Disusun Oleh :
Kelompok 3 Genap
Nama Kelompok :
Kelas: Reguler 3B
Dosen Pembimbing:
1. Dra. Sarmalina Simamora, Apt, M.Kes
2. Dra. Ratnaningsih DA, Apt, M.Kes
3. Dr. Drs. Sonlimar Mangunsong, Apt., M.Kes.
4. Mona Rahmi Rulianti, Apt, M.Farm
Disusun oleh :
Telah diperiksa dan telah disetujui keseluruhan isinya sebagai tugas mata kuliah
Farmasi Simulasi II tahun akademik 2021/2022 di Poltekkes Kemenkes Jurusan
Farmasi dan dinyatakan telah mendapat persetujuan sebagai tugas mata kuliah
Farmasi Simulasi II.
Mengetahui,
Dosen Pembimbing
i
LEMBAR PENGESAHAN PENGAWAS
Disusun oleh :
Telah diperiksa dan telah disetujui keseluruhan isinya sebagai tugas mata kuliah
Farmasi Simulasi II tahun akademik 2021/2022 di Poltekkes Kemenkes Jurusan
Farmasi dan dinyatakan telah mendapat persetujuan sebagai tugas mata kuliah
Farmasi Simulasi II.
Mengetahui,
Dosen Pengawas
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami hanturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat-Nya lah kami dapat menyusun portofolio yang berjudul “Pelayanan Aseptik
Dispensing Instalasi Farmasi Rumah Sakit” yang bertujuan untuk memenuhi tugas pada mata
kuliah Farmasi Simulasi II.
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
Lembar Persetujuan............................................................................................. i
Lembar Pengesahan............................................................................................. ii
Kata Pengantar.....................................................................................................iii
Daftar Isi..............................................................................................................iv
BAB I Pendahuluan
A. Latar belakang..........................................................................................1
B. Tujuan praktikum.....................................................................................1
C. Manfaat praktikum...................................................................................2
BAB IV Skenario
A. Skenario................................................................................................... 26
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan..............................................................................................
iv
B. Saran........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 29
v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelayanan dispensing sediaan steril atau lebih dikenal dengan aseptik dispensing
adalah penyiapan sediaan obat steril dengan teknik aseptik dan dikerjakan dalam ruang
bersih yang memenuhi syarat.
Dari aspek keselamatan pasien atau pasien safety dispensing sediaan steril
merupakan pelayanan yang penting untuk dilakukan oleh instalasi Farmasi umumnya
sediaan steril diberikan secara intravena kita mengetahui bahwa obat yang diberikan
secara intravena langsung masuk ke sirkulasi darah sehingga jika ada kesalahan atau
ketidaktepatan dalam penyiapan ataupun dalam pemberian obat tersebut dapat berakibat
fatal bagi pasien Selain itu risiko infeksi nosokomial mungkin terjadi akibat kontaminasi
mikroorganisme jika dispensing sediaan steril tersebut dilakukan tanpa fasilitas yang
sesuai standar.
Pelayanan dispensing sediaan steril oleh instalasi Farmasi dilakukan dengan
mematuhi persyaratan lingkungan dan peralatan berdasarkan US Pharmacopedia chapter
797 petugas di bagian dispensing sediaan steril harus menggunakan alat pelindung diri
atau APD saat meracik sediaan steril keterampilan melakukan teknik aseptik merupakan
kemampuan yang wajib dimiliki petugas di bagian dispensing sediaan steril karena
peralatan sesuai standar sekalipun tidak menjamin obat suntik yang sedang diracik
terhindar dari kontaminasi mikroorganisme petugas juga harus memiliki pengetahuan
tentang percampuran atau kompatibilitas dan stabilitas obat suntik semua petugas setiap
tahun menjalani proses validasi teknik aseptik yang dimaksudkan untuk menjaga kualitas
teknik aseptik.
B. Tujuan Praktikum
1
4. Dapat menjamin sterilisasi dan kompatibilitas obat
5. Dapat meminimalkan kesalahan dalam penggunaan pengobatan aseptik dispensing
C. Manfaat Pratikum
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
6. Penurunan resiko kesalahan terkait penggunaan sediaan farmasi alat kesehatan dan
bahan medis habis pakai
7. Kemudahan akses data sediaan farmasi alat kesehatan dan bahan medis habis pakai
yang akurat
8. Peningkatan mutu pelayanan rumah sakit dan citra rumah sakit dan
9. Peningkatan pendapatan rumah sakit dan peningkatan kesejahteraan pegawai
Rumah Sakit harus Menyusun kebijakan terkait manajemen penggunaan obat yang
efektif kebijakan tersebut harus ditinjau ulang sekurang-kurangnya setahun sekali.
Peninjauan ulang sangat membantu Rumah Sakit memahami kebutuhan dan prioritas dari
perbaikan sistem mutu dan keselamatan penggunaan obat yang berkelanjutan Rumah
Sakit perlu mengembangkan kebijakan pengelolaan obat untuk meningkatkan keamanan
khususnya obat yang perlu diwaspadai high alert medication. High alert medication
adalah obat yang harus di waspadai karena sering menyebabkan terjadinya kesalahan
yang serius dan obat ini beresiko tinggi mengakibatkan reaksi obat yang tidak
diinginkan.
Formularium rumah sakit disusun mengacu pada hukum nasional formularium
rumah sakit merupakan daftar obat yang disepakati staf medis disusun oleh komite atau
tim farmasi dan terapi yang ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit. Formularium rumah
sakit harus tersedia untuk semua penulis resep memberi obat dan penyedia obat di rumah
sakit evaluasi terhadap formularium rumah sakit harus secara rutin dan dilakukan revisi
sesuai kebijakan dan kebutuhan rumah sakit.
Penyusunan dan revisi formularium rumah sakit dikembangkan berdasarkan
pertimbangan terapeutik dan ekonomi dari penggunaan obat agar dihasilkan formularium
rumah sakit yang selalu memenuhi kebutuhan pengobatan yang rasional
B. Aseptic Dispensing
Pelayanan dispensing sediaan steril atau yang lebih dikenal dengan aseptic
dispensing adalah penyiapan sediaan obat steril dengan teknik aseptik dan dikerjakan
dalam ruang bersih yang memenuhi syarat. Pelayanan dispensing sediaan steril oleh
Instalasi Farmasi dilakukan dengan mematuhi persyaratan lingkungan dan peralatan
berdasarkan US Pharmacopeia Chapter 797.
Petugas di bagian dispensing sediaan steril harus menggunakan Alat Pelindung
Diri (APD) saat meracik sediaan steril. Keterampilan melakukan teknik aseptik
4
merupakan kemampuan yang wajib dimiliki petugas di bagian dispensing sediaan steril,
karena peralatan sesuai standar sekalipun tidak menjamin obat suntik yang sedang
diracik terhindar dari kontaminasi mikroorganisme.
Petugas juga harus memiliki pengetahuan tentang ketercampuran (kompatibilitas)
dan stabilitas obat suntik. Semua petugas setiap tahun menjalani proses validasi teknik
aseptik yang dimaksudkan untuk menjaga kualitas teknik aseptik. Banyak manfaat yang
didapat dengan penyelenggaraan pelayanan dispensing sediaan steril oleh Instalasi
Farmasi, antara lain:
1. Terjaminnya sterilitas obat; karena pencampuran obat dilakukan dengan teknik
aseptik dalam laminar airflow cabinet di ruang bersih yang memenuhi standar.
2. Meminimalkan kesalahan pengobatan; karena obat dihitung dan disiapkan secara
khusus dan teliti oleh petugas khusus yang terlatih.
3. Terjaminnya kompatibilitas dan stabilitas obat; petugas farmasi memiliki
pengetahuan yang baik dalam hal kompatibiltas dan stabilitas obat, sehingga
kerusakan obat akibat in-kompatibilitas atau instabilitas obat dapat dicegah.
4. Terhindarnya petugas dari keterpaparan zat berbahaya dan juga untuk mencegah
pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh obat sitostatika; karena dispensing
obat sitostatika dilakukan dalam Biological Safety Cabinet (BSC)/ LAF cabinet
dengan aliran udara vertical dalam ruang bersih yang dirancang khusus.
5. Pada pelayanan nutrisi parenteral (TPN) dapat mengurangi akses vena pasien
dibandingkan jika pasien menggunakan sediaan komponen nutrisi terpisah-pisah,
sehingga mengurangi infeksi nosokomial.
6. Meringankan beban kerja perawat; karena obat sudah dalam bentuk sediaan yang
siap untuk diberikan ke pasien, sehingga waktu perawat tidak lagi tersita untuk
melarutkan/mencampur obat. Dengan demikian maka perawat dapat lebih focus
dalam perawatan pasien.
7. Menghemat biaya penggunaan obat; penghematan didapatkan dari sharing
obat/komponen nutrisi parenteral dan dari hasil pengemasan kembali (repacking).
Persyaratan Umum
1. Sumber Daya Manusia
1. Apoteker .
Setiap apoteker yang melakukan persiapan/ peracikan sediaan steril harus
memenuhi beberapa syarat sebagai berikut:
5
• Memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang penyiapan dan pengelolaan
komponen sediaan steril termasuk prinsip teknik aseptis.
• Memiliki kemampuan membuat prosedur tetap setiap tahapan pencampuran
sediaan steril.
A. Ruangan
Ruang persiapan
Ruangan yang digunakan untuk administrasi dan penyiapan alat kesehatan dan
bahan obat (etiket, pelabelan, penghitungan dosis dan volume cairan).
Ruang cuci tangan dan ruang ganti pakaian
6
Sebelum masuk ke ruang antara, petugas harus mencuci tangan, ganti pakaian kerja
dan memakai alat pelindung diri (APD).
Ruang antara (Ante room)
Petugas yang akan masuk ke ruang steril melalui suatu ruang antara
Ruang steril (Clean room)
Ruangan steril harus memenuhi syarat sebagai berikut :
1. Jumlah partikel berukuran 0,5 mikron tidak lebih dari 350.000 partikel
2. Jumlah jasad renik tidak lebih dari 100 per meter kubik udara.
3. Suhu 18 – 22°C
4. Kelembaban 35 – 50%
5. Di lengkapi High Efficiency Particulate Air (HEPA) Filter
6. Tekanan udara di dalam ruang lebih positif dari pada tekanan udara di luar
ruangan.
7. Pass box adalah tempat masuk dan keluarnya alat kesehatan dan bahan obat
sebelum dan sesudah dilakukan pencampuran. Pass box ini terletak di antara
ruang persiapan dan ruang steril.
B. Peralatan :
Peralatan yang harus dimiliki untuk melakukan pencampuran sediaan steril
meliputi :
Alat Pelindung Diri (APD)
Alat Pelindung Diri (APD) yang digunakan dalam pencampuran sediaan steril
meliputi :
1) Baju Pelindung
Baju Pelindung ini sebaiknya terbuat dari bahan yang impermeable (tidak
tembus cairan), tidak melepaskan serat kain, dengan lengan panjang, bermanset
dan tertutup di bagian depan.
2) Sarung tangan
Sarung tangan yang dipilih harus memiliki permeabilitas yang minimal
sehingga dapat memaksimalkan perlindungan bagi petugas dan cukup panjang
untuk menutup pergelangan tangan. Sarung tangan terbuat dari latex dan tidak
berbedak (powder free). Khusus untuk penanganan sediaan sitostatika harus
menggunakan dua lapis.
7
3) Kacamata pelindung
Hanya digunakan pada saat penanganan sediaan sitostatika.
4) Masker disposible
C. Pengertian Antibiotik
Antibiotik berasal dari dua kata Yunani, yaitu ‘anti’ yang berarti ‘melawan’ dan ‘bios’
yang berarti ‘hidup’. Antibiotik adalah obat yang dipergunakan untuk menghambat
pertumbuhan bakteri penyebab infeksi. Obat ini telah digunakan untuk melawan infeksi
8
berbagai bakteri pada tumbuhan, hewan, dan manusia sejak tahun 1930-an. Antibiotik
hanya melawan infeksi bakteri dan tidak bekerja melawan infeksi virus, seperti flu, pilek,
sakit tenggorokan, gondok, bronkhitis, dll. Antibiotik yang dipergunakan untuk
mengobati infeksi virus malah bisa membahayakan tubuh. Hal ini karena setiap kali
dosis antibiotik diambil virus tidak terpengaruh, malah sebaliknya, terjadi peningkatan
kekebalan bakteri terhadap antibiotik.
Bakteri yang kebal dengan antibiotik tidak dapat dibunuh dengan obat tersebut pada
dosis yang sama. Inilah sebabnya mengapa setiap orang harus mengikuti petunjuk yang
diberikan oleh dokter sebelum mengambil antibiotik. Penisilin, sebagai antibiotik
pertama, ditemukan secara tidak sengaja oleh Alexander Fleming dari kultur jamur. Saat
ini terdapat lebih dari 100 jenis antibiotik yang digunakan dokter untuk menyembuhkan
infeksi ringan sampai parah.
Antibiotika oral (yang dimakan) mudah digunakan bila efektif, dan antibiotika
intravena (melalui infus) digunakan untuk kasus yang lebih serius. Antibiotika kadang
kala dapat digunakan setempat, seperti tetes mata dan salep. Satu catatan penting adalah
jika anda diberi resep antibiotik, maka anda harus minum obat tersebut sampai habis.
D. Jenis-jenis Antibiotik
1. Penisilin (Penicillins)
Penisilin atau antibiotik beta-laktam adalah kelas antibiotik yang merusak dinding
sel bakteri saat bakteri sedang dalam proses reproduksi. Penisilin adalah kelompok
agen bakterisida yang terdiri dari penisilin G, penisilin V, ampisilin, tikarsilin,
kloksasilin, oksasilin, amoksisilin, dan nafsilin. Antibiotik ini digunakan untuk
mengobati infeksi yang berkaitan dengan kulit, gigi, mata, telinga, saluran
pernapasan, dll. Sebagian orang mungkin mengalami alergi terhadap penisilin
dengan keluhan ruam atau demam karena hipersensitivitas terhadap antibiotik.
Seringkali penisilin diberikan dalam kombinasi dengan berbagai jenis antibiotik
lainnya.
2. Sefalosporin (Cephalosporins)
Sefalosporin, seperti penisilin, bekerja dengan mengganggu pembentukan dinding
sel bakteri selama reproduksi. Namun, antibiotik ini mampu mengobati berbagai
infeksi bakteri yang tidak dapat diobati dengan penisilin, seperti meningitis,
gonorrhea, dll. Dalam kasus dimana orang sensitif terhadap penisilin, maka
sefalosporin bisa diberikan sebagai alternatif. Namun, dalam banyak kasus, ketika
9
seseorang alergi terhadap penisilin, maka kemungkinan besar dia akan alergi
terhadap sefalosporin juga. Ruam, diare, kejang perut, dan demam adalah efek
samping dari antibiotik ini.
3. Aminoglikosida (Aminoglycosides)
Jenis antibiotik ini menghambat pembentukan protein bakteri. Karena efektif dalam
menghambat produksi protein bakteri, aminoglikosida diberikan antara lain untuk
mengobati tifus dan pneumonia. Meskipun efektif dalam mengobati bakteri
penyebab infeksi, terdapat risiko bakteri semakin tahan terhadap antibiotik ini.
Aminoglikosida juga diberikan dalam kombinasi dengan penisilin atau sefalosporin.
Aminoglikosida efektif mengendalikan dan mengobati infeksi bakteri, namun
berpotensi melemahkan ginjal dan fungsi hati.
4. Makrolida (Macrolides)
Sama seperti sebelumnya, antibiotik ini mengganggu pembentukan protein bakteri.
Makrolida mencegah biosintesis protein bakteri dan biasanya diberikan untuk
mengobati pasien yang sangat sensitif terhadap penisilin. Makrolida memiliki
spektrum lebih luas dibandingkan dengan penisilin dan digunakan untuk mengobati
infeksi saluran pernafasan, infeksi saluran lambung, dll. Ketidaknyamanan
pencernaan, mual, dan diare adalah beberapa efek samping dari makrolida. Selain
itu, wanita hamil dan menyusui tidak boleh mengonsumsi makrolida.
5. Sulfonamida (Sulfonamides)
Obat ini efektif mengobati infeksi ginjal, namun sayangnya memiliki efek berbahaya
pada ginjal. Untuk mencegah pembentukan kristal obat, pasien harus minum
sejumlah besar air. Salah satu obat sulfa yang paling sering digunakan adalah
gantrisin.
6. Fluoroquinolones
Fluoroquinolones adalah satu-satunya kelas antibiotik yang secara langsung
menghentikan sintesis DNA bakteri. Karena dapat diserap dengan sangat baik oleh
tubuh, fluoroquinolones dapat diberikan secara oral. Antibiotik ini dianggap relatif
aman dan banyak digunakan untuk mengobati infeksi saluran kemih dan saluran
pernapasan. Namun, fluoroquinolones diduga mempengaruhi pertumbuhan tulang.
Itu sebab, obat ini tidak direkomendasikan untuk wanita hamil atau anak-anak. Efek
samping yang sering timbul meliputi mual, muntah, diare, dll
7. Tetrasiklin (tetracyclines)
10
Tetrasiklin adalah antibiotik spektrum luas yang digunakan untuk mengobati
berbagai infeksi seperti infeksi telinga tengah, saluran pernafasan, saluran kemih,
dll. Pasien dengan masalah hati harus hati-hati saat mengambil tetrasiklin karena
dapat memperburuk masalah.
8. Polipeptida (polypeptides)
Polipeptida dianggap cukup beracun sehingga terutama digunakan pada permukaan
kulit saja. Ketika disuntikkan ke dalam kulit, polipeptida bisa menyebabkan efek
samping seperti kerusakan ginjal dan saraf.
E. Pengertian Gastritis
Gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan mukosa dan submukosa lambung dan
secara histopatologi dapat dibuktikan dengan adanya infiltrasi sel-sel radang pada daerah
tersebut (Valle, 2008). Gastritis bukan berarti penyakit tunggal, tetapi terbentuk dari
beberapa kondisi yang kesemuanya itu mengakibatkan peradangan pada lambung.
Gastritis akut cenderung menyebabkan mual dan membakar rasa sakit atau
ketidaknyamanan pada perut bagian atas. Gastritis kronis berkembang secara bertahap
dan lebih besar kemungkinannya untuk menimbulkan rasa sakit tumpul dan perasaan 2
penuh atau kehilangan nafsu makan setelah beberapa gigitan makanan (Karwati, 2013).
Gastritis dapat disebabkan karena iritasi, infeksi, atropi mukosa lambung, stres, alkohol
dan penggunaan obat-obat jangka panjang seperti Obat Anti Inflamasi Non Steroid
(OAINS) (Misnadiarly, 2009). Penyakit gastritis ini paling sering disebabkan karena
infeksi bakteri Helicobacter pylori, sehingga Infeksi ini dapat menyebabkan peradangan
pada lambung. Beberapa kasus menunjukkan lambung terjadi luka (tukak lambung).
Kebanyakan kasus gastritis tidak secara permanen merusak lapisan perut tetapi seseorang
yang menderita gastritis sering mengalami serangan kekambuhan yang mengakibatkan
nyeri di ulu hati (Ehrlich, 2011).
Radang atau inflamasi adalah respon fisiologis terhadap infeksi dan cedera jaringan,
radang juga menginisiasi pembunuhan patogen, proses perbaikan jaringan dan membantu
mengembalikan homeostasis pada tempat yang terinfeksi atau cedera. Jika respon
antiinflamasi gagal beregulasi, dapat mengakibatkan cedera kronis dan membantu
perkembangan penyakit yang terkait (Calder et al., 2009). Inflamasi dapat dibedakan
menjadi dua yaitu akut dan kronik. Inflamasi akut mempunyai onset dan durasi yang lebih
cepat. Inflamasi akut terjadi dengan durasi waktu beberapa menit sampai beberapa hari,
ditandai dengan adanya cairan eksudat protein plasma maupun akumulasi leukosit
11
neutrofilik yang dominan. Inflamasi kronik memiliki durasi yang lebih lama yaitu dalam
hitungan hari hingga tahun. Menurut Kumar et al (2007) dalam Utami et al (2011) tipe
inflamasi kronik ditentukan oleh peningkatan jumlah limfosit dan makrofag yang
berhubungan dengan proliferasi vaskular dan fibrosis.
Inflamasi merupakan sebuah reaksi yang kompleks dari sistem imun tubuh pada
jaringan vaskuler yang menyebabkan akumulasi dan aktivasi leukosit serta protein plasma
yang terjadi pada saat infeksi, keracunan maupun kerusakan sel. Inflamasi pada dasarnya
merupakan sebuah mekanisme pertahanan terhadap infeksi dan perbaikan jaringan tetapi
terjadinya inflamasi secara terus-menerus (kronis) juga dapat menyebabkan kerusakan
jaringan dan bertanggung jawab pada mekanisme beberapa penyakit (Abbas dkk., 2010).
Terjadinya proses inflamasi diinisiasi oleh perubahan di dalam pembuluh darah yang
meningkatkan rekrutmen leukosit dan perpindahan cairan serta protein plasma di dalam
jaringan. Proses tersebut merupakan langkah pertama untuk menghancurkan benda asing
dan mikroorganisme serta membersihkan jaringan yang rusak. Tubuh mengerahkan
elemen-elemen sistem imun ke tempat benda asing dan mikroorganisme yang masuk
tubuh atau jaringan yang rusak tersebut. (Judarwanto, 2012).
F. Klasifikasi Gastritis
1. Gastritis Akut
Gastritis akut adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang akut
dengan kerusakan erosi pada bagian superfisial. Pada gastritis ditemukan sel
inflamasi akut dan neutrofil mukosa edema, merah dan terjadi erosi kecil dan
perdarahan (Price dan Wilson, 2005). Gastritis akut terdiri dari beberapa tipe yaitu
gastritis stres akut, gastritis erosif kronis, dan gastritis eosinofilik. Semua tipe
gastritis akut mempunyai gejala yang sama. Episode berulang gastritis akut dapat
menyebabkan gastritis kronik (Wibowo, 2007).
2. Gastritis kronik
Gastritis kronik adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang bersifat
menahun sering bersifat multifaktor dengan perjalanan klinik bervariasi (Wibowo,
2007). Gastritis kronik ditandai dengan atropi progresif epitel kelenjar disertai
hilangnya sel parietal dan chief cell di lambung, dinding lambung menjadi tipis dan
permukaan mukosa menjadi rata. Gastritis kronik diklasifikasikan dengan tiga
12
perbedaan yaitu gastritis superfisial, gastritis atropi dan gastritis hipertropi (Price dan
Wilson, 2005).
a. Gastritis superfisial, dengan manifestasi kemerahan, edema, serta perdarahan dan
erosi mukosa.
b. Gastritis atropi, dimana peradangan terjadi pada seluruh lapisan mukosa. Pada
perkembangannya dihubungkan dengan ulkus dan kanker lambung, serta anemia
pernisiosa. Hal ini merupakan karakteristik dari penurunan jumlah sel parietal dan
sel chief.
c. Gastritis hipertropi, suatu kondisi dengan terbentuknya nodulnodul pada mukosa
lambung yang bersifat irregular, tipis dan hemoragik.
Penyebab Gastritis
1. Gastritis akut
Banyak faktor yang menyebabkan gastritis akut, seperti merokok, jenis obat, alkohol,
bakteri, virus, jamur, stres akut, radiasi, alergi atau intoksitasi dari bahan makanan dan
minuman, garam empedu, iskemia dan trauma langsung (Muttaqin, 2011). Faktor
obat-obatan yang menyebabkan gastritis seperti OAINS (Indomestasin, Ibuprofen,
dan Asam Salisilat), Sulfonamide, Steroid, Kokain, agen kemoterapi (Mitomisin, 5-
fluoro-2- deoxyuridine), Salisilat dan digitalis bersifat mengiritasi mukosa lambung
13
(Sagal, 2006). Hal tersebut menyebabkan peradangan pada lambung dengan cara
mengurangi prostaglandin yang bertugas melindungi dinding lambung. Hal tersebut
terjadi jika pemakaiannya dilakukan secara terus menerus atau pemakaian yang
berlebihan sehingga dapat mengakibatkan gastritis dan peptic ulcer (Jackson, 2006).
Faktor-faktor penyebab gastritis lainnya yaitu minuman beralkohol, seperti whisky,
vodka dan gin. Alkohol dan kokain dapat mengiritasi dan mengikis mukosa pada
dinding lambung dan membuat dinding lambung lebih rentan terhadap asam lambung
walaupun pada kondisi normal sehingga, dapat menyebabkan perdarahan (Wibowo,
2007). Penyebab gastritis paling sering yaitu infeksi oleh bakteri H. Pylori, namun
dapat pula diakibatkan oleh bakteri lain seperti H. heilmanii, Streptococci,
Staphylococci, Protecus species, Clostridium species, E.coli, Tuberculosis dan
Secondary syphilis (Anderson, 2007). Gastritis juga dapat disebabkan oleh infeksi
virus seperti Sitomegalovirus. Infeksi jamur seperti Candidiasis, Histoplasmosis dan
Phycomycosis juga termasuk penyebab dari gastritis (Feldman,2001). Gatritis dapat
terjadi pada kondisi refluks garam empedu (komponen penting alkali untuk aktivasi
enzim-enzim gastrointestinal) dari usus kecil ke mukosa lambung sehingga
menimbulkan respons peradangan mukosa (Mukherjee, 2009). Terjadinya iskemia,
akibat penurunan aliran darah ke lambung, trauma langsung lambung, berhubungan
dengan keseimbangan antara agresi dan mekanisme pertahanan untuk menjaga
integritas mukosa, yang dapat menimbulkan respons peradangan pada mukosa
lambung (Wehbi, 2008). Penyebab gastritis akut menurut Price (2006) adalah stres
fisik dan makanan, minuman. Stres fisik yang disebabkan oleh luka bakar, sepsis,
trauma, pembedahan, gagal nafas, gagal ginjal, kerusakan susunan saraf pusat dan
refluks usus-lambung. Hal ini disebabkan oleh penurunan aliran darah termasuk pada
saluran pencernaan sehingga menyebabkan gangguan pada produksi mukus dan
fungsi sel epitel lambung (Price dan Wilson, 2005; Wibowo, 2007). Mekanisme
terjadinya ulcer atau luka pada lambung akibat stres adalah melalui penurunan
produksi mukus pada dinding lambung. Mukus yang diproduksi di dinding lambung
merupakan lapisan pelindung dinding lambung dari faktor yang dapat merusak
dinding lambung antara lain asam lambung, pepsin, asam empedu, enzim pankreas,
infeksi Helicobacter pylori, OAINS, alkohol dan radikal bebas (Greenberg, 2002).
2. Gastritis kronik
14
Penyebab pasti dari penyakit gastritis kronik belum diketahui, tetapi ada dua
predisposisi penting yang bisa meningkatkan kejadian gastritis kronik, yaitu infeksi
dan non infeksi (Muttaqin, 2011).
a. Gastritis infeksi
Beberapa peneliti menyebutkan bakteri Helicobacter pylori merupakan penyebab
utama dari gastritis kronik (Anderson, 2007). Infeksi Helicobacter pylori sering
terjadi pada masa kanak-kanak dan dapat bertahan seumur hidup jika tidak
dilakukan perawatan. Saat ini Infeksi Helicobacter pylori diketahui sebagai
penyebab tersering terjadinya gastritis (Wibowo, 2007; Price dan Wilson, 2005).
Infeksi lain yang dapat menyebabkan gastritis kronis yaitu Helycobacter
heilmannii, Mycobacteriosis, Syphilis,infeksi parasit dan infeksi virus (Wehbi,
2008).
b. Gastritis non-infeksi
a) Autoimmune atrophic gastritis terjadi ketika sistem kekebalan tubuh
menyerang sel-sel sehat yang berada dalam dinding lambung. Hal ini
mengakibatkan peradangan dan secara bertahap menipiskan dinding lambung,
menghancurkan kelenjar-kelenjar penghasil asam lambung dan mengganggu
produksi faktor intrinsik yaitu sebuah zat yang membantu tubuh mengabsorbsi
vitamin B-12. Kekurangan vitamin B-12 akhirnya dapat mengakibatkan
pernicious anemia, sebuah kondisi serius yang jika tidak dirawat dapat
mempengaruhi seluruh sistem dalam tubuh. Autoimmue atrophic gastritis
terjadi terutama pada orang tua (Jackson, 2006).
b) Gastropati akibat kimia, dihubungkan dengan kondisi refluk garam empedu
kronis dan kontak dengan OAINS atau Aspirin (Mukherjee, 2009).
c) Gastropati uremik, terjadi pada gagal ginjal kronis yang menyebabkan ureum
terlalu banyak beredar pada mukosa lambung dan gastritis sekunder dari terapi
obat-obatan (Wehbi, 2008).
d) Gastritis granuloma non-infeksi kronis yang berhubungan dengan berbagai
penyakit, meliputi penyakit Crohn, Sarkoidosis, Wegener granulomatus,
penggunaan kokain, Isolated granulomatous gastritis, penyakit granulomatus
kronik pada masa anak-anak, Eosinophilic granuloma, Allergic granulomatosis
dan vasculitis, Plasma cell granulomas, Rheumatoid nodules, Tumor
amyloidosis, dan granulomas yang berhubungan dengan kanker lambung
(Wibowo,2007).
15
e) Gastritis limfositik, sering disebut dengan collagenous gastritis dan injuri
radiasi pada lambung (Sepulveda, 2004).
H. Pengobatan Gastritis
a. Terapi Farmakologi
1) Antasid
Antasid akan menetralisir sekresi asam lambung. Campuran yang biasanya terdapat
didalam antacid adalah Na Bikarbonat, Al(OH) 3, Mg(OH)2, dan MG trisilikat.
Pemakaian obat ini sebaiknya jangan diberikan terus menerus, sifatnya hanya
sistematis untuk mengurangi rasa nyeri.Antasid mempunyai durasi yang singkat,
membutuhkan pemberian berulang – ulang dalam sehari untuk menghasilkan
penetralan asam yang terus menerus. Pemberiannya sesudah makan dan pada saat
akan tidur.
2) Antagonis reseptor H2
Rangsangan reseptor H2 akan memicu eksresi asam lambung, antagnis berfungsi
dalam menghambat proses ini. Contoh obatnya adalah : Ranitidin, Simetidin,
Famotidin dan Nizatidin ) biasanya diberikan dalam dosis standar 2 x sehari.
3) Penghambat pompa proton
PPP menghambat sekresi lambung dengan cara menghambat H + / K + ATPase yang
ada dalam sel parietal lambung yang menimbulkan efek anti sekresi yang kuat dan
tahan lama. PPI terurai dalam lingkungan asam oleh karena itu PPI diformulasi
dalam bentuk kapsul atau tablet lepas lambat. Contoh obatnya : omeprazol,
esomeprazol dan lansoprazol. Pasien disarankan untuk menggunakan PPI oral pada
pagi hari sekitar 15 – 30 menit sebelum sarapan untuk mencapai hasil yang
maksimal, karena obat ini hanya menghambat pompa proton yang diaktifkan.
4) Pelindung Mukosa / Sitoprotektif
Sukralfat adalah garam aluminium dari sucrose sulfat yang bekerja lokal pada T
raiktus gastro intestinal dan hamper tidak diabsorpsi, membentuk suatu rintangan
sitoprotektif pada sisi ulkus sehingga menahan degradasi oleh asam dan pepsin.
16
Memblok diffusi asam lambung melintasi rintangan mukosa.
b. Terapi Non – Farmakologi
Modifikasi gaya hidup & menghindari obat penyebab ulcer (aspirin & NSAIDs
lain, bisphosphonat oral, KCl, pengobatan imunosupresan), menghindari stress,
stop merokok & alkohol,kafein (stimulan asam lambung), makanan dan minuman
soda, sebaiknya dihindari makan malam.
17
BAB III
TELAAH TELAAH KARTU INSTRUKSI MEDIS FARMAKOLOGIS
1 Kartu Instruksi Medis Farmakologis
18
2 Alur Kerja
1. TTK menerima kartu instruksi pengobatan dari perawat, lalu memverifikasi kartu
tersebut.
2. TTK mengisi kartu instruksi pengobatan, mengecek ketersediaan, serta menyiapkan
sesuai sistem UDD
3. TTK melakukan pencampuran obat dengan teknik aseptik, lalu mengemas serta
memberi etiket yang jelas pada obat yang sudah tercampur tersebut. Selanjutnya obat-
obat tersebut diberikan kepada TTK yang bertugas mengantar obat ke ruang pasien.
4. Sebelum diantar keruang pasien, dilakukan pengecekan (double check) terhadap obat-
obat tersebut untuk memastikan obat yang diberikan benar dan sesuai dengan kartu
instruksi medis pasien
5. TTK yang bertugas mengantar obat memberikan informasi obat, beserta obatnya
kepada perawat yang bertugas saat itu. TTK akan datang keruang pasien untuk
memberikan obat sesuai jadwal minum obat yang telah ditentukan
6. Perawat melakukan pengecekan kembali terhadap obat yang diberikan, lalu jika obat
telah dipastikan benar, perawat akan memberikan obat kepada pasien.
Setiap selesai memberikan obat kepada pasien, TTK akan meminta paraf kepada perawat
yang bertugas sebagai bukti bahwa obat telah diserahkan
3 Deskripsi Obat
1. Esomeprazole
Komposisi
Tiap vial mengandung : esomeprazole sodium 40 mg
Indikasi
19
Mengatasi naiknya asam lambung ke kerongkongan (reflux gastroesophageal)
dan peradangan pada lapisan kerongkongan (esofagitis) atau dengan gejala asam
lambung yang parah. Perawatan jangka pendek untuk pencegahan perdarahan
ulang pada pasien yang melakukan tindakan endoskopi untuk perdarahan
lambung akut atau luka pada dinding usus dua belas jari.
Dosis obat
Penggunaan obat harus sesuai petunjuk pada kemasan dan anjuran dokter
o Pengobatan antisekresi lambung : 20-40 mg sebanyak 1 kali/hari.
o Pengobatan refluks esolagitis : 40 mg sebanyak 1 kali/hari.
o Penyembuhan tukak lambung yang berhubungan dengan terapi NSAID : 20
mg sebanyak 1 kali/hari.
o Perawatan jangka pendek hemostasis dan pencegahan perdarahan ulang
lambung : 80 mg selama 30 menit, diikuti dengan infus intravena dan dapat
diulang 8 mg/jam selama 3 hari.
Aturan pakai
Obat ini harus diinjeksikan melalui pembuluh darah (intravena) dan pengaturan
dosis harus sesuai petunjuk dokter.
Efek samping
Efek samping yang sering ditimbulkan seperti :
Sakit kepala, Nyeri perut, Pergerakan usus menurun atau sulit buang air besar
untuk waktu yang lama (sembelit), Sering buang air besar, dengan kondisi tinja
yang encer (diare), Perut kembung, Mual, Muntah dan Insomnia.
Kontra indikasi
Jangan dikonsumsi pada kondisi seperti :
Hipersenitivitas terhadap esomeprazole, Anak-anak dan remaja, Pasien gangguan
fungsi ginjal, Pasien gangguan fungsi hati, Lansia.
Interaksi obat
Jangan digunakan bersamaan dengan :
Diazepam, Citolapram, Imipramine, Clomipramine, Phenytoin, Warfarin,
Atazabavir, Nelfinavir.
Perhatian khusus
Pastikan sudah menyingkirkan diagnosis tukak lambung dan keganasan sebelum
menggunakan obat ini.
20
Penyimpanan
Simpan pada suhu ruang dan terhindar dari cahaya matahari.
Golongan
Obat keras.
Bentuk sediaan
Serbuk injeksi (vial).
Kemasan
1 vial @ 40 mg.
Harga
Rp. 50.000 / box.
2. Sucralfat Syrup
Komposisi
Per 5 ml : Sucralfate 500 mg
Indikasi
Pengobatan jangka pendek (sampai dengan 8 minggu) ulkus gaster, ulkus
duodenum, gastritis kronik
Dosis obat
21
Kondisi: Pencegahan perdarahan saluran cerna
1 gram, 6 kali sehari. Dosis maksimal 8 gram per hari.
Efek samping
Efek samping yang mungkin timbul setelah mengonsumsi sukralfat adalah:
- Konstipasi
- Sakit kepala
- Mulut kering
- Pusing
- Diare
- Insomnia
- Perut kembung
- Mual atau muntah
Interaksi obat
Adanya laporan mengenai pembentukan bezoar pada penggunaan sukralfat. Oleh
sebab itu penggunaan sukralfat harus berhati-hati pada pasien dengan penyakit
yang serius, terutama jika secara bersamaan juga mendapat nutrisi enteral atau
pasien mengalami gangguan pengosongan lambung.
Perhatian khusus
Konsultasi dengan dokter terlebih dahulu jika Anda memiliki kondisi medis,
seperti:
- Menggunakan selang pernapasan (trakeotomi).
- Kesulitan menelan.
- Penderita gagal ginjal dan pasien yang mengalami cuci darah.
- Masalah lambung atau usus, misalnya penundaan pengosongan lambung,
sehingga makanan berada di perut lebih lama dari seharusnya.
- Ibu hamil dan menyusui.
- Anak-anak.
Harga
Rp. 20.457,-/ Botol
22
3. Frisium Tablet
Komposisi
Clobazam 10 mg
Indikasi
Digunakan untuk mengatasi epilepsi (kejang) dan gangguan kecemasan.
Dosis Obat
Kondisi: Epilepsi
Dewasa: dosis awal adalah 20–30 mg per hari, dosis dapat ditingkatkan
sampai maksimal 60 mg per hari.
Anak usia 6 tahun ke atas: dosis awal adalah 5 mg per hari, dosis dapat
ditingkatkan sampai maksimal 60 mg per hari. Dosis pemeliharaan adalah 0,3–
1 mg/kgBB per hari.
Kantuk
Sakit kepala
Sembelit
Kikuk atau gangguan keseimbangan
Nafsu makan terganggu
Rasa lelah
23
Muntah
Batuk
Nyeri sendi
Mulut kering
Interaksi Obat
Peningkatan kadar clobazam dalam darah jika dikonsumsi dengan
fluconazole, ticlopidine, stiripentol, atau omeprazole
Penurunan kadar kontrasepsi hormonal di dalam tubuh, sehingga bisa
menurunkan efektivitasnya dalam mencegah kehamilan
Peningkatan risiko terjadinya gangguan pernapasan, koma, kantuk, bahkan
kematian, jika digunakan dengan obat golongan opioid
Peningkatan risiko terjadinya gangguan pada sistem saraf pusat jika
digunakan dengan obat antipsikotik, obat antidepresan, obat penenang, obat
bius, obat antihistamin, atau obat antikonvulsan
Harga
Rp.150.000,-/ tab
2. Sucralfat suspensi 10 ml
DP 1x = 1000 mg
1 hari = 3 x 1000 mg = 3000 mg
24
3. Frisium tablet 10 mg
DP 1x = 10 mg
1 hari =1 x 10 mg = 10 mg
2 Aturan Pakai
1. Esomeprazol inj vial : 1 kali seharisetiap 24 jam drip 30 ml
2. Sucralfatsuspensi : 1 kali seharisetiap8 jam P.O
3. Frisiumtab : 1 kali seharisetiap24 jam P.O
G. Penyimpanan Obat
Disimpan di suhu ruangan terhindar dari sinar matahari langsung.
I. Etiket
INSTALASI FARMASI
Tgl : 01-10-2021
No. Resep :-
NRM : 08014613
25
Sebelum Makan / Sedang / Sesudah Makan
INSTALASI FARMASI
Tgl : 01-10-2021
No. Resep :-
NRM : 08014613
3.Frisium Tab
INSTALASI FARMASI
26
Tgl : 01-10-2021
No. Resep :-
NRM : 08014613
BAB IV
SKENARIO
Nama :
Skenario
Pada pagi hari di Rumah Sakit Umum Farmasi Palembang, para tenaga kesehatan
sibuk menjalankan rutinitas tugasnya masing-masing. Dimana terlihat seorang Tenaga Teknik
Kefarmasian (TTK) berjalan menuju ruang pasien untuk mengambil Kartu Instruksi Medis
Farmakologis dari perawat yang sedang bertugas pada jam tersebut. Kemudian TTK
menyediakan obat yang dibutuhkan pasien rawat inap di rumah sakit tersebut.
27
TTK 1 : “Selamat pagi mbak, saya mau mengambil Kartu Instruksi Medis atas nama
Nyonya Linda dengan No RM 08014613 di ruangan Lesung Indah.”
Perawat : “Baik mbak tunggu sebentar ya, ini mbak kartu instruksi medis
farmakologis nya mbak.”
Setelah Apoteker selesai menelaah dan semuanya telah terverifikasi, selanjutnya Apoteker
meminta bantuan kepada TTK 2 dan TTK 3 untuk menyiapkan obat sesuai dengan kartu
instruksi medis farmakologis.
Apoteker : “Ikhza, tolong cek ketersediaan obat lalu siapkan obat sesuaikan dengan
kartu instruksi medis farmakologis ini ya.”
TTK 2 menyiapkan obat-obatnya sesuaikan dengan kartu instruksi medis farmakologis dan
meminta bantuan TTK 3 dikarenakan ada obat yang perlu dipersiapkan TTK 2 menyiapkan
dan membuat etiket untuk obat steril sedangkan TTK 3 mencari obat tablet seperti biasanya.
Setelah selesai menyiapkan obat dan menulis etiket kemudian TTK 3 memberikan obat
kepada Apoteker untuk dicek kembali. Lalu TTK 1 mengantarkan obat keruang pasien.
28
menginfuskannya ke pasien secara intravena (Sambil memberikan obatnya).
Lalu ada obat Sucralfat Syrup dan Frisium tab yang akan saya berikan
langsung kepada pasien atau keluarganya.”
29
DAFTAR PUSTAKA
30