Ijtihad Tidak Membatalkan Ijtihad Yang Lain: Sekolah Tinggi Agama Islam Syekh Abdur Rauf Aceh Singkil
Ijtihad Tidak Membatalkan Ijtihad Yang Lain: Sekolah Tinggi Agama Islam Syekh Abdur Rauf Aceh Singkil
Abi Hasan
Sekolah Tinggi Agama Islam Syekh Abdur Rauf Aceh Singkil
email : AbihasanMH232@gmail.com
Abstrak
Hasil ijtihad sangat dipengaruhi oleh keadaan di mana undang-undang itu dirumuskan.
Hal ini mengakibatkan proses ijtihad dilakukan sering menghasilkan berbagai formula
ketika konteks masalah muncul secara berbeda. Sebagai produk ijtihadi, hukum yang
mapan bukanlah sesuatu yang sakral dan menutup pintu perbedaan dan perubahan.
Munculnya berbagai hasil perbedaan ijtihad tidak terlepas dari proses perumusan hukum
itu sendiri. Proses penerapan ijtihad dengan berbagai aturannya sangat berperan dalam
hasil dan pengaruh hukum yang menentukan. Karena itu, seorang mujtahid harus bisa
memahami aturan ijtihad dengan sempurna.
Abstract
The results of an ijtihad are strongly influenced by the circumstances under which the law
is formulated. This resulted in the process of ijtihad being carried out frequently resulting
in varied formulas when the context of the problems arose differently. As a product of
ijtihadi, the established law is not something sacred and closes the door of difference and
change. The emergence of various results ijtihad difference is not apart from the process
of formulating the law itself. The process of implementing ijtihad with its various rules
is very instrumental in the results and the influence of the deciding law. Therefore, a
Mujtahid must be able to comprehend the rules of ijtihad perfectly.
Keywords : Ijtihad
1
A. Pendahuluan dalilnya secara terperinci.”
Menurut definisi sebagian ulama
Sesungguhnya ijtihad adalah suatu
ushul fiqh sebagaimana dikutip oleh
cara untuk mengetahui hukum sesuatu
Saefullah Ma’shum bahwa ijtihad adalah
melalui dalil-dalil agama yaitu Al-Qur’an
“mencurahkan segala kesanggupan dan
dan Al-hadits dengan jalan istimbat.
kemampuan semaksimal mungkin dalam
Adapun mujtahid adalah ahli fiqih yang
penerapan hukum.”1
menghabiskan atau mengerahkan seluruh
Berdasarkan definisi kedua yang
kesanggupannya untuk memperoleh
dikemukakan oleh sebagian ulama diatas
persangkaan kuat terhadap sesuatu hukum
maka ijtihad itu terbagi 2:
agama.
a. Ijtihad yang dilakukan secara
Oleh karena itu kita harus
khusus oleh para ulama yang
berterimakasih kepada para mujtahid yang
mengkhususkan diri untuk
telah mengorbankan waktu, tenaga, dan
menetapkan hukum dari dalilnya.
pikiran untuk menggali hukum tentang
Menurut jumhur ulama, pada
masalah-masalah yang dihadapi oleh umat
suatu masa dimungkinkan terjadi
islam baik yang sudah lama terjadi di zaman
kekosongan ijtihad seperti ini, jika
Rasulullah maupun yang baru terjadi.
ijtihad masa lalu masih dianggap
cukup untuk menjawab masalah
B. Pembahasan hukum di kalangan umat Islam.
1. Pengertian Ijtihad namun menurut ulama Hambali,
Menurut bahasa, kata ijtihad berasal ijtihad bentuk pertama ini tidak
dari bahasa Arab, yaitu bentuk masdar dari boleh vakum sepanjang masa
kata yajtahid, ijtihad artinya mengerahkan karena mujtahid semacam ini selalu
segala kesanggupan untuk mengerjakan dibutuhkan karena banyak masalah
sesuatu yang sulit. Berdasarkan pengertian yang harus dijawab hukumnya.
bahasa ini, maka tidak tepat jika kata b. Ijtihad dalam penerapan hukum.
ijtihad digunakan untuk ungkapan “orang Ijtihad semacam ini akan selalu
itu berijtihad dalam mengangkat tongkat”. ada di setiap masa. Tugas utama
Sebab mengangkat tongkat adalah Mujtahid bentuk kedua ini adalah
perbuatan mudah dan ringan yang bisa menerapkan hukum termasuk hasil
dilakukan oleh siapa saja. ijtihad para ulama terdahulu. Ijtihad
Secara terminologi sebagaimana bentuk kedua ini disebut tahqiq al-
didefinisikan oleh Muhammad Abu manath.
Zahra, ijtihad yaitu: “Pengerahan segala 2. Dasar Ijtihad
kemampuan seorang ahli fiqh dalam Posisi ijtihad memiliki dasar
menetapkan (istimbat) hukum yang
1 Saefullah Ma’shum. Ushul Fiqh. (Jakarta:
berhubungan dengan amal perbuatan dari Pustaka Firdaus, 2005), 202
3 Wahbah Zuhaili, Ushul Fiqh al-Islami…, 4 Sapiudin Shidiq, Ushul Fiqh. Jakarta. Kencana,
hlm.21 2011), hlm.112