung bersentuhan atau kontak dengan sediaan (wadahnya), dan bahan pengemas
sekunder, yaitu bahan pengemas yang tidak bersentuhan langsung dengan sediaan.
Syarat dalam pemilihan bahan pengemas antara lain adalah :
i) melindungi preparat dari keadaan lingkungan
ii) tidak boleh bereaksi dengan produk
iii) tidak boleh memberikan rasa atau bau paa produk
iv) tidak toksik
v) disetujui oleh lembaga kesehatan dunia
vi) harus memenuhi tuntunan tahan banting yang sesuai
vii) mudah mengeluarkan isi
viii) menarik