Anda di halaman 1dari 24

Makalah

Tema

Problematika Profesi Keguruan yang Ada di Indonesia


Subtema

“Sistem Pendidikan Nasional yang Teracuni oleh Praktek


Korupsi, Kolusi dan Nepotisme”

Oleh

Ayu Eka Septia (1914080039)

Mata Kuliah
Profesi Keguruan

Dosen Pengampu
Rilci Kurnia Illahi, M.Pd

JURUSAN TADRIS IPA-FISIKA B


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI IMAM BONJOL PADANG
TAHUN AJARAN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji bagi Allah


SWT yang telah memberikan penulis kemudahan sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongannya tentunya
kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat
serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi
Muhammad SAW yang kita nanti-nantikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan
nikmat sehat-nya,baik berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis
mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah ini sebagai tugas akhir dari
mata kuliah profesi keguruan“Sistem Pendidikan Nasional yang Teracuni oleh
Praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme”. Akhirnya kepada semua pihak penulis
mengharapkan bantuan saran/koreksi yang membangun demi kesempurnaan
makalah ini. Saran dan kritik yang mendidik sangat penulis harapkan dalam
penulisan makalah ini supaya penulis bisa lebih baik kedepannya.

Padang, 29 Desember 2020

Penulis

(Ayu Eka Septia)

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...........................................................................................i

DAFTAR ISI ........................................................................................................ .ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... .1

A. Latar Belakang Masalah .............................................................. .1


B. Rumusan Masalah ........................................................................ .3
C. Tujuan Pembahasan ..................................................................... .3

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................. .4

A. Masalah Mendasar Sistem Pendidikan di Indonesia .................... .4


B. Pengertian Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN)..................... .8
C. Kualitas Pendidikan di Indonesia dipengaruhi Praktik KKN...... 10
D. Solusi........................................................................................... 13
E. Peran Pendidikan dalam Pemberantasan Korupsi....................... 15

BAB III PENUTUP .......................................................................................... 18

A. Kesimpulan ................................................................................. 18
B. Saran ........................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 21

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Tanggung jawab negara atas pendidikan bagi warganya sudah dijamin dalam
berbagai peraturan perundangan yaitu Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Sementara
itu, dalam menjalankan peran tersebut negara menghadapi berbagai kendala,
termasuk adanya kasus korupsi atau kebocoran anggaran di sektor pendidikan.
Sebagaimana dikemukakan Cf. Hallak (2003) bahwa "di negara-negara
berkembang, termasuk Indonesia korupsi sering kali merupakan masalah
endemik seluruh masyarakat. Sektor pendidikan merupakan salah satu sektor
yang termasuk kategori rentan terhadap korupsi, karena relatif besarnya
anggaran pendidikan, sehingga cenderung memberi peluang untuk praktik
korupsi yang semakin besar pula"

Permasalahan korupsi di Indonesia akhir-akhir ini semakin memprihatinkan,


hampir setiap hari, berbagai media massa memberitakan terjadinya tindak pidana
korupsi yang dilakukan oleh pejabat publik dan pihak-pihak yang terkait dengan
pejabat publik. Berbagai langkah kongkret dalam upaya memerangi korupsi telah
dilakukan pemerintah Indonesia sejak bergulirnya era refonnasi sebagaimana
diamanatkan dalam TAP MPR-RI Nomor XI/MPR/1998. Langkah-langkah
tersebut dikembangkanmelalui strategi memerangi korupsi dengan pendekatan
Tiga Pilar Strategi Pemberantasan Korupsi Nasional (SPKN) yaitu Strategi
Preventif, Strategi Investigatif, dan Strategi Edukatif.

Akan tetapi, pemberantasan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh


pemerintah Indonesia selama ini belum membuahkan hasil sebagaimana yang
diharapkan. Kompleksitas pennasalahan korupsi di Indonesia temyata tidak cukup
ditanggulangi hanya dengan mengandalkan strategi investigatif, yang hanya

1
berfokus pada koruptor. Pemberantasan KKN memerlukan upaya-upaya multi
disiplin, dan strategis yang bersifat preventifyang dapat dilakukan dengan
melibatkan sektor pendidikan formal. Institusi pendidikan merupakan tempat
terbaik dan strategis untuk menanamkan dan menyebarkan nilai-nilai antikorupsi.
Siswa dan mahasiswa yang akan menjadi tulang punggung bangsa di masa
mendatang sejak dini harus diajar dan dididik untuk melawan serta menjauhi
praktek korupsi. Bahkan diharapkan dapat turut aktif memeranginya, dengan cara
melakukan pembinaan pada aspek mental, spiritual dan moral. Untuk itu, orientasi
pendidikan nasional kita mengarahkan manusia Indonesia untuk menjadi insan
yang beriman dan bertakwa serta berakhlak mulia. Karena pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Bahkan, dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang


Sisdiknas ditegaskan bahwa, pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk perkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.

Dengan demikian, pendidikan dapat dijadikan sebagai sarana upaya prefentif


dan antisipatif dalam pemberantasan korupsi. Melalui pendidikan dapat diperoleh
nilai-nilai kebenaran, iman, akhlak mulia, serta memiliki kompetensi dan
profesionalitas sebagai warga negara yang bertanggungjawab, sehingga dapat
berupaya menghindarkan diri dari perilaku korupsi. Persoalannya institusi
pendidikan termasuk Dinas Pendidikan di tingkat daerah maupun pusat yang
diharapkan dapat berperan dalam memerangi korupsi, justru merupakan salah satu
lembaga yang didalamnya terdapat kasus-kasus kebocoran yang telah

2
menyebabkan berkurangnya anggaran dan dana pendidikan, serta meningkatkan
beban biaya yang harus ditanggung masyarakat dan turunnya kualitas layanan
pendidikan.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa masalah mendasar dan faktor yang mempengaruhi permasalahan sistem
pendidikan di Indonesia ?
2. Apa itu Korupsi , Kolusi dan Nepotisme (KKN) ?
3. Bagaimana kualitas pendidikan di Indonesia jika dipengaruhi oleh praktik
KKN ?
4. Apa solusi yang dapat disimpulkan dari problematika tersebut ?
5. Bagaimana peran pendidikan dalam pemberantasan korupsi?
C. TUJUAN
1. Mengetahui dan memahami apa saja masalah mendasar dan faktor yang
mempengaruhi permasalahan sistem pendidikan di Indonesia
2. Mengetahui dan memahami makna korupsi, kolusi dan nepotisme
3. Melihat dan menganalisa dampak kualitas pendidikan di Indonesia jika
dipengaruhi oleh praktik KKN
4. Menjawab dan mengupas tuntas permasalahan sistem pendidikan yang
dipengaruhi prakti KKN dengan solusi ter- up to date.
5. Peran pendidikan dalam memberantas korupsi.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Masalah Mendasar Sistem Pendidikan di Indonesia


Mengkaji permasalahan pendidikan di Indonesia sama seperti mengurai
benang kusut, sulit menemukan ujung pangkal permasalahannya. Proses
pendidikan yang dijalaniselama hampir 68 tahun kemerdekaan Republik
Indonesia tidak membuat perubahan yang signifikan terhadap pola pikir
sumberdaya manusianya. Tingkat pendidikan negara yang secara sumberdaya
alam sangat kaya raya ini tertinggal jauh di bawah negara tetangga. Tingginya
tingkat pendidikan tidak mengurangi tingginya tingkat pengangguran. Bukan hal
yang aneh lagi jika sekarang banyak ditemukan pengangguran berijazah Strata 1,
dikarenakan rendahnya kualitas lulusan universitas di negeri ini.1

Menurut P.H. Combs (1968) ada lima masalah pokok pendidikan, yaitu :

1. Banjir murid.
Banjir murid yaitu bertambahnya jumlah anak anak yang memerlukan
pendidikan baik diseluruh dunia maupun di negara berkembang, karena para
pengelola pendidikan tidak mampu menyediakan tempat belajar, guru, dan sarana
pendidikan, serta sulit untuk meningkatkan mutu pendidikannya.

2. Langkanya sumber daya dan dana.


Untuk memenuhi kebutuhan pendidikan diperlukan sumber daya dan dana
yang mencukupiguna memenuhi kebutuhan pendidikan, seperti penyediaan guru,
gedung, buku dan sarana penganjar, beasiswa, serta biaya lainnya. Meskipun
sumber daya dan dana sudah berlipat ganda, namun akibatnya banjir murid,
kebutuhan pendidikan semakin meningkat akibatnya kemampuan sumber daya
dan guna semakin menipis.

3. Biaya pendidikan yang semakin mahal.

1
Megawanti, Priarti. "Meretas Permasalahan Pendidikan Di Indonesia." Formatif: Jurnal Ilmiah Pendidikan
MIPA 2.3 (2015).

4
Untuk meningkatkan mutu pendidikan, di usahakan mutu guru harus
ditingkatkan, gaji guru harus ditingkatkan, alat bantu pengajaran pun harus
ditingkatkan pula sehingga untuk meningkatkan mutu pendidikan tentu
dibutuhkan juga peningkatan

biaya pendidikan bagi setiap murid.

4. Ketidaktepatan hasil pendidikan.


Hasil pendidikan tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan individu dalam
masyarakat dan kebutuhan masyarakat karena tidak sesuai dengan sikap dan minat
terhadap pekerjaan dan bayangan tentangkedudukan yang diinginkan oleh
individual.

5. Kelambatan dan ketidakefisienan sistem pendidikan.


Sistem pengelolaan kurikulum, metode mengajar, pola pola dan struktur
pendidikan guru memperlihatkan kelambanan dan ketidakefisienan dalam
menghadapi tuntutan yang semakin meningkat, sesuai dengan kemajuan IPTEK

dan kebutuhan masyarakat.

Sehingga dapat disimpulkan terdapat dua permasalahan utama yang


menjangkiti dunia pendidikan di Indonesia, yaitu: bagaimana seluruh masyarakat
bisa memanfaatkan peluang pendidikan dan bagaimana pendidikan bisa
menyiapkan siswa dalam hal kemampuan dan skill yang siap untuk bersaing di
dunia kerja. 2

Sedangkan menurut Ahmad Tafsir dalam Filsafat Pendidikan Islami, ditandai


dengan permasalahan sebagai berikut :

1. Sistem Pendidikan kita masih kaku.


Suatu sistem yang terperangkap dalam kekuasaan otoriter yanng sifatnya
kaku. Ciri-cirinya adalah birokrasi yang ketat dan sentralisme. Undang-undang

2
Kurniawan, Riza Y. "Identifikasi permasalahan pendidikan di Indonesia untuk meningkatkan mutu
danprofesionalisme guru." Makalah dalam Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia (KONASPI) VIII,
Universitas Negeri Jakarta (2016).

5
nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Indonesia telah memberi ruh
baru dalam pendidikan namun juga tidak banyak merubah pelaksana pendidikan
yang terbiasa menunggu petunjuk dari pusat.

2. Sistem Pendidikan Nasional kita telah diracuni dengan praktek korupsi,


kolusi dan nepotisme.
Manipulasi dana yang terjadi ternyata dilakukan oleh orang-orang di
lingkungan pendidikan itu sendiri. Komite sekolah belum mampu mengontrol
secara menyeluruh di lingkungan sekolah sendiri, apalagimengontrol ke tingkat
lebih tinggi sampai ke Dinas Pendidikan. Praktek korupsi seperti itu yang menjadi
kanker yang berjasa memerosotkan kualitas pendidikan kita.

3. Sistem Pendidikan kita tidak berorientasi pada pemberdayaan


masyarakat.
Hal yang sering terjadi adalah pendidikan yang sering menjadi beban bagi
masyarakat.

4. Sistem Pendidikan kita belum mengantisipasi abad ke-21.


Perubahan kurikulum tidak mampu memberikan kontribusi maksimal, karena
hanya terkesan tambal sulam. Pergantian kebijakan di pemerintahan hampir pasti
mengubah tatanan pendidikan di Indonesia.

5. Biaya / anggaran pendidikan masih terlalu kecil.


Kebutuhan pendidikan menuju persaingan mutu dan kualitas pendidikan
sangat besar dari segi anggaran. Kalau yang terjadi masih terkesan seadanya,
maka Indonesia masih terus tertinggal.

6. Daya Saing lulusan yang masih rendah.


Secara individu, banyak pelajar Indonesia yang berprestasi sampai ke tingkat
Internasional namun secara global pendidikan kita tidak menjadi tujuan menimba
ilmu minimal di Asia Tenggara.3

3
Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islami (Badung : PT. Remaja Rosdakarya, 2008), h.197

6
Sementara faktor yang mempengaruhi permasalahan sistem pendidikan
di Indonesia adalah ada empat faktor sebagai poin penting dalam kaitannya
dengan permasalahan pokok Pendidikan di indonesia dan perlu segera untuk
diselesaikan, yaitu:

1. Masalah pemerataan pendidikan


Masalah pemerataan pendidikan, dimana isu ini berkaitan dengan
sistempendidikan seyogyanya menyiapkan peluang yang sangat besar bagi seluruh
masyarakat agar dapat mengakses pendidikan, yang mana mampu menjadi tempat
bagi keberlanjutan peningkatan SDM di Indonesia.

2. Masalah mutu / kualitas pendidikan


Mutu pendidikan sangatlah luas cakupannya, banyak yang hanya melihat dari
kualitas luarannya. Apabila kita sadari proses belajar yang baik akan
menghasilkan luaran yang baik pula, maka jika proses belajarnya kurang baik
maka mutu hasil yang diharapkan akan kurang baik juga. Jika terjadi
pembelajaran yang kurang optimal hal ini mengakibatkan nilai tes yang baik,
sehingga bisa dikatakan hasil belajar itu semu. Hal ini mengindikasikan terdapat
masalah pada kualitas pendidikan yang berkaitan dengan “pemrosesan”
pembelajaran.

3. Masalah Efisiensi
Membahas tentang efisiensi dalam sistem pendidikan dimana erat kaitannya
dengan pemanfaatan segala kekuatan yang dimiliki agar tercapai misi yang
rencanakan. Apabila dalam penggunaanya hemat dan cermat maka bisa
disimpulkan bahwa tingkat efisiensinya tinggi. Tetapi apabila terjadi sebaliknya,
maka efisiensinya dikatakan kurang.

4. Masalah Relevansi
Masalah relevansi berkaitan erat dengan sistem pendidikan dan pembangunan
secara umum serta kepentingan perseorangan, masyarakat secara jangka pendek
maupun jangka panjang. Masalah ini membahas seberapa dalam sistem

7
pendidikan bisa menciptakan karya yang cocok dengan keberlangsungan suatu
proses pembangunan. Apabila sistem pendidikan menciptakan output yang
dibutuhkan di semua lini pembanguanan, bisa berhubungan langsung ataupun
tidak dengan permintaan dunia kerja maka kualitas luaran yang dipersyaratkan
oleh lapangan kerja, maka tingkat kebutuhan tersebut sesuai dengan yang
dibangun oleh lembaga.

B. Pengertian Korupsi , Kolusi dan Nepotisme (KKN)


Istilah korupsi berasal dari perkataan latin “coruptio” atau “corruptus” yang
berarti kerusakan atau kebobrokan. Pada mulanya pemahaman masyarakat tentang
13 korupsi mempergunakan bahan kamus, yang berasal dari bahasa Yunani Latin
“corruptio” yang berarti perbuatan yang tidak baik, buruk, curang, dapat disuap,
tidak bermoral, menyimpang dari kesucian, melanggar normanorma agama
materiil, mental dan hukum.

Pengertian tersebut merupakan pengertian yang sangat sederhana, yang tidak


dapat dijadikan tolak ukur atau standart perbuatan KKN, sebagai tindak pidana
korupsi oleh Lubis dan Scott dalam pandangannya tentang korupsi disebutkan
“dalam arti hukum, korupsi adalah tingkah laku yang menguntungkan
kepentingan diri sendiri dengan merugikan orang lain, oleh para pejabat
pemerintah yang langsung melanggar batas-batas hukum atas tingkah laku
tersebut, sedangkan menurut norma-norma pemerintah dapat dianggap korupsi
apabila hukum dilanggar atau tidak dalam bisnis tindakan tersebut adalah tercela”.
Jadi pandangan tentang Korupsi masih ambivalen hanya disebut dapat dihukum
apa tidak dan sebagai perbuatan tercela.4

4
Pasiwi, Dendy Ari Galuh. "Hubungan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
negara yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dengan konsep perdagangan pengaruh
(trading in influence)." (2018).

8
Kolusi atau collusion menurut Osborn’s Laur Dictionary (1983) ditulis “The
arragement of two ferson, apparently in a hostile positions or having conflicting
interests, to some act in order to injure a third ferson, or deceive a court ”,
sedangkan menurut canadian law dictionary, Kolusi adalah “The making of an
agreement with another for the purpose of perpetrating a fraud, or engaging in
illegal activity while having an illegal end in mind”.

Dari kedua pengertian tersebut di atas dapat dikemukakan bahwa kolusi atau
collusion ini adalah suatu kesepakatan atau persetujuan dengan 18 tujuan yang
bersifat melawan hukum atau melakukan suatu tindakan penipuan.

Nepotisme terambil dari akar kata nepos dan otis, yang berarti cucu lelaki,
keturunan atau saudara sepupu. Kata ini kemudian mengalami perluasan arti :

1. Pperilaku yang memperlihatkan kesukaan yang berlebihan kepada kerabat


dekat,
2. Kecenderungan untuk mengutamakan (menguntungkan) sanak saudara sendiri
terutama dalam jabatan, atau pangkat dalam lingkungan pemerintahan.
3. Tindakan memilih kerabat atau sanak saudara sendiri untuk memengang
jabatan pemeritahan (urusan publik).
Nepotisme adalah setiap perbuatan penyelenggaraan negara yang melawan
hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya atau kroninya diatas
kepentingan masyarakat, bangsa dan negara .

Adapun defenisi nepotisme dalam tatanam hukum positif Indonesia adalah:


”setiap perbuatan penyelenggara negara secara melawan hukum yang
menguntungkan kepentingan keluarganya atau kroninya di atas kepentingan
masyarakat, bangsa dan negara.”5

Term Nepotisme dalam al-Qur’an

5
Pasal 1Bab 1 Ayat (5) Undang-Udang Repoblik Indonesia No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara
yang Bersih yang Beres dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme

9
Term nepotisme dalam bahasa arab yaitu: al-muhābāh (karena akar katanya
ada keterkaitan dengan makna cinta, belas kasih dan suka terhadap sesuatu), al-
gisy wa al-gharar (adanya penipuan pada ruang publik), al-aṡar (adanya rasa
mendahulukan diri), Al-Ittikhāż bi al-Ābā‟ wa al-Ikhwān Auliyā‟(mengambil
keluarga menjadi penolong/pembantu dalam berbuat kekufuran),al-gil (adanya
dorongan hawa nafsu untuk melakukan kecurangan dalam segala aspek
kehidupan), al-syafa‟ah al-sayyi‟ah (adanya dorongan untuk dibantu dalam
kesalahan).

Semua term ini tidak terdapat dalam al-Qur‟an kecuali sebagiannya saja,
seperti Al-Ittikhāż bi al-Ābā‟ wa al-Ikhwān Auliyā‟, al-gil dan al-syafa‟ah al-
sayyi‟ah. 6

C. Kualitas Pendidikan di Indonesia dipengaruhi oleh Praktik KKN


Korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) merupakan sebuah realitas sosial yang
menduduki peringkat cukup tinggi dalam grafik perekonomian negara-negara
maju maupun yang sedang berkembang. Pada satu sisi KKN dianggap sebagai
skandal, dosa dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Tetapidisisi lain ia dicintai
dan dielu-elukan.

Pelaku KKN sering dianggap sebagai penjahat, tetapijuga pahlawan. Ini


nampak dalam perlakuan khusus dari negara kepada para koruptor. Di Indonesia
fenomena KKN bahkan sudah dianggap sebagai sebuah budaya.Disebut sebuah
budaya karena korupsi di Indonesia dilakukan secara berjemaah, bukan lagi orang
per orang. Bukan hanya pejabat dan kaum terpelajar,orang dari kelasbawah pun
banyak yang melakukannya. Perlakuan terhadap koruptor di Indonesia juga
terbilang istimewa. Kepada mereka disiapkan seragam khusus, juga perawatan
kesehatan dengan biaya ditanggung pemerintah kalau selama pemeriksaan mereka

6
Rahmawati, Rahmawati. Nepotisme Menurut Perspektif al-Qur’an. Diss. Universitas Islam Negeri Alauddin
Makassar, 2013.

10
jatuh sakit. Ini beda dengan tahanan untuk kasus kejahatan lain, padahal koruptor
itu jelas punya banyak duit. Setelah ternyata bersalah dan divonis hukuman
penjara, kepada mereka sering berlaku kebijakan potong masa tahanan. Jadi,
berbicara tentang Indonesia tanpa menyoroti KKN ibarat mengenal Indonesia
secara premature.7

Kaitan antara pendidikan dan politik sangat erat bahkan selalu berhubungan
sehingga dengan keadaan tersebut dapat kita ketahui bahwa politik negara sangat
berperan menentukan arah perkembangan pendidikan di suatu negara. Tidak
berlebihan kiranya bila banyak ahli yang berpendapat bahwa pendidikan sebagai
salahsatu upaya atau sarana untuk melestarikan kekuasaan negara. Michael W.
Apple dalam Tilaar menjelaskan bahwa politik kebudayaan suatu negara
disalurkan melalui lembaga-lembaga pendidikannya sehingga dalam pendidikan
tersalur kemauan-kemauan politik atau sistem kekuasaan dalam suatu masyarakat.

Upaya menanamkan suatu prinsip, doktrin dan kesepakatan-kesepakatan


negara melalui pendidikan dilakukan dengan cara yang tidak dapat ditelusur
secara sekilas karena biasanya berada secara implisit dalam suatu materi
pendidikan atau kurikulum sehingga secara tidak sadar sebenarnya masyarakat
yang mengikuti dan memperoleh pendidikan telah mendukung pula tujuan khusus
negara tersebut.

Pendidikan bukan alat politik tetapi politik adalah pendidikan dan sebaliknya
pendidikan yang tidak dapat memilih bukan pendidikan yang sesuai dengan
kebutuhan negara. (memilih dalam hal ini adalah kebijakan-kebijakan yang sesuai
atau bermanfaat bagi individu warga negara). Di sisi lain supremasi hukum dapat
tercapai lewat pendidikan, pendidikan politik. Tujuan negara Indonesia yaitu
mewujudkan masyarakat dengan sistem politik yang berkedaulatan rakyat.
Masyarakat Indonesia yang bhineka yaitu terbentuknya masyarakat yang terdidik
yang telah memiliki suatu pandangan yang luas (sebagian besar dikota) yang

7
Christopher J. Robertson & Andrew Watson, Korupsi dan Perubahan Nilai (1999).

11
dibentuk oleh pendidikan dan kesempatan. Pendidikan terletak dalam tatanan
politik.8

Koruptor merupakaan tindakan yang tidak memanusiakan manusia, harkat


dan martabat manusia sudah dihilangkaan oleh perbuatan koruptor. Hak dan
keadilaan di masyarakat telah dizalimi, sehingga perlu diupayakan gerakan untuk
memerdekakan masyarakat dari kezaliman struktual para koruptor. Pendidikan
moral dan etika bisa menjadi alternatif sebagai upaya presentif untuk melakukan
internalisasi nilai pentingnya antikorupsi.

Jalur pendidikan yang ditempuh bukan hanya pendidikan formal belaka,


tetapi pendidikan informal juga harus dilakukan, sehingga Bangsa Indonesia akan
terbebas dari korupsi. Selain itu upaya reprensif juga penindakaan terhadap tindak
pidana korupsi mutlak dilakukan. Harus diakui law inforcement di Indonesia
terhadap korupsi belum mengembirakan, padahal shock therapy diperlakukan
sebagai tindakaan pendidikan kepada seluruh elemen masyarakat.

Hukumaan yang ringan bagi koruptor bahkan bebasnya koruptor-koroptor


kelas kakap menunjukkan betapa hukum diperjualbelikaan dan dipermainkaan
sehingga hukum kehilangan taring dan jati dirinya. Menyelamatkan bangsa dari
ancaman koruptor harus dilakukaan seiring dengan upaya represif tindak pidana
korupsi. Perlu upaya preventif sejak dini salah satunya melalui pendidikan anti
korupsi di zaman now (sekarang) terhadap para generasi mendatang dan tidak
membiarkan generasi yang akan datang terkontaminasi perilaku sesuatu yang
tidak bijak oleh koruptor. Kejadian yang sudah terjadi biarlah berlalu dan zaman
now bisa mengatakan biarlah satu generasi korupsi asalkan generasi berikutnya
bisa terbebas dari perilaku korupsi. Dengan kata lain diperlukan kegigihan melalui
pendidikan perangi melawan para koruptor di zaman now sampai ke akar-
akarnya.9

8
Purwanto, Nurtanio Agus. "Pengaruh Politik Dalam Bidang Pendidikan." Jurnal Manajemen Pendidikan
UNY (2008): 114488.
9
Bimayu, Warih. "Pendidikan Melawan Koruptor Zaman Now." Prosiding Seminar Nasional Program
Pascasarjana Universitas Pgri Palembang. Vol. 12. No. 01. 2019.

12
D. Solusi
Perjuangan untuk memberantas KKN tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri dan
bersifat eksternal saja. Semua komponen bangsa harus melihat KKN sebagai
sebuah skandal. Atas dasar itu perlu disusun program bersama untuk mulai
menggikis skandal itu dari kehidupan bersama. Ini berarti KKN tidak bisa
diberantas hanya dengan menaikan gaji PNS dan UMR (upah minimum rata-rata).

Seiring dengan itu law enforcement bagi para pelaku KKN juga perlu
ditegakkan. Untuk itu para hakim, jaksa dan polisi sebagai benteng terakhir dari
law enforcement harus memiliki integritas diri dan kredibilitas moral yang kokoh.
Kematian hati nurani ketiga komponen ini harus dibangkitkan kembali. Ini
berhubungan dengan pola rekruitmen polisi, jaksa dan hakim.

Persyaratan-persyaratan penerimaan pegawai negeri sipil, polisi, jaksa, dan


hakim yang selama ini hanya menekankan persyaratan fisik harus ditambahkan
dengan kualifikasi moral dan spiritual. Ini tidak hanya cukup dengan sekedar
melihat nilai pelajaran agama dan Pancasila yang tertera di ijasah. Ujung-
ujungnyaformat pendidikan formal di negara kita perlu mengalami reformasi yang
signifikan.

Sesungguhnya ada tiga tujuan dari pelaksanaan pendidikan: academic


formation, spiritual formation dan skill building capacity. Di Indonesia
pendidikan masih hanya sebatas pada pembentukan akademik. Anak-anak yang
dianggap berprestasi, rangking dalam kelas adalah mereka yang nilai
akademiknya di atas rata-rata teman sekelas, tidak peduli bagaimana kualitas
mental dan moral yangbersangkutan.

Aspek ini juga harus mendapat perhatian serius. Di sini tugas departemen
pendidikan dan departemen agama bekerjasama dengan lembaga-lembaga
keagamaan menjadi penting, yakni menyediakan format, kurikulum dan materi
pendidikan agama yang kena-mengena dengan pembentukan spiritual manusia
Indonesia untuk dipedomani di sekolah-sekolah dan juga keluarga-keluarga. Jadi
jangan hanya menekankan pada aspek formal liturgis melulu, sebab di situ bisa

13
terjadi korupsi. Urus juga pendidikan akhlakmanusia. Jadi pendidikan kita harus
berdimensi humanis, menekankan prinsip dialog (bukan komando) dan berbasis
budaya lokal.

Akhirnya, korupsi tidak bisa dibasmi, tetapi dapat diminimalisir. Salah satu
caranya ialah melalui penyederhanaan prosedur pengurusan keperluan-keperluan
publik. Harus ada kesediaan memangkas birokrasi yang berbelit dan bertele-tele.
Tindakan ini disebut debirokratisasi. Debirokratisasi meminimalkan terjadinya
punggutan liar di meja pertama, loket kedua, dst.

Dengan mengetahui faktor permasalahan pendidikan, ada beberapa solusi


yang ditawarkan untuk meningkatkan mutu dan profesinalisme guru diantaranya:

(1) Seleksi yang ketat untuk penerimaan mahasiswa calon pendidik;

(2) Pengembangan keterampilan tenaga pendidik melalui pelatihan-pelatihan.

(3) Penyempurnaan kurikulum yang materinya disesuaikan dengan muatan lokal


di daerah setempat.

(4) Pengembangan sarana dan prasaran yang dapat menciptakan suasana belajar
yang nyaman.

(5) Penyempurnaan administrasi sekolah sehingga dapat efisiensi anggaran.

(6) Pengorganisasian dalam rangka untuk menjaga kualitas penyelenggara


pendidikan perlu ditetapkan dengan didukung oleh lembaga yang sudah diberi
wewenang dalam menjamin mutu diantaranya Lembaga Penjamin Mutu
Pendidikan, dari Badan Akreditasi Nasional Sekolah Madrasah (BAN-SM)
maupun dari lembaga independen. 10

E. Peran Pendidikan dalam Pemberantasan Korupsi


10
Kurniawan, Riza Y. "Identifikasi permasalahan pendidikan di Indonesia untuk meningkatkan mutu dan
profesionalisme guru." Makalah dalam Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia (KONASPI) VIII,
Universitas Negeri Jakarta (2016).

14
Untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas
KKN,Presiden selaku Kepala Negara mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor
127 Tahun 1999 dan membentuk Komisi Pemeriksa Kekayaan Pejabat Negara,
sebagai lembaga independen yang dalam pelaksanaan tugasnya bebas dari
pengaruh kekuasaan eksekutif, Iegislatif dan yudikatif. Keanggotaan komisi ini
terdiri dari unsur pemerintah dan masyarakat; dan terdiri dari subkomisi eksekutif,
legislatif, yudikatif dan BUMN/BUMD. Hasil-hasil pemeriksaan Komisi
Pemeriksa disampaikan kepada Presiden, DPR, dan Badan Pemeriksa Keuangan.

Di era pemerintahan SBY, upaya pemberantasan korupsi telah dicanangkan


melalui Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2004 tentang
Percepatan Pemberantasan Korupsi. Namun demikian, sampai saat ini kita masih
menyaksikan bahwa upaya pemberantasan korupsi masih belum tuntas dan
praktik korupsi masih terjadi di negeri kita.

lnstitusi pendidikan merupakan lembaga terbaik untuk menyebarkan dan


menanamkan nilai-nilai antikorupsi dengan cara melakukan pembinaan pada
aspek mental, spiritual dan moral. Karena, orientasi pendidikan nasional kita
mengarahkan manusia Indonesia untuk menjadi insan yang beriman dan bertakwa
serta berakhlak mulia. Peserta didik yang akan menjadi generasi penerus bangsa
di masa mendatang sejak dini harus dididik untuk menjauhi bahkan memerangi
praktek korupsi dan diharapkan dapat turut aktif memeranginya.

Sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003


tentang Sisdiknas Pasal4, diantaranya mengemukakan bahwa pendidikan
diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif
dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan
pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan,
dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran.

Memerangi korupsi melalui pendidikan dapat dilakukan baik melaluijalur


formal maupun informal. Padajalur pendidikan fonnal dapat dilakukan melalui
pengembangan kurikulum maupun kegiatan ekstrakurikuler. Pada jalur

15
pendidikan informal dapat dilakukan melalui beragai inisiatif seperti kampanye
masyarakat, maupun program-program pembentukan forum seperti seminar
mahasiswa dan acara lainnya yang melibatkan semua pemangku kepentingan
mulai dari KPK, kepolisian, kejaksaan, kementerian Pendidikan Nasional hingga
kalangan masyarakat madani seperti LSM, ormas-onnas, dan lain sebagainya.
Untuk pendidikan fonnal yang diimplementasikan . melalui kurikulum, tidak
harus diwujudkan dalam suatu mata pelajaran khusus, tetapi dapat diintegrasikan
dalam pelajaran yang relevan, yaitu pelajaran agama, dan PPKN.

Penerapan kurikulum ini tentu saja menuntut kreativitas yang lebih dari para
guru dan harus mampu mengaitkan persoalan korupsi, kolusi dan nepotisme
(KKN) dengan tema-tema atau materi pelajaran. Muatan substansi yang perlu
diberikan pada peserta didik diantaranya dapat berupa sosialisasi bentuk-bentuk
korupsi, cara pencegahan dan pelaporan serta pengawasan terhadap tindak pidana
korupsi yang dapat ditanamkan secara terpadu mulai dari pendidikan dasar sampai
perguruan tinggi. Pendidikan anti korupsi yang dilaksanakan secara sistemik pada
semua jenjang pendidikan, diharapkan akan memperbaiki pola pikir dan persepsi
masyarakat tentang korupsi.

Dalam realitasnya, selama ini, terdapat kebiasaan-kebiasaan yang telah lama


diakui sebagai sebuah hal yang wajar dan dianggap bukan merupakan korupsi,
termasuk hal-hal kecil. Misalnya, terlambat masuk kantor dan lain sebagainya
yang termasuk salah satu bentuk korupsi, korupsi waktu. Kebiasaan tidak disiplin
terhadap waktu ini sudah dianggap menjadi hal biasa. Demikian pula adanya
kebiasaan tidak mau repot ketika melakukan pelanggaran aturan lalu lintas dan
tidak mau repot untuk sidang di pengadilan, sehingga melakukan penyelesaian
"damai" dengan polisi lalu lintas. Hal ini secara tidak langsung memberikan
kesempatan kepada polisi untuk korupsi.

Kebiasaan lain yang berpotensi membuka peluang korupsi bagi aparat adalah
adanya kebiasaan menyelesaikan urusan-urusan yang tidak mengikuti prosedur,
karena ingin cepat atau alasan lain dengan memberikan imbalan. Substansi

16
pendidikan anti korupsi menurut Ulonu (2006) dapat diberikan melalui pemberian
topik-topik kunci seperti konsep korupsi, dampak yang timbul akibat korupsi
terkait dengan pembangunan sosial, ekonomi, politik maupun moral serta strategi
dan program memerangi korupsi, problem dalam memerangi korupsi maupun
integrasi program dalam pendidikan anti korupsi.

Hal yang lebih penting dalam pendidikan anti korupsi adalah keteladanan.
Keteladanan dapat dimulai dari lingkup kecil seperti rumah tangga dan sekolah.
Pendidikan anti korupsi dalam lembaga pendidikan formal juga sejalan dengan
"pendidikan karakter'' yang telah dicanangkan pemerintah dan rencananya akan
selesai diterapkan di seluruh sekolah pada tahun 2014. Meskipun, pendidikan
karakter bangsa bukan semata-mata tanggung jawab guru dan sekolah, akan tetapi
juga merupakan tanggung jawab seluruh komponen masyarakat dan lingkungan
keluarga. Tujuan yang akandicapai dari pendidikan karakter dan khususnya
pendidikan anti korupsi, pertama untuk menanamkan semangat anti korupsi pada
setiap anak didik.

Melalui pendidikan diharapkan semangat anti korupsi akan diresapi oleh


setiap generasi dan tercermin dalam perbuatan sehari-hari. Jika korupsi sudah
diminimalisir, maka setiap pekerjaan membangun bangsa akan maksimal. Tujuan
kedua adalah, menyadari bahwa pemberantasan korupsi bukan hanya tanggung
jawab lembaga penegak hukum seperti KPK, kepolisian dan kejaksaan agung,
melainkan menjadi tanggung jawab setiap anak bangsa.

Pola pendidikan yang sistematik akan mampu membuat siswa mengenallebih


dini hal-hal yang berkenaan dengan korupsi termasuk sanksi yang akan diterima
kalau melakukan korupsi. Dengan begitu, akan tercipta generasi yang sadar dan
memahami bahaya korupsi, bentuk-bentuk korupsi dan tabu akan sanksi yang
akan diterima jika melakukan korupsi.

Sehingga, masyarakat akan mengawasi setiap tindak korupsi yang terjadi dan
secara bersama memberikan sanksi moral dan sosial bagi koruptor. Hal ini akan
menjadi gerakan bersama anti korupsi dan sekaligus akan memberikan tekanan

17
bagi penegak hukum dan dukungan moral bagi KPK sehingga lebih bersemangat
dalam menjalankan tugasnya.11

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Pemberantasan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh pemerintah belum
membuahkan hasil sebagaimana yang diharapkan. Kompleksitas permasalahan
korupsi di Indonesia ternyata tidak cukup ditanggulangi hanya dengan
mengandalkan strategi preventif, dan investigatif, tetapi juga diperlukan strategi
edukatif. Pemberantasan KKN memerlukan upaya-upaya multi disiplin, strategis,
11
Handayani, Titik. "Korupsi dan pembangunan pendidikan di Indonesia." Jurnal Kependudukan
Indonesia 4.2 (2009): 15-34.

18
komprehensif, dan simultan. Oleh sebab itu, salah satu upaya yang mungkin dapat
dilakukan untuk mencegah tindakan korupsi adalah dengan melibatkan sektor
pendidikan formal. Meskipun demikian, terdapat tantangan bahwa selama ini,
sistem pendidikan nasional dalam pelaksanaannya telah diracuni unsur-unsur
kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN). Sebagai satu sistem yang tertutup maka
sangat mudah terjadi parktek-praktek korupsi baik yang bersifat material dan
nonmaterial. Praktek KKN yang juga terjadi dalam tubuh sistem pendidikan
nasional, dengan sendirinya telah merosotkan mutu dan cita-cita luhur pendidikan,
oleh karena sumber-sumber dana yang terbatas tidak dinikmati manfaatnya oleh
orang banyak .

Korupsi di sektor pendidikan telah menyebabkan kenaikan anggaran kurang


berdampak signifikan terhadap layanan pendidikan, karena penyimpangan dan
kebocoran anggaran. Kenaikan anggaran pendidikan justru meningkatkan potensi
korupsi disektor pendidikan, hal ini terjadi karena buruknya tata kelola, sehingga
masyarakat terutama dari kelompok miskin harus menanggung beban
berkurangnya dana pendidikan. Korupsi juga terjadi akibat rendahnya partisipasi
publik dalam penetapan, monitoring dan evaluasi kebijakan dan anggaran
pendidikan.

Desentralisasi pendidikan yang seharusnya mendekatkan pelayanan pada


masyarakat dan meningkatkan partisipasi masyarakat, bahkan telah memunculkan
aktor-aktor korupsi pendidikan yang baru terutama pada tingkatan Pemda,
Bupati/walikota. Kepala Dinas Pendidikan, pegawai Dinas Pendidikan dan kepala
sekolah.

Dengan demikian, perlu dilakukan rekonstruksi dalam lembaga pendidikan


formal yang merupakan institusi strategis dalam pemberantasan korupsi. Hal itu
dapat dilakukan secara paralel bersamaan dengan masuknya muatan-materi
pendidikan karakter, anti korupsi dalam kurikulum.

B. SARAN

19
Melalui makalah ini penulis mengingatkan bahwa korupsi bukan hal yang
mudah untuk dihapuskan dari karakter bangsa Indonesia, karena sudah sangat
mendarah daging maka, perubahan laten yang diharapkan perlu diawali dengan
langkah kecil, namun tersistematis, dan pendidikan merupakan jawaban.
Pendidikan antikorupsi semestinya sejak kecil ditanamkan, baik di
lingkung~keluarga maupun lembaga pendidikan formal, terutama juga dari
lingkungan masyarakat. Apabila semua elemen seperti keluarga, masyarakat,
pelaku pendidikan, dan pemegang kebijakan menyadari pentingnya pendidikan
antikorupsi, maka bukan hal mustahil persoalan korupsi dapat diberantas dari
negara kita.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islami (Badung : PT. Remaja Rosdakarya,


2008)

20
Bimayu, Warih. "Pendidikan Melawan Koruptor Zaman Now." Prosiding
Seminar Nasional Program Pascasarjana Universitas Pgri Palembang. Vol. 12.
No. 01. 2019.
Christopher J. Robertson & Andrew Watson, Korupsi dan Perubahan Nilai
(1999).

Handayani, Titik. "Korupsi dan pembangunan pendidikan di Indonesia." Jurnal


Kependudukan Indonesia 4.2 (2009)

Kurniawan, Riza Y. "Identifikasi permasalahan pendidikan di Indonesia untuk


meningkatkan mutu danprofesionalisme guru." Makalah dalam Konvensi
Nasional Pendidikan Indonesia (KONASPI) VIII, Universitas Negeri
Jakarta (2016).
Megawanti, Priarti. "Meretas Permasalahan Pendidikan Di
Indonesia." Formatif:Jurnal Ilmiah Pendidikan MIPA 2.3 (2015).
Pasal 1Bab 1 Ayat (5) Undang-Udang Repoblik Indonesia No. 28 Tahun 1999
tentang Penyelenggara Negara yang Bersih yang Beres dari Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme
Pasiwi, Dendy Ari Galuh. "Hubungan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999
tentang Penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme dengan konsep perdagangan pengaruh (trading in influence)." (2018).
Purwanto, Nurtanio Agus. "Pengaruh Politik Dalam Bidang
Pendidikan." Jurnal Manajemen Pendidikan UNY (2008): 114488.
Rahmawati, Rahmawati. Nepotisme Menurut Perspektif al-Qur’an. Diss.
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, 2013.

21

Anda mungkin juga menyukai