Anda di halaman 1dari 4

Resume

Pengertian Ijtihad

Kata ijtihad berakar dari kata al-juhd, yang berarti al-thaqah (daya,


kemampuan, kekuatan) atau dari kata al-jahd yang berarti al-
masyaqqah (kesulitan, kesukaran). Dari itu, ijtihad menurut bahasa adalah
bersungguh-sungguh dalam mencurahkan pikiran. Sedangkan pengertian ijtihad
menurut istilah adalah mencurahkan seluruh tenaga dan pikiran dengan sungguh-
sungguh dalam menetapkan hukum syariat. Jadi, Ijtihad bisa terjadi jika yang
dilakukan terdapat unsur-unsur kesulitan.

Syarat Ijtihad

Ijtihad adalah tugas suci keagamaan yang bukan yang bukan sebagai
pekerjaan mudah, tetapi pekerjaan berat yang menghendaki  kemampuan
dan persyaratan tersendiri. Jadi,  tidak dilakukan oleh setiap orang.
Memang egalitarianisme Islam tidak memilah-milah para pemeluk Islam
dalam kelas-kelas tertentu , dan menyangkut  Ijtihad pun setiap orang
berhak melakukannya, tetapi permasalahannya bukan di situ, ijtihad adalah
suatu bentuk kerja keras yang memerlukan kemampuan tinggi.

 Pertama
mengetahui al-Kitab (al-Qur’an) dan sunnah. Persyaratan pertamaini
disepakati oleh segenap ulama usul Fikih. Ibn al-Hummam, salah seorang
ulamah Fikih Hanafiah, menyebutkan bahwa mengetahui al-Qur’an dana
sunnah merupakan syarat mutlakyang harus dimiliki oleh mujtahid. Akan
tetapi, menurut al-Syaukani, cukup bagi seorang mujtahid hanya
mengetahui ayat-ayat hukum saja. Bagi al-Syaukani, ayat-ayat  hukum itu
tidak perlu dihafal oleh mujtahid, tetapi cukup jika ia mengetahui letak ayat
itu, sehingga dengan mudah ditemukannya ketika diperlukan.
 Kedua
mengetahui ijmak, sehingga ia tidak mengeluarkan fatwa yang
bertentangan ijmak. Akan tetapi, seandainya dia tidak memandang ijmak
sebagai dasar

hukum, maka mengetahui ijmak ini tidak menjadi syarat baginya untuk
dapat melakukan ijtihad.

 Ketiga
mengetahui bahasa Arab, yang memungkinkannya menggali hukum dari 
al-Qur’an dan sunnah secara baik dan benar.Dalam hal ini menurut al-
Syaukani- seorang mujtahid harus mengetahui seluk-beluk bahasa Arab
secara sempurna, sehingga ia mampu mengetahui makna-makna yang
terkandung dalam ayat-ayat al-Qur’an dan sunnah Nabi saw. Secara rinci
dan mendalam: mengetahui makna lafal-lafal gharib (yang jarang dipakai);
mengetahui susunan-susunan  kata yang khas (khusus), yang memilki
keistimewaan-keistimewaan unik.

 Keempat
mengetahui ilmu usul fikih. Menurut al-Syaukani, ilmu usul fikih penting
diketahui oleh seseorang mujtahid karena melalui ilmu inilah diketahui
tentang dasar-dasar dan cara-cara berijtihad. Seseorang akan dapat
memperoleh jawaban suatu masalah secara benar apabila ia mampu
menggalinya dari al-Qur’an dan sunnahndengan menggunakan metode
dan cara yang benar pula .

 Kelima
mengetahui nasikh (yang menghapuskan) dan mansukh (yang
dihapuskan). Menurut al-Syaukani, pengetahuab tenteng nasikh dan
mansukh penting agar  mujtahid tidak menerapkan suatu hukum yang telah
mansukh, baik yang terdapat dalam ayat-ayat atau hadits-hadits.
Dalil Hukum Ijtihad
Ada beberapa dasar hukum diharuskannya ijtihad, diantaranya :

 Al-Qur’an

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya),
dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat
tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan
Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya”. (QS.An-nisa:59)
dan firman-Nya yang lain : “…Maka ambillah ibarat, wahai orang-orang
yang mempunyai pandangan”. (QS.Al-Hasyr : 2)
Menurut firman pertama, yang dimaksud dengan dikembalikan kepada
Allah dan Rasul ialah bahwa bagi orang-orang yang mempelajari Qur’an
dan Hadits supaya meneliti hukum-hukum yang ada alsannya, agar bisa
diterapkan kepada peristiwa-peristiwa hukum yang lain, dan hal ini adalah
ijtihad.
Pada firman kedua, orang-orang yang ahli memahami dan merenungkan
diperintahkan untuk mengambil ibarat, dan hal ini berarti mengharuskan
mereka untuk berijtihad. Oleh karena itu, maka harus selalu ada ulama-
ulama yang harus melakukan ijtihad.
 Al-hadits
Kata – kata Nabi s.a.w. : “Ijtihadlah kamu, karena tiap-tiap orang akan
mudah mencapai apa yang diperuntukkan kepadanya” (Jalaluddin
Rahmat, Dasar Hukum Islam, hlm 163)

 “Hakim apabila berijtihas kemudian dapat mencapai kebenaran maka ia


mendapat dua pahala (pahala melakukan ijtihad dan pahala kebenaran
hasilnya). Apabila ia berijtihad kemudian tidak mencapai kebenaran, maka
ia mendapat satu pahala (pahala melakukan ijtihad)”.(Hadits riwayat
Bukhari dan Muslim

Anda mungkin juga menyukai