Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENELITIAN SEDERHANA

HOLDING TIME DI CV. FAZILLA KARANGANYAR

Disusun Oleh:
1. Aninda Nur Maqrifah (2015030060)
2. Isnaini Chusnul Qori’ah (2015030076)
3. Yuniar Ieka Saputri (2015030103)

PRODI S1 GIZI
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) PKU
MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2019

i
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Praktek Kerja Lapang Pelayanan Gizi Institusi (PKL-PGI) Non Rumah
Sakit di CV Fazilla Karanganyar telah mendapatkan persetujuan dari
pembimbing.

Diterima dan disahkan pada:


Hari :
Tanggal :

Direktur CV. Fazila Pembimbing Lahan

Budi Rahayu, S.T Dita Utami Nungki Kusumastuti, S.Gz

Mengetahui,

Pembimbing Akademik I Pembimbing Akademik II

Dewi Marfuah, S. Gz., MPH Agung Setya Wardhana, S.TP., M.Si


NIDN. 0613048802 NIDN. 066127701

ii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji syukur bagi Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan Laporan
Sederhanan Holding Timedi CV Fazilla Karanganyar.
Penulis banyak menyadari banyak hambatan dalam penyusunan laporan
ini, namun berkat arahan, dorongan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak,
maka segala hambatan dapat teratasi. Untuk itu dalam kesempatan ini, penulis
menyampaikan rasa terimakasih atas segala bantuan yang telah diberikan dan
mohon maaf atas segala kekhilafan kepada :
1. Sigit Aribowo, S.E dan Budi Rahayu, S.T selaku Kepala CV. Fazilla
Karanganyar.
2. Dita Utami Nungki Kusumastuti, S.Gz selaku pembimbing lahan di CV.
Fazilla Karanganyar.
3. Dewi Marfuah, S.Gz, MPH selaku pembimbing akademik I PKL Pelayanan
Gizi Institusi Non Rumah Sakit.
4. Agung Setya Wardana, S.TP., M.Si selaku pembimbing akademik II PKL
Pelayanan Gizi Institusi Non Rumah Sakit.
5. Teman-teman S1 Gizi Angkatan 2015 yang selalu memberikan doa dan
semangat.
6. Karyawan dan staff di CV. Fazilla Karanganyar.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan sederhana ini masih
jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi
kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini bermanfaat.
Surakarta, Maret 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iv
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................2
C. Tujuan...........................................................................................................2
D. Manfaat.........................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4
A. Holding Time.................................................................................................4
B. Prinsip Holding Time....................................................................................4
C. Masalah yang timbul akibat holding time terlalu lama.................................4

D. Tahu ......... .................................................................................................. 5

E. Pendistribusian Makanan..............................................................................5
BAB III METODE PENGAMATAN 7
A. Jenis Penelitian..............................................................................................7
B. Data yang Dikumpulkan ..............................................................................7
C. Instrumen Penelitian.....................................................................................7
D. Definisi Operasional.....................................................................................8
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 9
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 10
A. Kesimpulan.................................................................................................10
B. Saran............................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Definisi Operasional...................................................................................8

v
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Dokumentasi

vi
vii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Makanan merupakan kebutuhan manusia yang paling utama. Oleh
karena itu, penyelenggaraan makanan merupakan satu keharusan untuk
dilaksanakan diluar lingkungan keluarga. Penyelenggaraan makanan di luar
lingkungan keluarga diperlukan oleh konsumen karena tidak dapat makan
bersama dengan keluarga dirumah, seperti para penghuni asrama atau panti
asuhan, karyawan pabrik atau perusahaan, narapidana dan lain sebagainya.
Penyelenggaraan makanan merupakan kegiatan sistem yang terintegritas,
terkait satudengan lainnya.Penyelengaraan makanan institusi dan industri
adalah program terpadu yangterdiri atas perencanaan, pengadaan,
penyimpanan, pengolahan bahan makanan danpenyajian atau penghidangan
makanan dalam skala besar (PGRS, 2013).
Prinsip dasar dalam penyelenggaraan makanan institusi yaitu
menyediakan makanan sesuai dengan jumlah dan macam zat gizi yang
diperlukan tubuh, memperhitungkan keinginan dan penerimaan serta kepuasan
konsumen dengan cita rasa yang tinggi dan sanitasi yang layak serta harga
terjangkau oleh konsumen. Makanan harus memenuhi kebutuhan gizi, selera/
cita rasa, dan aman untuk mempertahankan status gizi optimal.
Penyelenggaraan makanan memerlukan pengendalian mutu makanan, antara
lain menerapkan Good Manufacturing Practics (GMP), Sanitation Standart
OperatingProcedures (SSOP) dan Hazard Analysis Critical Control Point
(HACCP).
Tahu merupakan salah satu produk makanan yang sudah popular di
masyarakat Indonesia. Sejak dulu, masyarakat Indonesia terbiasa
mengonsumsi tahu sebagai lauk pauk pendamping nasi atau sebagai makanan
ringan. Tahu menjadi makanan yang sangat diminati oleh masyarakat
Indonesia karena rasanya enak dan harganya juga relatif murah. Tahu
mengandung beberapa nilai gizi, seperti protein, lemak, karbohidrat, kalori,
mineral, fosfor, dan vitamin B-kompleks. Tahu juga kerap dijadikan salah satu

1
menu diet rendah kalori karena kandungan hidrat arangnya yang rendah
(Utami, 2012).
Pendekatan pencegahan bahaya dalam HACCP salah satunya
mengendalikan perkembangbiakan bakteri makanan. Waktu dan suhu
merupakan parameter kritis penilaian laju pertumbuhan bakteri. Tahap akhir
proses produksi makanan adalah penyajian makanan, dimana makanan
mempunyai risiko tercemar paling tinggi. Pada proses penyajian makanan
terdapat waktu tunggu (holding time), yaitu waktu antara makanan matang
sampai dengan disajikan ke pasien. Pengawasan waktu tunggu sangat
diperhatian karena berkaitan dengan laju perkembang biakan bakteri.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka dilakukan penelitian sederhana
mengenai gambaran waktu tunggu (holding time) pada makanan tahu goreng
di CV Fazilla.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah diatas, maka
perumusan masalah dalam laporan ini adalah sebagai berikut “Bagaimanakah
penerapan holding time pada makanan tahu goreng di CV Fazilla” ?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui penerapan holding timedimulai dari proses penerimaan
bahan makanan, penyimpanan, pengolahan dan distribusi ke konsumen.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui waktu yang diperlukan agar makanan tetap aman dari
segi tekstur, suhu, dan nilai gizinya hingga sampai ke konsumen.
b. Mengetahui proses pendistribusian wadah makanan
c. Menetapkan cara pencegahan bahaya.

D. Manfaat
1. Bagi CV. Fazilla

2
Dapat menjadi masukan bagi pihak penyelenggaraan makanan
pegawai rumah sakit, untuk lebih mengoptimalkan pegamanan
pendistribusiann makanan di dapur CV Fazilla.
2. Bagi Peneliti
a) Menambah pengalaman dalam proses pendistribusian makanan.
b) Memahami penerapan holding time pada tahu goreng.
c) Sebagai sarana mengaplikasikan ilmu yang telah didapat di bangku
kuliah khususnya
3. Bagi Konsumen
Konsumen mendapatkan makanan yang sehat, bergizi dan aman.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

3
A. Holding Time
Holding time adalah titik kontrol / titik kritis dimana waktu yang
diperlukan agar makanan tetap aman dari segi tekstur, suhu, dan nilai gizinya
hingga sampai ke konsumen atau disebut waktu tunggu sebelum makanan
distribusikan ke konsumen (Sudarmaji, 2009).

Kontaminasi silang adalah Perpindahan kuman dari makanan mentah,


pekerja, wadah ke makanan lain seperti makanan matang/siap saji selama
proses persiapan, pengolahan dan penyajian. Salah satu penyebab kontaminasi
silang adalah holding time. Kontaminasi silang dan holding time secara umum
adalah perpindahan kuman dari wadah makanan, akibat holding time yang
tidak sesuai dengan prisip dari holding time itu sendiri (Depkes, 2012).

B. Prinsip Holding Time


Prinsip holding time yang tepat akan membuat suhu makanan tetap
terjaga, nilai gizi tetap optimal sehingga mikroorganisme berbahaya tidak
dapat berkembang biak , aman dikonsumsi.Berikut Prinsip (Holding Time/
waktu tunggu), yaitu :

1. Makanan masak yang baru saja selesai diolah suhunya masih cukup
panasyaitu di atas 80°C. Makanan dengan suhu demikian masih berada
pada daerah aman.
2. Makanan dalam waktu tunggu kurang dari 4 jam biasanya dapat
diabaikan suhunya.
3. Suhu makanan dalam waktu tunggu sudah berada dibawah 60°C,
segera dihidangkan dan waktu tunggunya semakin singkat.
4. Makanan yang disajikan panas harus tetap dipanaskan dalam suhu
diatas 60°C.

5. Makanan yang disajikan dingin disimpan dalam keadaan dingin pada


suhu dibawah 10°C.
6. Makanan yang disimpan pada susu dibawah 10°C harus dipanaskan
kembali (reheating) sebelum disajikan.
C. Masalah yang timbul akibat holding time terlalu lama

4
Pada proses penyajian makanan terdapat waktu tunggu (holding
time), yaitu waktu antara makanan matang sampai dengan disajikan ke
konsumen. Pengawasan waktu tunggu dan suhu makanan sangat
diperhatikan karena berkaitan dengan pengendalian laju perkembangbiakan
bakteri. Holding time pada suhu yang tidak terstandar, dapat memicu
perkembangbiakan bakteri yang mana akan menyebabkan keracunan pada
makanan. Penanganan makanan yang tepat dapat membantu untuk
mencegah pertumbuhan bakteri maupun kontaminan yang dapat
mebahayakan makanan (Yunita A, 2014).
D. Tahu

Tahu merupakan salah satu produk makanan yang sudah popular di


masyarakat Indonesia. Sejak dulu, masyarakat Indonesia terbiasa
mengonsumsi tahu sebagai lauk pauk pendamping nasi atau sebagai
makanan ringan. Tahu menjadi makanan yang sangat diminati oleh
masyarakat Indonesia karena rasanya enak dan harganya juga relatif
murah. Tahu mengandung beberapa nilai gizi, seperti protein, lemak,
karbohidrat, kalori, mineral, fosfor, dan vitamin B-kompleks. Tahu juga
kerap dijadikan salah satu menu diet rendah kalori karena kandungan
hidrat arangnya yang rendah (Utami, 2012).
Tahu sebagai salah satu olahan kedelai yang merupakan makanan
untuk perbaikan gizi. Tahu mengandung protein nabati terbaik karena
mempunyai asam amino paling lengkap dan memiliki daya cerna cukup
tinggi sebesar (85%-98%) (Purwaningsih, 2006).

Tahu termasuk bahan makanan berkadar air tinggi. Besarnya kadar


air dipengaruhi oleh bahan penggumpal yang dipakai pada saat
pembuatan tahu. Bahan penggumpal asam menghasilkan tahu dengan
kadar air lebih tinggi dibandingkan garam kalsium. Makanan-makanan
yang berkadar air tinggi, pada umumnya protein agak rendah, selain air
protein juga merupakan media pertumbuhan yang baik untuk
mikroorganisme pembusuk yang akan menyebabkan bahan mempunyai

5
daya awet rendah. Dengan daya cerna sekitar 95%, tahu dapat dikonsumsi
dengan aman oleh semua golongan umur. (Hamid, 2012).
Bahan-bahan dasar pembuatan tahu antara lain kedelai, bahan
penggumpal dan pewarna(jika perlu). Kedelai yang dipakai harus bermutu
tinggi (kandungan gizi yang memenuhi standar), utuh dan bersih dari
segala kotoran. Senyawa penggumpal yang biasa digunakan adalah
kalsium sulfat (CaSO4), asam cuka dan biang tahu, sedangkan zat
pewarna yang dianjurkan dipakai adalah kunyit. Prosedur pembuatan tahu
menurut Purwaningsih (2008) adalah sebagai berikut :
1. Perendaman
Perendaman bertujuan untuk melunakkan struktur selulernya
sehingga mempermudah dan mempercepat penggilingan. Biasanya
kedelai direndam dalam air sebanyak 3 kali beratnya sampai bobotnya
menjadi sekitar 2,2 kali bobot kedelai kering. Lama perendaman kedelai
antara 8-12 jam.
2. Penggilingan
Kedelai yang telah bersih dan ditiriskan lalu digiling dengan
disertai penambahan air kira-kira 1-1,5 kali berat kedelai basah (berat
setelah direndam). Tujuan penggilingan adalah untuk memperkecil
ukuran partikel sehingga dapat mengurangi waktu pemasakan dan
memberikan fasilitas untuk melakukan ektraksi susu kedelai.
3. Perebusan
Kedelai yang telah digiling kemudian dimasak. Perebusan ini
dimaksudkan untuk menginaktifasi trypsin inhibitor, meningkatkan
nilai gizi dan kualitas kedelai, mengurangi rasa mentah dan beany pada
susu kedelai, menambah keawetan produk akhir dan merubah sifat
protein kacang kedelai sehingga mudah dikoagulasikan. Perebusan
dilakukan pada suhu 1000C selama 10-15 menit (Sarwono dan Saragih,
2004).

6
Pada saat perebusan bubur kedelai ditambahkan air untuk
memperoleh rendemen yang baik. Perbandingan berat kedelai kering
dan air yang baik adalah 10:1.
4. Penyaringan
Bubur kedelai disaring dengan penyaring yang umum digunakan
oleh pengusaha tahu yaitu penyaring kain blacu berwarna putih. Hasil
penyaringan ini adalah ekstrak susu kedelai, sedangkan ampas akan
tertinggal dalam kain penyaring. Untuk mendapatkan sari kedelai yang
lebih banyak, ampas dapat dicuci kemudian disaring kembali.
5. Penggumpalan
Proses penggumpalan protein susu kedelai ini merupakan tahapan
yang paling menentukan sifat fisik dan organoleptik tahu yaitu jenis dan
jumlah bahan penggumpal serta suhu susu kedelai pada saat
penggumpalan.
E. Pendistribusian Makanan
Pendistribusian makanan yang sehat akan sangat berperan
didalammencegah terjadinya pencemaran makanan. Dalam proses
pendistribusian makananbanyak pihak yang terkait mulai dari persiapan,
pewadahan, orang, suhu dan kendaraan pendistribusian itu sendiri. Cara
mendistribusi makanan harus memenuhipersayaratan sanitasi, misalnya
apakah sarana pengangkutan memilki alat pendingindan tertutup.
Pengangkutan tersebut dilakukan baik dari sumber kepasar maupundari
sumber ke tempat penyimpanan agar bahan makanan tidak tercemar
olehkontaminan dan tidak rusak, seperti mengangkut daging dan ikan
denganmenggunakan alat pendingin (Chandra, 2006).

Makanan siap santap lebih rawan terhadap pencemaran sehingga


perluperlakukan yang ekstra hati – hati. Oleh karena itu didalam prinsip
pendistribusian makananperlu diperhatikan sebagai berikut (Depkes RI,
2012) :

7
1. Setiap makanan mempunyai wadah masing-masing, isi makanan tidak
terlampau penuh untuk mencegah terjadinya kondensasi. Uap makanan
yangmencair (kondensat) merupakan mmedia yang baik untuk
pertumbuhan bakteri sehingga makanan cepat menjadi basi.
2. Wadah yang dipergunakan harus utuh, kuat dan ukurannya memadai
denganmakanan yang ditempatkan dan terbuat dari bahan anti karat
atau bocor.
3. Pendistribusian untuk waktu yang lama harus diatur suhunya agar
tetapopanas 600C atau tetap dingin 40C.
4. Wadah selama dalam perjalanan tidak boleh terbuka sampai ditempat
penyajian.
5. Kendaraan pendistribusian disediakan khusus dan tidak dipergunakan
untuk keperluan mengangkut bahan lain.

BAB III
METODE PENGAMATAN

A. Jenis Penelitian
Jenis data pada pengamatan ini adalah pengamatan deskriptif.
Pengamatan deskriptif adalah suatu cara pengumpulan data dengan
pengamatan langsung terhadap obyek yang akan diteliti dilakukan dengan

8
cara pengamatan dan pencatatan mengenai proses penerimaan bahan
makanan, penyimpanan, pengolahan dan distribusi.
B. Waktu dan Tempat
Pengamatan ini dilakukan di dapur CV. Fazilla pada hari Rabu 20
Maret 2019
C. Data yang Dikumpulkan
Sampel penelitian adalah makanan tahu goreng. Variabel dalam
penelitian ini adalah waktu tunggu (holding time) dari sesaat setelah tahu
goreng matang sampai dengan sesaat sebelum didistribusikan ke
konsumen karyawan di RSUD Karanganyar, pengukuran suhu matang ,
pemorsian, penyajian tahu goreng, pengamatan organoleptik berupa
warna, tekstur, rasa dan bentuk tahu goreng.
D. Instrumen Penelitian
Cara pengumpulan data diperoleh dengan deksriptif pencatatan
waktu dan pengukuran suhu yang dilakukan pada siang hari. Pengambilan
sampel dan pengukuran suhu dilakukan oleh peneliti. Sampel tahu goreng
diukur suhunya menggunakan termometer makanan sesaat setelah tahu
goreng matang di dapur CV Fazilla dan dicatat waktunya. Holding time
adalah lamanya waktu antara sampel makanan tahu goreng sesaat setelah
matang dan sesaat sebelum disajikan sampai dengan proses
pendistribusian di RSUD Karanganyar.

E. Definisi Operasional

Tabel 1. Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Hasil Ukur Skala


Pengukuran
Tahu Goreng Tahu goreng sebanyak 76 Matang : 09:47 Rasio
biji dilakukan proses Pemorsian :10:21
perendaman dibumbu, Ruang pemorsian-
penggorengan, pemorsian, mobil distribusi
pengemasan, sampai : 10:50-10:55
pendistribusian tahu Distribusi perjalanan-
goreng. RSUD Karanganyar
: 10:55- 11:04
Penyajian ke ruang

9
operasi RSUD
Karanganyar : 11:06
Suhu matang
: 67˚C

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Holding Time
Holding merupakan waktu ketika makanan harus dipertahankan pada suhu
yang tepat untuk memastikan bahwa makanan aman untuk dimakan.Holding pada
suhu yang tidak terstandar, dapat memicu perkembangbiakan bakteri yang mana
akan menyebabkan keracunan pada makanan. Penanganan makanan yang tepat
dapat membantu untuk mencegah pertumbuhan bakteri maupun kontaminan yang
dapat mebahayakan makanan (Yunita A, 2014).
Holding time (waktu tunggu) dan suhu merupakan parameter kritis yang
dapat dikendalikan untuk menjamin keamanan makanan dalam menilai laju
pertumbuhan bakteri. Holding time dalam penelitian ini adalah selang waktu
antara makanan tahu goreng selesai diolah di dapur CV Fazilla hingga saat
didistribusikan ke karyawan di RSUD Karanganyar.

10
Holding time pada tahu goreng pertama matang pada jam 9.15 lalu pada
semua tahu goreng yang sudah jadi matang pada jam 09.47. Setelah itu dilakukan
pemorsian pada jam 10.50.
Holding time pada saat pemorsian menu pada jam 10.50, lalu diangkut ke
mobil distribusi pada jam 10.55. Setelah itu dilakukan proses pendistribusian
menggunakan mobil ke RSUD Karanganyar hingga sampai RSUD pada jam
11.04. Setelah itu didistribusian ke konsumen pada ruang operasi RSUD
Karanganyar pada jam 11.04 , maka holding time membutuhkan waktu 1 ½ jam.
Lama waktu tunggu (holding time) sampel makanan sesaat setelah matang
sampai saat didistribusikan ke karyawan di RSUD Karanganyar mebutuhkan
waktu 1 ½ jam. Batas aman holding time adalah 2-4 jam. Apabila holding time
melebihi batas tersebut, maka kemungkinan akan tumbuh berbagai macam bakteri
yang tidak aman bagi konsumen. Selain waktu tunggu (holding time), parameter
lainnya yaitu suhu. Suhu juga merupakan titik kritis yang menentukan
pertumbuhan berbagaimacam bakteri pada makanan, terutama makanan yang
sudah matang. Suhu aman untuk makanan yaitu ≤ 4°C – ≥ 60°C. Apabila suhu
berkisar antara 4°C – 60°C (danger zone) maka akan menyebabkan tumbuh
berbagai macam bakteri. Pada pengamatan tahu goreng ini suhu matang yang
didapatkan yaitu 67˚C, yang termasuk suhu aman. Oleh sebab itu, suhu makanan
harus selalu dijaga selama holding time berlangsung agar kualitas makanan tidak
menurun.
B. Pengamatan Organoleptik Tahu Goreng
Analisis kenampakan adalah meliputi penilaian terhadap produk secara
keseluruhan. Hasil analisis organoleptik kenampakan tahu yang didapatkan yaitu
rasa, tekstur, bentuk dan warna tahu goreng yang dilihat pada awal selesai
pemasakan dan setelah holding time 2 jam.
Tekstur merupakan ciri suatu bahan sebagai akibat perpaduan dari
beberapa sifat fisik yang meliputi ukuran, bentuk, jumlah dan unsur-unsur
pembentukan bahan yang dapat dirasakan oleh indera peraba dan perasa, termasuk
indera mulut dan penglihatan. Produk pangan dibuat dan diolah tidak semata-mata
untuk tujuan peningkatan nilai gizi, tetapi juga untuk mendapatkan karakteristik
fungsional yang menuruti selera organoleptik bagi konsumen. Karakteristik

11
fungsional tersebut diantaranya berhubungan dengan sifat tekstural produk pangan
olahan seperti kerenyahan, keliatan, dan sebagainya.
Hasil analisis organoleptik tekstur tahu yang didapatkan yaitu pada awal
setelah pemasakan memiliki tekstur yang renyah dan setelah holding time
memiliki tekstur agak alot atau mlempeng. Tekstur tahu sangat tergantung pada
kondisi penggumpalan misalnya pH, suhu, bahan penggumpal dan tingkat
denaturasi protein. Tahu lunak digolongkan melalui rasa yang lunak dan tekstur
yang halus dengan kadar air berkisar antara 84 sampai 90 %. Kekerasan
kemungkinan dikarenakan oleh kepadatan dan kerapatan struktur dari tahu diduga
tahu yang keras memiliki struktur yang lebih padat karena molekul proteinnya
sangat dekat akibat hilangnya kandungan air selama tahap koagulasi.
Tingkat kecerahan warna tahu setelah pemasakan dan setelah holding time
yaitu masih sama yaitu berwarna kuning keemasan. Lama penyimpanan biji
kedelai sebelum pengolahan juga turut menentukan tingkat kecerahan warna
produk tahu yang dihasilkan (Ginting et al. 2009).
Rasa tahu goreng pada awal setelah pemasakan asin gurih, dan setelah
holding time memiliki rasa hambar hal ini dikarenakan waktu tunggu yang cukup
lama yang dapat mengurangi rasa tahu.
Bentuk tahu goreng pada awal setelah pemasakan memiliki bentuk yang
mengembang, dan setelah holding time memiliki bentuk yang menciut atau
mengkerut hal ini dikarenakan oleh pengaruh suhu ruangan yang menyebabkan
bentuk tahu menjadi menciut.

12
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Holding time dalam penelitian ini pada tahu goreng selesai diolah di
dapur CV Fazilla hingga saat didistribusikan ke karyawan di RSUD
Karanganyar sudah tepat dengan waktu 1 ½ jam, dimana batas aman holding
time adalah 2-4 jam dan terdapat perubahan organoleptik tahu goreng yang
dihasilkan pada saat setelah pemasakan dan setelah holding time.
B. Saran
1. Bagi Institusi Penyelenggara Makanan
a. Perlu memperhatikan holding time untuk mengurangi risiko
kontaminasi, dan pada waktu tunggu perlu menggunakan alat
pemanas untuk menjaga keadaan makanan, agar suhu makanan tidak
turun terlalu banyak.
2. Bagi Mahasiswa
a. Menambah wawasan dan pengetahuan tentang simtem
penyelenggaraan makana institusi.

13
b. Proses pengaplikasian ilmu yangteah didapatkan dibangku kuliah
untuk di aplikasikan dalam dunia kerja.
c. Menambah referensi untuk pengamatan selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Arisman. 2009. Buku Ajar Ilmu Gizi: Keracunan Makanan. Jakarta: ECG.
Chandra, Budiman. 2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: ECG.
Departemen Kesehatan RI. 2012. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit (PGRS)
Edisi Revisi. Jakarta: Depkes RI.
Ginting, E., S.S. Antarlina dan S. Widowati. 2009. Varietas Kedelai Unggul untuk
Bahan Baku Industri Pangan. Jurnal Penelitian dan Pengembangan
Pertanian vol 28 no 3:79−87.
Hamid, M. 2012. Kandungan & Manfaat Tahu. Jakarta: Penebar Swadaya.
Purwaningsih. 2008. Cara Pembuatan Tahu dan Manfaat Kedelai. Bekasi: Ganeca
Exact.
Sudarmaji. 2009. Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis. Jurnal Kesling
Vol 2 No 9: 25-23.
Utami. 2012. “Pemanfaatan Iles-iles (Amorphophallus oncophylus) sebagai
Bahan Pengenyal pada Pembuatan Tahu”. Jurnal Teknologi Kimia dan
Industri vol 1 no 3:79-85.

14
Yunita A. 2014. Gambaran Waktu Tunggu, Suhu, dan Total Bakteri Makanan Cair
di RSUP Dr. Kariadi Semarang. Jurnal Medica Hospitalia vol 2 no 2: 110-
114.

LAMPIRAN
15
16
Proses Pemasakan

Proses

17
Proses Pendistribusian ke mobil

Proses pendistribusian ke konsumen di ruang RSUD Karanganyar

Proses pengamatan organoleptik tahu goreng

18

Anda mungkin juga menyukai