Anda di halaman 1dari 8

WARTAZOA Vol. 28 No. 1 Th. 2018 Hlm. 033-040 DOI: http://dx.doi.org/10.14334/wartazoa.v28i1.

1791

Pemanfaatan Bakteriofaga untuk Deteksi dan Biokontrol


Foodborne Pathogen
(The Use of Bacteriophage for Detection and Biocontrol of Foodborne Pathogen)

Tati Ariyanti

Balai Besar Penelitian Veteriner, Jl. RE Martadinata No. 30, Bogor 16114
tatiariyanti@gmail.com

(Diterima 20 Februari 2018 – Direvisi 27 Februari 2018 – Disetujui 3 Maret 2018)

ABSTRACT

Bacteriophages are viruses that have ability to attack bacterial cells in specific receptors, infect, multiply in bacterial cells
and eventually lyse bacterial cells. This unique bacteriophage character is highly beneficial because it is harmless to mammalian
cells and does not interfere with natural microbes. Bacteriophages are easy to obtain because they are widespread in the
environment such as soil, water, animal, and farm waste or food. This paper describes the potential use of bacteriophages to
detect pathogen and foodborne pathogen biocontrol. Bacteriophages are very potential to control the growth of pathogenic
bacteria both in food industry and environment. Bacteriophages act as antibiotics, detection tool for pathogenic bacteria in the
food chain, food biopreservative from pathogen bacteria contamination, and foodborne disease prevention. Although research on
bacteriophage in Indonesia has not been widely reported, research on bacteriophage utilization is being carried on.
Key words: Bacteriophage, foodborne disease, antibiotics, pathogen bacteria

ABSTRAK

Bakteriofaga merupakan virus yang mempunyai kemampuan menyerang sel bakteri pada reseptor yang spesifik,
menginfeksi, bermultiplikasi dalam sel bakteri dan akhirnya melisiskan sel bakteri. Sifat bakteriofaga yang unik ini, sangat
menguntungkan karena tidak berbahaya pada sel mamalia dan tidak mengganggu mikroba alamiah. Bakteriofaga mudah
diperoleh di lingkungan seperti tanah, air, limbah peternakan dan makanan. Makalah ini menguraikan pemanfaatan bakteriofaga
yang potensial untuk mendeteksi bakteri patogen dan sebagai biokontrol foodborne pathogen. Bakteriofaga sangat potensial
untuk mengendalikan pertumbuhan bakteri patogen baik di bidang industri makanan dan lingkungan. Bakteriofaga juga dapat
berperan sebagai antibiotika, alat deteksi bakteri patogen pada rantai makanan dan biopreservasi makanan agar bebas dari
kontaminasi bakteri patogen. Pemanfaatan bakteriofaga di Indonesia belum banyak dilaporkan, namun penelitian bakteriofaga
sedang berlanjut.
Kata kunci: Bakteriofaga, foodborne disease, antibiotika, bakteri patogen

PENDAHULUAN bakteri tersebut dalam tubuhnya selama beberapa hari


sampai berbulan-bulan. Pada ruminansia yang sehat,
Wabah penyakit oleh foodborne pathogen hewan dapat berperan sebagai karier E. coli O157:H7
bacteria yang terjadi di banyak negara di dunia sangat dalam saluran pencernaannya sementara waktu dan
berbahaya terhadap kesehatan manusia. Bakteri yang mensekresikan bakteri di dalam feses secara intermiten
tergolong foodborne pathogen antara lain Salmonella, (Sheng et al. 2006). Salah satu rute transmisi serogrup
Campylobacter, Escherichia coli O157:H7 dan E. coli O157 adalah melalui kontaminasi feses sapi ke
Listeria. Strain E. coli O157:H7 dikenal sebagai daging selama proses pemotongan sapi di rumah
penyebab wabah diare berdarah di Michigan pada potong hewan (O’Flynn et al. 2004).
tahun 1982 berkaitan dengan konsumsi daging, susu, Strategi untuk mengurangi cemaran mikroba pada
bahan makanan mentah/segar, air dan lingkungan yang bahan mentah telah diaplikasikan selama bertahun-
terkontaminasi bakteri (Yoichi et al. 2005). Bakteri ini tahun namun untuk menginaktivasi bakteri patogen
berperan sebagai sumber kontaminasi paling umum pada makanan sampai saat ini belum sempurna,
untuk foodborne, waterborne dan infeksi pada hewan terbukti kasus foodborne disease yang disebabkan oleh
melalui kontak secara langsung (Sheng et al. 2006). bakteri patogen seperti Salmonella, Campylobacter, E.
Sapi, domba dan ternak ruminansia merupakan coli, Listeria dan lainnya terus meningkat. Penanganan
reservoar primer E. coli O157:H7 dan dapat membawa kasus foodborne disease dengan cara mengendalikan

33
WARTAZOA Vol. 28 No. 1 Th. 2018 Hlm. 033-040

bakteri patogen menggunakan antibiotika bersifat Struktur dan morfologi bakteriofaga


terbatas untuk terapi antimikrobial pada manusia dan
mempunyai pengaruh yang negatif (Garcia et al. 2008). Bakteriofaga tersusun dari molekul asam nukleat
Pemakaian antibiotika biasanya tidak hanya yang dikelilingi lapisan protein yang disebut kapsid.
berpengaruh terhadap target bakteri patogen tetapi juga Kapsid ini dibentuk oleh subunit-subunit yang identik
mikroflora normal sehingga mengakibatkan gangguan satu sama lain yang disebut kapsomer. Kapsomer
keseimbangan mikroba alamiah dalam saluran terdiri dari subunit protein atau molekul yang disebut
pencernaan manusia maupun hewan dapat menjadi efek protomer. Beberapa faga juga mengandung lipida dan
sekunder yang serius termasuk penyakit pada saluran struktur tambahan seperti ekor atau bagian ujung yang
pencernaan. Munculnya bakteri yang resisten terhadap tajam (Grabow 2001).
antibiotika menjadi masalah yang kritis akibat Berdasarkan morfologi dan kandungan asam
penggunaan obat-obatan yang tidak tepat (Yoichi et al. nukleatnya, faga dapat diklasifikasikan ke dalam dua
2005). Meluasnya resistensi terhadap antibiotika pada kelompok yaitu faga yang mempunyai kepala dan ekor
beberapa patogen yang berkaitan dengan foodborne digolongkan dalam Ordo Caudovirales (famili
disease merupakan kasus yang serius sehingga menjadi Myoviridae, Siphoviridae dan Podoviridae) dan faga
alasan utama untuk mencari strategi pengendalian yang hanya memiliki kepala saja tanpa ekor yaitu faga
infeksi bakteri patogen pangan yang lebih aman dan Polyhedral DNA (Microviridae, Corticoviridae dan
alami (Sajjad et al. 2004). Tectiviridae), faga Polyhedral RNA (Leviviridae dan
Bakteriofaga (faga) pertama kali ditemukan secara Cystoviridae), faga filamentous (Inoviridae dan
tidak langsung oleh Frederick W Twort di Inggris pada Lipothrixviridae) dan faga Pleomorphic
tahun 1015 dan oleh Felix d’Herelle, Institute Pasteur (Plasmaviridae dan Fuselloviridae) (Grabow 2001;
di Paris pada tahun 1917 (Garcia et al. 2008; Sharma et Ackermann 2005).
al. 2009). Faga merupakan parasit obligat intraseluler Famili Myoviridae mempunyai ciri kepala
yang hanya mampu memperbanyak diri di dalam sel berbentuk icosahedral atau elongated, mengandung ds
hospes/sel bakteri. Makalah ini mengulas lebih luas DNA dan ekor panjang yang bersifat kontraktil (contoh
mengenai bakteriofaga, kelebihan, kelemahan dan coliphage T4, P1 dan Mu). Ciri famili Siphoviridae
aplikasinya untuk alat deteksi serta biokontrol mempunyai kepala berbentuk icosahedral,
foodborne patogen khususnya E. coli O157:H7. mengandung linear dsDNA, ekor panjang non-
kontraktil (contoh coliphage T5 dan T1). Ciri famili
Podoviridae mempunyai kepala berbentuk icosahedral,
BAKTERIOFAGA
linear dsDNA, ekor pendek non-kontraktil (contoh
coliphage T7 dan enterobacter faga P22). Famili
Sumber bakteriofaga Microviridae mempunyai kepala berbentuk icosahedral
mengandung ssDNA, tanpa ekor (contoh faga fX174).
Faga tersebar luas di ekosistem dan berperanan Famili Corticoviridae mempunyai ciri kepala
penting dalam ekologi bakteri. Secara alamiah, faga icosahedral mengandung lipida dengan dsDNA sedang
berada dalam saluran pencernaan manusia, hewan famili Tectiviridae mempunyai kepala ganda yang
termasuk unggas, pada makanan dan berbagai macam mengandung lipida dan dsDNA. Famili Leviviridae
sumber lingkungan seperti sampah, tanah dan air mempunyai kepala icosahedral dengan ssRNA dan
(Bielke et al. 2012; Tiwari et al. 2014). Faga mampu tidak berekor (contoh enterobacteriophage MS2 dan
memelihara keanekaragaman, keseimbangan dan QB). Famili Cystoviridae mempunyai kepala berbentuk
ekologi mikroba dalam saluran pencernaan sapi icosahedral disertai dengan lapisan pembungkus
terutama rumen untuk beradaptasi terhadap perubahan melingkar dan mengandung segmented dsDNA. Famili
konsumsi pakan dan air minum (Bielke et al. 2012). Inoviridae berbentuk filamen atau batang dengan
Faga relatif mudah diisolasi dari berbagai macam ssDNA, tidak berekor (contoh faga f1, fd dan M13).
sumber termasuk lingkungan yang berasal dari air Famili Lipothrixviridae berbentuk batang berselubung
dilaporkan telah ditemukan beberapa faga yang dengan linear dsDNA. Famili Plasmaviridae berbentuk
berbeda famili (Grabow 2001). Faga dilaporkan telah pleomorphic berselubung dengan sirculer dsDNA dan
diisolasi dari bermacam-macam makanan asal hewan famili Fuselloviridae mempunyai kapsul berbentuk
maupun tumbuhan seperti sosis ayam, sosis babi, seperti buah lemon tanpa selubung, mengandung
daging giling, ikan air laut, susu skim, keju, macam- sirculer dsDNA (Grabow 2001).
macam daging, jamur, selada, adonan biskuit yang
didinginkan dan gulai daging ayam beku (Sharma et al.
2009).

34
Tati Ariyanti: Pemanfaatan Bakteriofaga untuk Deteksi dan Biokontrol Foodborne Pathogen

Reseptor bakteriofaga berdasarkan beberapa kondisi dengan menggabungkan


sebagian asam nukleat ke dalam sel bakteri untuk
Spesifisitas faga ditentukan oleh reseptor (molekul memulai replikasi dan sebagian asam nukleat sisanya
protein) pada permukaan sel bakteri yang rentan. Faga akan menginduksi dan memulai replikasi dan
tertentu hanya akan mengenal reseptor yang spesifik, selanjutnya sel menjadi lisis. Faga lisogenik dapat
kemudian menempel dan menginfeksi sel bakteri. melakukan replikasi secara langsung di dalam
Lokasi reseptor faga pada sel bakteri adalah pada sitoplasma sel hospes tanpa menghasilkan partikel faga
dinding sel bakteri, fili, fimbria dan flagela sel bakteri. yang baru dan tanpa melisiskan sel hospes. Replikasi
Faga yang mengenali tempat reseptor pada dinding sel ini diperantarai oleh eleman genetik faga yang dikenal
bakteri dikenal sebagai somatic phage atau faga sebagai plasmid atau episom. Kondisi optimal untuk
somatik. Faga somatik terdiri dari famili Myoviridae, replikasi somatic phage maupun male-spesific phage
Siphoviridae, Podoviridae dan Microviridae. Kolifaga dalam sel bakteri yang ada di dalam saluran pencernaan
seri T termasuk ke dalam faga somatik. Tempat manusia dan hewan berdarah panas (Grabow 2001).
reseptor faga yang lain berlokasi pada fimbria fertiliti
(sex) dari sel bakteri. Faga yang secara khas
Isolasi dan karakterisasi bakteriofaga
menggunakan tempat reseptor pada fimbria fertiliti
(sex) dikenal dengan nama faga male-specific. Jenis
faga yang termasuk anggota male-specific adalah Faga dapat dideteksi secara kualitatif melalui
tahapan pengkayaan dalam media pertumbuhan yang
Inoviridae dan Leviviridae (Grabow 2001).
mengandung sel inang dari faga dan diinkubasi pada
suhu yang sesuai untuk mendukung replikasi faga
Replikasi bakteriofaga hingga terbentuk partikel faga yang baru. Faga yang
murni dapat diperoleh dengan filtrasi menggunakan
Replikasi faga somatik adalah dengan menempel membran berpori yang berukuran 0,22 μm. Beberapa
pada permukaan sel bakteri dengan ekornya dan metode deteksi dapat dilakukan seperti teknik
menembus ke dalam sel bakteri melalui dinding sel pertumbuhan faga pada double layer agar (DLA) untuk
yang diikuti dengan menginjeksikan materi genetik. melihat morfologi plak pada permukaan media agar
Kemungkinan lain adalah faga masuk ke dalam sel yang telah mengandung sel bakteri/inangnya. Plak
bakteri dengan sempurna dan memulai replikasi tersebut merupakan daerah bening atau zona pada
partikel faga. Faga menggunakan ribosom, faktor media agar yang menunjukkan daerah pertumbuhan
sintesis protein, asam amino dan energi dari sel hospes bakteri yang dilisiskan oleh faga. Karakterisasi
untuk replikasi. Oleh sebab itu, faga hanya dapat bakteriofaga dilakukan untuk mengetahui famili dari
memperbanyak diri di dalam metabolisme bakteri yang faga yang spesifik menginfeksi bakteri tertentu
menjadi hospes atau inangnya. Partikel faga selanjutnya misalnya E. coli O157:H7. Faga yang spesifik
disusun sehingga membentuk faga yang sempurna menginfeksi E. coli O157:H7 dikenal sebagai
kemudian partikel-partikel faga baru yang terbentuk coliphage. Metode karakterisasi faga antara lain adalah
akan dikeluarkan dari sel bakteri dengan cara dengan mengamati morfologi faga menggunakan
melisiskan dinding sel bakteri dan akhirnya sel bakteri transmission electron microscopy (TEM), karakterisasi
menjadi mati (Higgins et al. 2005; Callaway et al. molekuler menggunakan metode polymeration chain
2008; Viazis et al. 2011). reaction (PCR), random amplified polymorphic DNA
Berdasarkan cara replikasinya di dalam sel (RAPD) dan sekuensing faga (Lee 2009; Santos et al.
bakteri, faga dibagi menjadi dua grup yaitu faga litik 2009; Tomat et al. 2013).
dan lisogenik. Faga litik atau faga virulen merupakan
faga yang mempunyai cara replikasi yang khas, yang
APLIKASI BAKTERIOFAGA
dimulai segera setelah faga menginfeksi sel hospes,
bermultiplikasi dan partikel faga-faga baru yang
Sejak faga ditemukan pertama kali, telah
dihasilkan akan dilepaskan dari sel bakteri dalam
jumlah yang banyak melalui lisisnya sel hospes dalam dimanfaatkan untuk bermacam-macam aplikasi, seperti
waktu paling sedikit 30 menit setelah infeksi. Satu sel deteksi cepat bakteri patogen, phage typing, fluorescent
bacteriophage assay, amplification technology, terapi
bakteri yang terinfeksi dapat diproduksi sekitar 200
faga dan biokontrol terhadap foodborne pathogen (Shin
partikel faga baru. Faga tipe ini apabila ditumbuhkan
et al. 2012). Faga dapat dimanfaatkan dalam
pada media agar yang mengandung bakteri inangnya,
pengendalian beberapa bakteri patogen pada manusia.
morfologi faga dapat diamati dengan terbentuknya plak
(plaque) yang jernih pada permukaan media agar. Sebagai agen terapi maupun bakterisidal alam, faga
Faga lisogenik atau temperate phage, replikasi di mampu menghambat bakteri yang tidak diinginkan dan
tidak bersifat toksik pada rantai makanan (Yoichi et al.
dalam sel bakteri tidak segera dilakukan setelah
2005; Garcia et al. 2008).
menginfeksi sel bakteri. Replikasi faga dilakukan

35
WARTAZOA Vol. 28 No. 1 Th. 2018 Hlm. 033-040

Fungsi lain dari pemberian faga dapat diekspresikan dan dideteksi sebagai signal pada
meningkatkan kualitas dan keamanan produk makanan luminometer. Teknik ini pertama kali dilaporkan oleh
yang terkontaminasi oleh bermacam-macam bakteri Ulitzur dan Kuhn pada tahun 1987 (Hagens & Loessner
foodborne termasuk E. coli O157:H7 karena faga 2007).
mempunyai potensi dalam mengatur keseimbangan Aplikasi faga untuk kepentingan medis dan
mikroba pada makanan (Kudva et al. 1999; Sharma et farmasi dilakukan dengan pengembangan phage
al. 2009; Coffey et al. 2011). Pengendalian antibody technology (PAA). Deteksi bakteri patogen
pertumbuhan bakteri dapat dilakukan sejak awal dalam bahan pangan yaitu dengan melabel DNA faga
produksi pangan asal hewan atau tumbuhan sampai dengan pewarnaan fluorescent, yang berperan sebagai
masa penyimpanan dalam refrigerator (Greer 2005). antibodi untuk mengidentifikasi secara spesifik target
Beberapa penelitian telah melaporkan bahwa faga organisme (Goodridge et al. 2003).
dapat membantu menurunkan kejadian wabah penyakit Phage amplification assay atau phage amplified
bakterial baik sebagai agen dalam deteksi cepat biologically assay (PhaB) merupakan metode yang
penyakit, sebagai agen terapi foodborne pathogen di tidak memodifikasi faga sebagai alat deteksi bakteri
peternakan maupun biokontrol pada rantai makanan patogen. Hasil deteksi berupa terbentuknya plak atau
(Hagens & Loessner 2007). Untuk kepentingan aplikasi, zona bening pada media agar. Metode PAA atau PhaB
jenis faga yang biasa digunakan untuk mengeliminasi relatif sederhana, tidak membutuhkan latihan khusus
bakteri patogen adalah faga litik (Coffey et al. 2011). seperti metode molekuler, lebih mudah diaplikasikan,
tidak mahal dan tidak membutuhkan alat khusus (Rees
& Loessner 2005; Rees & Botsaris 2012).
Bakteriofaga untuk deteksi bakteri patogen

Interaksi faga secara spesifik dengan sel bakteri Bakteriofaga untuk pengendalian E. coli O157:H7
bermanfaat untuk membedakan berbagai galur bakteri pada rantai makanan
penyebab penyakit atau membedakan berbagai serotipe
bakteri yang terlihat identik. Kemampuan faga ini Strategi pengendalian E. coli O157:H7 pada rantai
berguna sebagai alat deteksi untuk mengetahui makanan dengan memanfaatkan aplikasi faga telah
keberadaan bakteri patogen pada makanan, bahan terbukti potensial, penggunaan yang aman, penanganan
makanan dan bahan asal lingkungan. Metode untuk yang relatif mudah, bersifat spesifik dan mempunyai
mengidentifikasi bakteri patogen dengan menggunakan aktivitas antimikrobial yang tinggi. Pengendalian yang
faga telah lama dikenal sebagai phagetyping. Metode efektif dilakukan pada setiap tahapan produksi pada
ini biasanya digunakan sebagai metode epidemiologis rantai makanan, yang dimulai dari peternakan sampai
yang penting, untuk membedakan serotipe bakteri yang dengan meja saji (farm to fork). Cara aplikasi faga pada
terlihat identik dan membantu dalam menentukan cara setiap tahapan rantai makanan (preharvest dan
penyebaran penyakit (Poernomo et al. 2006; Hagens & postharvest) meliputi (1) Terapi faga untuk mencegah
Loessner 2007; Garcia et al. 2008). dan mengurangi kolonisasi dan penyakit pada hewan di
Metode yang dapat digunakan untuk menentukan peternakan; (2) Biosanitasi faga yang berguna untuk
karakterisasi bakteri faga diantaranya ribotiping, disinfeksi peralatan dan permukaan kontak pada
random amplified polymorphic DNA-PCR beberapa material; (3) Biokontrol faga pada produk
fingerprinting (RAPD) atau pulsed field gel pangan, dapat berupa dekontaminasi pada karkas,
electroforesis of enzyme-digested DNA (PFGA), produk bahan pangan mentah lainnya seperti buah-
namun phagetyping tetap dipilih sebagai metode yang buahan segar dan sayuran; serta (4) Sebagai
bermanfaat karena bersifat spesifik, cepat, relatif biopreservasi alam, yang bermanfaat untuk
sederhana dan murah (Poernomo et al. 2006; Hagens & memperpanjang umur simpan produk akhir bahan
Loessner 2007). pangan asal pabrik (Garcia et al. 2008; Sillankorva et
Aplikasi faga untuk deteksi bakteri patogen di al. 2012).
lapangan umumnya ditujukan untuk keamanan air,
pangan, hasil pertanian dan kesehatan hewan (Hagens Bakteriofaga untuk terapi infeksi E. coli O157:H7
& Loessner 2007; Garcia et al. 2008), sedangkan pada ternak
sebagai alat diagnostik, faga telah banyak
dikembangkan dengan cara memodifikasi faga secara Eliminasi E. coli O157:H7 pada stadium
genetik menggunakan aktivitas gen reporter. Beberapa prehavest mempunyai peranan yang sangat penting
gen reporter yang digunakan adalah gen lux, gen luc, dalam mencegah masuknya bakteri patogen ke dalam
gen inaW dan gen lacZ. Gen reporter dimasukkan ke rantai makanan. Pengelolaan diet, terapi probiotik,
dalam genom faga, selanjutnya faga reporter akan vaksinasi dan penggunaan antibiotika colicin untuk
mentransduksi gen reporter ke dalam sel bakteri dan mengurangi risiko infeksi E. coli O157:H7 pada ternak
terjadi replikasi. Selanjutnya gen reporter akan telah dilaporkan namun belum optimal, karena masih

36
Tati Ariyanti: Pemanfaatan Bakteriofaga untuk Deteksi dan Biokontrol Foodborne Pathogen

ditemukan rekolonisasi bakteri patogen terutama strain P<0,05 (Goodridge & Bisha 2011; Sillankorva et al.
E. coli O157:H7 pada ternak setelah beberapa strategi 2012).
tersebut diaplikasikan (Kudva et al. 1999). Penelitian Terapi faga pada unggas dilaporkan berhasil
yang telah dilakukan menunjukkan bahwa terapi faga mencegah terjadinya infeksi saluran pernafasan yang
pada hewan telah terbukti berhasil untuk mengurangi fatal pada ayam pedaging. Aplikasi faga secara aerosol
infeksi E. coli O157:H7 baik pada ternak sapi, domba spraying dan injeksi intramuskular memberikan hasil
maupun unggas (Sheng et al. 2006; Goodridge & Bisha yang maksimal untuk menurunkan angka kematian
2011). pada ayam pedaging. Sedang pemberian faga yang
Dasar pemberian terapi faga pada ternak ditambahkan dalam air minum tidak cukup efisien
ruminansia adalah untuk menurunkan jumlah shedding untuk melindungi unggas dari infeksi saluran
bakteri patogen dalam feses. Cara yang dilakukan pernafasan akibat E. coli (Goodridge & Bisha 2011;
adalah dengan menurunkan konsentrasi E. coli Sillankorva et al. 2012).
O157:H7 dalam saluran gastrointestinal sapi sehingga
dapat membatasi durasi shedding bakteri patogen. Bakteriofaga untuk biosanitasi
Penurunan shedding bakteri patogen dalam feses
terlihat lebih bermakna apabila terapi faga diberikan Pemakaian bakteriofaga sebagai biosanitasi sangat
pada ruminansia lepas sapih yang berusia 7-8 minggu menguntungkan karena mampu mengatasi kontaminan
(Goodridge & Bisha 2011). bakteri patogen yang tidak mudah dibersihkan
Keberhasilan strategi terapi faga untuk walaupun sudah dilakukan sanitasi, termasuk adanya
mengendalikan atau mengurangi E. coli O157:H7 pada biofilm pada permukaan peralatan-peralatan yang
sapi dan ruminansia lainnya selama masa pertumbuhan, digunakan dalam penanganan, penyimpanan atau
berguna untuk menurunkan risiko paparan E. coli pengolahan bahan pangan (Sillankorva et al. 2012).
O157:H7 pada manusia. Terapi faga pada sapi dewasa Goodridge & Bisha (2011) melaporkan bahwa
yang diberikan sebelum pemotongan karkas, dapat campuran faga dapat digunakan untuk dekontaminasi
mengurangi jumlah E. coli O157:H7 yang diekskresikan permukaan benda-benda keras. Penggunaan campuran
pada feses sapi dan dapat berpengaruh besar dalam tiga jenis faga atau ECP-100 dengan konsentrasi yang
menekan terjadinya kontaminasi E. coli O157:H7 pada berbeda (108, 109 dan 1010 pfu/ml) pada permukaan
karkas (Bach et al. 2003; Greer 2005; Sillankorva et al. kaca dan gipsum, mampu mengurangi jumlah E. coli
2012). Pemberian faga pada ruminansia dapat diberikan O157:H7 lebih dari 4 log.
secara oral melalui air minum atau pakan namun
aplikasi ini tidak cukup berhasil untuk menurunkan Bakteriofaga untuk biokontrol E. coli O157:H7 pada
jumlah E. coli dalam saluran pencernaan. makanan
Kegagalan pemberian faga secara oral pada
ruminansia dilaporkan karena faga berikatan secara Pemanfaatan bakteriofaga dalam biokontrol
non-spesifik pada partikel makanan sehingga faga bakteri pada makanan dapat diaplikasikan pada
menjadi inaktif dalam abomasum karena kondisi asam berbagai makanan baik makanan asal tumbuhan,
dan jumlah faga yang diberikan secara oral tidak cukup makanan asal hewan maupun makanan yang mudah
mencapai saluran pencernaan ruminansia. Penurunan busuk. Eliminasi E. coli O157:H7 selama proses
jumlah E. coli pada saluran pencernaan ruminansia pengolahan bahan pangan menggunakan faga
dengan aplikasi oral dapat berhasil dengan pemberian dilaporkan efektif (Kudva et al. 1999). Aplikasi dapat
encapsulated phages dalam matrik polimerik. dilakukan secara langsung pada permukaan makanan
Pada umumnya, terapi faga tunggal dapat seperti daging, produk segar, pangan olahan bahkan
menimbulkan terjadinya resistensi sehingga aplikasinya dicampur ke dalam susu. Pemberian campuran faga
digunakan beberapa jenis faga atau campuran faga (ECP-100) yang diaplikasikan pada macam-macam
untuk terapi pada ternak agar lebih efektif untuk makanan (tomat, bayam, brokoli dan daging sapi)
mengendalikan E. coli O157:H7 (Goodridge & Bisha secara penyemprotan (spray) dilaporkan juga efektif
2011). Pemberian campuran faga (CEV1 dan CEV2) untuk mengurangi kontaminasi E. coli O157:H7
secara oral pada domba dapat memberantas hampir (Sharma et al. 2009; Goodridge & Bisha 2011;
100% patogen (>99,9%) dibandingkan dengan Sillankorva et al. 2012).
penggunaan faga tunggal CEV1. Campuran faga (KH1
dan SH1) pada sapi yang diberikan secara langsung Bakteriofaga untuk biopreservasi
melalui rektal sebanyak 1010 pfu selama tujuh hari dan
secara oral melalui air minum dengan konsentrasi faga Efektivitas faga sebagai agen biopreservasi
106 pfu, mampu menurunkan konsentrasi E. coli ditunjukkan pada kemampuannya dalam melisiskan sel
O157:H7 pada kelompok perlakuan dibandingkan hospes baik bakteri patogen maupun bakteri
dengan kelompok kontrol dengan tingkat signifikansi psikotropik yang tumbuh pada bahan makanan yang

37
WARTAZOA Vol. 28 No. 1 Th. 2018 Hlm. 033-040

disimpan di dalam refrigerator. Faga tetap dapat PEMILIHAN FAGA YANG OPTIMAL
mengontrol multiplikasi bakteri dalam makanan
walaupun makanan tersebut telah dikeluarkan dari Beberapa kelemahan faga dapat mempengaruhi
refrigerator dan diletakkan di suhu ruang. Faga juga keberhasilan aplikasi faga di lapang. Strategi yang
mampu mencegah kontaminasi dan multiplikasi bakteri dapat dilakukan untuk mengatasi terjadinya faga yang
patogen pada makanan selama pemasaran bahan resisten adalah dengan menggunakan campuran
pangan (Goodridge & Bisha 2011). beberapa jenis faga untuk terapi infeksi E. coli
O157:H7 pada ternak. Penggunaan faga tunggal dalam
terapi faga sebaiknya dihindari (Greer 2005;
KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN
Sillankorva et al. 2012).
BAKTERIOFAGA
Perlu dipertimbangkan lingkungan pertumbuhan
faga yang sesuai untuk dapat meningkatkan produksi
Beberapa keunggulan dari sifat faga yang dapat
faga secara maksimal, antara lain adalah penggunaan
mendukung keberhasilan sebagai agen biokontrol
bakteri yang spesifik, kondisi fisiologis bakteri sebagai
adalah (1) Bersifat alamiah, komensal pada manusia
hospes, modifikasi pada medium pertumbuhan faga,
dan hewan; (2) Terdapat di alam, dapat ditemukan di
tekanan oksigen, praperlakuan menggunakan bahan
mana-mana termasuk pada ekosistem makanan dan kimia maupun penambahan antibiotika seperti
siap diisolasi; (3) Stabil dalam makanan dan dapat penisilin, beta-lactam, aztreonam dan cefixime.
hidup pada proses pengolahan makanan; (4) Pemberian
Beberapa antibiotika tersebut dilaporkan dapat
faga tidak mempunyai efek samping pada kualitas
menstimuli bakteri untuk memproduksi faga (You et al.
makanan yaitu tidak ada perubahan pada makanan
2002; Santos et al. 2009; Bielke et al. 2012). Pemilihan
berupa perubahan fisik, bau dan rasa; (5) Mempunyai
bakteri yang bersifat litik untuk aplikasi faga lebih
aktivitas dan spesifisitas yang tinggi pada sel hospes sesuai daripada menggunakan bakteri yang bersifat
atau sel bakteri yang peka. Dalam proses adsorpsi, lisogenik. Memberikan edukasi peternak, produser dan
infeksi dan replikasi faga menggunakan spesifik strain
masyarakat umum mengenai keunggulan faga dalam
dalam mengendalikan spesies target tanpa
aplikasinya di lapang. Keberhasilan aplikasi faga juga
mempengaruhi keberadaan mikroflora normal dalam
perlu mendapat dukungan dari komite etik penelitian
saluran pencernaan; (6) Mampu hidup dan bertahan dan regulasi pemerintah (Sillankorva et al. 2012).
terus-menerus karena mampu bereplikasi sendiri di
dalam sel hospes; (7) Tidak berrsifat toksik atau
merusak sel eukariot; (8) Dapat aktif terhadap biofilm; KESIMPULAN
(9) Preparasi dan aplikasi yang mudah; (10) Dapat
diaplikasikan di sepanjang rantai makanan sebagai Bakteriofaga dapat diaplikasikan untuk
terapi faga, biosanitasi maupun biopreservasi; (11) pengendalian foodborne disease seperti kontaminasi E.
Sebagai alat untuk deteksi bakteri patogen; dan (12) coli O157:H7, sebagai alternatif pengganti antibiotika
Sebagai sumber antimikrobial yang potensial karena dan dapat diaplikasikan secara luas dalam rantai
mengandung endolisin dan hydrolase peptidoglikan makanan. Keberhasilan aplikasi faga didukung dengan
(Greer 2005; Garcia et al. 2008; Bielke et al. 2012; pemberian dosis yang tepat berupa campuran faga
Sillankorva et al. 2012). dengan volume dan konsentrasi tertentu serta cara
Kelemahan sifat faga dalam aplikasinya, antara pemberian faga baik secara oral, intramuskular, rektal
lain (1) Faga dapat bersifat resisten terhadap bakteri maupun spray. Aplikasi faga telah terbukti potensial
yang mutan; (2) Membutuhkan jumlah besar terhadap karena aman, bersifat spesifik, penanganan yang relatif
bakteri target di saluran pencernaan hewan ruminansia; mudah dan mempunyai aktivitas antimikrobial yang
(3) Berperan dalam proses transduksi, yang dapat tinggi.
mentransfer sifat-sifat yang tidak diinginkan seperti
gen virulen dari satu organisme ke organisme yang
lain; (4) Faga lisogenik/temperate mampu merubah UCAPAN TERIMA KASIH
bakteri normal menjadi patogen; (5) Dapat
menimbulkan antigenisitas (respon imun dan Penulis mengucapkan terima kasih kepada
alergenik); dan (6) Pertimbangan konsumen dengan Pustakawan di Balai Besar Penelitian Veteriner atas
penambahan virus ke dalam makanan (Greer 2005; bantuan dan dukungannya. Terima kasih disampaikan
Sillankorva et al. 2012). kepada dosen kekhususan Program Doktor Ilmu

38
Tati Ariyanti: Pemanfaatan Bakteriofaga untuk Deteksi dan Biokontrol Foodborne Pathogen

Biomedik Universitas Indonesia, Dr. Ir. Siswa specific bacteriophage treatment to reduce Salmonella
Setyahadi, MSc., dari Pusat Teknologi Bioindustri, in poultry products. Poult Sci. 84:1141-1145.
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Kudva IT, Jelacic S, Tarr PI, Youderian P, Hovde CJ. 1999.
atas bimbingan dan masukannya. Biocontrol of Escherichia coli O157 with O157-
specific bacteriophages. Appl Environ Microbiol.
65:3767-3773.
DAFTAR PUSTAKA
Lee HS. 2009. Somatic coliphage families as potential
Ackermann HW. 2005. Bacteriophage classification. In: indicators of enteric viruses in water and methods for
Kutter, Elizabeth, Sulakvelidze A, editors. their detection [Dissertation]. [Chapel Hill (US)]:
Bacteriophage, biology and applications. Washington University of North Carolina.
DC (US): CRC Press. p. 29-66. O’Flynn G, Ross RP, Fitzgerald GF, Coffey A. 2004.
Bach SJ, McAllister TA, Veira DM, Gannon VPJ, Holley Evaluation of a cocktail of three bacteriophages for
RA. 2003. Effect of bacteriophage DC22 on biocontrol of Escherichia coli O157:H7. Appl
Escherichia coli O157:H7 in an artificial rumen Environ Microbiol. 70:3417-3424.
system (rusitec) and inoculated sheep. Anim Res. Poernomo S, Priadi A, Natalia L. 2006. Phage typing dan uji
52:89-101. sensitivitas terhadap berbagai antibiotika dari isolat
Bielke LR, Tellez G, Hargis BM. 2012. Successes and Salmonella enteritidis asal Indonesia. JITV. 11:157-
failures of bacteriophage treatment of 166.
Enterobacteriaceae Infections in the gastrointestinal Rees C, Botsaris G. 2012. The use of phage for detection,
tract of domestic animals. In: Kurtboke I, editor. antibiotic sensitivity testing and enumeration. In:
Bacteriophages [Internet]. Rijeka (Croatia): InTech. Cardona PJ, editor. Understanding tuberculosis -
p. 159-178. Available from: https://www.intechopen. Global experiences and innovative approaches to the
com/books/bacteriophages/successes-and-failures-of- diagnosis. Rijeka (Croatia): InTech. p. 293-306.
bacteriophage-treatment-of-enterobacteriaceae-
infections-in-the-gastrointe Rees C, Loessner M. 2005. Phage for detection of pathogenic
bacteria. In: Elizabeth KSA, editor. Bacteriophage,
Callaway TR, Edrington TS, Brabban AD, Anderson RC, biology and applications. Florida (US): CRC Press. p.
Rossman ML, Engler MJ, Carr MA, Genovese KJ, 267-284.
Keen JE, Looper ML, et al. 2008. Bacteriophage
isolated from feedlot cattle can reduce Escherichia Sajjad M, Rahman SU, Hussain I, Rasool MH. 2004.
coli O157:H7 populations in ruminant gastrointestinal Application of coliphage lysate: A preliminary trial to
tracts. Foodborne Pathog Dis. 5:183-191. treat an experimental Escherichia coli infection in
broiler chicken. Int J Poult Sci. 3:538-542.
Coffey B, Rivas L, Duffy G, Coffey A, Ross RP, McAuliffe
O. 2011. Assessment of Escherichia coli O157:H7- Santos SB, Carvalho CM, Sillankorva S, Nicolau A, Ferreira
specific bacteriophages e11/2 and e4/1c in model EC, Azeredo J. 2009. The use of antibiotics to
broth and hide environments. Int J Food Microbiol. improve phage detection and enumeration by the
147:188-194. double-layer agar technique. BMC Microbiol. 9:1-10.
Garcia P, Martinez B, Obeso JM, Rodriguez A. 2008. Sharma M, Patel JR, Conway WS, Ferguson S, Sulakvelidze
Bacteriophages and their application in food safety. A. 2009. Effectiveness of bacteriophages in reducing
Lett Appl Microbiol. 47:479-485. Escherichia coli O157:H7 on fresh-cut cantaloupes
and lettucet. J Food Prot. 72:1481-1485.
Goodridge L, Gallaccio A, Griffiths MW. 2003.
Morphological, host range, and genetic Sheng H, Knecht HJ, Kudva IT, Hovde CJ. 2006. Application
characterization of two coliphages. Appl Environ of bacteriophages to control intestinal Escherichia
Microbiol. 69:5364-5371. coli O157:H7 levels in ruminants. Appl Environ
Microbiol. 72:5359-5366.
Goodridge LD, Bisha B. 2011. Phage-based biocontrol
strategies to reduce foodborne pathogens in foods. Shin H, Lee JH, Kim H, Choi Y, Heu S, Ryu S. 2012.
Bacteriophage. 1:130-137. Receptor diversity and host interaction of
bacteriophages infecting Salmonella enterica serovar
Grabow WOK. 2001. Bacteriophages: Update on application Typhimurium. PLoS One. 7:e43392.
as models for viruses in water. Water SA. 27:251-268.
Sillankorva SM, Oliveira H, Azeredo J, Sillankorva SM,
Greer GG. 2005. Bacteriophage control of foodborne Oliveira H, Azeredo J. 2012. Bacteriophages and their
bacteria. J Food Prot. 68:1102-1111. role in food safety. Int J Microbiol. 2012:1-13.
Hagens S, Loessner MJ. 2007. Application of bacteriophages Tiwari R, Dhama K, Chakraborty S, Kumar A, Rahal A,
for detection and control of foodborne pathogens. Kapoor S. 2014. Bacteriophage therapy for
Appl Microbiol Biotechnol. 76:513-519. safeguarding animal and human health: A review.
Higgins JP, Higgins SE, Guenther KL, Huff W, Donoghue Pakistan J Biol Sci. 17:301-315.
AM, Donoghue DJ, Hargis BM. 2005. Use of a

39
WARTAZOA Vol. 28 No. 1 Th. 2018 Hlm. 033-040

Tomat D, Mercanti D, Balagué C, Quiberoni A. 2013. Phage Yoichi M, Abe M, Miyanaga K, Unno H, Tanji Y. 2005.
biocontrol of enteropathogenic and shiga toxin- Alteration of tail fiber protein gp38 enables T2 phage
producing Escherichia coli during milk fermentation. to infect Escherichia coli O157:H7. J Biotechnol.
Lett Appl Microbiol. 57:3-10. 115:101-107.
Viazis S, Akhtar M, Feirtag J, Diez-Gonzalez F. 2011. You L, Suthers PF, Yin J. 2002. Effects of Escherichia coli
Reduction of Escherichia coli O157:H7 viability on physiology on growth of phage T7 in vivo and in
leafy green vegetables by treatment with a silico. J Bacteriol. 184:1888-1894.
bacteriophage mixture and trans-cinnamaldehyde.
Food Microbiol. 28:149-157.

40

Anda mungkin juga menyukai