Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN HOME VISIT PADA KELUARGA Nn.

Q DENGAN
HALUSINASI DI RUANG MERPATI
RSJ CISARUA PROVINSI JAWA BARAT

Disusun oleh:

Iis Intan Lestari


P17320120519

PROGRAM PROFESI NERS


JURUSAN KEPERAWATAN BANDUNG
POLTEKKES KEMENKES BANDUNG
2021
BAB I
PRE PLANNING HOME VISIT
A. Latar Belakang
Kunjungan rumah atau home visite adalah salah satu intervensi keperawatan yang
dilakukan oleh seorang perawat dalam rangka memenuhi kebutuhan klien yang harus dipenuhi
oleh keluarga dalam proses penyembuhan klien (anggota keluarga yang sakit). Kunjungan
rumah perlu dilakukan terutama pada keluarga yang belum mengetahui masalah yang dihadapi
klien dan jarang mengunjungi pasien di rumah sakit .Selain itu kunjungan rumah juga
dilakukan kepada keluarga yang belum menerima keadaan dan dampak terhadap keluarga
akibat dari masalah yang dialami oleh klien. Sehingga perawat perlu memberikan intervensi
kepada keluarga berupa pendidikan kesehatan tentang gangguan jiwa,masalah-masalah yang
dialami klien yaitu Halusinasi penglihatan dan cara-cara perawatan klien dirumah, karena
keluarga merupakan unit yang paling dekat dengan klien.
Diharapkan dengan adanya kunjungan rumah, keluarga dapat merawat klienHalusinasi
penglihatan dirumah dengan benar dan membantu mempercepat penyembuhanklien dan
mengurangi resiko kambuh ulang. Selain itu dengan adanya kunjungan rumahini diharapkan
keluarga dan lingkungan dapat menerima kehadiran klien setelah klienkembali kerumah,tanpa
membeda-bedakan dengan anggota keluarga yang lainnya.
B. Identitas klien
Inisial klien : Nn.Q
Usia : 19 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Tgl masuk RS : 6 September 2021
Alamat : Cikuya, RT04/RW06, Cicalengka
Diagnosa keperawatan : Gangguan sensori persepsi : halusinasi penglihatan
C. Tujuan Kunjungan Rumah
1. Tujuan Umum
Keluarga dapat menerima dan merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan
jiwa dan menjadi system pendukung yang efektif.
2. Tujuan Khusus
a. Memberikan informasi kepada keluarga tentang perkembangan kondisi klien selama
di rumah sakit.
b. Memvalidasi data dan melengkapi data yang diperoleh dari klien dan data sekunder
(rekam medik) mengenai :
1) Alasan masuk atau dirawat dirumah sakit jiwa cisarua
2) Faktor predisposisi dan presipitasi.
3) Genogram keluarga.
4) Persepsi keluarga terhadap penyakit yang diderita klien.
5) Support system dalam keluarga.
3. Mengkaji pengetahuan keluarga tentang perawatan klien gangguan jiwa di rumah
dikaitkan dengan 5 fungsi keluarga yaitu :
a. Keluarga dapat mengenal masalah yang menyebabkan klien kambuh.
b. Keluarga dapat mengambil keputusan dalam melakukan perawatan terhadap klien.
c. Keluarga dapat merawat klien dirumah.
d. Keluarga dapat memodifikasi lingkungan yang terapeutik dalam merawat klien.
e. Keluarga dapat memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat untuk
merawat kesehatan klien.
4. Memberikan pendidikan kepada keluarga sesuai dengan masalah yang ditemukan saat
pengkajian.
5. Memotivasi keluarga untuk melanjutkan perawatan di rumah
D. Rencana Tindakan Keperawatan
1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik
1) Ucapkan salam
2) Perkenalkan nama,asal,tujuan,dan lama kunjungan
3) Beri informasi bahwa klien mulai di rawat oleh mahasiswa mulai tanggal 8
september 2021, dimulai pada pukul 07.00 – 13.00 WIB
4) Menanyakan tentang perilaku klien dirumah yang menyebabkan keluarga
memutuskan untuk membawa klien ke RSJ Cisarua
5) Menanyakan kepada keluarga faktor apakah yang menyebabkan klien
mengalami gangguan jiwa.
6) Menanyakan tentang keluarga klien (orang tua,,kakak).
7) Menanyakan kepada klien tentang tanggapan keluarga mengenai penyakit yang
diderita klien.
8) Menanyakan harapan keluarga terhadap kesembuhan klien.
9) Menanyakan dan mengobservasi kondisi lingkungan tempat tinggal klien.
10) Menanyakan kepada keluarga mengenai cara perawatan dan pengobatan yang
telah dilakukan keluarga selama klien dirumah.
b. Kontrak
Selama 1 jam (jam 11:00-12:00 WIB) perawat dan keluarga akan berdiskusi tentang
cara perawatan klien yang seharusnya dilakukan keluarga selama dirumah, memberi
informasi tentang kondisi klien di rumah sakit jiwa, validasi data dari keluarga dan
kesiapan keluarga terhadap kepulangan klien.
2. Fase kerja
Tindakan keperawatan sesuai dengan diagnosa keperawatan
a. GSP : Halusinasi
SP 1 K : Klien mendapat dukungan dari keluarga dan diharapkan keluarga dapat
merawat klien dengan Halusinasi dirumah
Tindakan Keperawatan :
Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat klien halusinasi:
1) Jelaskan kepada keluarga tentang pengertian halusinasi yang ada pada klien.
2) Jenis Halusinasi
3) Tanda dan gejala halusinasi
4) Cara merawat klien halusinasi
5) Mendemonstrasikan cara merawat klien halusinasi
6) Memberikan kesempatan pada keluarga untuk mempraktekan cara merawat
klien halusinasi
7) Cara memberi obat
8) Melatih keluarga mempraktekan cara merawat klien halusinasi
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi respon keluarga
1) Evaluasi Subjektif
a) Menanyakan perasaan kepada bapak/ibu setelah berbincang-bincang
b) Menanyakan kembali kepada kelurga tentang hal-hal yang baru saja
didiskusikan
2) Evaluasi Objektif
a) Menanyakan kembali kepada keluarga tentang pengertian, jenis tanda dan
gejala halusinasi, akibat yang akan terjadi apabila tidak ditangani, cara
keluarga untuk memberikan dukungan kepada klien dalam merawat klien
b) Mengobservasi ekspresi keluarga selama pembicaraan dan respon perilaku
terhadap kunjungan
c) Meminta keluarga untuk mendemonstrasikan kembali cara merawat serta
dukungan keluarga dengan klien
b. Rencana tindak lanjut
1) Menanyakan kepada keluarga tentang harapan dan keinginan selanjutnya
2) Meminta keluarga menjelaskan kembali yang telah didiskusikan dan tetap
berkonsultasikan dengan dokter
E.Strategi Komunikasi
1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi pak / bu, nama saya retno, saya dapat tugas dari RSJ Cisarua untuk
mengunjungi keluarga Nn.Q, yang selama ini saya rawat tanda bukti, ada surat tugas
dari dari RSJ Cisrua. Nama bapak/ibu siapa? Baiklah pak / bu, saya akan
menjelaskan kedatangan saya kesini.
b. Evaluasi Validasi
Bapak/ibu bagaimana kondisi Nn.Q sebelum dibawa ke RSJ Cisarua?
c. Kontrak
Topik : Berbincang – bincang dengan keluarga klien tentang pengertian
halusinasi, jenis, tanda dan gejala dari halusinasi dan cara merawat
pasien halusinasi.
Waktu : Bapak / Ibu Kita akan berbincang-bincang selama 1 jam
Tempat : Bapak / Ibu, dimana kita kira-kira dapat berbincan-bincang ? Diteras,
apa diruang tamu ?
Tujuan : Keluarga mampu merawat klien di rumah dengan halusinasi

2. Fase Kerja
“ Apa yang bapak/ibu ketahui tentang masalah Nn.Q ?
“ Ya, memang benar sekali pak ? ya pak/bu gejala yang dialami oleh anak bapak/ibu
disebut halusinasi, yaitu halusinasi penglihatan yang sebenarnya tidak ada dan tidak bisa
dilihat orang lain. Jadi, jika anak bapak/ibu mengatakan melihat bayagan-bayangan,
sebenarnya bayangan itu tidak ada. Oleh karena itu, kita diharapkan membantunya
dengan beberapa cara. Terdapat beberapa cara untuk membantu anak bapak/ibu agar
bisa mengendalikan halusinasi.
Cara tersebut adalah : pertama, diharapkan anak bapak/ibu, jangan membantah, atau
mendukung halusinasi. Katakan saja bapak/ibu percaya bahwa Nn.Q memang melihat
bayangan- bayangan, tetapi bapak/ibu sendiri tidak melihatnya. Kedua, jangan biarakan
anak bapak/ibu melamun dan sendiri karena kalau melamun halusinasi akan muncul
lagi. Upayakan ada orang yang mau bercakap-cakap dengannya. Buat kegiatan keluarga
seperti makan bersama dan ibadah bersama. Terkait dengan kegiatan, saya telah melatih
anak bapak/ibu untuk membuat jadwal kegiatan sehari-hari. Tolong bapak/ibu pantau
pelaksanaannya dan berikan pujian jika Nn.Q berhasil melakukannya! Ketiga, bantu
anak bapak/ibu minum obat secara teratur. Jangan menghentikan obat tanpa konsultasi.
Terkait dengan obat ini, saya juga sudah melatih anak bapak/ibu untuk minum obat
secara teratur. Jadi, bapak/ibu dapat mengingatkan kembali. Obatnya ada tiga macam
yang berwarna orange namanya CPZ gunanya untuk menghilangkan bayangan. Yang
berwarna putih namanya THD berfungsi untuk membuat Nn.Q tenang dan tidak kaku.
Yang berwarna biru namnya HLP gunanya untuk menenangkan fikiran. Semua obat ini
harus Nn.Q minum 3x sehari pukul 7 pagi, 1 siang, dan 7 malam. Obat harus selalu
diminum untuk mencegah kekambuhan. Terakhir, jika ada tanda-tanda halusinasi
muncul, putus halusinasi dengan cara menepuk punggung Nn.Q. Kemudian suruh Nn.Q
menghardik suara tersebut. Nn.Q sudah saya ajarkan unutk menghardik halusinasi.
Sekarang, mari kita latihan memutus halusinasi Nn.Q Sambil menepuk punggung adik
bapak/ibu katakan: Nn.Q, sedang apa kamu? Kamu ingat apa yang di ajarkan perawat
jika bayangan itu datang? Ya, usir bayangan itu, Nn.Q! Tutup mata kamu dan katakan
pada bayangan itu saya tidak mau lihat bayangaan itu palsu! Ucapkan berulang-ulang,
Nn.Q. Sekarang coba bapa/ibu praktikkan cara yang baru saya ajarkan. Bagus pak/bu!!”
Baiklah bu, tolong Nn.Q sering diingatkan untuk tetap minum obat secara rutin dan
cepat kontrol jika obat habis.’’
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi respon keluarga
1) Evaluasi Subjektif
“Bagaimana perasaan bapak / ibu setelah kita berdiskusi tentang pengertian,
jenis, tanda dan gejala dan cara merawat pasien dengan halusinasi.’’
2) Evaluasi Objektif
“Dapatkah bapak / ibu menjelaskan kembali masalah tentang pengertian
halusinasi, tanda dan gejala dan cara merawat pasien dengan halusinasi.
3) Rencana tindak lanjut

4) Memotivasi kepada keluarga untuk minum obat secara teratur dan kontrol
sebelum obat habis
5) Memberikan jadwal kegiatan yang dapat dilanjutkan di rumah
4. Terminasi Akhir
“Pak / bu saya mengadakan kunjungan rumah ini hanya satu kali, mudah-mudahan
bapak / ibu dapat menerapkan semua yang telah kita diskusikan, saya permisi.’’
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Definisi Halusinas

Halusinasi adalah gangguan persepsi yang membuat seseorang medengar,


merasa, mencium aroma dan melihat sesuatu yang kenyataannya tidak ada. Klien
memberi resepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek rangsangan yang
nyata. Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara padahal tidaka ada orang
yang berbicara (Kusumawati, 2010).

Halusinasi adalah suatu gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai
dengan perubahan sensori persepsi: merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,
perabaan pengecapan dan penghiduan (Keliat, 2009) Halusinasi pendengaran adalah
mendengar suara atau bunyi yang berkisar dari suara sederhana sampai suara yang
berbicara mengenai klien sehingga klien berespon terhadap suara atau bunyi tersebut
(Stuart, 2007).

Dari beberapa pengertian yang dikemukan oleh para ahli mengenai halusinasi di
atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa halusinasi adalah suatu keadaan yang
merupakan gangguan persepsi panca indera tanpa ada rangsang dari luar yang dapat
meliputi semua system penginderaan pada seseorang dengan keadaan sadar penuh
(baik).

B. Faktor – faktor penyebab

a. Faktor predisposisi

1) Faktor perkembangan

Perkembangan yang terganggu misalnya rendah control dan kehangatan


keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, yang
menyebabkan mudah frustasi, hilang percaya diri, dan lebih rentan terhadap
stress

2) Faktor sosiokultural

Seseorang yang merasa tidak terima lingkungannya sejak bayi (unwanted


child) akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada
lingkungannya.
3) Faktor biokimia

Mempunyai pengaruh terhadap terjadinnya gangguan jiwa, adannya


strees yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan
suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia, seperti bufennol dan
dimetytranferase (DMP). Akibat stress bekepanjangan menyebabkan
teraktifasinya, neurotransmitter otak, misanya terjadi ketidakseimbangan asetyl
kolin dan dopamine.
4) Faktor psikologis

Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggungjawab mudah terjerumus


pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidak mampuan
klien dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih
memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata kea lam khayal.
5) Faktor genetic dan pola asuh

Penelitian menunjukan bahwa anak sehat yang diasuh ortu skizofreinia


cenderung mengalami skizofreinia. hasil studi menunjukkan bahwa faktor
keluarga menunjukkan hubungan yang saling berpengaruh pada penyakit ini.
b. Faktor Presipitasi

1) Perilaku

Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan,


perasaan tidak aman, gelisah dan bingung, perilaku merusak diri, kurang
perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat membedakan
keadaan nyata dan tidak nyata. Menurut Rawlinsh Heacock, 1993 mencoba
mememcahkan masalah halusinasi berlandaskan atas hakikat keberadaan seorang
individu sebagai makhluk yang dibangun atas dasar unsur bio, psiko, sosial,
spiritual. Sehingga dapat dilihat dari 5 dimensi:

• Dimensi fisik : Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi


fisik seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan,
demam hingga delirium, intoksikasi alcohol, dan kesulitan tidur dalam
waktu lama.

• Dimensi emosional: Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar


problem yang tidak dapat diatasi isi halusinasi dapat berupa perintah
memaksa dan menakutkan.

• Dimensi intelektual : Dalam dimensi ini individu dengan halusinasi


akan memperlihatkan adanya penurunan ego. Awalnya halusinasi
merupakan usaha dari ego sendiri melawan impuks yang menekan,
namun merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaaan yang
dapat mengambil seluruh perhatian klien dan akan mengontrol semua
perilaku klien.

• Dimensi sosial: Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase


awal dan comforting, klien menganggap bahwa hidup di alam nyata
sangat membahayakan. Klien asik dengan halusinasinya, seolah-olah
dia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan agar interaksi sosial,
control diri, dan haarga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata.
Isi halusinasi dijadikan system control oleh individu tersebut, sehingga
jika perintah halusinasi berupa ancaman, dirinya atau orang lain
cenderung untuk itu. Aspek penting dalam melakukan intervensi
keperawatan klien dengan mengupayakan suatu proses interaksi yang
menimbulkan pengalaman interpersonal yang memuaskan, serta
mengusahakan klien tidak menyendiri sehingga klien selalu
berinteraksi dengan lingkungannya dan halusinasi tidak berlangsung.

• Dimensi spiritual: Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan


kehampaan hidup, rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah
dan berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri.
C. Jenis – jenis

Jenis-jenis Halusinasi menurut Buku Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa (W.F


Maramis):
a. Halusinasi penglihatan (visual optic): tak berbentuk atau sinar, kilapan atau pola
cahaya atau berbentuk orang, binatang atau barang lain yang dikenalnya, berwarna
atau tidak.
b. Halusinasi pendengaran (auditif, acustic): suara manusia, hewan atau mesin,
barang, kejadian alamiah dan musik.
c. Halusinasi pencium (olfactoric): mencium sesuatu bau.
d. Halusinasi pengecap (gustactori): merasa/mengecap sesuatu.
e. Halusinasi peraba (tactil): merasa diraba, disentuh, ditiup, disinari atau seperti
ada ulat bergerak dibawah kulitnya.
f. Halusinasi kinestetik : merasa badannya bergerak dalam sebuah ruang, atau
anggota badannya bergerak (umpamanya anggota badan bayangan atau “panthom
limb”).
g. Halusinasi viseral: perasaan timbul didalam tubuhnya.
h. Halusinasi hipnagogic: terdapat ada kalanya pada seorang yang normal, tepat
sebelum tertidur persepsi sensori bekerja salah.
i. Halusinasi hipnopompic: seperti pada nomor 8, tetapi terjadi tepat sebelum
terbangun sama sekali dari tidurnya. Disamping itu ada pula pengalaman
halusinatoric dalam impian yang normal.
j. Halusinasi histeric: timbul pada nerosa histeric karena konflik emosional.

D.Tanda dan Gejala

Menurut Stuart dan Sundeen (1998), seseorang yang mengalami halusinasi


biasanya memperlihatkan gejala-gejala yang khas yaitu:
a. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai.
b. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara
c. Bertindak seolah-olah dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan.
d. Ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk.
e. Perilaku menyerang teror seperti panik.
f. Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain.
g. Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk dan agitasi.

E.Tahap – tahap

Menurut kusumawati, farida , 2011

a. Fase pertama disebut juga fase comforting yaitu fase menyenangkan. Pada tahap
ini masuk dalam golongan nonpsikotik. Karakteristik: klien mengalami stres, cemas,
perasaan perpisaan, rasa bersalah, kesepian yang memuncak, dan yang tidak dapat
diselesaikan. Klien mulai melamun dan memikirkan hal-hal yang menyenangkan,
cara ini hanya menolong sementara. Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang
tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, respon ferbal
yang lambat jika sedang asik dengan halusinasinya dan suka menyendiri.
b. Fase kedua disebut juga dengan fase condemning atau ansietas berat yaitu
halusinasi menjadi menjijikkan. Termasuk kedalam psikotik ringan. Karakteristik :
pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan, kecemasan meningkat, melamun,
dan berpikir sendiri jadi dominan. Mulai dirasakan ada bisikan yang tidak jelas.
Klien tidak ingin orang lain tahu, dan ia tetap dapat mengiontrolnya. Perilaku klien :
meningkatnya tanda- tanda system saraf otonom seperti peningkatan denyut jantung
dan tekanan darah. Klien asik dengan halusinasinya dan tidak bisa membedakan
realitas.

c. Fase ketiga adalah fase controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman sensori
menjadi berkuasa. Termasuk dalam gangguan psikotik. Karakteristik : bisikan,
suara, isi halusinasi, semakin meninjol, menguasai dan mengontrol klien. Klien
menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap halusinasinya. Perilaku klien : kemauan
dikendalikan halusinasi, rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik. Tanda-
tanda fisik berupa klien berkeringat, tremor, dan tidak mampu mematuhi perintah.

d. Fase ke empat adalah fase conquering atau panic yaitu klien lebur dengan
halusinasinya. Termasuk dalam psikotik berat. Karakteristik: halusinasinya berubah
menjadi mengancam, memerintah, dan memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak
berdaya, hilang control dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang lain
di lingkungan. Perilaku klien: perilaku terror akibat panic, potensi bunuh diri,
perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonik, tidak mampu merespon
terhadap perintah kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari satu orang.

F. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien halusinasi resiko menciderai diri
sendiri, orang lain dan lingkungan.

G. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pasien skizofrenia adalah dengan pemberian obat-obatan dan


tindakan lain, yaitu :
a. Psikofarmakologis: Obat-obatan yang lazim digunakan pada gejala halusinasi
pendengaran yang merupakan gejala psikosis pada pasien skizofrenia adalah obat-obatan
anti-psikosis
b. Terapi kejang listrik atau Elektro Compulcive Therapy (ECT)

H. Definisi Keluarga

Keluarga adalah sekumpulan orang yang di hubungkan oleh perkawinan, adopsi


dan kelahiran yang bertujuan menciptakan dan mempertahankan budaya yang umum,
meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional dan social dari individu-individu
yang ada di dalamnya terlihat dari pola interaksi yang saling ketergantungan untuk
mencapai tujuan bersama. Keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang
tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan, atau pegangkatan dan mereka
hidup dalam satu rumah tangga, berinterksi sama lain dan didalam perannya masing-
masing menciptakan serta mempertahankan kebudayaan (Friedman, 2010)

Keluarga adalah dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga
karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi. Mereka saling berinteraksi satu
dengan lainnya, mempunyai peran masing-masing dan menciptakan serta
mempertahankan suatu budaya (Bailon dan Maglaya, 1978) , dikutip dari Setyowati,
2008). Dari pengertian keluarga diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa keluarga
adalah seperangkat bagian yang saling tergantung satu sama lain serta memiliki
perasaan beridentitas dan berbeda dari anggota dan tugas utama keluarga adalah
memelihara kebutuhan psikososial anggota-anggotanya dan kesejahteraan hidupnya
secara umum.

I. Tipe Keluarga

Menurut Harnilawati, (2013) pembagian tipe ini bergantung kepada konteks


keilmuan dan orang yang mengelompokkan.
a. Secara tradisional: Secara tradisional keluarga dikelompokkan menjadi 2, yaitu:

1) Keluarga Inti (Nuclear Family) adalah keluarga yang hanya terdiri dari ayah,
ibu, dan anak yang diperoleh dari keturunan atau adopsi atau keduanya.

2) Keluarga Besar (Exended Family) adalah keluarga inti ditambah anggota


keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah (kakek-nenek, paman-
bibi).
b. Secara modern berkembangnya peran individu dan meningkatnya rasa
individualisme maka pengelompokan tipe keluarga selain di atas adalah:
1) Tradisional Nuclear : Ayah + Ibu + Anak – Serumah – Ikatan pernikahan
(saksi legal).
2) Extended Family : Keluarga inti + Sanak saudara (nenek, kakek, keponakan,
saudara, sepupu, paman, bibi, dsb).
3) Reconstituted Nuclear : Pembentukan baru dari keluarga inti, ada
perkawinan kembali, tinggal serumah dengan anak dari perkawinan lama
maupun baru, satu / keduanya dapat bekerja di luar rumah.
4) Middle Age / Aging Couple : Suami sebagai pencari uang, istri di rumah /
kedua-duanya bekerja di rumah, anak – anak sudah meninggalkan rumah
karena sekolah / perkawinan / meniti karir.
5) Dyadic Nuclear : Suami + istri sudah berumur, tidak mempunyai anak,
keduanya / salah satu bekerja di luar rumah.
6) Single Parent : Satu orang tua, akibat perceraian / kematian pasangan, anak –
anak dapat tinggal di rumah / diluar rumah.
7) Dual Carier : Suami istri atau keduanya berkarier dan tanpa anak
8) Commuter Carier : Suami istri / keduanya orang karier & tinggal terpisah
pada jarak tertentu, keduanya selagi mencari pada waktu tertentu.
9) Single Adult : Wanita / pria dewasa tinggal sendiri dengan tidak ada
keinginan menikah.
10) Three Generation : Tiga generasi / lebih tinggal dalam satu rumah.
11) Institutional : Anak- anak atau orang-orang dewasa tinggal dalam suatu
panti.
12) Communal : Satu rumah tidur dari 2 / lebih pasangan yang monogami
dengan anak – anaknya & bersama – sama dalam penyediaan fasilitas.
13) Group Marriage : Satu Perumahan : Oorang tua & keturunannya, satu
kesatuan keluarga, tiap individu menikah dengan yang lain & semuanya adalah
orang tua dari anak – anak.
14) Unmarried Parend and Child : Ibu & anak dimana perkawinan tidak
dikehendaki, anaknya diadopsi.
15) Cohibing Couple : Dua orang / pasangan yang tinggal bersama tanpa
pernikahan.
J. Jenis Dukungan Keluarga

Keluarga mempunyai fungsi pendukung yang bisa dilakukan dalam keluarga


tersebut (Friedman, 2010). Meliputi :
a. Dukungan sosial : dalam beberapa literature biasa disebut dukungan
informasional, dimana keluarga berfungsi memberikan, mencari dan menyebarkan
informasi kepada seluruh anggota keluarga. Contohnya; ketika seorang anggota
keluarganya mengalami hipertensi, anggota keluarga lain mencari informasi seputar
penyakit hipertensi, cara pencegahannya ataupun cara mengobatinya baik itu
melalui petugas kesehatan, brosur, majalah, atau media sosial lainnya. Jika
informasi dirasa sudah cukup, maka beberapa dari anggota keluarga tersebut
menyampaikan pada pederita dan anggota keluarga yang ikut merawatnya.
b. Dukungan penilaian : keluarga bertindak sebagai sistem pembimbing umpan
balik, membimbing dan menjadi perantara dalam memecahkan suatu permasalahan,
dan merupakan sumber serta validator identitas anggota keluarga menjadi tempat
untuk berbagi. Tempat untuk menceritakan semua permasalahan dan menjadi
tempat memecahkan permasalahan itu bersama-sama. Contohnya, tempat yang tepat
untuk mendapatkan pengobatan, masalah yang ditemui saat melakukan program
pengendalian hipertensi.
c. Dukungan instrumental : keluarga adalah sumber bantuan praktis dan konkrit.
Contohnya; disaat salah satu anggota keluarga hipertensi, maka anggota keluarga
lain akan menyediakan semua kebutuhannya, membuat jadwal kegiatan dan
aktivitas yang akan dilakukan jadwal pengobatan dan kontrol kesehatan, termasuk
menghindari penderita tersebut dari kelelahan.
d. Dukungan emosional : keluarga berfungsi sebagai pelabuhan istirahat dan
pemulihan serta membantu penguasaan emosional serta meningkatkan moral
keluarga. Keluarga besar dan teman dekat menjadi tujuan utama dukungan ini.
Walaupun begitu, tidak ada yang bisa mengenal keluarga selain anggota keluarga
itu sendiri. Tenaga profesional kesehatanpun belum tentu bisa mempunyai kepekaan
yang sama dengan dengan keluarga inti. Apalagi untuk perawatan penderita
penyakit kronik yang sangat membutuhkan keterlibatan keluarga.
K. Fungsi Keluarga

Menurut Friedman, Marilyn M,Vicky R Bowden, Elaine G Jones. (2010) fungsi


keluarga secara umum didefinisikan sebagai hasil akhir atau akibat dari setruktur
keluarga. Walaupun beberapa penulis menggunakan “fungsi” untuk mengartikan.
a. Fungsi Afektif: Merupakan dasar utama baik untuk pembentukan maupun
keberlanjutan unit keluarga itu sendiri, sehingga fungsi afektif merupakan salah satu
fungsi keluarga yang paling penting. Saat ini,ketika banyak tugas sosial yang
dilaksanakan di luar unit keluarga, sebagian besar upaya keluarga difokuskan pada
pemenuhan kebutuhan anggota keluarga akan masih sayang dan pengertian.
b. Fungsi Sosial dan Status Sosial: Sosialisasi anggota keluarga adalah fungsi yang
universa ldan lintas budaya yang dibutuhkan untuk melangsungkan hidup masyarakat.
Sosialisasi merujuk kepada banyaknya pengalaman belajar yang diberikan kepada
keluarga yang ditujuan untuk mendidik anak-anak tentang cara menjalankan fungsi
dan memikul peran sosial orang dewasa seperti yang dipikul suami istri dan ibu- ayah.
c. Fungsi Kesehatan Keluarga: Fungsi fisik keluarga dipenuhi orang tua yang
menyediakan makanan, pakaina, dan tempat tinggal, perawatan kesehatan, dan
perlindungan terhadap bahaya. Pelayanan dan praktik kesehatan (yang memengaruhi
status kesehatan anggota keluarga secara individual) adalah fungsi keluarga yang
relafan bagi perawat keluarga.
d. Fungsi Reproduksi: Salah satu fungsi dasar keluarga dalam menjamin kontinuitas
antar-generasi keluarga dan masyarakat yaitu, menyediakan anggota baru untuk
masyarakat. Dahulu, pernikahan dan keluarga dirancang untuk mengatur dan
mengendalikan perilaku seksual serta reproduksi.
e. Fungsi Ekonomi: Fungsi ekonomi melibatkan penyediaan keluarga akan sumber
daya cukup finansial, ruang, dan materi serta alokasinya yang sesuai melalui proses
pengambilan keputusan. Suatu pengkajian mengenai sumber ekonomi keluarga
memberikan perawat, data yang relevan dengan kemampuan keluarga untuk
mengalokasikan sumber yang sesuai guna memenuhi kebutuhan keluarga seperti
sandang, pangan, papan dan perawatan kesehatan yang adekuat.
f. Fungsi Perawatan Kesehatan

1) Kemampuan keluarga mengenal masalah kesehatan, termasuk bagaimana


presepsi keluarga terhadap tingkat keparahan penyakit, pegertian, danda dan
gejala, aktor penyebab presepsi keluarga terhadap masalah yang dialami
keluarga.
2) Kemampuan keluaga dalam memgambil keputusan, termasuk sejauh
mana keluarga mengerti mengenai sifat dan luasnya masalah, bagaimana
masalah yang dirasakan oleh keluarga, keluarga menyerah atau tidak
terhadap masalah yang dihadapi, adakah rasa takut terhadap akibat atau
adakah sikap negatif dari keluarga terhadap masalah kesehatan, bagaimana
sistem pengambilan keputusan yang dilakukan keluarga terhadap angota
keluarga yang sakit.

3) Kemampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit, seperti


keluarga mengerti keadaan sakitnya, sikap dan perkembangan perawatan
yang diperlukan, sumber-sumber yang ada dalam keluarga serta sikap
keluarga terhadap yang sakit.

4) Kemampuan keluarga memodifikasi lingkungan, seperti pentingnya


hygiene sanitasi bagi keluarga, upaya pencegahan penyakit yang dilakukan
keluarga, upaya pemelihraan lingkungan yang dilakukan keluarga,
kekompakan anggota keluaraga dalam menata lingkungan dalam dan luar
rumah yang berdampat terhadap kesehatan keluarga.

5) Kemampuan keluarga memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan,


seperti kepercayaan keluarga terhadap petugas kesehatan dan fasilitas
pelayanan kesehatan, keberadaan fasilitas kesehatan yang ada, keuntungan
keluarga terhadap penggunaan fasilitas kesehatan, apakah pelayanan
kesehatan terjangkau oleh keluarga, adakah pengalaman yang kurang baik
yang di persepsikan keluarga.

L. Peran Keluarga Dalam Merawat Pasien Dengan Halusinasi

Adapun peran keluarga dalam merawat pasien dengan halusinasi diantaranya


adalah sebagai berikut: (Wuryaningsih, 2013 )
a. Bantu mengenal halusinasi

1) Bina saling percaya

2) Diskusikan kapan muncul situasi yang menyebabkan (jika sendiri), isi dan frekuensi
b. Meningkatkan kontak dengan realita

1) Bicara dengan pasien secara sering dan singkat


2) Ajak bicara jika tampak pasien sedang halusinasi

3) Buat jadwal sehari – hari untuk menghindari kesendirian

4) Membantu menurunkan kecemasan dan ketakutan

5) Temani, cegah isolasi dan menarik diri

6) Terima halusinasi pasien tanpa mendukung dan menyalahkan. Misalnya “Saya


percaya anda mendengar tetapi saya sendiri tidak mendengar:

7) Beri kesempatan untuk megungkapkan

8) Tetap hangat, empati, kalem dan lemah lembut

c. Mencegah pasien melukai diri sendiri dan orang lain

1) Lakukan perlindungan

2) Kontak yang sering secara personal

d. Tingkatkan harga diri

1) Identifikasi kemampuan pasien dan beri kegiatan yang sesuai

2) Beri kesempatan sukses dan beri pujian atau kesuksesaan pasien

3) Dorong supaya berespon pada posisi nyata.


BAB III
HASIL HOME VISIT
Home visit tidak dapat dilakukan dikarenakan kondisi pandemi serta
peraturan rumah sakit dan keterbatasan mahasiswa dalam memenuhi persyaratan
yang diajukan.
DAFTAR PUSTAKA
Dalami, E, Suliswati, Rochimah, Suryati, K, R. & Lestari, W. 2009. Asuhan
Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa. Jakarta : Trans Media
Maramis, W, F. 2014. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University Press.
Surabaya.
Nasution, Saidah, S. 2018. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan
Perubahan Sensori Persepsi: Halusinasi. http://usupress.usu.ac.id.
Stuart & Sundeen. 2018. Buku Saku Keperwatan Jiwa, Edisi 3. Jakarta : EGC
Townsend, C, Mary. 2012. Psychiatric Mental Health Nursing Consepts of
Care,ed.4. Davis Company. Philadelphia.

Anda mungkin juga menyukai