Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa,
sebab karena bimbingan serta perlindungannya, kami kelompok 5 dapat
menyelesaikan tugas makalah ini.
Makalah yang kami susun ini dibuat dalam proses pembelajaran yang kami
ikuti. Makalah ini membahas tentang “Asuhan Keperawatan dengan Gangguan
Sistem Pernapasan Pada Penyakit Emfisema”. Pengambilan materi ini sengaja
dipilih oleh Dosen Pengampuh mata kuliah Sistem Respirasi, untuk kami pelajari
lebih dalam.
Kami harap makalah memuat materi yang kami susun ini dapat dinilai
dengan baik. Kami tahu makalah ini masih jauh dari kata sempurna, kami selaku
penyusun mohon saran dan kritik yang membangun. Terima Kasih.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................1
1.3 Tujuan........................................................................................................2
1.4 Manfaat.....................................................................................................3
2.1 Definisi.......................................................................................................4
2.2 Etiologi.......................................................................................................5
2.3 Patogenesis................................................................................................7
2.4 Klasifikasi...................................................................................................7
2.6 Patofisiologi...............................................................................................9
2.9 Diagnosa..................................................................................................13
3.1 Pengkajian...............................................................................................15
BAB V PENUTUP.....................................................................................................27
5.1 Kesimpulan..............................................................................................27
5.2 Saran........................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................29
iii
BAB I
PENDAHULUA
Di Indonesia tidak ada data yang akurat tentang insiden Penyakit Paru
1986 asma, bronkitis kronik dan emfisema menduduki peringkat ke-5 sebagai
1
2
yang disertai perubahan destruktif. Apabila destruksi terjadi pada ruang distal
a. Teori emfisema
1.3 Tujuan
emfisema.
emfisema.
emfisema.
yang luas bagi Stikes Stella Maris Makassar dalam meningkatkan mutu
keperawatan.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Definisi
pelebaran ruang udara di dalam paru-paru disertai destruksi jaringan. Emfisema paru
adalah suatu distensi abnormal ruang udara di luar bronkiolus terminal dengan kerusakan
dinding alveoli. Kondisi ini merupakan tahap akhir proses yang mengalami kemajuan
dengan lambat selama beberapa tahun. Pada kenyataannya, ketika pasien mengalami
gejala, fungsi paru sering sudah mengalami kerusakan yang ireversibel. Dibarengi dengan
adalah penyakit yang gejala utamanya adalah penyempitan (obstruksi) saluran napas,
perubahan destruktif. Apabila destruksi terjadi pada ruang distal sampai bronkiolus
terminal maka diklasifikasikan sebagai emfisema vesikular dan apabila destruksi terjadi
4
5
pada jaringan diantara ruang udara diklasifikasikan sebagai emfisema interlobular atau
interstitial.
2.2 Etiologi
1. Rokok
mukus bronkus dan metaplasia skuamus epitel saluran pernapasan serta menghambat
aktivitas sel rambut getar, makrofag alveolar dan surfaktan. Iritasi kronis akibat
peningkatan enzim proteolitik yang berasal dari leukosit. Enzim proteolitik ini akan
antara aktivitas keduanya. Jaringan parenkim paru perokok berat akan menunjukkan
Infeksi saluran napas akan menyebabkan kerusakan paru lebih berat. Penyakit infeksi
saluran napas seperti pneumonia, bronkiolitis akut, asma bronkiale, dapat mengarah
pada obstruksi jalan napas, yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya
emfisema. Selain itu adanya eksaserbasi infeksi kronis yang diawali dengan infeksi
virus yang kemudian diikuti infeksi sekunder oleh bakteri (Haemophillus influenza
Polusi sebenarnya tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor penyebab, akan
tetapi bila ditambah dengan merokok maka risiko akan menjadi lebih tinggi. Polutan
industri dan udara juga dapat menyebabkan terjadinya emfisema. Insidensi dan angka
kematian emfisema dapat lebih tinggi di daerah yang padat industrialisasi. Polusi
udara seperti halnya asap tembakau juga menyebabkan gangguan pada silia,
4. Faktor genetik
Defisiensi Alfa-1 anti tripsin, yang merupakan suatu enzim inhibitor. Tanpa enzim
inhibitor ini, enzim tertentu akan menghancurkan jaringan paru. Individu yang secara
genetik sensitif terhadap faktor lingkungan seperti merokok, polusi, udara, agen
Sangat penting bahwa karier defek genetik ini harus diidentifikasi untuk
Emfisema terjadi karena tertutupnya lumen bronkus atau bronkiolus, sehingga tidak
terjadi mekanisme ventilasi. Udara dapat masuk ke dalam alveolus pada waktu
inspirasi akan tetapi tidak dapat keluar pada waktu ekspirasi. Etiologinya ialah benda
kongenital. Pada jenis yang terakhir, obstruksi dapat disebabkan oleh defek tulang
rawan bronkus. Beberapa penyebab obstruksi jalan napas pada emfisema adalah
elastisitas jalan napas, kolaps bronkiolus, dan redistribusi udara ke alveoli yang
berfungsi.
2.3 Patogenesis
Terdapat empat perubahan patologik yang dapat timbul pada pasien emfisema, yaitu:
Protease (enzim paru-paru) mengubah atau merusak alveoli dan saluran napas kecil
dengan cara merusak serabut elastin. Sebagai akibatnya, kantung alveolus kehilangan
elastisitasnya dan jalan napas kecil menjadi kolaps atau menyempit. Beberapa alveoli
2. Hiperinflasi paru-paru
Pembesaran alveoli sehingga paru-paru sulit untuk dapat kembali ke posisi istirahat
3. Terbentuknya bullae
(ruangan tempat udara di antara parenkim paru-paru) yang dapat dilihat pada
pemeriksaan X-ray.
Ketika pasien berusaha untuk ekshalasi secara kuat, tekanan positif intratoraks akan
2.4 Klasifikasi
1. Panlobular (Panacinar)
Terjadi kerusakan bronkus, duktus alveolar, dan alveoli. Ruang udara di dalam lobus
membesar dan sedikit inflamasi. Emfisema panlobular mengenai bagian asinus yang
sentral dan perifer serta merupakan emfisema tipe primer. Selain itu dikaitkan juga
dengan bronkitis kronis dan emfisema akibat usia tua. Angka kejadian emfisema ini
pada laki-laki dan wanita sama dan sering kali berkaitan dengan merokok (pada
penderita bronkitis kronis). Pasien disebut pink puffer karena tetap teroksigenasi
dengan baik sampai terminal. Ciri khas emfisema jenis ini memiliki dada yang
hiperinflasi dan ditandai oleh dispnea saat aktivitas, serta penurunan berat badan.
2. Sentrilobular
Perubahan patologi terutama terjadi pada pusat lobus sekunder dan porsi perifer dari
polisitemia, dan episode gagal jantung sebelah kanan. Kondisi mengarah pada
sianosis, edema perifer dan gagal napas. Pasien disebut “blue bloater”. Selain
penatalaksanaan yang akan diuraikan berikut ini, blue bloater biasanya mendapat
terapi diuretik untuk mengatasi edema. Kedua jenis emfisema sangat sering terjadi
3. Paraseptal
Merusak alveoli lobus bagian bawah yang mengakibatkan isolasi blebs (udara dalam
1. Dispnea adalah gejala utama emfisema dan mempunyai awitan yang membahayakan.
Pasien biasanya mempunyai riwayat merokok dan riwayat batuk kronis yang lama,
mengi, serta peningkatan napas pendek dan cepat (takipnea). Gejala-gejala diperburuk
asesorius) dengan mulut terbuka dan lubang hidung membesar sebagai upaya
dispnea terjadi saat aktivitas bahkan pada aktivitas kehidupan sehari-hari, seperti
7. Kadar oksigen yang rendah (hipoksemia) dan kadar karbon dioksida yang tinggi
8. Anoreksia
10. kelemahan
2.6 Patofisiologi
Pada emfisema, beberapa faktor penyebab obstruksi jalan nafas yaitu: inflamasi dan
pembengkakan bronki; produksi lendir yang berlebihan; kehilangan rekoil elastik jalan
napas; dan kolaps bronkiolus serta redistribusi udara ke alveoli yang berfungsi.
Karena dinding alveoli mengalami kerusakan (suatu proses yang dipercepat oleh
infeksi kambuhan), area permukaan alveolar yang kontak langsung dengan kapiler paru
secara kontinu berkurang, menyebabkan peningkatkan ruang rugi (area paru dimana tidak
ada pertukaran gas yang dapat terjadi) dan mengakibatkan kerusakan difusi oksigen.
respiratorius.
berkurang. Aliran darah pulmonal meningkat dan ventrikel kanan dipaksa untuk
mempertahankan tekanan darah yang tinggi dalam arteri pulmonal. Dengan demikian,
gagal jantung sebelah kanan (kor-pulmonal) adalah salah satu komplikasi emfisema.
Terdapatnya kongesti, edema tungkai (edema dependen), distensi vena leher, atau nyeri
membangkitkan batuk yang kuat untuk mengeluarkan sekresi. Infeksi akut dan kronis
masalah.
tahanan jalan nafas) kealiran masuk dan aliran keluar udara dari paru-paru. Paru-paru
dalam keadaan hiperekspansi kronik. Untuk mengalirkan udara ke dalam dan ke luar
paru-paru, dibutuhkan tekanan negatif selama inspirasi dan tekanan positif dalam tingkat
yang adekuat harus dicapai dan dipertahankan selama ekspirasi. Posisi selebihnya adalah
salah satu inflasi. Daripada menjalani aksi pasif involunter, ekspirasi menjadi aktif dan
membutuhkan upaya otot-otot. Sesak napas pasien terus meningkat, dada menjadi kaku,
dan iga-iga terfiksasi pada persendiannya. Dada seperti tong (barrel chest) pada banyak
pasien ini terjadi akibat kehilangan elastisitas paru karena adanya kecenderungan yang
Pada beberapa kasus, barrel chest terjadi akibat kifosis dimana tulang belakang
bagian atas secara abnormal bentuknya menjadi membulat atau cembung. Beberapa
melengkung kedepan. Pada penyakit lebih lanjut, otot-otot abdomen juga berkontraksi
saat inspirasi. Terjadi penurunan progresif dalam kapasitas vital. Ekshalasi normal
menjadi lebih sulit dan akhirnya tidak memungkinkan kapasitas vital total (VC) mungkin
normal, tetapi rasio dan dan volume ekspirasi kuat dalam 1-detik dengan kapasitas vital
(FEV1:VC) rendah. Hal ini terjadi karena elastisitas alveoli sangat menurun. Upaya yang
dibutuhkan pasien untuk menggerakkan udara dari alveoli yang mengalami kerusakan dan
Risiko Tinggi
Gagal Napas
Kematian
2.8 Pemeriksaan Penunjang
1. Rontgen dada
total (TLC) dan volume residual (RV). Terjadi penurunan dalam kapasitas vital (VC)
dan volume ekspirasi kuat (FEV). Temuan-temuan ini menegaskan kesulitan yang
dialami pasien dalam mendorong udara ke luar dari paru-paru. Hemoglobin dan
3. AGD
alveoli: PaO2 normal (95 mmHg) atau sedikit menurun (65-75 mmHg), PaCO 2 normal
(40 mmHg) atau sedikit meningkat (35-40 mmHg), SaO2 normal, pH menurun.
untuk melihat adanya pembesaran jantung. Pemeriksaan faal paru: kapasitas paru total
dan volume residu sering kali meningkat akibat terperangkapnya udara dalam ruang
2.9 Diagnosa
1. Dari anamnesa
d. Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi misalnya BBLR, infeksi saluran
e. Sesak napas waktu aktivitas terjadi bertahap dan perlahan-lahan memburuk dalam
beberapa tahun. Pada bayi terdapat kesulitan pernapasan berat tetapi kadang-
3. Pemeriksaan fisik
4. Pemeriksaan penunjang
BAB III
3.1 Pengkajian
1. Demografi
udara.
2. Pemeriksaan kesehatan
a. Nutrisi : pada saat terkena emfisema pada individu terjadi anoreksia, berat
c. Aktivitas : akan menurun karena individu sesak napas, lemah, mudah cepat
3. Pemeriksaan fisik
15
16
serta pengobatannya.
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, mis; mengi, krekels, ronki
d. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman mis : peninggian kepala tempat tidur,
Intervensi:
a. Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman napas, laporkan setiap perubahan yang
terjadi
b. Observasi tanda-tanda infeksi pada luka, TTV, keluhan sesak napas dan nyeri saat
bernapas
serta pengobatannya
Intervensi:
Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk mencapai tujuan yang
spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah rencana intervensi disusun dan ditunjukkan
pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Tujuan dari
implementasi adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang
kegiatan yang dilakukan untuk melihat perkembangan pasien dengan tujuan agar
mengetahui apakah perawatan yang telah diberikan dapat dicapai dan memberikan umpan
balik terhadap perawatan yang dicapai serta terhadap asuhan keperawatan yang telah
diberikan.
BAB IV
TINJAUAN KASUS
1. Biodata
a. Identitas Pasien
Nama : Tn. T
Umur : 52 Tahun
Agama : Islam
Alamat : Berkoh
b. Penanggung jawab
Nama : Ny. B
Umur : 50 Tahun
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Alamat : Berkoh
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan Utama :
Penderita datang dengan keluhan sesak nafas yang telah di derita sejak 3 hari
sebelum masuk RS, sesak nafas dirasa memberat terutama setelah beraktivitas,
19
20
akan sedikit berkurang bila pasien beristirahat. Dan pasien sering terbangun pada
malam hari karena sesak. Pasien tidur lebih nyaman dengan 3 bantal. Sesak nafas
diikuti dengan keluhan batuk dengan dahak yang sulit dikeluarkan, dan jika
berat badan drastis, nafsu makan menurun, keringat malam(+), nyeri dada (+) saat
Ny. B mengatakan suami tidak pernah memiliki riwayat penyakit, suami hanya
Penderita adalah suami dari 1 istri dan ayah dari 3 anak, bekerja sebagai buruh
menggunakan Jamkesmas.
Ny. B mengatakan sebelum pasien sakit dan masuk Rumah sakit pasien makan 3
kali sehari, sebanyak ½ porsi, dengan nasi, lauk pauk (tempe, tahu, telur, ikan) dan
sayur. Pasien jarang makan buah dan minum susu. Pasien minum air putih
sebanyak 5-7 gelas belimbing perhari. Dan setelah masuk rumah sakit pasien suda
mengalami pola makan yang tidak teratur di karenakan sesak. Ny. B mengatakan
3. Pemeriksaan Fisik
b. Tanda Vital
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 96 x/menit
Pernafasan : 30 x/menit
Suhu : 36,70C
g. Mulut : Mukosa basah (+), sianosis (+), lidah kotor (-), pursed-lips
breathing (+)
Jantung
(-) Paru
Perkusi : Sonor/sonor
4. Pemeriksaan Penunjang
Hct : 37%
Ureum : 49 mg/dl
pH : 7,47
pCO2 : 36 mmHg
pO2 : 75 mmHg
Hct : 29,8%
BE : 1,9 mmol/L
Kesan :
Diafragma mendatar
Hiperinflasi
Hasil Pemeriksaan: tidak ditemukan Gram (+) coccus dan Gram (-) batang, dan
5. Penatalaksanaan
a. Terapi paru
O2 2L/mnt
OBH syr 3 x C1
Do :
Do :
Implementasi Evaluasi
Kaji TTV S
Berikan nebuliser Pasien masih merasakan sesak
Lakukan proning position
O
Wajah tampak gelisah
Dahak tampak susah keluar
Tampak menggunakan otot bantu
A
Masalah belum teratasi
P
Intervensi di lanjutkan
Kaji pengetahuan pasien S
Berikan penyuluhan Klien dan keluarga mengetahui
penjelasan mengenai penyakit
O
Pasien dan keluarga terlihat
kooperatif
A
Pengetahuan pasien dan keluarga
meningkat
P
Sarankan pasien dan keluarga agar
mengurangi resiko penyakit
BAB V
PENUTU
5.1 Kesimpulan
kurangnya elastisitas paru dan kerusakan pada alveoli, dimana alveoli menjadi
mengembang dan kaku walaupun setelah ekspirasi. Emfisema dapat menyerang pria dan
wanita. Emfisema disebabkan oleh merokok, infeksi saluran pernapasan, polusi, faktor
genetik, dan obstruksi jalan napas. Tanda-tanda penyakit emfisema pada awalnya tidak
mudah untuk diketahui tetapi setelah 30-40 tahun gejala semakin berat. Gejala yang
terlihat yaitu batuk, berat badan menurun, tekanan darah meningkat, kelemahan, napas
Masalah keperawatan yang timbul pada emfisema adalah bersihan jalan napas tidak
efektif, gangguan pertukaran gas, resiko tinggi infeksi, dan kurang pengetahuan mengenai
didapat dari pengkajian tersebut, kemudian didapatkan masalah keperawatan dan tindakan
yang akan dilakukan dalam melakukan perawatan. Setelah melakukan tindakan, perawat
harus melakukan tindakan akhir yaitu evaluasi. Evaluasi penting dilakukan untuk
5.2 Saran
Penyusun menyadari makalah ini masih kurang sempurna dan mungkin masih ada
27
28
dari semua pihak, teutama pembaca untuk membantu menyempurnakan makalah ini.
Untuk pembaca penyusun sarankan untuk mencari referensi yang lainnya, karena
referensi yang kami dapatkan masih sangat terbatas. Atas saran dan kritik yang
Bararah, Taqiyyah & Mohammad Jauhar. 2013. Asuhan Keperawatan Panduan Lengkap
Black, J. M., & Hawks J. H. 2014. Keperawatan Medikal Bedah Manajemen Klinis untuk
Hasil yang Diharapkan. Edisi 8. Jakarta: Elsevier.
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Vol.1 Edisi 8. Jakarta:
EGC.
Ignatavicius, D.D., & Workman, L. (2016). Medical Surgical Nursing : Patient-Centered
Lewis, S.L., Dirksen, S.R., Heitkemper, M.M., Bucher, L., & Harding, M.M. (2017).
PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik,
Somantri, Irman. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Sue E. H., & Kathryn L. M. 2019. Buku Ajar Patofisiologi. Edisi ke enam, volume 1:
Elsevier.