Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN

PETIS IKAN

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Teknologi Pengolahan
Hasil Perikanan semester genap

Disusun oleh:
KELOMPOK 5/ PERIKANAN C

Silfi Nur Aulia 230110130056


Ichfar Jaffar 230110130074
Aisyah Dwi 230110130156
Dhita Hapsari 230110130158
Rizal Firdaus 230110130162
Resna Ajeng A 230110130189
Chervin Oktavian 230110130226

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR

2016
KATA PENGANTAR
3

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah


melimpahkan rizki dan rahmat-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan
makalah mengenai “Petis Ikan” ini tepat pada waktunya. Makalah ini diajukan
untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Teknologi Pengolahan Hasil
Perikanan.
Pada pembuatan makalah ini, kami mengucapkan banyak terima kasih
kepada dosen mata kuliah Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan dan juga semua
pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tugas ini. Akhir kata, penyusun
berharap semoga makalah ini dapat berguna bagi penyusun pada khususnya serta
dapat memberi pengetahuan dan wawasan kepada pembaca pada umumnya.

Jatinangor, Februari 2016

Penyusun
3

DAFTAR ISI

Bab Judul Halaman

DAFTAR TABEL
.................................................................................................................
iv
DAFTAR GAMBAR
.................................................................................................................
iv

I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................................
1
1.2 Tujuan.........................................................................................................
2

II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Petis
..........................................................................................................................
3
..........................................................................................................................
2.2 Deskripsi Petis Ikan
..........................................................................................................................
3
2.3 Bahan Pembuatan Petis Ikan
..........................................................................................................................
4
2.3.1 Bahan Utama Pembuatan Petis Ikan
..........................................................................................................................
4
2.3.2 Bahan Tambahan Petis Ikan
..........................................................................................................................
4
2.4 Perubahan Kimia Bahan Pangan Selama Pengolahan
..........................................................................................................................
10
2.4.1 Perubahan Kimia dan Nilai Gizi Protein
..........................................................................................................................
10
2.4.2 Perubahan Kimia dan Nilai Gizi Karbohidrat
..........................................................................................................................
11
4

2.5 Kerusakan Petis Akibat Mikroorganisme


..........................................................................................................................
12
2.6 Syarat Mutu Produk Petis
..........................................................................................................................
12

III METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan............................................................................................
14
3.1.1 Alat...........................................................................................................
14
3.1.2 Bahan.......................................................................................................
14
3.2 Proses Pembuatan.......................................................................................
15

IV SIMPULAN
4.1 Simpulan
..........................................................................................................................
16

DAFTAR PUSTAKA
....................................................................................................................................
17................................................................................................................................
4

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman
1. Komposisi Zat Gizi Gula Kelapa per 100 g Bahan 5
2. Komposisi Kimia Bawang Putih (Allium sativum) 7
3. Kandungan Nutrisi Pada Tepung Tapioka, Tepung Terigu dan
Tepung Beras Dalam 100 G Bahan Makanan 8
4. Standar Mutu Produk Petis SNI.01-2346-2006 13
5. Kandungan Gizi Petis Ikan 13

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman
1. Petis Ikan 4
2. Gula Merah 6
3. Garam 6
4. Bawang Putih 7
5. Pati 8
1

BAB I
PENDAHULUAN

1 Latar Belakang
Pengolahan hasil perikanan pada umumnya bertujuan untuk mencegah
terjadinya kerusakan sehingga hasil perikanan dapat dimanfaatkan sebagai pangan
baik dalam keadaan segar maupun sebagai produk olahan. Dengan pengolahan
dapat dihambat pertumbuhan mikroba. Pengolahan bertujuan menyeleksi mikroba
yang dikehendaki saja karena peranannya dalam memberikan citarasa, misalnya
penggaraman, pengolahan dengan fermentasi (Hadiwiyoto, 1993). Salah satu
produk hasil fermentasi tersebut adalah petis udang / ikan (Buckle et al., 1987).
Petis adalah komponen dalam masakan Indonesia yang dibuat dari produk
sampingan pengolahan hasil laut yang berkuah (biasanya dari pindang, kupang
atau udang) yang dipanasi hingga cairan kuah menjadi kental seperti saus yang
lebih padat. Dalam pengolahan selanjutnya, petis ditambah karamel gula batok.
Ini menyebabkan warnanya menjadi coklat pekat dan rasanya manis. Pembuatan
petis merupakan salah satu cara yang bisa dilakukan untuk memanfaatkan limbah
produk-produk hasil laut baik itu limbah ikan, udang maupun kupang.
Pembuatannya sebenarnya sangatlah sederhana karena memang tidak
membutuhkan alat dan keahlian khusus. Hanya saja perlu ketelatenan dalam
pembuatannya, karena jika memproduksi dalam kapasitas banyak membutuhkan
waktu yang cukup lama.
Petis juga merupakan komoditi hasil pengolahan ikan yang cukup dikenal,
terutama di dalam masyarakat di Pulau Jawa dan biasa digunakan sebagai lauk
pauk atau campuran makanan rakyat yang khas. Petis berasal dari cairan tubuh
ikan atau udang yang telah terbentuk selama proses penggaraman kemudian di
uapkan melalui proses perebusan lebih lanjut sehingga menjadi larutan yang lebih
padat seperti pasta (Afrianto dan Liviawaty, 1989).
Di pasaran, mutu petis ikan umumnya sangat bervariasi atau ragam
dimana hal ini sangat dipengaruhi oleh cara pengolahan serta jenis, jumlah dan
kualitas dari bahan mentah dan bahan pembantu yang digunakan, disamping
2

kebiasaan konsumen setempat. Sedangkan daya awetnya yang cukup panjang


tidak lain disebabkan karena cukup rendahnya air bebas ( aw) atau karena
tingginya jumlah air ikatan akibat adanya penambahan gula dan garam
(humektan) (Nasran, 1993). Suatu metode pengawetan pangan yang penting ialah
kombinasi antara penggaraman untuk mengendalikan mikroba secara selektif dan
fermentasi untuk memantapkan jaringan yang diawetkan (Desrosier, 1988).
Petis dapat dikategorikan sebagai makanan semi basah yang memiliki
kadar air sekitar 10-40%, nilai aw (aktivitas air) 0,65-0,90 dan mempunyai tekstur
plastis. Beberapa keuntungan pangan semi basah antara lain tidak memerlukan
fasilitas penyimpanan yang rumit, lebih awet, sudah dalam bentuk siap
dikonsumsi, mudah penanganannya, dan bernilai gizi cukup baik (Anonymous,
2004)

2 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
mata kuliah Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan, serta untuk lebih mendalami
ilmu-ilmu mengenai pengolahan pada produk hasil perikanan yang sangat
beragam di Indonesia terutama mengenai Petis Ikan.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1 Deskripsi Petis
Petis merupakan produk berbentuk pasta berwarna coklat kehitaman, dibuat
dengan cara mengentalkan kaldu yang diberi gula merah dan bumbu-bumbu
lainnya (Dewanti 2002 dalam Wahyuningsih 2011). Menurut (Astawan 2004
dalam Wahyuningsih 2011), petis merupakan produk olahan atau awetan yang
termasuk dalam kelompok saus yang menyerupai bubur kental, liat dan elastis.
Penyedap yang bahan utamanya udang, ikan dan biasa juga daging bukan hanya
menambah rasa enak, tetapi juga mengandung protein, karbohidrat dan beberapa
unsur mineral yaitu fosfor, kalsium dan zat besi. Berdasarkan bahan baku yang
digunakan petis dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu petis yang
pengolongannya berasal dari sari udang pada pengolahan ebi atau dari ikan pada
pembuatan pindang dan petis yang khusus dibuat dari daging ikan atau daging
udang (Suprapti 2001 dalam Wahyuningsih 2011).

2 Deskripsi Petis Ikan


Menurut (Astawan 2004 dalam Wahyuningsih 2011), petis udang atau ikan
adalah ekstrak ikan atau udang yang dikentalkan dengan tambahan beberapa
macam bahan untuk memberikan rasa, warna dan konsistensi yang menarik.
Ciri - ciri petis yang baik adalah berwarna cerah (tidak kusam), umumnya
coklat kehitaman karena ada penambahan gula merah, pewarna buatan, ataupun
cairan tinta cumi, berbau sedap, kental tetapi sedikit lebih encer dari margarin.
Petis yang terlalu liat dapat dicurigai terlalu banyak mengandung tepung. Selain
itu rasa dan bau ikan atau udang pada petis masih dapat dikenali dengan mudah
serta teksturnya halus dan mudah dioleskan. Sebagai hasil ikutan, petis ikan yang
dikumpulkan dari cairan hasil pemindangan diuapkan lebih lanjut dengan
perebusan lanjutan, sambil dibubuhi gula sebagai bahan pengawet (Astawan 2004
dalam Wahyuningsih 2011). Dan pada umumnya dalam pembuatan petis sering
ditambahkan bahan pengisi untuk mempercepat proses pengentalan . Adapun
4

kegunaan petis adalah sebagai penyedap atau penambah rasa enak pada masakan
atau sambal yang dipersiapkan (Suprapti 2001 dalam Wahyuningsih 2011). Petis
ikan yang terdapat di Indonesia terkenal didaerah Jawa Timur, khususnya di pulau
Madura, namun petis ikan tidak begitu terkenal di daerah Jawa Tengah dan Jawa
Barat karena rasanya yang kurang lezat dan bau amis yang menyengat.

Gambar 1. Petis Ikan


(Sumber : http://google.com)

3 Bahan Pembuatan Petis Ikan


1 Bahan Utama Pembuatan Petis Ikan
Petis ikan yang terdapat di Indonesia merupakan hasil penyaringan dari
proses perebusan atau pemindangan ikan, atau limbah hasil perebusan
(pemindangan) dari ikan yang tidak dipergunakan lagi namun mengandung zat
gizi yang cukup tinggi.

2 Bahan Tambahan Petis Ikan


Bahan tambahan makanan adalah bahan yang ditambahkan dan
dicampurkan sewaktu pengolahan makanan, bertujuan untuk meningkatkan mutu
makanan tersebut. Bahan-bahan yang tergolong zat aditif adalah pewarna,
penyedap rasa dan aroma, pengawet, pengemulsi, antigumpal, pemucat, dan
pengental (Buckle et al. 1995 dalam Fakhrudin 2009).
5

Beberapa bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan petis adalah


sebagai berikut :
a Gula merah
Gula merah merupakan jenis gula yang terbuat dari nira, yaitu cairan yang
dikeluarkan dari bunga pohon keluarga palm, seperti kelapa, aren dan siwalan.
Kuantitas dan kualitas gula kelapa yang diperoleh dipengaruhi oleh karakteristik
kelapa yang disadap, teknik penyadapan, teknik pengawetan nira dan
pengolahannya (Rumokoi 1994 dalam Fakhrudin 2009). Nira cepat mengalami
kerusakan jika kesegarannya tidak dapat dipertahankan atau mengalami
kontaminasi, yang ditandai dengan perubahan rasa (menjadi asam), berbuih dan
berlendir. Nira segar mempunyai kadar air 80-85% dan sukrosa sekitar 15%
(Tjahjaningsih et al. 1983 dalam Fakhrudin 2009).

Tabel 1. Komposisi Zat Gizi Gula Kelapa per 100 g Bahan


Zat gizi Jumlah
Kalori 386 kal
Karbohidrat 76 g
Lemak 10 g
Protein 3g
Kalsium 76 mg
Fosfor 37 mg
Air 10 g
(Sumber : Tjahjaningsih et al. 1983 dalam Fakhrudin 2009)

Penambahan gula pada pembuatan petis berfungsi sebagai penambah


citarasa dan pengawet. Gula dapat menyebabkan penurunan aktivitas air, sehingga
pertumbuhan mikroorganisme perusak pada makanan dapat terhambat.
Konsentrasi gula yang dibutuhkan untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme
bervariasi bergantung pada jenis dan kandungan zat-zat yang terdapat dalam
bahan pangan. Kadar gula sebesar 70% dapat mencegah berbagai kerusakan
makanan oleh aktivitas mikroorganisme, sedangkan konsentrasi dibawah 70 %
larutan gula masih efektif menghentikan kegiatan mikroba tetapi dalam jangka
waktu yang pendek (Widyani dan Suciaty 2008 dalam Fakhrudin 2009).
6

Gambar 2. Gula Merah


(Sumber : http://solopos.com)

b Garam
Jumlah garam yang digunakan dalam suatu adonan bergantung pada
berbagai faktor, terutama jenis tepung yang dipakai. Tepung lemah (soft flours)
banyak membutuhkan garam karena garam akan mempengaruhi dan memperkuat
protein. Faktor lain yang mempengaruhi jumlah pemakaian garam antara lain
resep atau formula yang digunakan dan mineral di dalam air. Bila air yang
digunakan adalah jenis air keras (hard watery), jumlah garam yang dipakai perlu
dikurangi. Jumlah garam yang digunakan pada makanan berkisar antara 2% -
2,25% (Auinger-Pfund et al. 1999 dalam Fakhrudin 2009).

Gambar 3. Garam
(Sumber : http://dapurdiadjeng.files.wordpress.com)

c Bawang Putih
Bawang putih (Allium sativum) telah lama digunakan sebagai salah satu
bumbu masakan oleh masyarakat Indonesia maupun masyarakat lain di berbagai
belahan dunia karena aromanya yang khas. Penggunaan bawang putih tidak hanya
sebagai bahan penyedap rasa, tetapi digunakan juga sebagai salah satu bahan yang
7

dapat memberikan efek kesehatan. Lebih dari 1000 publikasi hasil penelitian
menunjukkan bahwa bawang putih merupakan salah satu bahan pangan terbaik
untuk mencegah timbulnya penyakit (Saparinto dan Hidayati 2006 dalam
Fakhrudin 2009).

Tabel 2. Komposisi Kimia Bawang Putih (Allium sativum)


Zat gizi Jumlah
Air 66,2 – 7,0 (g)
Energi 95,0 – 122 (kal)
Protein 4,5 – 7,0 (g)
Lemak 0,2 – 0,2 (g)
Karbohidrat 23,1 – 24,6 (g)
Ca 26,0 – 24,0 (mg)
P 15,0 – 191,0 (mg)
K 346,0 (mg)
(Sumber : Saparinto dan Hidayati 2006 dalam Fakhrudin 2009)

Komponen penting pada bawang putih yang dapat menghasilkan aroma


khas adalah komponen sulfur yang terdiri atas 60% diallyl disulfida, 20% diallyl
trisulfida, 6% allyl propil disulfida, dengan sedikit dietil disulfida, diallyl
polisulfida, dan sedikit allyl dan allysin (Brodnitz et al. 1971 dalam Fakhrudin
2009). Prekursor utama aroma pada bawang putih adalah S-allyl cysteine
sulfoxide. Enzim pemecah asam allyl sulfenic akan membentuk senyawa allicin
atau diallyl thiosulfinat. Allicin adalah komponen volatil utama pada ekstrak
bawang putih segar.

Gambar 4. Bawang Putih


(Sumber : http://pirasi.com)
8

d Pati – patian
Bahan pengikat dan bahan pengisi dibedakan berdasarkan pada kadar
proteinnya. Bahan pengikat mengandung protein yang lebih tinggi dibandingkan
dengan bahan pengisi. Bahan pengisi umumnya terdiri atas karbohidrat (pati) saja.

Gambar 5. Pati
(Sumber : http://food.detik.com)

Banyaknya kandungan karbohidrat yang terdapat pada bahan pengisi


membuatnya memiliki kemampuan dalam mengikat air, tetapi tidak memiliki
kemampuan untuk mengemulsikan lemak.

Tabel 3. Kandungan Nutrisi Pada Tepung Tapioka, Tepung Terigu Dan


Tepung Beras Dalam 100 G Bahan Makanan
Tepung Tepung
No. Komposisi zat gizi Tepung Tapioka*
Terigu** Beras***
1. Kalori (per 100g ) 36,3 360 -
2. Karbohidrat (%) 88,2 73,0 80
3. Kadar Air (%) 9 10,6 12,0
4. Lemak (%) 0,5 1,6 0,5
5. Protein (%) 1,1 13,4 7,0
6. Abu (%) - 1,4 0,5 mg
Sumber : * Soemarno (2000 dalam Fakhrudin 2009)
** Payne (1987) dalam Faridah (2008 dalam Fakhrudin 2009)
*** Prihartono (2003 dalam Fakhrudin 2009)

Muchtadi 1989 dalam Fakhrudin 2009 menyatakan bahwa pati mampu


memberikan tekstur, mengentalkan, memadatkan serta memperpanjang umur
simpan beberapa jenis makanan pada konsentrasi rendah. Bahan pengisi dan
bahan pengikat yang biasa digunakan adalah tepung kedelai, tepung terigu, tepung
9

beras, tepung jagung, tepung tapioka, tepung ubi jalar, tepung kentang dan susu
skim.
- Tepung terigu
Tepung terigu memiliki kandungan protein unik yang dapat membentuk
suatu massa lengket dan elastis ketika tercampur dengan air. Protein tersebut
dikenal sebagai gluten. Gluten merupakan campuran antara dua jenis protein
gandum, yaitu glutenin dan gliadin. Glutenin memberikan sifat-sifat yang tegar
sedangkan gliadin memberikan sifat yang lengket (Payne 1987 dalam Faridah et
al. 2008 dalam Fakhrudin 2009). Kandungan protein-protein ini dalam tepung
terigu tidak lebih dari 1-2% dan hanya berfungsi untuk menunjang kebutuhan
khamir akan nitrogen selama fermentasi.
- Tepung tapioka
Tepung tapioka merupakan granula pati yang banyak terdapat di dalam sel
ketela pohon. Granula pati tapioka berukuran 5-35 mikron dan mempunyai sifat
birefringence yang kuat. (Heid dan Joslyn 1967 dalam Soemarno 2000 dalam
Fakhrudin 2009) menyatakan bahwa pati tapioka tersusun atas 20% amilosa dan
80% amilopektin, sehingga mempunyai sifat mudah mengembang (swelling)
dalam air panas. Selain pati sebagai karbohidrat, terdapat juga komponen-
komponen lain, seperti protein dan lemak dalam jumlah yang relatif sangat
sedikit.
- Tepung Beras
Tepung beras merupakan tepung yang dibuat dari beras yang
digiling/dihaluskan. Tepung beras memiliki warna putih, terasa lebih lembut dan
halus dibandingkan dengan tepung ketan. Hal yang membedakan tepung terigu
dengan tepung beras adalah kandungan glutennya. Tepung beras memiliki sedikit
kandungan gluten. Suhu gelatinisasi tepung beras lebih tinggi dibandingkan
dengan tepung terigu tetapi lebih rendah dibandingkan dengan tepung jagung (Pan
et al. 2001). Tepung beras memiliki kandungan amilosa 17%, amilopektin 83%

dan umumnya suhu gelatinisasi pati beras antara 61-77,5 oC (Cecil et al dalam
Prihartono 2003 dalam Fakhrudin 2009).
10

4 Perubahan Kimia Bahan Pangan Selama Pengolahan


Banyak reaksi kimia terjadi selama pengolahan pangan yang berpengaruh
terhadap nilai gizi, keamanan dan penerimaannya. Masing-masing jenis reaksi
melibatkan reaktan atau substrat yang berbeda, bergantung pada jenis bahan
pangan dan kondisi penanganan, pengolahan dan penyimpanan. Kerusakan
kimiawi mencakup terjadinya reaksi pencoklatan, baik enzimatis maupun non-
enzimatis, terjadinya proses ketengikan baik oksidatif maupun hidrolisis, yang
akan menyebabkan penurunan mutu, baik mutu organoleptik maupun mutu
gizinya (Apriyantono 2002 dalam Fakhrudin 2009). Petis mengalami kerusakan
kimiawi yang disebabkan oleh reaksi pencoklatan secara non-enzimatis.

1 Perubahan Kimia dan Nilai Gizi Protein


Pemanasan protein menyebabkan terjadinya reaksi-reaksi, baik yang
diharapkan maupun yang tidak diharapkan. Reaksi tersebut diantaranya
denaturasi, kehilangan aktivitas enzim, perubahan kelarutan dan hidrasi,
perubahan warna, derivatisasi residu asam amino, cross-linking, pemutusan ikatan
peptida, dan pembentukan senyawa aktif. Reaksi ini dipengaruhi oleh suhu dan
lama pemanasan, pH, adanya oksidator, antioksidan, radikal, dan senyawa aktif
lainnya khususnya senyawa karbonil (Apriyantono 2002 dalam Fakhrudin 2009).

Pemasakan pada suhu 95-100 oC dapat mereduksi kecernaan protein dan


asam amino. Selain itu, protein terlarut, peptida dengan berat molekul rendah, dan
asam amino bebas dapat larut dalam air perebus sehingga perebusan sebaiknya

dilakukan di bawah 100 oC. Pemanasan yang berlebihan dapat menyebabkan


pembentukan H2S yang merusak aroma dan mereduksi ketersediaan sistein dalam

produk (Okazaki 2001 dalam Fakhrudin 2009). Denaturasi protein yang


berlebihan juga menyebabkan insolubilisasi yang dapat mempengaruhi sifat-sifat
fungsional protein. Pemanasan yang tinggi juga dapat meningkatkan daya cerna
protein tanpa menghasilkan senyawa toksik, menginaktivasi beberapa enzim
seperti protease, lipase, lipoksigenase, amilase, polifenoloksidase, enzim oksidatif
dan hidrolitik lainnya. Enzim-enzim tersebut akan menyebabkan off-flavour,
11

ketengikan, perubahan tekstur, dan perubahan warna bahan pangan selama


penyimpanan ketika gagal diaktivasi (Apriyantono 2002 dalam Fakhrudin 2009).

2 Perubahan Kimia dan Nilai Gizi Karbohidrat

Perubahan kimia karbohidrat terbagi menjadi dua bagian, bagian pertama


adalah perubahan karbohidratnya itu sendiri tanpa adanya senyawa lain,
sedangkan pada bagian kedua perubahan karbohidrat sebagai interaksinya dengan
senyawa amino (reaksi Maillard).
Molekul gula mudah mengalami fragmentasi (pemutusan ikatan karbon-
karbon) melalui reaksi retroaldol menghasilkan berbagai senyawa karbonil yang
reaktif jika dalam kondisi basa, khususnya bila disertai dengan pemanasan. Hasil
reaksi ini berupa senyawa berwarna coklat, disamping senyawa-senyawa volatil
yang berperan dalam flavor. Reaksi yang terjadi pada gula, khususnya selama
pemanasan, akan mengurangi ketersediaan gula sehingga nilai kalori bahan
pangan menjadi menurun. Pemanasan polisakarida (pati) dalam media yang
banyak air, justru menguntungkan karena pati akan terhidrolisa menjadi molekul-
molekul yang lebih kecil, oligo-, di- atau monosakarida sehingga pati yang
terhidrolisa tersebut menjadi lebih mudah dicerna oleh tubuh (Apriyantono 2002
dalam Fakhrudin 2009).
Perubahan karbohidrat sebagai interaksinya dengan senyawa amino disebut
reaksi Maillard. Reaksi Maillard terdiri atas reaksi yang sangat kompleks dan
saling berhubungan satu sama lain membentuk suatu jaringan proses. Reaksi ini
dibagi menjadi tiga tahap yaitu : tahap awal, intermediet dan akhir. Tahap pertama
melibatkan pembentukan ARP (Amadori Rearrangement Product) melalui
glikosilamin N-tersubstitusi, namun pada tahap ini belum terjadi pembentukan
warna coklat. Tahap kedua melibatkan dekomposisi ARP sehingga terbentuk
senyawa-senyawa volatil dan nonvolatil dengan berat molekul rendah. Tahap
ketiga melibatkan pembentukan glikosilamin N-tersubstitusi dan penyusunan
kembali (rearrangement) struktur glikosilamin yang terbentuk (Apriyantono 2002
dalam Fakhrudin 2009).
12

Bahan pangan akan menurun nilai gizinya, terutama nilai cerna dan
ketersediaan asam amino jika terjadi reaksi Maillard. Walaupun demikian, reaksi
Maillard bukanlah masalah yang serius dalam penurunan nilai gizi bahan pangan
(Apriyantono 2002 dalam Fakhrudin 2009).

5 Kerusakan Petis Akibat Mikroorganisme


Kerusakan petis dapat diketahui dengan adanya pertumbuhan cendawan
pada permukaan petis, munculnya benang-benang jamur, perubahan warna
(terutama di permukaan), serta rasa dan aroma yang menyimpang. Hal ini terjadi
pada petis yang memiliki kadar air cukup tinggi. Timbulnya rasa dan bau asam
serta alkohol adalah akibat dari fermentasi glukosa yang berasal dari tepung
karena adanya aktifitas biokimia dari bakteri Acetobacter.
Bakteri Acetobacter akan membentuk asam glukonat yang berasal dari
oksidasi glukosa. Sukrosa dipecah menjadi glukosa dan fruktosa oleh khamir.
Pada pembuatan etanol oleh khamir dan selulosa oleh Acetobacter, glukosa
dikonversi menjadi asam glukonat melalui jalur fosfat pentosa oleh bakteri asam
asetat, sebagian besar fruktosa dimetabolisme menjadi asam asetat dan sejumlah
kecil asam glukonat. Fruktosa yang masih tertinggal dalam media fermentasi,
diubah menjadi bentuk yang lebih sederhana oleh mikroorganisme sehingga dapat
digunakan sebagai substrat fermentasi. Bakteri Acetobacter mampu mengubah
gula menjadi selulosa yang disebut nata/partikel dan melayang di permukaan
medium. Jika nutrisi dalam medium telah habis dikonsumsi, kultur akan berhenti
tumbuh tetapi tidak mati. Kultur akan aktif lagi jika memperoleh nutrisi kembali.
Bakteri asam asetat akan menstimulasi khamir untuk memproduksi etanol kembali
(Hidayat et al. 2006 dalam Fakhrudin 2009).

2.6 Syarat Mutu Produk Petis


Petis yang beredar di pasar memiliki mutu yang beragam. Perbedaan mutu
petis dapat disebabkan oleh perbandingan mutu bahan mentah, bahan pembantu,
dan cara pengolahan yang berbeda-beda. Standar mutu produk petis dapat dilihat
pada Tabel 4.
13

Tabel 4. Standar Mutu Produk Petis SNI.01-2346-2006


Kriteria Satuan Persyaratan
Keadaan (bau, rasa) - Normal, normal
Air % (b/b) 20 – 30
Abu % Maks 8,0
Abu tak larut dalam asam % (b/b) Maks 1
Protein (%) Min 10
Karbohidrat (%) Maks 40
Bahan Makanan Tambahan -
- Pengawet
Sesuai dengan SNI.01-222-1995
- Pewarna tambahan
Cemaran Logam -
- Cemaran logam : Cu - Maks 2
- Cemaran logam : Pb - Maks 100
- Cemaran logam : Zn - Maks 0,05
- Cemaran logam : Hg - Maks 40 (250 NA)
- Cemaran logam : Sn - Maks 1
Arsen - Maks 20
Cemaran Mikroba - -
Angka Lempeng Total Koloni/gram Maks 5x102
- E.coli - <3
- Salmonela, Stapylococcus,
- Negatif
Vibriocholera
- Kapang - Maks 50
(Sumber : BSN 2006 dalam Fakhrudin 2009)

Tabel 5. Kandungan Gizi Petis Ikan


No. Unsur gizi Kadar / 100 g bahan
1. Energi (g) 161,0
2. Air (g) 56,0
3. Protein (g) 20,0
4. Lemak (g) 0,2
5. Karbohidrat (g) 24,0
6. Kalsium (mg) 37,0
7. Fosfor (mg) 36,0
8. Besi (mg) 2,8
(Sumber : Direktorat Gizi 1996 dalam Suprapti 2001dalam Wahyuningsih 2011)
14

BAB III
METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

Alat yang digunakan dalam membuat petis ikan ini adalah belanga, yaitu
panci lebar yang terbuat dari tanah liat. Dengan menggunakan belanga,
pemanasan rendah dapat terjadi secara menyeluruh. Adanya pori-pori pada
seluruh dinding belanga menyebabkan penguapan tidak hanya terjadi pada
permukaan adonan, namun menyeluruh pada semua bagian adonan yang
menempel pada dinding belanga. Apabila digunakan wajan atau panci alumunium,
akan terdapat banyak bagian yang hangus dan petis yang dihasilkan menjadi kasar
dan berair (lembek). Hal ini disebabkan alumunium memiliki sifat pengantar
panas yang baik, tetapi tidak poros (Tommy Irawan 2004).

3.1.2 Bahan

a) Bahan Utama

Bahan utama yang dibutuhkan untuk membuat petis ikan adalah hasil dari
pemindangan daging ikan, atau limbah hasil perebusan (pemindangan) dari ikan
yang tidak dipergunakan lagi namun mengandung zat gizi yang cukup tinggi.

b) Bahan Tambahan

Bahan tambahan yang dibutuhkan untuk membuat petis ikan adalah


sebagai berikut:
15

1 Gula Merah

2 Garam

3 Bawang Putih

4 Pati-patian

3.2 Proses Pembuatan

Menurut Murniyati dan Sunarman (2000), petis yang dibuat dari bahan
baku sari ikan atau udang dapat dibuat dengan cara:

1. Ikan atau udang yang akan digunakan sebagai bahan baku harus dibersihkan
lebih dulu, agar kotoran yang dapat mempengaruhi mutu petis dapat
dihilangkan.

2. Selanjutnya daging ikan atau udang ditumbuk sampai halus dan ditambah air
secukupnya. Setelah diaduk sampai rata, daging kemudian diperas seperti
memeras santan untuk mendapatkan ekstraknya. Ampas perasan tersebut dapat
ditumbuk, ditambah air, lalu diperas lagi untuk mendapatkan ekstrak yang
kedua.

3. Campuran kedua ekstrak tersebut kemudian disaring hingga bersih dari kotoran
maupun partikel - partikel kasar lain.

4. Langkah selanjutnya adalah proses perebusan seperti pada pembuatan petis


dengan bahan baku hasil sampingan
16
16

BAB IV
SIMPULAN

Petis ikan adalah ekstrak ikan yang dikentalkan dengan tambahan


beberapa macam bahan untuk memberikan rasa, warna dan konsistensi yang
menarik. Ciri - ciri petis ikan yang baik adalah berwarna cerah (tidak kusam),
umumnya coklat kehitaman karena ada penambahan gula merah, pewarna buatan,
ataupun cairan tinta cumi, berbau sedap, kental tetapi sedikit lebih encer dari
margarin. Petis akan mengalami kerusakan kimiawi yang disebabkan oleh reaksi
pencoklatan secara non-enzimatis. Kerusakan petis ini dapat diketahui dengan
adanya pertumbuhan jamur pada permukaan petis, munculnya benang-benang
jamur, perubahan warna (terutama di permukaan), serta rasa dan aroma yang
menyimpang.
Alat yang digunakan dalam pembuatan petis ikan ini adalah belanga, yaitu
panci lebar yang terbuat dari tanah liat. Sedangkan bahan untuk membuat petis ini
terdiri dari bahan utama dan bahan tambahan. Bahan utama yang dibutuhkan
untuk membuat petis ikan adalah hasil dari pemindangan daging ikan, atau limbah
hasil perebusan (pemindangan) dari ikan yang tidak dipergunakan lagi namun
mengandung zat gizi yang cukup tinggi, sedangkan bahan tambahan yang
dibutuhkan untuk membuat petis ikan adalah gula merah, garam, bawang putih
dan pati-patian.
17

DAFTAR PUSTAKA

Fakhrudin, Anang. 2009. Pemanfaatan Air Rebusan Kupang Putih (Corbulla


Faba Hinds) Untuk Pengolahan Petis Dengan Penambahan Berbagai Pati
– Patian. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Perikanan Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.

Murniyati, A.S dan Sunarman. 2000. Pendinginan, Pembekuan dan Pengawetan


Ikan. Kanisius. Yogyakarta.

Tommy Irawan, 2004 Studi keamanan pangan dan sifat fisiko kimia serta
organoleptik berbagai merek petis udang di sentra industri petis udang di
sidoarjo. Jurusan Teknik Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Brawijaya Malang.

Wahyuningsih, Ika, dkk. 2011. Analisis Kelayakan Usaha Produksi Sambal Petis
Ikan Tuna Siap Saji (Studi Kasus Di Ud. Madu Prima Pamekasan Madura).
Jurusan Industri Pertanian-Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas
Brawijaya.

Anda mungkin juga menyukai