Anda di halaman 1dari 7

A.

PERAN DAN FUNGSI KONSELOR


Peran konselor dalam pendekatan Rational-Emotive Behavior Therapy
(REBT) adalah;
a. Aktif-direktif, yaitu mengambil peran lebih banyak untuk memberikan penjelasan
terutama pada awal konseling
b. Mengkonfrontasi pikiran irasional konseli secara langsung
c. Menggunakan berbagai teknik untuk menstimulus konseli untuk berpikir dan
mendidik kembali diri konseli sendiri
d. Secara terus menerus “menyerang” pemikiran irasional konseli
e. Mengajak konseli untuk mengatasi masalahnya dengan kekuatan berpikir bukan
emosi
f. Bersifat didaktif (George & Cristiani, 1990, p.86 dalam Komalasari, Gantina.,dkk.
2018:214)
Dalam melaksanakan pendekatan REBT, konselor diharapkan memiliki
kemampuan berbahasa yang baik karena REBT banyak didominasi oleh teknik-teknik
yang menggunakan pengolahan verbal. Selain itu, secara umum konselor harus
memiliki keterampilan untuk membangun hubungan konseling. Adapun keterampilan
konseling yang harus dimiliki konselor yang akan menggunakan pendekatan REBT
adalah sebagai berikut:
 Empati (empathy)
 Menghargai (respect)
 Ketulusan (genuineness)
 Kekongkritan (concreteness)
 Konfrontasi (confrontation) (Walen et.al., 1992, pp. 59-63 Komalasari,
Gantina.,dkk. 2018:214-215)

B. TAHAP-TAHAP KONSELING
Rational-Emotive Behavior Therapy (REBT) membantu konseli mengenali dan
memahami perasaan, pemikiran, dan tingkah laku yang irasional. Dalam proses ini
konseli diajarkan untuk menerima bahwa perasaan, pemikiran, dan tingkah laku
tersebut diciptakan dan diverbalisasi oleh konseli sendiri. Dalam Komalasari,
Gantina.,dkk. (2018:215-218) proses konseling dengan pendekatan REBT terdapat
beberapa tahap yang dikerjakan oleh konselor dan konseli.
a. Tahap 1
Proses dimana konseli diperlihatkan dan disadarkan bahwa mereka tidak
logis dan irasional. Proses ini membantu konseli memahami bagaimana
dan mengapa dapat menjadi irasional. Pada tahap ini konseli diajarkan
bahwa mereka memiliki potensi untuk mengubah hal tersebut.

b. Tahap 2
Pada tahap ini konseli dibantu untuk yakin bahwa pemikiran dan perasaan
negative tersebut dapat ditentang dan diubah. Pada tahap ini konseli
mengeksplorasi ide-ide untuk menentukan tujuan-tujuan irasional. Pada
tahap ini konselor menggunakan teknik-teknik konseling REBT untuk
membantu konseli mengembangkan pikiran rasional.

c. Tahap 3
Pada tahap akhir ini, konseli dibantu untuk secara terus menerus
mengembangkan pikiran rasional serta mengembangkan filosofi hidup
yang rasional sehingga konseli tidak terjebak pada masalah yang
disebebkan pemikiran irasional (George & Cristiani, 1990,pp. 85-86
Komalasari, Gantina.,dkk. 2018:216).

Secara khusus, terdapat beberapa langkah intervensi konseling dengan


pendekatan REBT yaitu:
1. Bekerja sama dengan konseli (engage with client)
 Membangun hubungan dengan konseli yang dapat dicapai
dengan mengembangkan empati, kehangatan, dan penghargaan.
 Memperhatikan tentang “secondary disturbances” atau hal yang
mengganggu konseli yang mendorong konseli mencari bantuan.
 Memperlihatkan kepada konseli tentang kemungkinan
perubahan yang bisa dicapai dan kemampuan konselor untuk
membantu konseli mencapai tujuan konseling.
2. Melakukan asesmen terhadap masalah, orang dan situasi (assesses the
problem, person, and situation)
 Mulai dengan mengidentifikasi pandangan-pandangan tentang
apa yang menurut konseli salah.
 Perhatikan bagaimana perasaan konseli mengalami masalah ini.
 Laksanakan asesmen secara umum dengan mengidentifikasi
latar belakang personal dan sosial, kedalaman masalah,
hubungan dengan kepribadian individu, dan sebab-sebab non
psikis seperti : kondisi fisik, lingkungan, dan penyalahgunaan
obat.
3. Mempersiapkan konseli untuk terapi (prepare the client for therapy)
 Mengklarifikasi dan menyetujui tujuan konseling dan motivasi
konseli untuk berubah
 Mendiskusikan pendekatan yang akan digunakan dan
implikasinya
4. Mengimplementasikan program penanganan (implement the treatment
program)
 Menganalisis episode spesifik di mana inti masalah itu terjadi,
menemukan keyakinan-keyakinan yang terlibat dalam masalah,
dan mengembangkan homework.
 Mengembangkan tugas-tugas tingkah laku untuk mengurangi
ketakutan atau memodifikasi tingkah laku
5. Mengevaluasi kemajuan (evaluate progress)
Pada menjelang akhir intervensi konselor memastikan apakah
konseli mencapai perubahan yang signifikan dalam berpikir
atau perubahan tersebut disebabkan oleh faktor lain.
6. Mempersiapkan konseli untuk mengakhiri konseling (prepare the client
for termination)
Mempersiapkan konseli untuk mengakhiri proses konseling dengan
menguatkan kembali hasil yang sudah dicapai. Selain itu,
mempersiapkan konseli untuk dapat menerima adanya kemungkinan
kemunduran dari hasil yang sudah dicapai atau kemungkinan
mengalami masalah di kemudian hari (Froggatt, p. 5-6 Komalasari,
Gantina.,dkk. 2018:218)
C. TEKNIK-TEKNIK KONSELING
Teknik konseling dengan pendekatan Rasional-Emotive Behavior Therapy
(REBT) dalam Komalasari, Gantina.,dkk. (2018:220-225)dapat dikategorikan
menjadi tiga kelompok, yaitu teknik kognitif, teknik imageri, dan teknik
behavioral atau tingkah laku.

1. Teknik Kognitif
a. Dispute kognitif (cognitive disputation)
Usaha untuk mengubah keyakinan irasional konseli melalui philosophical
persuation, didactic presentation, socratic dialogue, vicarious experiences,
dan berbagai ekspresi verbal lainnya.

b. Analisis rasional (rational analysis)


Teknik untuk mengajarkan konseli bagaimana membuka dan mendebat
pikiran irasional (Froggatt, 2005, p. 6 dalam Komalasari, Gantina., dkk.
2018:221)

c. Dispute standard ganda (double-standard dispute)


Mengajarkan konseli melihat dirinya memiliki standar ganda tentang diri,
orang lain dan lingkungan sekitar ( Froggatt, 20005, p. 6 dalam
Komalasari, Gantina., dkk. 2018:221).

d. Skala katastropi (catastrophe scale)


Membuat proporsi tentang peristiwa-peristiwa yang menyakitkan.
Misalnya dari 100% buatlah presentase peristiwa yang menyakitkan,
urutkan dari yang paling tinggi presentasenya sampai yang paling rendah
(Froggatt, 2005, p. 6 dalam Komalasari, Gantina., dkk. 2018:222)

e. Devil’s advocate atau rational reversal


Meminta konseli untuk memainkan peran yang memiliki keyakinan
irasional sementara konselor memainkan peran menjadi konseli yang
irasional. Konseli melawan keyakinan irasional konselor dengan
keyakinan rasional yang diverbalisasikan (Froggatt, 2005, p.7; walen et.al.,
1992, p.170 dalam Komalasari, Gantina., dkk. 2018:222)
f. Membuat frame ulang (reframing)
Mengevaluasi kembali hal-hal yang mengecewakan dan tidak
menyenangkan dengan mengubah frame berpikir konseli (Froggatt, 2005,
p. 7).

2. Teknik Imageri
a. Dispute imajinasi (imaginal disputation)
Strategi imaginal disputation melibatkan penggunaan imageri. Setelah
melakukan dispute secara verbal, konselor meminta konseli untuk
membayangkan dirinya kembali pada situasi yang menjadi masalah dan
meilhat apakah emosinya telah berubah. Bila ya, maka konselor meminta
konseli untuk mengatakan pada dirinya sebagai individy yang berpikir
lebih rasional dan mengulang kembali proses di atas. Bila belum maka
keyakinan irasionalnya masih ada (Walen et.al., 1992, p.165 dalam
Komalasari, Gantina., dkk. 2018:222)

b. Kartu control emosional (the emotional control card – ECC)


Alat yang dapat membantu konseli menguatkan dan memperluas praktik
REBT. ECC biasa digunakan untuk memperkuat proses belajar, secara
lebih khusus perasaan marah (anger), kritik diri (self-critism), kecemasan
(anxiety), dan depresi (depression). ECC berisi dua kategori perasaan
paralel, yaitu (1) perasaan yang tidak seharusnya atau yang merusak diri
dan (2) perasaan yang sesuai dan tidak merusak diri (Gladding, 1992, p.
120 dalam Komalasari, Gantina., dkk. 2018:223).

c. Proyeksi waktu (time projection)


Meminta konseli untuk memvisualisasikan kejadian yang tidak
menyenangkan ketika kejadian itu terjadi, setelah itu membayangkan
seminggu kemudia, sebulan kemudian, enam bulan kemudian, setahun
kemudian, dan seterusnya. Bagaimana konseli merasakan perbedaan tiap
waktu yang dibayangkan. Konseli dapat melihat bahwa hidup berjalan
terus dan membutuhkan penyesuaian (Froggatt, 2005, p.7 dalam
Komalasari, Gantina., dkk. 2018:223).
d. Teknik melebih-lebihkan (the “blow-up” technique)
Variasi dari teknik “worst case imagery”. Meminta konseli
membayangkan kejadian yang menyakitkan atau kejadian yang
menakutkan, kemudian melebih-lebihkannya sampai pada taraf yang
paling tinggi. Hal ini bertujuan agar konseli dapat mengontrol
ketakutannya (Froggatt, 2005, p.7 dalam Komalasari, Gantina., dkk.
2018:223)

3. Teknik Behavioral
a. Dispute tingkah laku (behavioral disputation)
Behavioral dispute atau risk taking yaitu memberi kesempatan kepada
konseli untuk mengalami kejadian yang menyebabkannya berpikir
irasional dan melawan keyakinannya tersebut. Contoh, bila konseli
memiliki keyakinan bahwa ia harus sempurna mengerjakan tugas, maka
konseli diminta untuk mengerjakan tugas seadanya (Walen, et.al.,1992,
p.169 dalam Komalasari, Gantina., dkk. 2018:224).

b. Bermain peran (role playing)


Dengan bantuan konselor, konseli melakukan role play tingkah laku baru
yang sesuai dengan keyakinan rasional.

c. Peran rasional terbalik (rational role reversal)


Meminta konseli untuk memainkan peran yang memiliki keyakinan
rasional sementara konselor memainkan peran menjadi konseli yang
irasional. Konseli melawan keyakina irasional konselor dengan keyakinan
rasional yang diverbalisasikan (Walen, et.al., 1992, pp. 169-170 dalam
Komalasari, Gantina., dkk. 2018:224).

d. Pengalaman langsung (exposure)


Konseli secara sengaja memasuki situasi menakutkan. Proses ini dilakukan
memalui perencanaan dan penerapan keterampilan mengatasi masalah
(coping skills) yang telah dipelajari sebelumnya (Froggatt, 2005, p.7 dalam
Komalasari, Gantina., dkk. 2018:224).
e. Menyerang rasa malu (shame attacking)
Melakukan konfrontasi terhadap ketakutan untuk malu dengan sengaja
bertingkah laku yang memalukan dan mengundang ketidaksetujuan
lingkungan sekitar. Dalam hal ini konseli diajarkan mengelola dan
mengantisipasi perasaan malunya (Froggatt, 2005, p.7 dalam Komalasari,
Gantina., dkk. 2018:225).

f. Pekerjaan rumah (homework assignments)


Selain melakukan disputation secara verbal, REBT juga menggunakan
homework assignments (pekerjaan rumah) yang dapat digunakan sebagai
self-help work. Terdapat beberapa aktivitas yang dapat dilakukan dalam
homework assignments yaitu : membaca, mendengarkan, menulis,
mengimajinasikan, berpikir, relaksasi, dan distraction, serta aktivitas
(Walen et.al., 1992 p. 225 dalam Komalasari, Gantina., dkk. 2018:225)

Sumber : Komalasari, Gantina.,dkk. (2018). Teori dan Teknik Konseling.


Jakarta : Indeks.

Anda mungkin juga menyukai