Anda di halaman 1dari 12

IJTIHAD TIDAK MEMBATALKAN

IJTIHAD YANG LAIN

Abi Hasan
Sekolah Tinggi Agama Islam Syekh Abdur Rauf Aceh Singkil
email : AbihasanMH232@gmail.com

Abstrak

Hasil ijtihad sangat dipengaruhi oleh keadaan di mana undang-undang itu dirumuskan.
Hal ini mengakibatkan proses ijtihad dilakukan sering menghasilkan berbagai formula
ketika konteks masalah muncul secara berbeda. Sebagai produk ijtihadi, hukum yang
mapan bukanlah sesuatu yang sakral dan menutup pintu perbedaan dan perubahan.
Munculnya berbagai hasil perbedaan ijtihad tidak terlepas dari proses perumusan hukum
itu sendiri. Proses penerapan ijtihad dengan berbagai aturannya sangat berperan dalam
hasil dan pengaruh hukum yang menentukan. Karena itu, seorang mujtahid harus bisa
memahami aturan ijtihad dengan sempurna.

Keywords : Ijtihad, batal Ijtihad

Abstract

The results of an ijtihad are strongly influenced by the circumstances under which the law
is formulated. This resulted in the process of ijtihad being carried out frequently resulting
in varied formulas when the context of the problems arose differently. As a product of
ijtihadi, the established law is not something sacred and closes the door of difference and
change. The emergence of various results ijtihad difference is not apart from the process
of formulating the law itself. The process of implementing ijtihad with its various rules
is very instrumental in the results and the influence of the deciding law. Therefore, a
Mujtahid must be able to comprehend the rules of ijtihad perfectly.

Keywords : Ijtihad

1
A. Pendahuluan dalilnya secara terperinci.”
Menurut definisi sebagian ulama
Sesungguhnya ijtihad adalah suatu
ushul fiqh sebagaimana dikutip oleh
cara untuk mengetahui hukum sesuatu
Saefullah Ma’shum bahwa ijtihad adalah
melalui dalil-dalil agama yaitu Al-Qur’an
“mencurahkan segala kesanggupan dan
dan Al-hadits dengan jalan istimbat.
kemampuan semaksimal mungkin dalam
Adapun mujtahid adalah ahli fiqih yang
penerapan hukum.”1
menghabiskan atau mengerahkan seluruh
Berdasarkan definisi kedua yang
kesanggupannya untuk memperoleh
dikemukakan oleh sebagian ulama diatas
persangkaan kuat terhadap sesuatu hukum
maka ijtihad itu terbagi 2:
agama.
a. Ijtihad yang dilakukan secara
Oleh karena itu kita harus
khusus oleh para ulama yang
berterimakasih kepada para mujtahid yang
mengkhususkan diri untuk
telah mengorbankan waktu, tenaga, dan
menetapkan hukum dari dalilnya.
pikiran untuk menggali hukum tentang
Menurut jumhur ulama, pada
masalah-masalah yang dihadapi oleh umat
suatu masa dimungkinkan terjadi
islam baik yang sudah lama terjadi di zaman
kekosongan ijtihad seperti ini, jika
Rasulullah maupun yang baru terjadi.
ijtihad masa lalu masih dianggap
cukup untuk menjawab masalah
B. Pembahasan hukum di kalangan umat Islam.
1. Pengertian Ijtihad namun menurut ulama Hambali,
Menurut bahasa, kata ijtihad berasal ijtihad bentuk pertama ini tidak
dari bahasa Arab, yaitu bentuk masdar dari boleh vakum sepanjang masa
kata yajtahid, ijtihad artinya mengerahkan karena mujtahid semacam ini selalu
segala kesanggupan untuk mengerjakan dibutuhkan karena banyak masalah
sesuatu yang sulit. Berdasarkan pengertian yang harus dijawab hukumnya.
bahasa ini, maka tidak tepat jika kata b. Ijtihad dalam penerapan hukum.
ijtihad digunakan untuk ungkapan “orang Ijtihad semacam ini akan selalu
itu berijtihad dalam mengangkat tongkat”. ada di setiap masa. Tugas utama
Sebab mengangkat tongkat adalah Mujtahid bentuk kedua ini adalah
perbuatan mudah dan ringan yang bisa menerapkan hukum termasuk hasil
dilakukan oleh siapa saja. ijtihad para ulama terdahulu. Ijtihad
Secara terminologi sebagaimana bentuk kedua ini disebut tahqiq al-
didefinisikan oleh Muhammad Abu manath.
Zahra, ijtihad yaitu: “Pengerahan segala 2. Dasar Ijtihad
kemampuan seorang ahli fiqh dalam Posisi ijtihad memiliki dasar
menetapkan (istimbat) hukum yang
1 Saefullah Ma’shum. Ushul Fiqh. (Jakarta:
berhubungan dengan amal perbuatan dari Pustaka Firdaus, 2005), 202

2 Bidayah: Studi Ilimu-Ilmu Keislaman, Volume 9, No. 1, Juni 2018


yang kuat dalam ajaran hukum Islam. rumusan dan redaksi yang berbeda-beda.
dalam al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang Namun dalam pembahasan ini akan
menunjukkan perintah untuk berijtihad, dikemukakan syarat-syarat mujtahid yang
baik diungkapkan secara isyarat maupun dirimuskan oleh Wahbah Zuhaili sebagai
secara jelas. berikut:2
a. Surat an-Nisa ayat 105: a. Mengetahui makna ayat yang
ٓ ‫�نَّ ٓ أ� َنزلۡنَا ٓ �لَ ۡي َك �ٱ ۡل ِكتَ ٰ� َب بِ�ٱلۡ َح ّ ِق ِل َت ۡح ُ َك ب َ ۡ َي �ٱلنَّ ِاس ِب َما‬ terdapat dalam al-Qur’an baik
‫إ‬ ‫إ‬ secara bahasa maupun secara
105 ‫أ� َ ىرٰ َك �ٱ َّ ُ ۚلل َو َل تَ ُكن ِل ّلۡ َخآئِ ِن َني خ َِصميٗا‬ istilah syara’. Tidak perlu dihafal
Artinya: sesungguhnya Kami telah cukup mengetahui tempat ayat-ayat
menurunkan kitab kepadamu ini berada sehingga mudah untuk
dengan membawa kebenaran,
mencarinya ketika dibutuhkan.
supaya kamu mengadili antara
manusia dan apa yang telah b. Mengetahui hadis-hadis ahkam
Allah wahyukan kepadamu, baik secara bahasa maupun istilah.
dan janganlah kamu menjadi Tidak perlu dihafal sebagaimana
penantang (orang yang tidak
juga al-Qur’an. Menurut ibn Arabi
bersalah), karena (membela)
orang-orang yang khianat. (w.543 H) hadis ahkam berjumlah
3.000 hadis, sedangkan menurut
b. Surat an-Nisa ayat 59: riwayat dari Ahmad bin Hambal
‫ي َ ٰ�ٓ�أيُّ َا �ٱ َّ ِل َين َءا َمنُ ٓو ْا أ� ِطي ُعو ْا �ٱ َّ َلل َو أ� ِطي ُعو ْا �ٱ َّلر ُسو َل‬ 1.200 hadis. Tetapi Wahbah Zuhaili

‫شءٖ فَ ُردُّو ُه � َل‬ ۡ ۡ ُ ‫َو أ� ْو ِل �ٱ ۡ َأل ۡم ِر ِم‬


َ ‫نك ۖ فَ�ن تَن َ ٰ� َز ۡع ُ ۡت ِف‬ tidak sependapat, menurutnya
‫إ‬ ‫إ‬ yang terpenting mujtahid mengerti
‫ون بِ� ٱ َّ ِلل َو�ٱلۡ َي ۡو ِم �ٱ ۡ أل ٓ ِخ ۚ ِر‬ ‫ٱ ٱ‬
ۡ ُ ‫� َّ ِلل َو� َّلر ُسولِ إ�ن ُك‬
َ ُ‫نت ت ُۡؤ ِمن‬ seluruh hadis-hadis hukum yang
59 ‫َي َو أ� ۡح َس ُن تَ�ۡأ ِو ًيل‬ٞ ۡ ‫َذٰ ِ َل خ‬ terdapat dalam kitab-kitab besar
seperti sahih bukhari, sahih Muslim,
Artinya:Hai orang-orang yang beriman,
taatilah Allah dan taatilah Rasul dan lain-lain.
(Nya), dan ulil amri di antara c. Mengetahui al-Qur’an dan Hadis
kamu. Kemudian jika kamu yang telah dinasakh dan mengetahui
berlainan pendapat tentang ayat dan hadis yang menasakh.
sesuatu, maka kembalikanlah ia
kepada Allah (al-Qur’an) dan Tujuannya agar mujtahid tidak
Rasul(sunahnya), jika kamu mengambil kesimpulan dari nas
benar-benar beriman kepada (al-Qur’an dan hadis) yang tidak
Allah dan hari kemudian. Yang berlaku lagi.
demikian itu lebih utama(bagimu)
dan lebih baik akibatnya. d. Mengetahui sesuatu yang
hukumnya telah dihukumi oleh
3. Syarat-syarat Mujtahid ijma, sehingga ia tidak menetapkan
Para ulama telah merumuskan
persyaratan seorang mujtahid dengan 2 Wahbah Zuhaili, Ushul Fiqh al-Islami.
(Damaskus. Daar al-Fikr,1986), hlm. 221

Abi Hasan: Ijtihad Tidak Membatalkan ... 3


hukum yang bertentangan dengan tingkatan-tingkatan sebagai berikut:4
ijma. a. Mujtahid fi al-syar’i, disebut
e. Mengetahui qiyas dan sesuatu mustaqil. Ialah orang yang
yang berhubungan dengan qiyas membangun suartu mazhab seperti
yang meliputi rukun, syarat, illat Imam Mujtahid yang empat yaitu
hukum dan cara istinbatnya dari Abu Hanifah, Maliki, Syafi’i, dan
nash, maslahah manusia, dan Ahmad bin Hambal.
sumber syariat secara keseluruhan. b. Mujtahid fi al-mazhab, ialah
Pentingnya mengetahui qiyas mujtahid yang tidak membentuk
karena qiyas adalah metode ijtihad. mazhab sendiri tetapi mengikuti
f. Menguasai bahasa Arab tentang salah satu seorang imam mazhab.
nahwu saraf, maani, bayan, dan Mujtahid fi al-mazhab terkadang
uslub-nya karena al-Qur’an dan menyalahi ijtihad imamnya pada
hadis itu berbahasa Arab. Oleh beberapa masalah.
karena itu, tidak mungkin dapat c. Mujtahid fi al-masail, ialah
mengistinbatkan hukum yang mujtahid yang berijtihad hanya
berdasar dari keduanya tanpa pada beberapa masalah dan bukan
menguasai bahasa keduanya. pada masalah-masalah yang umum,
g. Mengetahui ilmu ushul fiqh, karena seperti al-Thahawi dalam mazhab
ushul fiqh adalah tiang ijtihad Hanafi dan al-Ghazali dalam
berupa dalil-dalil secara terperinci mazhab Syafi’i serta al-Khiraqy
yang menunjukkan hukum melalui dalam mazhab Hambali.
cara tertentu seperti amr, nahi, d. Mujtahid muqoyyad, yaitu mujtahid
am, dan khas. Istinbat diharuskan yang mengikat diri dengan
untuk mengetahui cara-cara ini dan pendapat ulama salaf dan mengikuti
semuanya itu ada dalam ilmu ushul ijtihad mereka. Hanya saja mereka
fiqh. mengetahui dasar dan memahami
h. Mengetahui maqasid syariah dalalahnya dan inilah yang disebut
dalam penetapan hukum, karena dengan takhrij.
pemahaman nas dan penerapannya 5. Lapangan Ijtihad
dalam peristiwa bergantung kepada Ijtihad berlaku pada ayat atau
maqasid syariah.3 hadis. Dengan catatan bahwa nas tersebut
4. Tingkatan Mujathid masih bersifat zhan bukan qat’i atau pada
Orang yang melakukan ijtihad permasalahan yang hukumnya belum
disebut mujtahid. Mujtahid memiliki ada nas. Jadi, ijtihad tidak berlaku pada
masalah yang hukumnya sudah pasti seperti

3 Wahbah Zuhaili, Ushul Fiqh al-Islami…, 4 Sapiudin Shidiq, Ushul Fiqh. Jakarta. Kencana,
hlm.21 2011), hlm.112

4 Bidayah: Studi Ilimu-Ilmu Keislaman, Volume 9, No. 1, Juni 2018


mengeluarkan hukum wajib puasa, shalat, nasnya masih zhan
zakat dan haji. Karena untuk melakukannya b. Pada sesuatu yang hukumnya tidak
tidak perlu usaha yang berat. ada sama sekali dalam nas.
Tidak boleh melakukan ijtihad pada Ada beberapa hal yang perlu
masalah yang sudah ada nasnya secara qat’i diperhatikan dengan ijtihad. Pertama, hasil
serta tidak mengandung ta’wil didalamnya ijtihad seseorang tidak dapat dibatalkan
seperti ayat tentang keesaan Tuhan, ayat- oleh ijtihad orang lain dalam perkara
ayat tentang hukum ibadah (shalat, puasa, yang sama. Sebagaimana hasil ijtihad
zakat, haji, dan sebagainya), ayat-ayat seseorang juga tidak boleh menyalahi hasil
tentang hudud (hukuman bagi pencuri, ijtihad orang lain. Dengan alasan, karena
pelaku zina, hukuman membunuh, hukum ijtihad kedua tidaklah lebih kuat dari
qisas, dan sebagainya) dan ayat yang ijtihad pertama. Kedua, tidaklah ijtihad
berbicara tentang hukum muamalat seperti di antara ulama berhak untuk diikuti dari
hukum perdagangan, riba, menggauli istri, yang lainnya. Ketiga, membatalkan satu
dan etika kepada orang tua. Ayat-ayat ini ijtihad dengan ijtihad yang lain dapat
di atas bukanlah termasuk lapangan ijtihad mengakibatkan tidak tegasnya suatu
karena nasnya sudah qat’i, yang menjadi hukum dan ini merupakan kesulitan dan
lapangan ijtihad adalah ayat-ayat atau hadis kesempitan.
yang masih mengandung dugaan (zhan) Contoh ijtihad yang tidak
atau belum jelas. Seperti tentang membasuh membatalkan ijtihad lainnya, yaitu:
kepala dalam wudhu, hukum musik dan a. Abu Bakar pernah memutuskan
nyanyian, hukum bersentuhan kulit antara suatu masalah tetapi Umar
ghairu mahram yang berwudhu, masalah mempunyai pendapat lain
keberadaan wali dalam pernikahan, hukum tentang masalah itu hingga Umar
membaca qunut dalam sholat shubuh. menghukuminya berbeda. Sikap
Dan pada permasalahan yang sama umar itu tidak membatalkan ijtihad
sekali hukumnya tidak ada dalam nas Abu Bakar.
seperti hukum KB, bayi tabung, operasi b. Contoh lain, pada zaman Nabi
plastik, alat kontrasepsi, bedah mayat, ada 2 orang dalam perjalanan.
dan menggugurkan kandungan. Semua Maka ketika itu masuklah waktu
itu adalah masalah yang hukumnya belum sholat dan di sekitar itu tidak
tegas (zhan), maka diperlukan ijtihad untuk ditemukan air. Maka keduanya
menetapkan hukumnya.5 Dengan demikian sholat dengan bertayamum.
dapat disimpulkan bahwa lapangan ijtihad Kemudian setelah sholat mereka
itu ada 2 macam: meneruskan perjalanan, sampai
a. Pada sesuatu yang ada nasnya tetapi sebuah perkampungan keduanya
menemukan air dan waktu sholat
5 Ibrahim Husen,dkk. Ijtihad dalam sorotan.
Bandung. Mizan, 1966), hlm. 21
dzuhur masih ada. Kemudian salah

Abi Hasan: Ijtihad Tidak Membatalkan ... 5


satu dari sahabat itu berijtihad dalil yang mengubahnya. Contoh,
dengan berwudhu dan mengulangi segala makanan dan minuman yang
sholat sedangkan sahabat yang satu tidak ada dalil keharamannya maka
tidak mengulanginya. hukumnya mubah.
f. Urf, adalah kebiasaan yang sudah
6. Metode Ijtihad mendarah daging dilakukan oleh
Untuk melakukan ijtihad, menurut suatu kelompok masyarakat. Ada
Azhar Basyir ada beberapa cara yang dapat 2 macam urf. Pertama urf shahih,
ditempuh oleh seorang mujtahid. Cara-cara yaitu urf yang dapat diterima oleh
itu adalah : masyarakat secara luas, dibenarkan
a. Qiyas, dengan cara menyamakan oleh akal yang sehat, membawa
hukum sesuatu dengan hukum kebaikan dan sejalan dengan
lain yang sudah ada hukumnya prinsip nas.
dikarenakana adanya persamaan Contohnya acara tahlilan, bagian
sebab. harta gono-gini untuk istri yang
b. Contoh: mencium istri ketika ditinggal suaminya. Kedua urf
berpuasa hukumnya tidak fasid, yaitu kebiasaan jelek yang
membatalkan puasa karena merupakan lawan dari urf shahih,
disamakan dengan kumur-kumur. contohnya kebiasaan meninggalkan
c. Maslahah mursalah, yaitu sholat bagi seseorang yang sedang
menetapkan hukum yang sama menjadi pengantin, mabuk-
sekali tidak ada nasnya dengan mabukan dalam acara resepsi
pertimbangan untuk kepentingan pernikahan dan sebagainya.6
hidup manusia yang bersendikan
kepada asas menarik manfaat dan 7. Hukum Berijtihad
menghindari mudharat, contoh Jika seseorang sudah memenuhi
mencatat pernikahan. syarat-syarat untuk berijtihad sebagaimana
d. Istihsan, adalah memandang tersebut di atas maka keberadaan seorang
sesuatu lebih baik sesuai dengan mujtahid dalam kegiatan memberikan
tujuan syariat dan meninggalkan ijtihadnya bisa wajib ain, wajib kifayah,
dalil khusus dan mengamalkan bisa mandub, dan bisa pula haram.
dalil umum. Contoh, boleh menjual a. Wajib ain, yaitu bagi orang yang
wakaf karena dengan menjualnya sudah mencukupi syarat ijtihad
akan tercapai tujuan syariat yaitu dan terjadi pada diri mujtahid
membuat sesuatu itu tidak mubazir itu sesuatu yang membutuhkan
e. Istihshab, adalah melangsungkan jawaban hukumnya. Ijtihad wajib
berlakunya ketetentuan hukum diamalkan dan ia tidak boleh
yang ada sampai ada ketentuan 6 Sapiudin Shidiq, Ushul Fiqh…,hlm. 46

6 Bidayah: Studi Ilimu-Ilmu Keislaman, Volume 9, No. 1, Juni 2018


bertaklid kepada mujtahid lainnya. C. Pendapat 4 Madzhab  Mengenai Hal
Hukum ijtihad juga wajib bagi yang Membatalkan Wudhu
mujtahid yang ditanya tentang
1. Pendapat Madzhab Hanafi
hukum suatu masalah yang sudah
Mengenai Hal-hal yang Dapat
terjadi dan menghendaki jawaban
Membatalkan Wudhu
hukum segera sedangkan tidak
Imam Abu Hanifah menjelaskan
ditemukan ijtihad lain.
bahwa penyebab batalnya wudhu seseorang
b. Wajib kifayah, jika ada mujtahid
adalah 12 hal berikut.
lain selain dirinya yang akan
a. Semua yang keluar dari qubul dan
menjelaskan hukumnya.
dubur
c. Sunnah, yaitu melakukan ijtihad
Seluruh yang keluar dari qubul
pada dua hal. Pertama, terhadap
dan dubur membatalkan wudhu. Baik
permasalahan yang belum pernah
berupa angin, air seni, kotoran, mani (air
terjadi tanpa ditanya, seperti yang
yang memancar keluar dari kemaluan,
dilakukan oleh imam Abu Hanifah
biasanya pada saat berhubungan intim),
yang dikenal dengan fiqh iftiradhi
madzi (air yang keluar dari kemaluan
(fiqh pengandaian). Kedua, ijtihad
karena syahwat), dan wadi (air putih kental
pada masalah yang belum terjadi
yang keluar ketika buang air kecil). Hal ini
berdasarkan pertanyaan dari orang
disepakati oleh imam empat madzhab.…
lain.
atau kembali dari tempat buang air
d. Haram, yaitu ijtihad pada dua
besar. (Q.S. Al-Maidah: 6)
hal. Pertama berijtihad terhadap
Namun menurut Imam Hanafi,
permasalahan yang sudah tegas
angin yang keluar dari kemaluan bagian
(qat’i) hukumnya baik berupa
depan tidak membatalkan wudhu. Ini
ayat atau hadis dan ijtihad yang
karena angin tersebut tidak berasal dari
menyalahi ijma. Ijtihad boleh pada
perut.
masalah selain itu. Kedua berijitihad
b. Wanita yang melahirkan, tetapi
bagi seseorang yang belum
hanya mengeluarkan sedikit darah
memenuhi syarat sebagai mujtahid,
Menurut Imam Abu Hanifah,
karena hasil ijtihadnya tidak akan
wanita yang melahirkan dan hanya
benar tetapi menyesatkan, dasarnya
mengeluarkan sedikit saja darah, tidak
karena menghukumi sesuatu
termasuk mengalami nifas. Jadi, dia tidak
tentang agama Allah tanpa ilmu
perlu mandi besar sebelum menjalankan
hukumnya haram.7
shalat. Cukup berwudhu saja. Kejadian ini
di luar kebiasaan wanita pada umumnya.
c. Wanita yang mengalami istihadhoh
7 Satria Effendi, Ushul Fiqh. (Jakarta: Keluarnya darah istihadhoh (darah
Gramedia,2009), hlm. 103

Abi Hasan: Ijtihad Tidak Membatalkan ... 7


yang keluar secara terus-menerus di luar yang tidur dalam keadaan sujud sampai ia
darah haid, atau biasa disebut darah karena berbaring. (HR. Ahmad)
penyakit) menyebabkan wudhu menjadi a. Berubahnya posisi tidur
batal. Jadi, setiap kali datang waktu shalat, Tidur sambil duduk tidak
wanita tersebut wajib berwudhu. membatalkan wudhu. Akan tetapi, jika
d. Sesuatu yang keluar selain dari pada saat tidur tersebut posisinya berubah
qubul dan dubur, misalnya darah dari posisi semula sebelum ia benar-benar
dan nanah sadar, maka wudhu orang tersebut batal.
Keluarnya aliran darah atau nanah b. Hilang akal
dari luka yang mengalir merupakan najis. Hilang akal membatalkan wudhu.
Jadi, membatalkan wudhu. Sementara, jika Hilang akal ini dapat disebabkan oleh
darah atau nanah tersebut tidak mengalir, pingsan, gila, mengkonsumsi narkoba
tidak membatalkan wudhu karena bukan ataupun minuman keras.
termasuk najis. c. Tertawa terbahak-bahak
e. Muntah Tidak semua tertawa terbahak-
Imam Hanafi dan Imam Ahmad bahak dapat menyebabkan batalnya
sepakat bahwa muntah menyebabkan wudhu. Hanya tertawa terbahak-bahak
wudhu menjadi batal. Akan tetapi, menurut yang dilakukan dalam shalat di saat rukuk
madzhab Hanafi, ini tergantung pada kadar atau sujud saja yang menjadi penyebab
muntahnya. Jika muntah yang dikeluarkan batalnya wudhu. Sementara, jika tertawa
banyak (memenuhi mulut), maka terbahak-bahak dilakukan di luar shalat,
membatalkan wudhu karena termasuk ke tidak akan membatalkan wudhu. Pun jika
dalam najis. Jika hanya sedikit saja, tidak tertawa tersebut dilakukan ketika shalat
termasuk najis. yang tidak terdapat rukuk dan sujud, tidak
f. Muntah karena mabuk kendaraan menjadi penyebab batalnya wudhu.
g. Darah yang keluar dari mulut
seperti air ludah atau sejenisnya 2. Pendapat Madzhab Maliki
h. Tidur yang panjang dalam waktu Mengenai Hal-hal yang Dapat
yang cukup lama Membatalkan Wudhu
Berdasarkan posisinya, Imam Imam Malik membagi  penyebab
Hanafi mengelompokkan tidur ke dalam batalnya wudhu menjadi 3 garis besar. Tiga
beberapa macam. Di antaranya, tidur garis besar tersebut adalah ahdats, asbaab,
dalam posisi berbaring dan tidur dalam dan ar- riddah wa asy-syak. Berikut ini
posisi duduk. Tidur dalam posisi berbaring penjelasannya.
membatalkan wudhu walaupun dilakukan a. Al- Ahdats
hanya sekejap saja. Sementara, wudhu Ahdats  yaitu  apapun yang dapat
orang yang tidur dalam posisi duduk tidak keluar dari dubur (lubang bagian belakang)
batal. Tidak wajib berwudhu bagi orang dan qubul (kemaluan) adalah najis.

8 Bidayah: Studi Ilimu-Ilmu Keislaman, Volume 9, No. 1, Juni 2018


Misalnya: minuman keras.
1) Kotoan 2) Menyentuh kemaluan.
2) Air seni Menyentuh kemaluan dengan
3) Angin (baik yang disertai menggunakan telapak
dengan suara ataupun tidak) tangan atau ibu jari yang
4) Wadi (air putih kental yang disertai dengan syahwat  dan
keluar ketika buang air kecil) tanpa menggunakan
5) Madzi (air yang keluar dari alas  menyebabkan wudhu
kemaluan karena syahwat) seseorang batal.
6) Mani (air yang memancar 3) Berciuman. Berciuman
keluar dari kemaluan, biasanya baik yang disertai dengan
pada saat berhubungan intim) syahwat atau pun tidak akan
7) Hadi (air yang keluar dari membatalkan wudhu.
kemaluan seorang wanita pada c. Ar-Riddah wa Asy-Syak
saat melahirkan) Imam Malik berpendapat bahwa Ar-
8) Darah istihadhoh (darah yang Riddah dan  Asy-Syak merupakan perkara
keluar secara terus-menerus yang membatalkan wudhu seseorang. Apa
di luar darah haid, atau biasa yang dimaksud dengan Ar-Riddah dan Asy-
disebut darah karena penyakit) Syak?
9) Menyentuh wanita (lawan 1) Ar-Riddah  adalah orang yang
jenis) dengan syahwat keluar dari Islam (murtad).
Menurut Imam Abu Hanifah, yang 2) Asy-Syak  adalah
dimaksud menyentuh wanita di sini adalah munculnya perasaan ragu-
berhubungan badan. Ini jelas membatalkan ragu  pada  seseorang apakah
wudhu. Nah, jadi itulah hal yang ia sedang dalam keadaan
menyebabkan wudhu menurut Madzhab berwudhu atau sedang hadats.
Hanafi. Jadi, jika Anda merasa ragu-
b. Al- Asbab ragu mengenai thaharoh badan
Dalam pandangan Madzhab Anda, menurut Madzhab
Maliki, Al-Asbaab adalah batalnya wudhu Maliki ini diwajibkan untuk
seseorang yang disebabkan oleh faktor di wudhu kembali. Hingga Anda
luar badan.  Al-Asbaab  ini dibagi menjadi merasa yakin.
3 golongan, di antaranya adalah sebagai
berikut. 3. Pendapat Syafi’i Maliki Mengenai
1) Hilang akal, Hilang akal di sini, Hal yang Membatalkan Wudhu
dapat disebabkan oleh pingsan, Imam Syafi’i membagi penyebab
gila, ataupun mabuk yang batalnya wudhu seseorang menjadi 4
disebabkan  mengkonsumsi perkara. Empat  perkara tersebut adalah

Abi Hasan: Ijtihad Tidak Membatalkan ... 9


sebagai berikut: perkara. Di antaranya adalah sebagai
a. Keluarnya sesuatu melewati satu berikut.
dari dua jalan a. Semua yang keluar dari qubul dan
Segala sesuatu yang keluar dubur
melalui  salah satu jalan keluarnya najis Madzhab Hambali berpendapat
(qubul dan dubur) merupakan penyebab bahwa semua yang keluar dari dua jalan,
batalnya wudhu seseorang. Akan tetapi, yaitu qubul dan dubur adalah penyebab
menurut Imam Syafi’i, air mani yang batalnya wudhu. Hal ini dikecualikan bagi
keluar dari tubuhnya sendiri (bukan air orang yang sedang berhadats. Dengan
mani yang menempel) bukan penyebab demikian,  wudhu orang tersebut tidak
batalnya wudhu. Ini karena jika seseorang batal. Hal tersebut merupakan keringanan
mengeluarkan air mani maka dia wajib baginya atas kesulitan yang dihadapi.
mandi. Air mani adalah air yang memancar b. Sesuatu yang keluar selain dari
keluar dari kemaluan, biasanya pada saat qubul dan dubur
berhubungan intim. Najis yang keluar dari badan (selain
b. Hilang akal dari qubul dan dubur) tidak membatalkan
Hilang akal merupakan salah wudhu, kecuali jika keluar dalam jumlah
satu penyebab wudhu seseorang batal. yang banyak.
Hilang akal di sini dapat disebabkan oleh c. Hilang akal
pingsan, gila, atau tidur. Namun, tidur Imam Ahmad berpendapat, hilang
yang dilakukan dalam posisi duduk tidak akal yang disebabkan oleh pingsan, gila,
membatalkan wudhu. mabuk (ringan ataupun berat), serta
c. Bertemunya dua kemaluan antara tidur ringan dalam posisi rukuk, sujud,
laki-laki dan perempuan ataupun berbaring   adalah hal yang dapat
Penyebab lain batalnya wudhu membatalkan wudhu.
seseorang adalah bertemunya dua kemaluan d. Menyentuh kemaluan atau dubur
laki-laki dan perempuan. Baik yang terjadi Menyentuh kemaluan atau dubur
secara disengaja ataupun tidak. dengan  menggunakan telapak tangan
d. Menyentuh kemaluan dalam ataupun luar dan tanpa alas dapat
Hal terakhir yang membatalkan membatalkan wudhu. Baik itu disengaja
wudhu adalah menyentuh kemaluan ataupun tidak disengaja.
dengan telapak tangan. e. Menyentuh kemaluan
Menyentuh kemaluan laki-laki atau
5. Pendapat Madzhab Hambali perempuan dengan syahwat merupakan
Mengenai Hal yang Membatalkan hal yang membatalkan wudhu. Kecuali,
Wudhu menyentuh kemaluan anak kecil di bawah
Madzhab Hambali membagi usia 7 tahun tanpa adanya syahwat.
penyebab batalnya wudhu menjadi 8 f. Memandikan jenazah

10 Bidayah: Studi Ilimu-Ilmu Keislaman, Volume 9, No. 1, Juni 2018


Maksud memandikan jenazah wajib berwudhu pula. Di antaranya:
di sini adalah orang yang turut serta 1) Berhubungan badan
memegang  jenazah secara langsung. 2) Keluar mani
Bukan yang menyiramkan air ke tubuh 3) Islamnya orang kafir
jenazah.Hal tersebut dapat membatalkan 4) Orang murtad yang kembali
wudhu karena orang yang memegang tubuh memeluk Islam
jenazah pada umumnya akan menyentuh Itulah hal yang membatalkan
bagian kemaluan si jenazah. Sebagaimana wudhu menurut pendapat Madzhab
yang pernah terjadi pada zaman Sahabat Hambali. Bagi kita sebagai orang awam
dalam sebuah kisah berikut. hendaknya mengikuti salah satu ijtihad
Ibn Umar dan Abu Hurairoh dari 4 Madzhab tersebut sesuai dengan
meriwayatkan: yang kita yakini.
Artinya: Dari Ibn Umar dan Ibn
‘Abbas, bahwa mereka berdua D. Kesimpulan
memerintahkan kepada orang
yang memandikan mayat untuk Menurut bahasa, kata ijtihad berasal
berwudhu. Dan Abu Hurairoh dari bahasa Arab, yaitu bentuk masdar dari
berkata: setidaknya dengan
kata yajtahid, ijtihad artinya mengerahkan
berwudhu.
segala kesanggupan untuk mengerjakan
g. Makan daging unta sesuatu yang sulit. Berdasarkan pengertian
Orang yang memakan daging bahasa ini, maka tidak tepat jika kata
unta akan batal wudhu-nya. Hal tersebut ijtihad digunakan untuk ungkapan “orang
berdasarkan hadits Rasulullah SAW yang itu berijtihad dalam mengangkat tongkat”.
diriwayatkan oleh Al- Barro’ bin ‘Azib: Sebab mengangkat tongkat adalah
Dari Al- Barro’ bin ‘Azib berkata: perbuatan mudah dan ringan yang bisa
Rasulullah Saw ditanya tentang wudhu dilakukan oleh siapa saja. Dengan demikian
(ketika makan) daging unta. Beliau dapat disimpulkan bahwa lapangan ijtihad
bersabda : itu ada 2 macam:
Artinya: berwudhulah kalian (setelah 1. Pada sesuatu yang ada nasnya tetapi
selesai makan). Kemudian
nasnya masih zhan
sahabat bertanya apakah wajib
berwudhu (ketika makan) daging 2. Pada sesuatu yang hukumnya tidak
kambing? Beliau menjawab: ada sama sekali dalam nas. Jika
tidak ada wudhu setelahnya.(HR. seseorang sudah memenuhi syarat-
Ahmad dan Abu Daud)
syarat untuk berijtihad sebagaimana
h. Wajib wudhu dalam hal yang tersebut di atas maka keberadaan
diwajibkan mandi seorang mujtahid dalam kegiatan
Menurut Imam Ahmad, hal-hal memberikan ijtihadnya bisa wajib
yang menyebabkan seseorang wajib mandi ain, wajib kifayah, bisa mandub,
otomatis menyebabkan orang tersebut dan bisa pula haram.

Abi Hasan: Ijtihad Tidak Membatalkan ... 11


Daftar Pustaka Ibrahim Husen,dkk. 1996, Ijtihad dalam
sorotan. Bandung. Mizan
Daud Ali, Mohammad. 2005. Hukum
Islam Pengantar Ilmu Hukum Dan Muhammad Abu Zahra, 1958, Ushul Fiqh.
Tata Hukum Islam Di Indonesia. Damaskus. Daar al- fikr
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Satria Effendi, 2009, Ushul Fiqh. Jakarta:
Sapiudin Shidiq, 2011, Ushul Fiqh. Jakarta. Gramedia
Kencana
Wahbah Zuhaili, 1986, Ushul Fiqh al-
Saefullah Ma’shum. 2005, Ushul Fiqh. Islami.Damaskus. Daar al-Fikr
Jakarta: Pustaka Firdaus

12 Bidayah: Studi Ilimu-Ilmu Keislaman, Volume 9, No. 1, Juni 2018

Anda mungkin juga menyukai