Anda di halaman 1dari 33

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN

SISTEM PERNAPASAN PADA


PENYAKIT EMFISEMA

Dosen Pengampu Mata Kuliah


Fransisco Irwandy, Ns., M.Kep

Disusun Oleh Kelompok 5:

Ferina Utami C2114201113


Kurnia Hasnawati Rorong C2114201122
Meldi Tantu C2114201124
Meryana Barung C2114201125
Mutmainah C2114201126
Welliana Kristina Elmas C2114201137

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN KHUSUS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA
MARIS MAKASSAR
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa,
sebab karena bimbingan serta perlindungannya, kami kelompok 5 dapat
menyelesaikan tugas makalah ini.
Makalah yang kami susun ini dibuat dalam proses pembelajaran yang kami
ikuti. Makalah ini membahas tentang “Asuhan Keperawatan dengan Gangguan
Sistem Pernapasan Pada Penyakit Emfisema”. Pengambilan materi ini sengaja
dipilih oleh Dosen Pengampuh mata kuliah Sistem Respirasi, untuk kami pelajari
lebih dalam.
Kami harap makalah memuat materi yang kami susun ini dapat dinilai
dengan baik. Kami tahu makalah ini masih jauh dari kata sempurna, kami selaku
penyusun mohon saran dan kritik yang membangun. Terima Kasih.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................i

DAFTAR ISI................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................1

1.1 Latar Belakang...........................................................................................1

1.2 Perumusan Masalah..................................................................................2

1.3 Tujuan........................................................................................................2

1.4 Manfaat.....................................................................................................3

BAB II LANDASAN TEORI..........................................................................................4

2.1 Definisi.......................................................................................................4

2.2 Etiologi.......................................................................................................5

2.3 Patogenesis................................................................................................7

2.4 Klasifikasi...................................................................................................7

2.5 Manifestasi Klinis.......................................................................................8

2.6 Patofisiologi...............................................................................................9

2.7 Patoflow Diagram....................................................................................11

2.8 Pemeriksaan Penunjang..........................................................................13

2.9 Diagnosa..................................................................................................13

BAB III KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN..................................................15

3.1 Pengkajian...............................................................................................15

3.2 Diagnosa Keperawatan...........................................................................16

3.3 Intervensi Keperawatan..........................................................................16

3.4 Implementasi Keperawatan....................................................................18


ii
3.5 Evaluasi Keperawatan.............................................................................18
BAB IV TINJAUAN KASUS........................................................................................19

4.1 Pengkajian Keperawatan.........................................................................19

4.2 Analisa Data.............................................................................................23

4.3 Diagnosa Keperawatan...........................................................................24

4.4 Intervensi Keperawatan..........................................................................25

4.5 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan...............................................26

BAB V PENUTUP.....................................................................................................27

5.1 Kesimpulan..............................................................................................27

5.2 Saran........................................................................................................27

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................29

iii
BAB I

PENDAHULUA

1.1 Latar Belakang

Di Indonesia tidak ada data yang akurat tentang insiden Penyakit Paru

Obstruksi Menahun (PPOM). Pada Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)

1986 asma, bronkitis kronik dan emfisema menduduki peringkat ke-5 sebagai

penyebab kesakitan terbanyak dari 10 penyebab kesakitan utama. SKRT

DepKes RI menunjukkan angka kematian karena asma, bronkitis kronis, dan

emfisema menduduki peringkat ke-6 dari 10 penyebab tersering kematian di

Indonesia. Penyakit bronkitis kronis dan emfisema di Indonesia meningkat

seiring dengan meningkatnya jumlah orang yang menghisap rokok, dan

pesatnya kemajuan industri. Diperkirakan akibat penggunaan tembakau akan

menyebabkan 70% kematian karena penyakit paru kronik dan emfisema.

Emfisema merupakan salah satu golongan penyakit paru menahun, dimana

terjadi gangguan pengembangan paru-paru yang di tandai dengan adanya

pelebaran permanen ruang udara di distal bronkiolus terminal di sertai adanya

kerusakan jaringan perenkim paru (alveoli).

Definisi lain menyebutkan bahwa penyakit paru obstruksi menahun

emfisema adalah penyakit yang gejala utamanya adalah penyempitan

(obstruksi) saluran nafas, karena kantung udara di paru menggelembung

secara berlebihan dan mengalami kerusakan yang luas.

1
2

Emfisema mengakibatkan pembesaran acinus permanen dan abnormal

yang disertai perubahan destruktif. Apabila destruksi terjadi pada ruang distal

sampai bronkiolus terminal maka di klasifikasikan sebagai emfisema vesikular

dan dekstrusi terjadi pada jaringan di antara ruang udara diklasifikasikan

sebagai emfisema interlobular atau interstitial.

1.2 Perumusan Masalah

a. Teori emfisema

b. Asuhan keperawatan emfisema

c. Tinjauan kasus emfisema

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Diperolehnya pengetahuan dan pengalaman dalam menerapkan asuhan

keperawatan penyakit emfisema

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Melaksanakan pengkajian dan menganalisa data keperawatan pada

pasien dengan penyakit emfisema.

b. Merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan penyakit

emfisema.

c. Menyusun perencanaan keperawatan pada pasien dengan penyakit

emfisema.

d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien dengan penyakit

emfisema.

e. Melakukan evaluasi dan dokumentasi asuhan keperawatan pada

pasien dengan penyakit emfisema.


1.4 Manfaat

1.4.1 Bagi Penyusun

Memperoleh dan memperluas wawasan penyusun tentang penyakit

Emfisema dan memberikan pengalaman dalam melakukan Asuhan

Keperawatan serta memberikan pengalaman tentang penyusunan

Asuhan Keperawatan dengan Diagnosa Medis Emfisema.

1.4.2 Bagi Pasien dan Keluarga

Asuhan Keperawatan dapat memberikan pengetahuan serta memberikan

dampak bagi kesehatan pasien sehubungan dengan penyakit Emfisema.

Pasien dapat menghindari faktor-faktor penyebab dan dapat melakukan

pencegahan serta mengetahui cara penatalaksanaan atau pengobatan.

1.4.3 Bagi Masyarakat

Asuhan Keperawatan terkait penyakit Emfisema dapat menambah

wawasan sehingga masyarakat dapat mengerti tentang penyakit

Emfisema dan bagaimana cara pencegahannya baik dengan menerapkan

pola hidup yang sehat serta pentingnya pemanfaatan fasilitas kesehatan.

1.4.4 Bagi Institusi Pendidikan

Asuhan Keperawatan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan

yang luas bagi Stikes Stella Maris Makassar dalam meningkatkan mutu

pendidikan dan pelaksanaan pelayanan kesehatan kedepannya sehingga,

wawasan mahasiswa/i dapat lebih ditingkatkan dalam memberi asuhan

keperawatan.
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Definisi

Emfisema merupakan gangguan pengembangan paru-paru yang ditandai oleh

pelebaran ruang udara di dalam paru-paru disertai destruksi jaringan. Emfisema paru

adalah suatu distensi abnormal ruang udara di luar bronkiolus terminal dengan kerusakan

dinding alveoli. Kondisi ini merupakan tahap akhir proses yang mengalami kemajuan

dengan lambat selama beberapa tahun. Pada kenyataannya, ketika pasien mengalami

gejala, fungsi paru sering sudah mengalami kerusakan yang ireversibel. Dibarengi dengan

bronkitis obstruksi kronik, kondisi ini merupakan penyebab utama kecacatan.

Definisi lain menyebutkan bahwa Penyakit Paru Obstruksi Menahun Emfisema

adalah penyakit yang gejala utamanya adalah penyempitan (obstruksi) saluran napas,

karena kantung udara di paru menggelembung secara berlebihan dan mengalami

kerusakan yang luas.

Emfisema mengakibatkan pembesaran acinus permanen dan abnormal yang disertai

perubahan destruktif. Apabila destruksi terjadi pada ruang distal sampai bronkiolus

terminal maka diklasifikasikan sebagai emfisema vesikular dan apabila destruksi terjadi

4
5

pada jaringan diantara ruang udara diklasifikasikan sebagai emfisema interlobular atau

interstitial.

2.2 Etiologi

Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya emfisema, yaitu :

1. Rokok

Merokok merupakan penyebab utama emfisema. Dalam presentase yang kecil,

terdapat predisposisi familiar terhadap emfisema yang berkaitan dengan abnormalitas

protein plasma. Secara patologis rokok berhubungan dengan hiperplasia kelenjar

mukus bronkus dan metaplasia skuamus epitel saluran pernapasan serta menghambat

aktivitas sel rambut getar, makrofag alveolar dan surfaktan. Iritasi kronis akibat

merokok menimbulkan peningkatan jumlah neutrofil dan secara langsung mendorong

pelepasan protease (elastase) dari neutrofil, sehingga pada perokok terjadi

peningkatan enzim proteolitik yang berasal dari leukosit. Enzim proteolitik ini akan

menginaktivasi antiprotease (Alfa-1 anti tripsin), sehingga terjadi ketidakseimbangan

antara aktivitas keduanya. Jaringan parenkim paru perokok berat akan menunjukkan

peradangan dan kerusakan bronkiolus respiratorik, dengan emfisema sentrilobular

yang mulai terjadi pada usia relatif muda.

2. Infeksi saluran pernapasan

Infeksi saluran napas akan menyebabkan kerusakan paru lebih berat. Penyakit infeksi

saluran napas seperti pneumonia, bronkiolitis akut, asma bronkiale, dapat mengarah

pada obstruksi jalan napas, yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya

emfisema. Selain itu adanya eksaserbasi infeksi kronis yang diawali dengan infeksi

virus yang kemudian diikuti infeksi sekunder oleh bakteri (Haemophillus influenza

dan Streptococcus Pneumonia), akan menyebabkan kerusakan jaringan parenkim paru

dan akhirnya menyebabkan emfisema.


3. Polusi

Polusi sebenarnya tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor penyebab, akan

tetapi bila ditambah dengan merokok maka risiko akan menjadi lebih tinggi. Polutan

industri dan udara juga dapat menyebabkan terjadinya emfisema. Insidensi dan angka

kematian emfisema dapat lebih tinggi di daerah yang padat industrialisasi. Polusi

udara seperti halnya asap tembakau juga menyebabkan gangguan pada silia,

menghambat fungsi makrofag alveolar.

4. Faktor genetik

Defisiensi Alfa-1 anti tripsin, yang merupakan suatu enzim inhibitor. Tanpa enzim

inhibitor ini, enzim tertentu akan menghancurkan jaringan paru. Individu yang secara

genetik sensitif terhadap faktor lingkungan seperti merokok, polusi, udara, agen

infeksius, alergen dan pada waktunya mengalami gejala-gejala obsruktif kronis.

Sangat penting bahwa karier defek genetik ini harus diidentifikasi untuk

memungkinkan modifikasi faktor-faktor lingkungan untuk menghambat atau

mencegah timbulnya gejala-gejala penyakit.

5. Obstruksi jalan napas

Emfisema terjadi karena tertutupnya lumen bronkus atau bronkiolus, sehingga tidak

terjadi mekanisme ventilasi. Udara dapat masuk ke dalam alveolus pada waktu

inspirasi akan tetapi tidak dapat keluar pada waktu ekspirasi. Etiologinya ialah benda

asing di dalam lumen dengan reaksi lokal, tumor intrabronkial di mediastinum,

kongenital. Pada jenis yang terakhir, obstruksi dapat disebabkan oleh defek tulang

rawan bronkus. Beberapa penyebab obstruksi jalan napas pada emfisema adalah

inflamasi dan pembengkakan bronki, produksi lendir yang berlebihan, hilangnya

elastisitas jalan napas, kolaps bronkiolus, dan redistribusi udara ke alveoli yang

berfungsi.
2.3 Patogenesis

Terdapat empat perubahan patologik yang dapat timbul pada pasien emfisema, yaitu:

1. Hilangnya elastisitas paru-paru

Protease (enzim paru-paru) mengubah atau merusak alveoli dan saluran napas kecil

dengan cara merusak serabut elastin. Sebagai akibatnya, kantung alveolus kehilangan

elastisitasnya dan jalan napas kecil menjadi kolaps atau menyempit. Beberapa alveoli

menjadi rusak dan yang lainnya kemungkinan menjadi membesar.

2. Hiperinflasi paru-paru

Pembesaran alveoli sehingga paru-paru sulit untuk dapat kembali ke posisi istirahat

normal selama ekspirasi.

3. Terbentuknya bullae

Dinding alveolus membengkak dan berhubungan untuk membentuk suatu bullae

(ruangan tempat udara di antara parenkim paru-paru) yang dapat dilihat pada

pemeriksaan X-ray.

4. Kolapsnya jalan napas kecil dan udara terperangkap

Ketika pasien berusaha untuk ekshalasi secara kuat, tekanan positif intratoraks akan

menyebabkan kolapsnya jalan napas.

2.4 Klasifikasi

1. Panlobular (Panacinar)

Terjadi kerusakan bronkus, duktus alveolar, dan alveoli. Ruang udara di dalam lobus

membesar dan sedikit inflamasi. Emfisema panlobular mengenai bagian asinus yang

sentral dan perifer serta merupakan emfisema tipe primer. Selain itu dikaitkan juga

dengan bronkitis kronis dan emfisema akibat usia tua. Angka kejadian emfisema ini

pada laki-laki dan wanita sama dan sering kali berkaitan dengan merokok (pada

penderita bronkitis kronis). Pasien disebut pink puffer karena tetap teroksigenasi
dengan baik sampai terminal. Ciri khas emfisema jenis ini memiliki dada yang

hiperinflasi dan ditandai oleh dispnea saat aktivitas, serta penurunan berat badan.

2. Sentrilobular

Perubahan patologi terutama terjadi pada pusat lobus sekunder dan porsi perifer dari

asinus tetap baik. Seringkali terjadi kekacauan rasio perfusi-ventilasi yang

menimbulkan hipoksia, hiperkapnia, (peningkatan dalam darah arteri),

polisitemia, dan episode gagal jantung sebelah kanan. Kondisi mengarah pada

sianosis, edema perifer dan gagal napas. Pasien disebut “blue bloater”. Selain

penatalaksanaan yang akan diuraikan berikut ini, blue bloater biasanya mendapat

terapi diuretik untuk mengatasi edema. Kedua jenis emfisema sangat sering terjadi

pada pasien yang sama.

3. Paraseptal

Merusak alveoli lobus bagian bawah yang mengakibatkan isolasi blebs (udara dalam

alveoli) sepanjang perifer paru-paru. Paraseptal emfisema dipercaya sebagai sebab

dari pneumotorak spontan.

2.5 Manifestasi Klinis

1. Dispnea adalah gejala utama emfisema dan mempunyai awitan yang membahayakan.

Pasien biasanya mempunyai riwayat merokok dan riwayat batuk kronis yang lama,

mengi, serta peningkatan napas pendek dan cepat (takipnea). Gejala-gejala diperburuk

oleh infeksi pernapasan.

2. Batuk kronis lama

3. Takipnea, hiperventilasi: untuk mempertahankan oksigenasi darah dan sering kali

pasien duduk membungkuk ke depan (untuk mengaktifkan otot-otot pernapasan

asesorius) dengan mulut terbuka dan lubang hidung membesar sebagai upaya

mengatasi kesulitan ventilasi.


4. Pada inspeksi, pasien biasanya tampak mempunyai barrel chest akibat udara

terperangkapnya, penipisan massa otot, dan pernapasan dengan bibir dirapatkan.

Pernapasan dada, pernapasan abnormal tidak efektif, dan penggunaan otot-otot

aksesori pernapasan (sternokleidomastoid) adalah umum terjadi. Pada tahap lanjut

dispnea terjadi saat aktivitas bahkan pada aktivitas kehidupan sehari-hari, seperti

makan dan mandi.

5. Ketika dada diperiksa, ditemukan hiperesonans dan penurunan fremitus ditemukan

pada seluruh bidang paru.

6. Auskultasi bunyi napas: ronchi/mengi (pada waktu ekspirasi maupun inspirasi),

terjadi perpanjangan ekspirasi

7. Kadar oksigen yang rendah (hipoksemia) dan kadar karbon dioksida yang tinggi

(hiperkapnia) terjadi pada tahap lanjut penyakit.

8. Anoreksia

9. Penurunan berat badan

10. kelemahan

2.6 Patofisiologi

Pada emfisema, beberapa faktor penyebab obstruksi jalan nafas yaitu: inflamasi dan

pembengkakan bronki; produksi lendir yang berlebihan; kehilangan rekoil elastik jalan

napas; dan kolaps bronkiolus serta redistribusi udara ke alveoli yang berfungsi.

Karena dinding alveoli mengalami kerusakan (suatu proses yang dipercepat oleh

infeksi kambuhan), area permukaan alveolar yang kontak langsung dengan kapiler paru

secara kontinu berkurang, menyebabkan peningkatkan ruang rugi (area paru dimana tidak

ada pertukaran gas yang dapat terjadi) dan mengakibatkan kerusakan difusi oksigen.

Kerusakan difusi oksigen mengakibatkan hipoksemia. Pada tahap akhir penyakit,

eliminasi karbon dioksida mengalami kerusakan, mengakibatkan peningkatan tekanan


karbon dioksida dalam darah arteri (disebut hiperkapnia) dan menyebabkan asidosis

respiratorius.

Karena dinding alveolar terus mengalami kerusakan, jaring-jaring kapiler pulmonal

berkurang. Aliran darah pulmonal meningkat dan ventrikel kanan dipaksa untuk

mempertahankan tekanan darah yang tinggi dalam arteri pulmonal. Dengan demikian,

gagal jantung sebelah kanan (kor-pulmonal) adalah salah satu komplikasi emfisema.

Terdapatnya kongesti, edema tungkai (edema dependen), distensi vena leher, atau nyeri

pada region hepar menandakan terjadinya gagal jantung.

Sekresi meningkat dan tertahan menyebabkan individu tidak mampu untuk

membangkitkan batuk yang kuat untuk mengeluarkan sekresi. Infeksi akut dan kronis

dengan demikian menetap dalam paru-paru yang mengalami emfisema, memperberat

masalah.

Individu dengan emfisema mengalami obstruksi kronik (ditandai oleh peningkatan

tahanan jalan nafas) kealiran masuk dan aliran keluar udara dari paru-paru. Paru-paru

dalam keadaan hiperekspansi kronik. Untuk mengalirkan udara ke dalam dan ke luar

paru-paru, dibutuhkan tekanan negatif selama inspirasi dan tekanan positif dalam tingkat

yang adekuat harus dicapai dan dipertahankan selama ekspirasi. Posisi selebihnya adalah

salah satu inflasi. Daripada menjalani aksi pasif involunter, ekspirasi menjadi aktif dan

membutuhkan upaya otot-otot. Sesak napas pasien terus meningkat, dada menjadi kaku,

dan iga-iga terfiksasi pada persendiannya. Dada seperti tong (barrel chest) pada banyak

pasien ini terjadi akibat kehilangan elastisitas paru karena adanya kecenderungan yang

berkelanjutan pada dinding dada untuk mengembang.

Pada beberapa kasus, barrel chest terjadi akibat kifosis dimana tulang belakang

bagian atas secara abnormal bentuknya menjadi membulat atau cembung. Beberapa

pasien membungkuk ke depan untuk dapat bernapas, menggunakan otot-otot aksesori


pernapasan. Retraksi fosa supraklavikula yang terjadi pada inspirasi mengakibatkan bahu

melengkung kedepan. Pada penyakit lebih lanjut, otot-otot abdomen juga berkontraksi

saat inspirasi. Terjadi penurunan progresif dalam kapasitas vital. Ekshalasi normal

menjadi lebih sulit dan akhirnya tidak memungkinkan kapasitas vital total (VC) mungkin

normal, tetapi rasio dan dan volume ekspirasi kuat dalam 1-detik dengan kapasitas vital

(FEV1:VC) rendah. Hal ini terjadi karena elastisitas alveoli sangat menurun. Upaya yang

dibutuhkan pasien untuk menggerakkan udara dari alveoli yang mengalami kerusakan dan

jalan napas yang menyempit meningkatkan upaya pernapasan. Kemampuan untuk

mengadaptasi terhadap perubahan kebutuhan oksigenasi sangat terganggu.

2.7 Patoflow Diagram

Mikroba (H. Influenza, M.


Catarrhalis, rhinovirus, S.
Pneumoniae), Genetik (Defisiensi α1-
Antitripsin)

Pelepasan enzim protosea dan elastase

Kerusakan Jaringan ikat paru

Rusaknya fungsi AAT pada paru

Destruksi dinding alveoli

Kerusakan jaringan alveoli

Terbentuknya bleb (kantong


udara diruang alveoli) dan bula
Emfisema

Obstruksi pada pertukaran O2


dan CO2 terjadi akibat kerusakan
dinding alveoli

Gangguan pergerakan udara dari dan ke luar paru

Penurunan kemampuan batuk efektif Peningkatan produksi mukus

Peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan, penggunaan otot bantu pernapasan


MK: Ketidakefektifan bersihan jalan napas

Risiko tinggi infeksi pernapasan Respon sistemis dan psikologis

Keluhan sistemis, mual, intake nutrisi tidak adekuat, malaise,


Keluhan kelemahan,
psikososial, dan keletihan
kecemasan, fisik
ketidaktahuan akan pro

Peningkatan kerja pernapasan, hipoksemia secara reversibel

Perubahan pemenuhan nutrisi Kecemasan


kurang dari kebutuhan gangguan ketidaktahuan/pemenuha
MK: Gangguan pemenuhan ADL n informasi
Pertukaran Gas

Risiko Tinggi
Gagal Napas

Kematian
2.8 Pemeriksaan Penunjang

1. Rontgen dada

Rontgen dada menunjukkan hiperinflasi, pendataran diafragma, pelebaran margin

interkosta, dan jantung normal.

2. Spirometri (pemeriksaan fungsi pulmonari).

Pemeriksaan fungsi pulmonari biasanya menunjukkan peningkatan kapasitas paru

total (TLC) dan volume residual (RV). Terjadi penurunan dalam kapasitas vital (VC)

dan volume ekspirasi kuat (FEV). Temuan-temuan ini menegaskan kesulitan yang

dialami pasien dalam mendorong udara ke luar dari paru-paru. Hemoglobin dan

hematokrit mungkin normal pada tahap awal penyakit

3. AGD

Untuk mengkaji fungsi ventilasi dan pertukaran gas pulmonari. Dengan

berkembangnya penyakit, gas-gas darah arteri dapat menunjukkan hipoksia ringan

dengan hiperkapnia, terdapat hipoksemia dan hipokalemia akibat kerusakan kapiler

alveoli: PaO2 normal (95 mmHg) atau sedikit menurun (65-75 mmHg), PaCO 2 normal

(40 mmHg) atau sedikit meningkat (35-40 mmHg), SaO2 normal, pH menurun.

4. Pemeriksaan EKG (elektrokardiografi)

untuk melihat adanya pembesaran jantung. Pemeriksaan faal paru: kapasitas paru total

dan volume residu sering kali meningkat akibat terperangkapnya udara dalam ruang

udara yang mengalami distensi

5. Hitung darah lengkap (HDL)

2.9 Diagnosa

1. Dari anamnesa

a. Riwayat menghirup rokok

b. Riwayat terpajan zat kimia


c. Riwayat penyakit emfisema pada keluarga

d. Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi misalnya BBLR, infeksi saluran

napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara.

e. Sesak napas waktu aktivitas terjadi bertahap dan perlahan-lahan memburuk dalam

beberapa tahun. Pada bayi terdapat kesulitan pernapasan berat tetapi kadang-

kadang tidak terdiagnosis hingga usia sekolah atau bahkan sesudahnya

2. Dari gejala klinis

3. Pemeriksaan fisik

4. Pemeriksaan penunjang
BAB III

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

1. Demografi

a. Jenis kelamin : biasanya laki-laki lebih sering terkena emfisema

b. Usia : biasanya sering terjadi pada usia 50 tahun keatas

c. Pekerjaan : jenis pekerjaan yang beresiko menyebabkan emfisema adalah

pengolahan baja dan penambangan batu bara dan batu tulis.

d. Lingkungan : lebih sering terjadi di daerah perkotaan karena adanya polusi

udara.

2. Pemeriksaan kesehatan

a. Nutrisi : pada saat terkena emfisema pada individu terjadi anoreksia, berat

badan menurun, dan kebiasaan merokok

b. Eliminasi : frekuensi akan berkurang

c. Aktivitas : akan menurun karena individu sesak napas, lemah, mudah cepat

lelah, malaise dan gelisah

d. Istirahat : frekuensi tidur berkurang karena sesak napas

e. Sensori persepsi: terjadi penurunan karena kecemasan yang berlebihan

3. Pemeriksaan fisik

a. Inspeksi : tampak barrel chest, pernapasan dengan bibir dirapatkan, tampak

bernapas dengan dada, bernapas dengan otot-otot pernapasan.

b. Perfusi : ditemukan hipersonan, penurunan fremitus,

c. Auskultasi : terdengar nafas krekels, ronki dan perpanjangan ekspirasi

15
16

3.2 Diagnosa Keperawatan

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkospasme, peningkatan

sekret, penurunan energi/ kelemahan

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan suplai oksigen, kerusakan alveoli

3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama

4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan informasi tentang penyakit

serta pengobatannya.

3.3 Intervensi Keperawatan

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkospasme, peningkatan

sekret, penurunan energi/ kelemahan

Intervensi:

a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, mis; mengi, krekels, ronki

b. Kaji/pantau frekuensi pernafasan

c. Catat adanya / derajat dispnea mis : gelisah, ansietas, distres pernapasan,

penggunaan otot bantu

d. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman mis : peninggian kepala tempat tidur,

duduk pada sandaran tempat tidur

e. Pertahankan polusi lingkungan minimum

f. Dorong/bantu latihan nafas abdomen/bibir

g. Observasi karakteristik batuk mis : menetap, batuk pendek, basah

h. Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hr ss toleransi jantung dan

memberikan air hangat, anjurkan masukkan cairan sebagai ganti makanan

i. Berikan obat sesuai indikasi

j. Awasi/buat grafik seri GDA, nadi oksimetri, foto dada

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan suplai oksigen, kerusakan alveoli


Intervensi:

a. Jaga kepatenan jalan napas

b. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

c. Identifikasi kemampuan jalan napas pasien

d. Lakukan terapi fisik dada jika dibutuhkan

e. Auskultasi suara napas

f. Anjurkan pasien untuk mengurangi merokok

g. Fasilitasi pemberian oksigen

h. Monitor aliran oksigen

i. Observasi tanda tanda hipoventilasi

3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama

Intervensi:

a. Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman napas, laporkan setiap perubahan yang

terjadi

b. Observasi tanda-tanda infeksi pada luka, TTV, keluhan sesak napas dan nyeri saat

bernapas

c. Jaga personal hygiene, alat tenun dan lingkungan

d. Berikan asupan nutrisi yang adekuat

e. Pantau kepatenan sistem drainage setiap hari

f. Kolaborasi medis untuk pemberian obat antibiotika

4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan informasi tentang penyakit

serta pengobatannya

Intervensi:

a. Kaji pengetahuan orang tua tentang penyakit emfisema

b. Berikan penyuluhan kesehatan tentang penyakit emfisema


c. Diskusikan tentang proses penyembuhan penyakit emfisema

d. Evaluasi pasien dan keluarga tentang materi yang sudah disampaikan.

3.4 Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk mencapai tujuan yang

spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah rencana intervensi disusun dan ditunjukkan

pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Tujuan dari

implementasi adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang

mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan

memfasilitasi koping (Nursalam, 2011).

3.5 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan menurut Mufidaturrohmah (2017) merupakan rangkaian

kegiatan yang dilakukan untuk melihat perkembangan pasien dengan tujuan agar

mengetahui apakah perawatan yang telah diberikan dapat dicapai dan memberikan umpan

balik terhadap perawatan yang dicapai serta terhadap asuhan keperawatan yang telah

diberikan.
BAB IV

TINJAUAN KASUS

4.1 Pengkajian Keperawatan

1. Biodata

a. Identitas Pasien

Nama : Tn. T

Umur : 52 Tahun

Jenis kelamin : Laki-Laki

Pekerjaan : Buruh Bangunan

Agama : Islam

Alamat : Berkoh

b. Penanggung jawab

Nama : Ny. B

Umur : 50 Tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : IRT

Agama : Islam

Alamat : Berkoh

2. Riwayat kesehatan

a. Keluhan Utama :

Klien mengatakan sering sesak nafas

b. Riwayat Penyakit Sekarang :

Penderita datang dengan keluhan sesak nafas yang telah di derita sejak 3 hari

sebelum masuk RS, sesak nafas dirasa memberat terutama setelah beraktivitas,

19
20

akan sedikit berkurang bila pasien beristirahat. Dan pasien sering terbangun pada

malam hari karena sesak. Pasien tidur lebih nyaman dengan 3 bantal. Sesak nafas

diikuti dengan keluhan batuk dengan dahak yang sulit dikeluarkan, dan jika

dikeluarkan dahak berwarna kuning, demam sumer-sumer, nggreges, penurunan

berat badan drastis, nafsu makan menurun, keringat malam(+), nyeri dada (+) saat

batuk. BAK dan BAB tidak ada kelainan.

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Ny. B mengatakan suami tidak pernah memiliki riwayat penyakit, suami hanya

sering mengalami batuk dan dan sering mengalami sesak.

d. Riwayat Penyakit Keluarga

Ny. B mengatakan tidak ada keluarga yang mengalami riwayat penyakit

e. Keadaan Sosial Ekonomi

Penderita adalah suami dari 1 istri dan ayah dari 3 anak, bekerja sebagai buruh

bangunan dan menjadi tulang punggung keluarga. Pasien berobat dengan

menggunakan Jamkesmas.

f. Riwayat Kebiasaan dan Gizi

Ny. B mengatakan sebelum pasien sakit dan masuk Rumah sakit pasien makan 3

kali sehari, sebanyak ½ porsi, dengan nasi, lauk pauk (tempe, tahu, telur, ikan) dan

sayur. Pasien jarang makan buah dan minum susu. Pasien minum air putih

sebanyak 5-7 gelas belimbing perhari. Dan setelah masuk rumah sakit pasien suda

mengalami pola makan yang tidak teratur di karenakan sesak. Ny. B mengatakan

pasien punya kebiasaan merokok, sehari bisa menghabiskan 2 bungkus.

3. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan umum : Sesak nafas, batuk

b. Tanda Vital
Tekanan Darah : 120/80 mmHg

Nadi : 96 x/menit

Pernafasan : 30 x/menit

Suhu : 36,70C

c. Kepala : Mesochepal, simetris

d. Mata : Congjungtiva Anemis, Reflek Cahaya (+/+)

e. Hidung : Nafas cuping hidung (+), darah (-), secret (+)

f. Telinga : Darah (-), secret (-)

g. Mulut : Mukosa basah (+), sianosis (+), lidah kotor (-), pursed-lips

breathing (+)

h. Leher : JVP meningkat (4 cm), limfonodi tidak membesar.

i. Thorax : Retraksi (+)

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat

Perkusi : Batas jantung kesan dalam batas normal

Auskultasi : Bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising

(-) Paru

Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri, barrel chest

Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri

Perkusi : Sonor/sonor

Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), Suara tambahan RBK (+/+),

Wheezing (+/+), Ekspirasi memanjang (+)

4. Pemeriksaan Penunjang

a. Laboratorium Darah (5 Oktober 2020)


Hb : 13 g/dL

Hct : 37%

RBC : 3,92.106 /ul

WBC :13.103 /ul

PLT : 330. /ul

GDS : 155 mg/Dl

Protein Total : 5,60 g/dl

Albumin : 3,1 g/dl

Kreatinin : 0,7 mg/dl

Ureum : 49 mg/dl

Natrium : 136 mmol/L

Kalium : 3,5 mmol/L

Calsium ion : 0,96 mmol/L

b. Analisis Gas Darah (5 Oktober 2020)

pH : 7,47

pCO2 : 36 mmHg

pO2 : 75 mmHg

Hct : 29,8%

cHCO3 : 25,8 mmol/L

BE : 1,9 mmol/L

Kesimpulan : Gagal napas tipe II

c. Foto Rontgen Thorax PA (3 Oktober 2020)

Kesan :

Diafragma mendatar

Ruang retrosternal melebar


Hiperlusen

Hiperinflasi

d. Laboratorium Mikrobiologi (1 Oktober

2020) Bahan : Sputum

Hasil Pemeriksaan: tidak ditemukan Gram (+) coccus dan Gram (-) batang, dan

tidak ditemukan BTA

5. Penatalaksanaan

a. Terapi paru

O2 2L/mnt

Nebu B:A =0,8:0,2/8 jam

Inj. RL 1 amp aminophilin 16 tpm

Inj. Ceftriaxon 2gr/24 jam

Inj. Dexametason 1 ampul/8 jam

OBH syr 3 x C1

4.2 Analisa Data

No Data Masalah Keperawatan Etiologi

1 Ds : Bersihan jalan nafas Peningkatan


produksi
 Klien mengatakan sesak nafas mukus
 Klien mengatakan dahak susah
untuk keluar

Do :

 Pasien tampak sesak dan gelisah


 Dahak tampak sulit di keluarkan
 Terdengar nafas kresek
 Suara nafas ronki
2 Ds: Kurang pengetahuan Respon
sistemis dan
 Pasien merasa khawatir dengan psikologi
kondisi yang di hadapi

Do :

 ekpresi wajah tampak bingung


 pasien bertanya-tanya soal
penyakitnya

4.3 Diagnosa Keperawatan

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d peningkatan produksi mukus

2. Kurang pengetahuan b/d respon sistemis dan psikologi


25

4.4 Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


1 Bersihan jalan nafas tidak Setelah dilakukan 1. Observasi TTV 1. Tanda-tanda vital merupakan
efektif b/d peningkatan tindakan keperawatan 2. Pemberian obat sesuai indikasi acuan untuk mengetahui keadaan
produksi mucus selama 3x24 jam 3. Anjurkan pasien untuk umum pasien
Di harapkan pola nafas melakukan proning position 2. Agar mengurangi peningkatan
kembali normal produksi mukus
3. Agar mengurangi rasa sesak
2 Kurang pengetahuan b/d setelah melakukan 1. Kaji tingkat pengetahuan 1. Untuk mengetahui masalah yang
respon sistemis dan pemeriksaan 2x24 jam pasien dan keluarga terjadi
psikologi pasien menunjukan 2. Jelaskan patofisiologi dan 2. Agar keluarga dan pasien bisa
adanya pengetahuan bagaimana hal itu terhubung paham dan mengantisipasi.
dalam diri
26

4.5 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

Implementasi Evaluasi
 Kaji TTV S
 Berikan nebuliser  Pasien masih merasakan sesak
 Lakukan proning position
O
 Wajah tampak gelisah
 Dahak tampak susah keluar
 Tampak menggunakan otot bantu
A
 Masalah belum teratasi
P
 Intervensi di lanjutkan
 Kaji pengetahuan pasien S
 Berikan penyuluhan  Klien dan keluarga mengetahui
penjelasan mengenai penyakit
O
 Pasien dan keluarga terlihat
kooperatif
A
 Pengetahuan pasien dan keluarga
meningkat
P
 Sarankan pasien dan keluarga agar
mengurangi resiko penyakit
BAB V

PENUTU

5.1 Kesimpulan

Emfisema adalah Penyakit Paru Obstruksi Kronik. Emfisema merupakan akibat

kurangnya elastisitas paru dan kerusakan pada alveoli, dimana alveoli menjadi

mengembang dan kaku walaupun setelah ekspirasi. Emfisema dapat menyerang pria dan

wanita. Emfisema disebabkan oleh merokok, infeksi saluran pernapasan, polusi, faktor

genetik, dan obstruksi jalan napas. Tanda-tanda penyakit emfisema pada awalnya tidak

mudah untuk diketahui tetapi setelah 30-40 tahun gejala semakin berat. Gejala yang

terlihat yaitu batuk, berat badan menurun, tekanan darah meningkat, kelemahan, napas

terengah-engah, dan lain-lain. Penatalaksanaan medis emfisema dengan pemberian obat,

terapi oksigen, latihan fisik, rehabilitasi, fisioterapi, dan penatalaksanaan umum.

Masalah keperawatan yang timbul pada emfisema adalah bersihan jalan napas tidak

efektif, gangguan pertukaran gas, resiko tinggi infeksi, dan kurang pengetahuan mengenai

informasi. Sebelum mendapatkan masalah keperawatan, perawat menganalisa data yang

didapat dari pengkajian tersebut, kemudian didapatkan masalah keperawatan dan tindakan

yang akan dilakukan dalam melakukan perawatan. Setelah melakukan tindakan, perawat

harus melakukan tindakan akhir yaitu evaluasi. Evaluasi penting dilakukan untuk

memantau tingkat keberhasilan tindakan dan mencegah terjadinya kesalahan yang

disebabkan karena ketidaktahuan tindakan yang dilakukan.

5.2 Saran

Penyusun menyadari makalah ini masih kurang sempurna dan mungkin masih ada

kesalahannya, untuk menyempurnakan makalah ini penyusun sangat berharap bantuan

27
28

dari semua pihak, teutama pembaca untuk membantu menyempurnakan makalah ini.

Untuk pembaca penyusun sarankan untuk mencari referensi yang lainnya, karena

referensi yang kami dapatkan masih sangat terbatas. Atas saran dan kritik yang

membangun tersempurnanya makalah ini, kami ucapkan terima kasih.


DAFTAR PUSTAKA

Bararah, Taqiyyah & Mohammad Jauhar. 2013. Asuhan Keperawatan Panduan Lengkap

Menjadi Perawat Profesional. Jilid 1. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Black, J. M., & Hawks J. H. 2014. Keperawatan Medikal Bedah Manajemen Klinis untuk
Hasil yang Diharapkan. Edisi 8. Jakarta: Elsevier.
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Vol.1 Edisi 8. Jakarta:
EGC.
Ignatavicius, D.D., & Workman, L. (2016). Medical Surgical Nursing : Patient-Centered

Collaborative Care (Eighth Edition). USA : Saunders Elsevier.

Lewis, S.L., Dirksen, S.R., Heitkemper, M.M., Bucher, L., & Harding, M.M. (2017).

Medical-Surgical Nursing: Assessment and Management of Clinical Problems (10th

ed.). St. Louis: Elsevier.

Mufidaturrohmah. (2017). Dasar-Dasar Keperawatan. Yogyakarta: Giva Media.

PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik,

Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Somantri, Irman. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem

Pernapasan Jakarta: Salemba Medika.

Sue E. H., & Kathryn L. M. 2019. Buku Ajar Patofisiologi. Edisi ke enam, volume 1:
Elsevier.

Anda mungkin juga menyukai