Anda di halaman 1dari 31

AWAL DAUR HIDUP

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemijahan ikan merupakan salah satu aktivitas pembenihan ikan untuk

menghasilkan individu baru. Pemijahan pada ikan dapat berlangsung secara

alami, semi alami, maupun buatan. Pemijahan alami pada ikan berlangsung

secara alami tergantung pada keberadaan stimulus lingkungan yang dapat

merangsang ikan untuk berkembang biak. Pemijahan semi alami pada ikan

terjadi setelah adanya campur tangan manusia dalam mempercepat

kematangan gonad. Sedangkan pemijahan buatan pada ikan hampir sama

dengan pemijahan semi alami, namun dalam proses pemijahan diatur dan

dilakukan oleh manusia (Hakim, 2010).

Menurut Sumantadinata (1983) dalam Nurimanto (2006), pembuahan

adalah penggabungan antara inti sel telur dengan inti sperma sehingga

membentuk zigot. Setelah pembuahan, embriogenesisakan berlangsung

terus setiap waktu dan terjadi caluage, morulasi, lastulasi, gastrulasi, dan

oogenesis yang diakhiri dengan penetasan.

Menurut Saputra, et al. (2012), ikan lele dumbo (Clarias gariepinus)

merupakan salah satu komoditas perikanan yang banyak dibudidayakan di

Indonesia terutama di Riau. Dalam pembudidayaan ikan lele terdapat

permasalahan terutama rendahnya derajat penetasan telur ikan yang

berkisar 30-60%. Hal ini disebabkan karena telur ikan lele bersifat adhesive

sehingga menumpuk di salah satu area pemijahan.

1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dari praktikum Biologi Perikanan meteri Awal Daur Hidup

adalah agar praktikan dapat mengetahui cara pemijahan secara buatan dan

mengetahui perkembangan embrio ikan secara mikroskopis.

Tujuan dari praktikum Biologi Perikanan meteri Awal Daur Hidup adalah

mempraktikan cara pemijahan secara buatan pada ikan serta


mengidentifikasi gambaran secara morfologi pada perkembangan embrio

ikan secara mikroskopis.

1.3 Waktu dan Tempat

Praktikum Biologi Perikanan meteri Awal Daur Hidup dilaksanakan

mulai tanggal 23 November pukul 07.00 sampai 24 November pukul 10.00

bertempat di Laboratorium Nutrisi dan Penyakit Ikan Gedung D lantai 1

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya, Malang.


2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi dan Morfologi

Menurut Bachtiar (2006), klasifikasi lele dumbo dikelompokkan ke

dalam taksonomi sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Ordo : Ostariophysi

Subordo : Silaroidae

Family : Clariidae

Genus : Clarias

Spesies : Clarias gariepinus

(Google image,2013)

Ikan lele yang digunakan berukuran panjang 12,08±0,57 cm. ikan lele

diadaptasikan dalam wadah penampungan terlebih dahulu selama 1-2

minggu sebelum dimasukkan ke dalam akuarium. Selama adaptasi ikan

diberi pakan 2 kali sehari. Pakan yang digunakan pakan komersil yang

mengandung protein 30%. sebelum masuk penampungan, ikan lele

direndam di air garam 0,1% selama 5 menit (Kurniawan, 2010).

Ikan lele memiliki alat pernapasan tambahan yang sering disebut

arborescent organ berbentuk seperti bunga karang. Alat genital dekat anus

tampak sebagai tonjolan. Pada ikan lele jantan tonjolan berbentuk lancip

sedangkan pada ikan lele betina tonjolan relatif berbentuk membundar

(Angka, et al., 1990 dalam Utami, 2009).


2.2 Ciri –ciri Kematangan Gonad pada Ikan

2.2.1 Ikan Jantan

Menurut Rahardjo, et al., (2003), cirri-ciri kematangan gonad pada

jantan yaitu:

I. Tidak matang

Gonad seperti sepasang benang, tapi lebihpendek daripada gonad

ikan betina pada tingkatdan ukuran yang relatif sama, warna

kemerahan

II. Awal pematangan

Gonad berukuran lebih besar dan berwarna putihseperti santan

III. Pematangan

Ukuran gonad relatif lebih besar dan mengisihampir separuh rongga

perut. berwarna putih.

IV. Matang

Gonad semakin besar ukurannya, semakin pejal,dan mengisi sebagian

besar rongga perut.berwarna putih.

V. Mijah

Gonad sudah terlihat lebih kecil dan lembek,warnanya hampir sama

dengan TKG IV.

Pada umumnya ikan jantan mencapai matang gonad lebih awal

daripada betina pada T. fluviatilis terjadi kematangan gonad yang

bervariasi antara bulan maret sampai dengan mei. Perbedaan musun

pemijahan ikan disebabkan oleh adanya fluktuasi musim hujan tahunan,

letak geografis dan kondisi ikan (Sulistiono, et al., 2001).

2.2.2 Ikan Betina

Menurut Rahardjo, et al., (2003), tingkat kematangan gonad betina

yaitu :

I. Tidak Matang

Gonad seperti sepasang benang yang memanjangpada sisi lateral

dalam rongga perut, transparandengan permukaan licin

II. Awal Pematangan


Gonad berukuran lebih besar dan berwarna kekuningan, butiran telur

belum dapat dilihat dengan mata telanjang.

III. Pematangan

Gonad mengisi hampir separuh rongga perut, butiran telur sudah

mulai dapat dilihat namun masih terlalu kecil warna kuning.

IV. Matang

Gonad mengisi sebagian besar rongga perut, berwarna kuning.

butiran telur dapat dilihat secara jelas dengan mata telanjang.

V. Mijah

Warna gonad hampir sama dengan tkg iv, gonadlebih pendek dan

kecil dari TKG sebelumnya.

Total ikan kuniran yang diamati tingkat kematangan gonadnya

berjumlah 300 ekor dengan rincian pengamatan TKG untuk ikan jantan

sejumlah 189 ekor, betina sejumlah 111 ekor. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa secara umum TKG didominasi masih pada tingkat i

(22%), sedangkan TKG dengan jumlah yang paling sedikit terdapat pada

tkg tingkat vii (2%), menunjukkan ikan yang tertangkap sebagian besar

dalam keadaan belum matang gonad sedangkan ikan pada ikan kuniran

betina, tkg tingkat vi (tahap salin) cukup dominan (23,42%). urutan

berikutnya adalah tkg iv sebesar 22,52%, tkg ii sebesar 16,22%, tkg iii

sebesar 14,41%, tkg v sebesar 13,51%, tkg vii sebesar 5,41%, dan tkg

dengan jumlah persentase terendah terdapat pada tkg i yaitu sebesar

4,5% (Saputra, et al., 2009).

2.3 Faktor- faktor yang Mempengaruhi Kematangan Gonad

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi fungsi reproduksi pada

spesies ikan terdiri dari faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal

meliputi curah hujan, suhu, sinar matahari, tumbuhan dan adanya ikan

jantan. Pada umumnya ikan-ikan di perairan alami akan memijah pada awal

musim hujan atau pada akhir musim hujan, karena pada saat itu akan terjadi
suatu perubahan lingkungan atau kondisi perairan yang dapat merangsang

ikan-ikan untuk berpijah (Effendi, 1997 dalam Patriono, et al., 2010).

Ukuran ikan pertama kali matang gonad berhubungan dengan

pertumbuhan ikan dan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhinya. Ada

dua faktor yang mempengaruhi waktu ikan pertama kali matang gonad yaitu

faktor dalam dan luar. Faktor dalam yang berpengaruh adalah perbedaan

spesies, umur, ukuran, serta silat fisiologis ikan seperti kemampuan adaptasi

terhadap lingkungannya. Sedangkan faktor luar yang mempengaruhi adalah

makanan, suhu, arus, dan tekanan penangkapan (Wibowo, et al., 2010).

2.4 Macam – macam Hormon Pemicu Kematangan Gonad

Menurut Sumantadinata (1981), sel type cyanophil pada pars distalis

menghasilkan sedikitnya tiga macam hormon, yaitu corticotrophin yang

berperan dalam mengawasi sekresi hormon-hormon adrenal; thyrotropin

yang berfungsi mengatur kerja thyroid; dan hormon gonodotropin yang

berperan dalam pematangan gonad dan mengawasi sekresi-sekresi hormon

yang dihasilkan oleh gonad.

Nilai indeks gonad somatik erat kaitannya dengan vitelogenesis,

dimana proses terbentuknya vitelogenin dimulai dari adanya isyarat faktor

lingkungan seperti fotoperiode, suhu, aktivitas makan, dan faktor lain yang

semuanya akan merangsang hipotalamus untuk mensekresikan

gonadotropin releasing hormone (GnRh). GnRh yang disekresikan ke dalam

darah akan merangsang hipofisis untuk mensekresikan hormon-hormon

gonado-tropin. Peningkatan nilai indeks gonad somatik dapat disebabkan

oleh perkembangan oosit. Vitelogenin adalah bakal kuning telur yang

merupakan komponen utama dari oosit yang sedang tumbuh (Darwisito, et

al., 2008).

Penggunaan Induk jantan ikan mas yang disuntik ovaprim maupun

tidak, dapat mengimbas ikan tawes untuk memijah. Feromon dari induk

jantan direspon oleh saraf yang terletak di sisi saraf olfaktori pada induk

betina dan akan diteruskan ke hipotalamus. Respon feromon menyebabkan


terjadinya peningkatan hormon neurofisa sehingga bila kadarnya telah

mencapai tingkat tertentu mengakibatkan pengeluaran telur oleh betina

(Zairin, et al., 2005).

2.5 Teknik Penyuntikan

Ikan Mencit barbie berumur 8 minggu diinjeksi antigen (priming) yang

dicampur dengan incomplete freund's adjuvant (IFA) dengan perbandingan

1:1 dan dilakukan secara intraperitoneal pada dosis 0,1 mu ekor atau setara

dengan 109cfu/ekor mencit. Pada minggu ke-2dan ke-3 dilakukan injeksi

ulang (boostet) dengan antingen dan dosis yang sama seperti pada saat

penyuntikan yang pertama. setelah diketahui bahwa kadar antibody iyang

terbentu cukup tinggi(log10 2-3) berdasarkan hasil pengukuran dengan

teknik elisa, maka dilakukan injeksi terakhir dengan antigen serupa tanpa

penambahan ifa dan diberikan secara intra venapada dosis 0,2 muekor.

Empat hari kemudian dari saat penyuntikan terakhir, dilakukan pemfusian sel

limfosit hiperimun dengan sel myeloma sp-2/0-ag (Hambali, et al., 2002).

Penyuntikan dilakukan sesuai perlakuan konsentrasi secara

intraperitoneal sebanyak 0,1 ml/ekor ikan. Pengamatan jumlah kematian ikan

dilakukan selama 7 hari. Probiotik dicampurkan ke pakan yang sebelumnya

telah diukur dosisnya yaitu 3,3 ml/kg pakan. Pengenceran probiotik

menggunakan air dengan perbandingan 1:50. Pencampuran dilakukan

dengan cara menyemprotkan larutan probiotik ke pakan menggunakan

sprayer dan kemudian dikering-anginkan selama ± 2 jam (Septiarin, 2012).

2.6 Pengertian Pemijahan

Pemijahan ikan merupakan salah satu aktivitas pembenihan ikan untuk

menghasilkan individu baru. Pemijahan ikan dapat berlangsung secara alami,

semi alami, maupun buatan. Pemijahan alami pada ikan berlangsung alami

tergantung pada keberadaan stimulus lingkungan yang dapat merangsang

ikan untuk berkembang biak. Pemijahan semi alami pada ikan terjadi setelah

adanya campur tangan manusia dalam pematangan gonad (Hakim, 2010).


Setelah 2-3 hari sejak dipasangkan, umumnya induk lobster air tawar

akan melakukan perkawinan (pemijahan). tanda induk betina telah

melakukan pemijahan adalah terlihatnya kandungan telur dalam tubuh

(abdomen) induk lobster air tawar betina dengan warna telur yang semakin

tua. selanjutnya induk lobster air tawar betina akan mengerami telur yang

telah terbuahi tersebut selama 30-35 hari. setelah telur menetas,

selanjutnya larva lobster air tawar red claw akan tetap menempel pada

tubuh (abdomen) induk lobster air tawar betina selama kurang lebih 1-2

minggu. selanjutnya larva dipindahkan ke dalam bak inkubasi berupa

akuarium berukuran 0,5x0,3x0,3 cm (Mukti, 2009).

2.7 Macam-Macam Pemijahan

Cara pemijahan ikan antara lain dengan pemijahan alami (natural

spawning), pemijahan semi alami (induced spawing) dan pemijahan buatan

(artificial spawning). Pemijahan alami dilakukan dengan cara memilih induk

jantan dan betina yang benar-benar matang gonad, kemudian dipijahkan

secara alami di bak/wadah pemijahan dengan pemberian makanan

(Muktiani, 2011).

Pemijahan ikan dapat berjalan secara alami, semi alami, dan buatan.

Pemijahan alami pada ikan berlangsung alami bergantung terhadap

keberadaan stimulus lingkungan yang dapat merangsang ikan untuk

berkembang biak. Pemijahan semi alami pada ikan terjadi setelah adanya

campur tangan manusia dalam mempercepat kematangan gonad (Hakim,

2010).

2.8 Bagian-Bagian Telur (disertai gambar)

Menurut Wahyuningsih dan Barus (2006), Telur dari hewan yang

bertulang belakang, secara umum dapat dibedakan berdasarkan kandungan

kuning telur dalam sitoplasmanya yaitu:

a) Telur homolechital (isolecital). Golongan telur ini hanya terdapat pada

mamalia. Jumlah kuning telurnya hanya sedikit terutama dalam


bentuk butir-butir lemak dan kuning telur yang terbesar di dalam

sitoplasma.

b) Telur telolecithal. Golongan telur ini terdapat sejumlah kuning telur

yang berkumpul pada salah satu kutubnya.

Ikan tergolong hewan yang mempunyai jenis telur tersebut. Protoplasma dari

telur Teleostei dan Elasmobranchia akan mengambil bagian pada beberapa

pembelahan pertama. Kuning telur tidak turut dalam proses-proses

pembelahan, sedangkan perkembangan embrionya terbatas pada sitoplasma

yang terdapat pada kutub anima. Telur ikan ovipar yang belum dibuahi,

bagian luarnya dilapisi oleh selaput yang dinamakan selaput kapsul atau

chorion. Pada chorion ini terdapat sebuah mikropil yaitu suatu lubang kecil

tempat masuknya sperma ke dalam telur pada waktu terjadi pembuahan. Di

bawah chorion terdapat selaput yang kedua dinamakan selaput vitelline.

Selaput yang ketiga mengelilingi plasma telur dinamakan selaput plasma.

Ketiga selaput ini semuanya menempel satu sama lain dan tidak ada ruang

diantaranya. Bagian telur yang terdapat sitoplasma biasanya berkumpul di

sebelah telur bagian atas yang dinamakan kutub anima, sedangkan bagian

kutub yang berlawanan terdapat banyak kuning telur yang dinamakan kutub

vegetatif. Kuning telur yang ada di bagian tengah keadaannya lebih pekat

daripada kuning telur yang ada pada bagian pinggir karena adanya

sitoplasma yang banyak terdapat di sekeliling inti telur.

Menurut Najmiyati (2009), telur yang belum dibuahi bagian luarnya

dilapisi oleh selaput yang dinamakan selaput kapsul atau khorion. Di bawah

khorion terdapat selaput yang kedua dinamakan selaput vitelin.Selaput yang

mengelilingi plasma telur dinamakan selaput plasma. Ketiga selaput ini

semuanya menempel satu sama lain dan tidak terdapat ruang diantaranya.

Lapisan vitelin pada ikan mas mempunyai ukuran ketebalan 10.0-10.2 μm

dan mempunyai struktur yang komplek dan terdiri dari empat lapisan yang

penamaannya berbeda berdasarkan penemu. Lapisan bagian luar terdiri 2

bagian berdasarkan perbedaan sitokimia. Selanjutnya dikatakan bahwa

kedua lapisan ini kaya akan protein.


(Google image, 2013)

2.9 Fase Perkembangan Embrio Ikan

Perkembangan larva terdiri dari dua tahap yaitu prolarva dan post

larva. Prolarva adalah larva yang masih mempunyai kuning telur dan tubuh

transparan. Post larva adalah larva yang kuning telurnya telah habis dan

organ-organ tubuhnya telah terbentuk sampai larva tersebut memiliki

bentuk menyerupai ikan dewasa. Perkembangan larva ikan kerapu atas 4

fase yaitu; (l) fase yolk sack yaitu mulai dari menetas hingga kuning telur

habis, (2) fase prefleksion yaitu dimulai dari kuning telur habis terserap

sampai terbentuk spin, (3) fase fleksion yaitu dimulai dari terbentuknya spin,

calon sirip ekor, perut dan punggug sampai hilangnya spina, (4) fase pasca

fleksion yaitu dimulai dari hilang atau tereduksinya spina sampai menjadi

juvenil. Oleh karena perkembangan morfologis dari masing-masing spesies

ikan kerapu berbeda-beda, maka perlu dikaji perkembangan morphologis

larva ikan humpback grouper yang dipelihara secara terkontrol selama

proses penyerapan kuning telur (Usman et al., 2003).

Pembuahan adalah penggabungan antara inti sel telur dengan inti

sperma sehingga membentuk zigot. Setelah pembuahan, embriogenesis

akan berlangsung terus menerus setiap waktu dan terjadi proses cartuage,

morulasi, blastulasi gastrulasi dan organogenesis yang diakhiri dengan

penetasan (Sumantadinata, 1983 dalam Numimanto, 2006).


(Google image, 2013)
3. METODOLOGI

3.1 Alat dan Fungsi

Alat yang digunakan dalam praktikum biologi perikanan tentan Awal

Daur Hidup, adalah sebagai berikut:

1. Timbangan analitik : untuk menimbang berat tubuh ikan dengan


ketelitian 10-2
2. Mangkok plastic : untuk wadah penyampuran telur dan sperma
3. Sepluit 3ml : untuk menyuntik hormone ke ikan
4. Aquarium : untuk tempat hidup dan perkembangan telur

ikan
5. Dessecting set : untuk membedah ikan
6. Kolam : untuk media hidup ikan
7. Serbet : untuk mengondisikankan ikan agar tidak stres
8. Kamera digital : untuk alat dokumentasi
9. Aerator : untuk menyalurkan udara ke aquarium
10. Thermometer : untuk mengukur suhu air
11. Mikroskop : untuk mengamati perkembangan telur ikan
12. Heater aquarium : untuk mengukur suhu dalam aquarium
13. Objek glass : untuk wadah objek yang diamati
14. Pipet tetes 1 ml : untuk mengambil telur saat pengamatan
15. Saringan teh : untuk wadah telur yang telah dibuahi
16. Pisau : untuk memotong kepala ikan lele
17. Inkubator : untuk mengingkubasi telur
18. Baskom : untuk wadah ikan lele dumbo (Clarias

gariepinus)

3.2 Bahan dan Fungsi

Bahan yang digunakan dalam praktikum biologi perikanan tentang

awal daur hidup adalah sebagai berikut :

1. Induk ikan lele jantan dan betina (Clarias gariepinus): sebagai

objek yang diamati perkembangan telurnya

2. Hormon ovaprim (jantan: 0,3ml/kg dan betina: 0,5 ml/kg) : untuk


mempercepat kematangan gonad
3. Na Fisiologis : untuk mengaktifkan semua sperma
sementara
4. Larutan fertilisasi (4 gr garam + 3 gr urea + 1 liter aquadest) : untuk
mengaktifkan sperma dan menonadhesivkan

telur
5. Alkohol 70% : untuk mengawetkan telur
6. Tissue : untuk membersihkan alat
7. Aquades : untuk media hidup ikan
8. Plastik hitam : untuk menutup permukaan wadah
3.3 Skema Kerja

3.2.1 Proses Penyuntikan Induk Ikan Jantan dan Betina

Induk ikan lele (Clarias garipienus )

sebelum disuntik
- ditimbang berat tubuh dengan timbangan analitik (ditimbang

sebagai WO)
- disuntik dengan spuit yang diberi larutan ovaprim + Na fisiologis

dengan teknik intramuscular


- dihitung suhu air kolam (T)
- dihitung latency time (selang waktu penyuntikan hingga dilakukan

stripping) 300 dengan rumus:


T
Induk ikan lele setelah disuntik

- disediakan wadah
- distripping
- didapatkan telur
- permukaan wadah ditutup dengan plastik hitam

Hasil
3.2.2 Proses Penyuntikan Induk Ikan Jantan dan Pengambilan Sperma

Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus)setelah disuntik

- ditimbang berat tubuh dengan timbangan analitik (ditimbang

sebagai WO)
- disuntik dengan spuit yang berisi larutan ovaprim+NaFis (1:2)

dengan teknik intramuscular


- dimatikan dengan memotong bagian kepala ikan
- dibedah bagian perutnya
- diambil gonad nya dan gonad dibersihkan dengan tissue
- dimasukkan dalam wadah dan gonad dicacah ditambah Nafis

secukupnya
- didapatkan sperma

Hasil
3.2.3 Proses pencampuran Telur dengan Sperma dan Penebaran Telur yang

Telah Dibuahi ke dalam Aquarium


Telur dan Sperma

- dicampur lalu ditambahkan larutan fertilisasi pada mangkok


- dihomogenkan (dengan cara menggoyang mangkok)
- dibuang larutan fertilisasi yang tersisa didalam mangkok

pencampuran
- dibilas dengan aquades
- didapatkan telur yang sudah dibuahi
-
Telur yang dibuahi

- ditimbang dalam aquades dan pada saringan yang telah disiapkan


- diamati suhu dan difoto perkembangan telur pada mikroskap

dengan waktu yang telah ditentukan hingga telur menetas


- diambil foto telur yang diamati
- dimasukkan dalam form dan digambar bentuk perkembangan

embrio
- dihitung dengan rumus:

Jumlah telur yang menetas


HR= x 100
Jumlah telur yang ditebar
Hasil
4. PEMBAHASAN

4.1 Analisa Prosedur

Dalam materi Biologi perikanan materi awal daur hidup adapun

langkah-langkah atau cara yang harus dilakukan pertama yaitu disiapkan

alat dan bahan. Alat yang digunakan yaitu disecting set untuk membedah

ikan, mangkok plastik untuk tempat telur dan sperma, nampan untuk alat

dan bahan, serbet untuk pengkondisian agar ikan tidak stress, kamera untuk

mengambil gambar pengamatan telur, aquarium untuk tempat hidup ikan,

kolam untuk tempat ikan, timbangan analitik untuk menimbang ikan dengan

ketelitian 0,0001 gram, aerator untuk mensuplai O2 dalam aquarium,

mikroskop untuk mengamati perkembangan telur, heater aquarium untuk

menaikkan suhu aquarium, objek glass untuk tempat pengamatan telur,

pipet tetes untuk mengambil telur dalam aquarium, saringan teh untuk

penyebaran telur saat heatching rate, pisau untuk memotong kepala ikan

jantan, bulu ayam untuk menghomogenkan telur dan sperma, inkubator

untuk tempat hidup ikan. Sedangkan bahan yang digunakan adalah induk

ikan lele jantan dan betina (Clarias gariepinus) sebagai objek yang diamati,

larutan fertilisasi untuk mengaktifkan sel sperma, air untuk mencuci alat

yang telah digunakan, alkohol 70% untuk pengkondisian aseptis, tissue

untuk mengeringkan alat yang digunakan, NaCl fisiologis untuk menahan

aktifitas sperma, aquades sebagai pelarut NaFis, kresek hitam untuk

menutup wadah yang berisi telur.

Kemudian berat induk ikan lele betina ditimbang dengan timbangan

analitik dengan ketelitian 10-2 gram (Wg), disuntik dengan hormon ovaprim

sebanyak 0,5 ml/kg yang dicampur dengan NaFIS 1ml, dikarenakan

perbandingan hormon ovaprim dengan larutan NaFIS adalah 1:2, dengan

teknik Intremuscular pada bagian dorsal dari ikan, sebelumnya spuit

dibersihkan dengan tissue yang telah dibasahi dengan alkohol 70% untuk

pengkondisian aseptis penyutikan dilakukan dengan cara mengarahkan

jarum spuit yang berisi larutan ovaprin + NaFis ke bagian dorsal lewat sirip
dorsal dengan kemiringa 450 dan ujung jarum yang runcing diletakkan di atas

agar penyuntikan lebih baik masuknya, jarum ditusukkan lalu ditarik sedikit

untuk memberi rongga pada tubuh ikan, lalu disuntikkan pada bagian kanan

kiri 0,45 ml, saat penyuntikan bagian yang telah disuntik diusap–usap

dengan tangan agar cairan yang telah telah disuntikkan tidak keluar lagi.

Lalu dihitung latency time (selang waktu antara penyuntikan dengan

300
stripping) dengan rumus T .

Lalu disediakan mangkok untuk wadah telur ikan dan diletakkan pada

wadah orogenitalnya ikan betina. Perut ikan lele betina diurut pelan–pelan

perlahan menuju lubang orogenitalnya. Hal ini disebut stripping setelah itu,

untuk mengeluarkan telur yang sudah masak, telur dalam mangkok segera

ditutup dengan plastik hitam agar tidak terkena sinar matahari langsung

sehingga lubang mikropilnya tidak tertutup.

Selanjutnya dilakukan proses penyuntikan induk ikan lele jantan

(Clarias gariepinus) lalu ditimbang beratnya dengan timbangan analitik

dengan ketelitian 10-2 gram. Proses penyuntikan hampir sama dengan ikan

lele betina yang membedakan adalah hormon ovaprin dan NaFis 1 : 2 dan

hormon ovaprim yang digunakan 0,3 ml/kg dan NaFis 0,6 ml.

Setelah penyuntikan ikan lele jantan dimatikan dengan memotong

bagian kepalanya dengan pisau, kemudian dibedah bagian perutnya lalu

diambil gonadnya dan diletakkan dengan tujuan menyerap darah dan sisa

lemak yang menempel digonadnya, lalu gonad dimasukkan ke dalam

mangkok plastik yang berisi NaFis lalu gonad dicacah agar sperma keluar,

proses pencacahan dilakukan dengan gunting.

Kemudian telur dan sperma dicampur dan ditambahkan larutan

fertilisasi pada mangkok, kemudian dihomogenkan menggunakan bulu ayam,

larutan fertilisasi terdiri atas 3 komposisi yaitu, urea 3 gram, dan garam 4

gram yang dilarutkan dalam 1 liter akuades yang berfungsi memisahkan

telur dengan telur yang lainya. Kemudian dibuang larutan fertilisasi, dan
dibilas dengan aquadest sehingga didapatkan telur yang telah dibuahi lalu

dibilas dengan aquadest agar sisa sperma dan telur hilang, ciri-ciri telur yang

terbuahi adalah mengapung dipermukaan ketika dilakukan pencucian

dengan larutan fertilisasi, pencucian dilakukan sampai jernih dan didapatkan

telur yang sudah dibuahi.

Langkah selanjutnya adalah telur yang telah terbuahi ditebar dengn

menggunakan bulu ayam kedalam akuarium pada saringan. Hal ini dilakukan

untuk memudahkan perhitungan jumlah telur yang menetas, kemudian

diamati 15 menit sekali selama 4 kali, 30 menit sekali selama 2 kali, 60

menit sekali selama 2 kali, selanjutnya 2 jam sekali hingga telur menetas.

Setiap pengamatan diambil 1-2 telur dan diambil menggunakan pipet dan

diletakkan di atas objek glass, dan diamati dibawah mikroskop dan gambar

hasilnya di form yang telah disediakan. Selama sampai menetas, jika ada

telur yang mati harus segera diambil, hal ini bertujuan agar telur yang hidup

tidak teracuni oleh telur–telur yang mati, setelah menetas semua lalu

dihitung hacthing ratenya dengan rumus :

jumlah telur yang menetas


HR= x 100
jumlah telur yang ditebar

dan dimasukkan kedalam form.

4.2 Analisa Data

Dalam praktikum biologi perikanan materi awal daur hidup didapatkan

hasil pengamatan fase perkembangan telur yang telah dibuahi. Pada awal

pengamatan pukul 09.15 WIB, suhu 28 0C didapatkan fase pembelahan sel.

Pada pengamatan pukul 09.30 WIB, suhu 28 0C didapatkan fase pembelahan

sel. Pada pengamatan pukul 09.45 WIB, suhu 28 0C didapatkan fase morula.

Pada pengamatan pukul 10.00 WIB, suhu 28 0C didapatkan fase morula. Pada

pengamatan pukul 10.30 WIB, suhu 28 0C didapatkan fase morula. Pada

pengamatan pukul 10.30 WIB, suhu 28 0C didapatkan fase morula,Pada


pengamatan pukul 11.30 WIB, suhu 28 0C didapatkan fase morula. Pada

pengamatan pukul 12.30 WIB, suhu 280C didapatkan fase blastula. Pada

pengamatan pukul 14.30 WIB, suhu 280C didapatkan fase gastrula. Pada

pengamatan pukul 15.30 WIB, suhu 280C didapatkan fase gastrula. Pada

pengamatan pukul 17.30 WIB, suhu 280C didapatkan fase gastrula. Pada

pengamatan pukul 19.30 WIB, suhu 280C didapatkan fase gastrula. Pada

pengamatan pukul 21.30 WIB, suhu 280C didapatkan fase gastrula. Pada

awal pengamatan pukul 23.30 WIB, suhu 28 0C didapatkan fase gastrula.

Pada pengamatan pukul 01.30 WIB, suhu 28 0C didapatkan fase larva. Pada

pengamatan pukul 03.30 WIB, suhu 28 0C didapatkan fase larva. Pada

pengamatan pukul 03.30 WIB, suhu 280C didapatkan fase larva.

Menurut Permadi, et al. (2009), awal perkembangan dimulai saat

(fertilisasi) adalah sebuah sel telur dibuahi oleh sperma yang membentuk

zigot. Gametogenesis merupakan fase proses selanjutnya disebut

embriogenesis (blastula) yang mencakup pembelahan zigot (cleavage),

blastulasi, gastrubasi, dan reulisasi. Proses selanjutnya adalah

organogeneesis yaitu pembentukan organ tubuh.

4.3 Analisa Hasil

Dari praktikum biologi perikanan materi awal daur hidup didapatkan

hasil heatching rate setelah menetas, pada kelompok 1 dan 2 didapatkan

jumlah telur menetas ialah 321 butir telur, jumlah telur tebar 512 butir telur,

dan didapatkan hasil heatching rate sebesar 62,31%, pada kelompok 3 dan 4

didapatkan jumlah telur menetas ialah 106 butir telur, jumlah telur tebar 888

butir telur, dan didapatkan hasil heatching rate sebesar 13,5%, pada

kelompok 5 dan 6 didapatkan jumlah telur menetas ialah 230 butir telur,

jumlah telur tebar 840 butir telur, dan didapatkan hasil heatching rate

sebesar 27,38%, pada kelompok 7 dan 8 didapatkan jumlah telur menetas

ialah 252 butir telur, jumlah telur tebar 1273 butir telur, dan didapatkan hasil

heatching rate sebesar 20,18%,pada kelompok 9 dan 10 didapatkan jumlah

telur menetas ialah 242 butir telur, jumlah telur tebar 781 butir telur, dan

didapatkan hasil heatching rate sebesar 44,88%,pada kelompok 11 dan 12


didapatkan jumlah telur menetas ialah 7 butir telur, jumlah telur tebar 859

butir telur, dan didapatkan hasil heatching rate sebesar 0,81%,pada

kelompok 13 dan 14 didapatkan jumlah telur menetas ialah 120 butir telur,

jumlah telur tebar 1451 butir telur, dan didapatkan hasil heatching ratee

sebesar 8,48%, pada kelompok 15 dan 16 didapatkan jumlah telur menetas

ialah 191 butir telur, jumlah telur tebar 898 butir telur, dan didapatkan hasil

heatching rate sebesar 22,5%, pada kelompok 17 dan 18 didapatkan jumlah

telur menetas ialah 94 butir telur, jumlah telur tebar 943 butir telur, dan

didapatkan hasil heatching rate sebesar 10,07%,pada kelompok 19 dan 20

didapatkan jumlah telur menetas ialah 160 butir telur, jumlah telur tebar 870

butir telur, dan didapatkan hasil heatching rate sebesar 13,4%, pada

kelompok 21 dan 22 didapatkan jumlah telur menetas ialah 179 butir telur,

jumlah telur tebar 814 butir telur, dan didapatkan hasil heatching rate

sebesar 21,9%,pada kelompok 23 dan 24 didapatkan jumlah telur menetas

ialah 66 butir telur, jumlah telur tebar 773 butir telur, dan didapatkan hasil

heatching rate sebesar 8,53%,pada kelompok 25 dan 26 didapatkan jumlah

telur menetas ialah 90 butir telur, jumlah telur tebar 747 butir telur, dan

didapatkan hasil heatching rate sebesar 12,04%,pada kelompok 27 dan 28

didapatkan jumlah telur menetas ialah 178 butir telur, jumlah telur tebar 760

butir telur, dan didapatkan hasil heatching rate sebesar 23,42%,pada

kelompok 29 dan 30 didapatkan jumlah telur menetas ialah 158 butir telur,

jumlah telur tebar 616 butir telur, dan didapatkan hasil heatching rate

sebesar 25,8%,pada kelompok 31 dan 32 didapatkan jumlah telur menetas

ialah 317 butir telur, jumlah telur tebar 681 butir telur, dan didapatkan hasil

heatching rate sebesar 46,5%,pada kelompok 33 dan 34 didapatkan jumlah

telur menetas ialah 181 butir telur, jumlah telur tebar 513 butir telur, dan

didapatkan hasil heatching rate sebesar 35,28%,pada kelompok 35 dan 36

didapatkan jumlah telur menetas ialah 63 butir telur, jumlah telur tebar 515

butir telur, dan didapatkan hasil heatching rate sebesar 12,33%,pada

kelompok 37 dan 38 didapatkan jumlah telur menetas ialah 189 butir telur,

jumlah telur tebar 850 butir telur, dan didapatkan hasil heatching rate
sebesar 22,23%,pada kelompok 39 dan 40 didapatkan jumlah telur menetas

ialah 89 butir telur, jumlah telur tebar 601 butir telur, dan didapatkan hasil

heatching rate sebesar 14,8%.

Dari data hasil perhitungan didapatkan heatching rate tertinggi pada

kelompok 1 dan 2 yaitu nilai hatching rate ( HR ) 62,31%. Dan heatching rate

terendah pada kelompok 11 dan 12 yaitu nilai haching rate ( HR ) 0,18%.

Menurut Wahyuningsih dan Barus (2006), setelah terjadi pembuahan

telur akan mengalami masa pengeraman oleh induknya hingga menetas

menjadi larva ikan. Faktor luar yang terutama mempengaruhi pengeraman

adalah suhu perairan. Dalam bidang perikanan, pengeraman dikenal dengan

dengan istilah derajat hari yaitu hasil perairan dengan lama pengamatan.

4.4 Manfaat di Bidang Perikanan

Manfaat dari praktikum biologi perikanan materi awal daur hidup

adalah :

1. mengetahui ciri-ciri ikan yang matang gonad dan yang belum

matang gonad
2. mengetahui teknik dan tempat penyuntikan yang tepat pada tubuh

ikan
3. mengetahui cara pemijahan buatan ikan
4. mengetahui bagian telur ikan dan perkembangannya
5. mengetahui faktor yang mempengaruhi perkembangan ikan.

4.5 Hubungan Awal Daur Hidup Dengan Fekunditas

Awal daur hidup adalah suatu proses dari pembuahan, pengeraman,

penetasan, dan perkembangan larva. Hal ini sangat berkaitan dengan

fekunditas yaitu jumlah telur yang akan dikeluarkan pada waktu memijah.

Dimana awal daur hidup berbanding lurus dengan fekunditas, semakin tinggi

nilai fekunditas maka semakin tinggi nilai daur hidup nilai awal daur hidup

suatu organisme. Semakin banyak telur yang dihasilkan dalam pemijahan

maka semakin banyak pula telur yang dibuahi, dierami, menetas, dan

berkembang menjadi larva.


Menurut Mujiman (2011), fekunditas merupakan salah satu aspek

yang memegang peranan penuh dalam biologi perikanan, yakni dalam

hubungannya dengan dinamika populasi dan produksi dari fekunditas secara

tidak langsung dapat diduga jumlah anak yang akan dihasilkan dan akan

menentukan pola jumlah ikan dalam kelas umur yang bersangkutan dengan

fekunditas.
5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang didapat dari praktikum Biologi Perikanan materi Awal

Daur Hidup adalah

1. Ciri ikan jantan matang gonad adalah alat kelamin meruncing,

tampak jelas dengan warna agak kemerahan, tampak ramping

dan gerakannya lincah


2. Ciri ikan betina matang gonad adalah perut membesar, jika diraba

perut terasa lembek dan bagian dubur tampak kemerahan


3. Hormon pemicu kematangan gonad adalah hipofisa, human

chorionic gonadotropin (HCG) dan LH-RH


4. Teknik penyuntikan ada tiga yaitu : intra muscular, intra peritonial

dan intra cranial


5. Pemijahan adalah proses pengeluaran sel telur oleh induk betina

dan sperma oleh induk jantan yang diikuti dengan perkawinan


6. Fase perkembangan embrio dimulai dari pembelahan, blastulasi,

gastrulasi dan organogenesis


7. Suhu optimal dalam perkembangan embrio adalah 27-28oC.

5.2 Saran

Dari praktikum Awal Daur Hidup, diharapkan peralatan lebih banyak

agar semua praktikan bisa melakukan praktikum sendiri. Dan semoga

praktikum selanjutnya lebih baik lagi.


DAFTAR PUSTAKA

Bachtiar, Y. 2006. Panduan Lengkap Budi Daya Lele Dumbo. Agromedia


Pustaka : Depok

Darwisito, M.Z., D.S, Sjafei., W. Manalu dan A.O, Sudrajat. 2008. Pemberian
Pakan Mengandung Vitamin E dan Minyak Ikan Pada Induk Memperbaiki
Kualitas Telur dan Larva Ikan Nila (Oreochromis Niloticus). Jurnal
Akuakultur Indonesia, 7(1): 1–10 (2008)( Hal 3)

Google Image. 2013. Bagian-bagian Telur Ikan. Diakses dalam


http://www.googleimage.com/bagian-bagian-telur-ikan/2013/ pada 18
November 2013 pukul 18.03 WIB

Google Image. 2013. Fase Perkembangan Telur Ikan. Diakses dalam


http://www.googleimage.com/fase-perkembangan-telur-ikan/2013/ pada
18.35 WIB

Hakim, F.N. 2010. Efektifitas Kombinasi Aromatase Inhibitor dan Ovaprim


dalam Merangsang Pemijahan Ikan Sumatra Puntius Tetrazona. Institut
Pertanian Bogor : Bogor

Hambali. 2002. Produksi dan Karakterisasi Antibodi Monoklonal (Mab) Anti


Mycobacterium Forluitum untuk Diagnosis Penvakitmikobakteriosis pada
Ikan. Institut Pertanian Bogor : Bogor

Kurniawan, D. 2010. Efektivitas Campuran Phyllanthus N dalam Pakan untuk


Pencegahan Infeksi Bakteri Aeromonas Hydrophil Tepung Meniran Niruri
dan Bawang Putih Allium Sydrophila Pada Ikan Lele Dumbo Sativum
Clarias Sp. Institut Pertanian Bogor : Bogor

Mukti, A.T. 2009. Pengaruh Suplementasi Madu dalam Pakan Induk Betina
Terhadap Persentase Jantan dan Betina, Pertumbuhan Dan
Kelangsungan Hidup Benih Lobster Air Tawar Red Claw (Cherax
Quadricarinatus). Universitas Airlangga : Surabaya

Muktiani. 2011. Budidaya Lele Sangkuriang dengan Kolam Terpal. Gramedia


Pustaka Utama : Jakarta

Najmiyati, E. 2009. Skripsi: Induksi Ovulasi Dan Derajat Penetasan Telur Ikan
Hike (Labeobarbus Longipinnis) Dalam Penangkaran Menggunakan Gnrh
Analog. Institut Pertanian Bogor : Bogor

Nurimanto, M. 2006. Skripsi: Perkembangan Embrio Dan Larva Ikan


Budidaya: Sistem Informasi Berbasis Web. Institut Pertanian Bogor :
Bogor

Patriono, E., E, Junaidi., F, Sastra. 2010. Fekunditas Ikan Bilih (Mystacoleucus


Padangensis) di Muara Sungai Sekitar Danau Singkarak. Universitas
Sriwijaya : Palembang

Rahardjo, M.F. 2003. komposisi makanan ikan selanget, anodontostoma


chacunda, h.b. 1822 (pisces: clupeidae) di perairan pantai mayangan,
jawa barat. Institut Pertanian Bogor : Bogor

Saputra, S.W. 2009. Beberapa Aspek Biologi Ikan Kuniran (Upeneus Spp) di
Perairan Demak. Jurnal Saintek Perikanan Vol. 5. Universitas
Diponegoro : Semarang
Septiarin. 2012. Pengaruh Waktu Pemberian Probiotik yang Berbeda
Terhadap Respon Imun Non – Spesifik Ikan Mas (Cyprinus Carpio L.)
yang Diuji Tantang dengan Bakteri Aeromonas Salmonicida. Ejurnal
Rekayasa Dan Teknologi Budidaya Perairan

Sulistiono., T.H, Kurniatil., E, Riani Dan S, Watanabe. 2001. Kematangan


Gonad Beberapajenis Ikan Buntal (Tetraodon Lunuris, T Fluviatilis, T.
Reticularrs) di Perairan Ujung Pangkah, Jawa Timur. Jurnal Iktiologi
Indonesia. Vol. I No 2. Th 2001 25-30 Issn 1693 -0339

Sumantadinata, K, 1981. Perkembangan Ikan-Ikan Peliharaan di Indonesia.


Pt. Sastra Hudaya. Ikapi

Utami, W.P. 2009. Efektivitas Ekstrak Paci–Pacileucas Lavandulaefolia Yang


Diberikan Lewat Pakanuntuk Pencegahan Dan Pengobatan Penyakit
Mas Motile Aeromonas Septicemia Pada Ikan Lele Dumbo Clarias Sp.
Institut Pertanian Bogor : Bogor

Wibowo, A., R, Afandi. K, Soewardi dan Sudarto. 2010. Pengelolaan Sumber


Daya Ikan Belida (Chitala Lopis) Di Sungai Kampar, Provinsi Riau. Jurnal
Kebijakan Perikanan Indonesia Volume 2 Nomor 2 (Hal . 9)

Zairin, M., R.K, Sari Dan M, Raswin. 2005. Pemijahan Ikan Tawes dengan
Sistem Imbas Menggunakan Ikan Mas sebagai Pemicu. Jurnal
Akuakultur Indonesia, 4 (2): 103–108 (2005) (Hal 3)
LAMPIRAN

Lampiran 1 : Gambar fase perkembangan embrio ikan, keterangan,

literaturnya

Fase Waktu Suhu Gambar Foto Keterangan

Perkemban

gan
Awal 09.15 28o 15 Menit

Pembelaha Pertama, warna

n Sel fase hijau tua,

bulat.
o
Morula 09.30 28 15 Menit kedua,

warna fase hijau

agak cerah

Morula 10.00 28o 30 Menit

pertama, warna

fase memerah di

tengah
Blastula 10.30 28o 1 Jam pertama,

warna fase

merah bata di

pinggir
o
Blastrula 11.30 28 1 Jam ketiga,

warna fase hijau

tua di pinggir

dan merah agak

pinggir
o
Gastrula 12.30 28 1 Jam ketiga,

warna fase tidak

putih bagian

tengah, hijau tua

di pinggir
Gastrula 14.30 28o 1 Jam kelima,

warna fase hitam

kehijauan, putih

buram di tengah

Gastrula 15.30 28o 1 Jam ke enam,

warna fase hijau

tua dipinggir,

merah bata agak

pinggir
o
Gastrula 17.30 28 1 Jam ke tujuh,

warna fase tidak

putih bagian

tengah, hijau tua

di pinggir
o
Gastrula 19.30 28 1 Jam ke 9,

warna fase putih

kecoklatan,larva

terbentuk
Organogene 21.30 28o 1 Jam ke 11,

sis warna agak

transparan, ekor

terbentuk
o
Organogene 23.30 28 1 Jam ke 13,

sis warna fase putih

kecoklatan,larva

terbentuk
Organogene 01.30 28o 1 Jam ke 15,

sis warna agak

transparan, ekor

terbentuk
o
Larva 03.30 28 1 Jam ke 17,

warna agak

kehijauan, dan
ekor terlihat

Larva 05.30 28o 1 jam ke 18,

warna kuning

transparan dan

berbentuk larva.

Lampiran 2 : Tabel data pengamatan

Jumlah Jumlah Hatching


Kelompo Jumlah
Telur Telur Tidak Rate (HR)
k Telur Tebar
Menetas Menetas (%)
1 dan 2 512 321 191 62,31%

3 dan 4 888 106 782 13,5%

5 dan 6 840 230 610 27,38%

7 dan 8 1273 257 1016 20,18%

9 dan 10 781 242 539 44,88%


11 dan
859 7 852 0,81%
12
13 dan
1451 120 1295 8,48%
14
15 dan
898 191 657 22,52%
16
17 dan
943 94 849 11,07%
18
19 dan
820 110 710 13,4%
20
21 dan
814 179 635 21,9%
22
23 dan
773 66 707 8,539%
24
25 dan
747 90 657 12,04%
26
27 dan
760 178 582 23,42%
28
29 dan
616 159 457 25,8%
30
31 dan
681 317 364 46,5%
32
33 dan
513 181 334 35,28%
34
35 dan
515 63 452 12,23%
36
37 dan
850 189 661 22,235%
38
39 dan
601 89 512 14,81%
40

Lampiran 3 : Gambar Ikan Beserta Gonadnya


GAMBAR PRAKTIKUM IKAN GAMBAR PRAKTIKUM IKAN

JANTAN BETINA

GAMBAR PRAKTIKUM GONAD GAMBAR PRAKTIKUM GONAD

IKAN JANTAN IKAN BETINA

Anda mungkin juga menyukai