Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

“KOMUNIKASI DENGAN KELOMPOK KELUARGA DENGAN LANSIA”

DOSEN MATA KULIAH :


Ns. LEDIA RESTIPA, M. Kep

DISUSUN OLEH :

YOLANDA DWI PUTRI


1710105077

KELAS VII B KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ALIFAH PADANG
TAHUN AJARAN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah dengan judul
Dalam penyusunan makalah inKomunikasi Terapeutik Pada Keluarga dan
Lansia , ini dapat kami di selesaikan.
kami banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun
tidak langsung. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini kami ingin menyampaikan
ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu
dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
sebab itu, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan untuk penyempurnaan
pada tugas pembuatan berikutnya.
Semoga makalah ini dapat diterapkan sehingga berguna bagi mahasiswa
keperawatan secara umum, terutama mahasiswa stikes alifah padang pada khususnya.

Padang, 1 Oktober 2020


DAFTAR ISI
i
KATA PENGANTAR............................................................................................. I

DAFTAR ISI............................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................... 1
1.3 Tujuan……………………………………………………………….

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Komunikasi Dalam Keluarga…………………………………………….ii
2.2Komunikasipada Lansia
……………………………………………….iii

BAB III PENUTUP


3.2Kesimpulan......................................................................................... 10
3.3 Saran…………………………………………………………………13

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang


Dalam kehidupan keseharian kita tidak akan pernah terlepas dari kegiatan
komunikasi bahkan hampir seluruh waktu yang kita habiskan adalah untuk
berkomunikasi dengan orang lain. Manusia sebagai pribadi maupun makhluk social
akan saling berkomunikasi dan saling mempengaruhi satu sama lain dalam hubungan
yang beraneka ragam, dengan gaya dan cara yang berbeda pula. Komunikasi
merupakan dasar dari seluruh interaksi antar manusia.Interaksi manusia baik antara
perorangan, kelompok maupun organisasi tidak mungkin terjadi tanpa
komunikasi.  Begitupun dalam interaksi keluarga, baik antar pribadi anggota keluarga,
orang tua dengan anak maupun dengan keluarga yang lain sebagai perorangan ,
kelompok maupun sebagai keluarga itu sendiri.
Komunikasi adalah elemen dasar dari interaksi manusia yang memungkinkan
seseorang untuk menetapkan, mempertahankan dan meningkatkan kontrak dengan
oran lain karena komunikasi dilakukan oleh seseorang, setiap hari orang seringkali
salah berpikir bawa komunikasi adalah sesuatu yang mudah. Namun sebenarnya
adalah proses yang kompleks yang melibatkan tingkah laku dan hubungan serta
memungkinkan individu berasosiasi dengan orang lain dan dengan lingkungan
sekitarnya. Hal itu merupakan peristiwa yang terus berlangsung secara dinamis yang
maknanya dipacu dan ditransmisikan. Untuk memperbaiki interpretasi pasien
terhadap pesan, perawat harus tidak terburu-buru dan mengurangi kebisingan dan
distraksi. Kalimat yang jelas dan mudah dimengerti dipakai untuk menyampaikan
pesan karena arti suatu kata sering kali telah lupa atau ada kesulitan dalam
mengorganisasi dan mengekspresikan pikiran. Instruksi yang berurutan dan sederhana
dapat dipakai untuk mengingatkan pasien dan sering sangat membantu. (Bruner &
Suddart, 2001 : 188)
Komunikasi adalah proses interpersonal yang melibatkan perubahan verbal
dan non verbal dari informasi dan ide. Kominikasi mengacu tidak hanya pada isi
tetapi juga pada perasaan dan emosi dimana individu menyampaikan hubungan
( Potter-Perry, 301 ).
Komunikasi amat berperan penting dalam menjelaskan segala sesuatunya,
banyak orang yang salah memahami makna pesan yang di sampaikan akibat pola
komunikasi yang salah. Keluarga adalah lingkungan terkecil dan terdekat bagi
individu. Melalui keluarga seseorang mulai belajar, bersosialisasi, membentuk
karakter, dan mengembangkan nilai-nilai yang telah ditanamkan padanya melalui
suatu pola tertentu.
Komunikasi keluarga adalah komunikasi yang terjadi dalam sebuah keluarga,
yang merupakan cara seorang anggota keluarga untuk berinteraksi dengan anggota
lainnya, sekaligus sebagai wadah dalam membentuk dan mengembangkan nilai-nilai
yang dibutuhkan sebagai pegangan hidup. Agar anak dapat menjalani hidupnya ketika
berada dalam lingkungan masyarakat, apa yang terjadi jika sebuah pola komunikasi
keluarga tidak terjadi secara harmonis tentu akan mempengaruhi perkembangan anak.
Komunikasi pada lansia membutuhkan peratian khusus. Perawat harus
waspada terhadap perubahan fisik, psikologi, emosi, dan sosial yang memperngaruhi
pola komunikasi. Perubahan yang berhubungan dengan umur dalam sistem auditoris
dapat mengakibatkan kerusakan pada pendengaran. Perubahan pada telinga bagian
dalam dan telinga mengalangi proses pendengaran pada lansia sehingga tidak toleran
teradap suara. Berdasarkan hal – hal tersebut kami menulis makalah ini yang berjudul
“ komunikasi pada lansia.

B.     Rumusan Masalah


1.      Apa pengertian komunikasi terpeutik pada keluarga dan lansia?
2.      Apa bentuk komunikasi terpeutik pada keluarga dan lansia?
3.      Bagaimana komunikasi pada keluarga dan lansia?
4.      Apa factor yang mempengaruhi komunikasi terpeutik pada keluarga dan lansia?
5.      Apa hambatan komunikasi terpeutik pada keluarga dan lansia?

C.    Tujuan
1.      Mengetahui pengertian komunikasi terpeutik pada keluarga dan lansia?
2.      Mengetahui bentuk komunikasi terpeutik pada keluarga dan lansia?
3.      Mengetahui cara komunikasi pada keluarga dan lansia?
4.      Mengetahui factor yang mempengaruhi komunikasi terpeutik pada keluarga dan
lansia?
5.      Mengetahui hambatan komunikasi terpeutik pada keluarga dan lansia?
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Komunikasi Terapeutik Dalam Keluarga


1.      Pengertian
Keluarga adalah sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan
perkawinan, adaptasi, dan kelahiran yang bertujuan menciptakan dan
mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan perkembangan fisik, mental,
dan emosional serta sosial individu yang ada di dalamnya, dilihat dari interaksi
yang reguler dan ditandai adanya ketergantungan dan hubungan untuk mencapai
tujuan umum. (Duval, 1972).
Departemen Kesehatan RI (1988). Keluarga adalah unit terkecil dari
masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul
serta tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam kadaan saling tergantung.
Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan manusia,
dimana ia belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial, dalam interaksi
dengan kelompoknya.
Menurut Rae Sedwig (1985), Komunikasi Keluarga adalah suatu
pengorganisasian yang menggunakan kata-kata, sikap tubuh (gesture), intonasi
suara, tindakan untuk menciptakan harapan image, ungkapan perasaan serta
saling membagi pengertian.
Komunikasi dalam keluarga juga dapat diartikan sebagai kesiapan
membicarakan dengan terbuka setiap hal dalam keluarga baik yang
menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan, juga siap menyelesaikan
masalah-masalah dalam keluarga dengan pembicaraan yang dijalani dalam
kesabaran dan kejujuran serta keterbukaan.

2.       Ciri-Ciri Komunikasi Keluarga


Menurut Kumar (Wijaya,1987) ciri-ciri komunikasi dalam keluarga adalah
sebagai berikut:
a.       Keterbukaan (openess)
Keterbukaan adalah sejauh mana individu memiliki keinginan untuk terbuka
dengan orang lain dalam berinteraksi. Keterbukaan yang terjadi dalam
komunikasi memungkinkan perilakunya dapat memberikan tanggapan secara
jelas terhadap segala pikiran dan perasaan yang diungkapkannya.
b.      Empati (Empathy)
Empaty adalah suatu perasaan individu yang merasakan sama seperti yang
dirasakan orang lain, tanpa harus secara nyata terlibat dalam perasaan
ataupun tanggapan orang tersebut.
c.       Dukungan
Adanya dukungan dapat membantu seseorang lebih bersemangat dalam
melakukan aktivitas serta meraih tujuan yang diinginkan. Dukungan ini lebih
diharapkan dari orang terdekat yaitu, keluarga.
d.      Perasaan Positif (Positiveness)
Perasaan yaitu dimana individu mempunyai perasaan positif terhadap apa
yang sudah dikatakan orang lain terhadap dirinya.
e.       Kesamaan (Equality)
kesamaan disini dimaksudkan individu mempunyai kesamaan dengan orang
lain dalam hal berbicara dan mendengarkan.

3.       Bentuk-Bentuk Komunikasi dalam Keluarga


a.       Komunikasi orang tua yaitu suami-istri
Komunikasi orang tua yaitu suami istri disini lebih menekankan pada peran
penting suami istri sebagai penentu suasana dalam keluarga. Keluarga dengan
anggota keluarga (ayah, ibu, anak).
b.      Komunikasi orang tua dan anak
Komunikasi yang terjalin antara orang tua dan anak dalam satu ikatan
keluarga di mana orang tua bertanggung jawab dalam mendidik anaknya.
Hubungan yang terjalin antara orang tua dan anak di sini bersifat dua arah,
disertai dengan pemahaman bersama terhadap sesuatu hal di mana antara
orang tua dan anak berhak menyampaikan pendapat, pikiran, informasi atau
nasehat. Hubungan komunikasi yang efektif ini terjalin karena adanya rasa
keterbukaan, empati, dukungan, perasaan positif, kesamaan antara orang tua
dan anak.
c.       Komunikasi ayah dan anak
Komunikasi disini mengarah pada perlindungan ayah terhadap anak. Peran
ayah dalam memberi informasi dan mengarahkan pada hal pengambilan
keputusan pada anak yang peran komunikasinya cenderung meminta dan
menerima. Misal, memilih sekolah. Komunikasi ibu dan anak Lebih bersifat
pengasuhan kecenderungan anak untuk berhubungan dengan ibu jika anak
merasa kurang sehat, sedih, maka peran ibu lebih menonjol.
d.      Komunikasi anak dan anak yang lainnya
Komunikasi ini terjadi antara anak 1 dengan anak yang lain. Dimana anak
yang lebih tua lebih berperan sebagai pembimbing pada anak yang masih
muda. Biasanya dipengaruhi oleh tingkatan usia atau faktor kelahiran.

4.       Tahap-Tahap Perkembangan Komunikasi Keluarga


a.       Keluarga dengan anak – anak prasekolah
Pada tahap ini dari lahir hingga usia 6 tahun, anak – anak ada pada
tahun puncak untuk mempelajari bahasa. Kemampuan berbahasa terutama
diperoleh dari keluarga khususnya dari interaksi anatara anak dan pengasuh
utama, ibunya. Anak – anak memulai kemampuan berbahasa dengan
menggunakan kata – kata tunggal. Anatara usia 18 – 24 bulan, ungkapan –
ungkapan dua kata muncul. Menjelangn usia 3 tahun anak- anak menguasai
kira – kira seribu kata, dan mulai usia 4-5 tahun mereka memperoleh kira-
kira 50 kata setiap bulan.
b.      Keluarga dengan anak – anak usia sekolah
Anak – anak semakin mengalami kebebasan sejalan dengan
pertambahan usia. Mereka memperoleh pengaruh tidak hanya lewat
komunikasi keluarga yang masih merupakan kekuatan dominan, tapi juga
lewat komunikasi dengan pihak – pihak di luar keluarga. Dua dimensi
komunikasi orang tua-anak menjadi penting ; penerimaan – penolakan dan
kontrol otonomi.
c.       Keluarga dengan anak – anak remaja
Tahap ini cenderung ditandai dengan bertambahnya konflik
sehubungan dengan bertambahya kebebasan anak – anak. Masalah – masalah
otonomi dan kontrol menjadi sangat tajam pada tahun –tahun ini. Anak –
anak remaja mulai mengalihkan komunikasi dari komunikasi keluarga
kepada komunikasi dengan teman- teman sebaya. Karena perubahan –
perubahan fisiologis dan psikologis yang dialami remaja, topik –topik
tertentu menjadi perhatian mereka. Pendeknya, usia remaja merupakan
tantangan terbesar bagi komunikasi keluarga. Bila orang tua dan anak dapat
mengatasi badai, komunikasi selanjutnya akan lebih lancar. Selanjutnya
dapat disimpulkan dengan pertambahan usia, hubungan kita dengan saudara-
saudara kandung  tetap penting.

5.       Teknik Komunikasi Efektif dalam Keluarga


Ada lima hal yang harus diperhatikan agar komunikasi di dalam keluarga
tercipta secara  efektif,yaitu:
a.       Respek
Komunikasi harus diawali dengan sikap saling menghargai (respectfull
attitude). Adanya penghargaan biasanya akan menimbulkan kesan serupa
(timbal balik) dari si lawan diskusi. Orangtua akan sukses berkomunikasi
dengan anak bila ia melakukannya dengan penuh respek. Bila ini dilakukan
maka anak pun akan melakukan hal yang sama ketika berkomunikasi dengan
orangtua atau orang di sekitanya.
b.      Empati
Empati adalah kemampuan untuk menempatkan diri kita pada situasi
dan kondisi yang dihadapi orang lain. Syarat utama dari sikap empati adalah
kemampuan untuk mendengar dan mengerti orang lain, sebelum didengar
dan dimengerti orang lain.
Orangtua yang baik tidak akan menuntut anaknya untuk mengerti
keinginannya, tapi ia akan berusaha memahami anak atau pasangannya
terlebih dulu. Ia akan membuka dialog dengan mereka, mendengar keluhan
dan harapannya. Mendengarkan di sini tidak hanya melibatkan indra saja,
tapi melibatkan pula mata hati dan perasaan. Cara seperti ini dapat
memunculkan rasa saling percaya dan keterbukaan dalam keluarga.
c.       Audibel
Audibel berarti “dapat didengarkan” atau bisa dimengerti dengan baik.
Sebuah pesan harus dapat disampaikan dengan cara atau sikap yang bisa
diterima oleh si penerima pesan. Raut muka yang cerah, bahasa tubuh yang
baik, kata-kata yang sopan, atau cara menunjuk, termasuk ke dalam
komunikasi yang audibel ini.
d.      Jelas
Pesan yang disampaikan harus jelas maknanya dan tidak menimbulkan
banyak pemahaman, selain harus terbuka dan transparan. Ketika
berkomunikasi
dengan anak, orangtua harus berusaha agar pesan yang disampaikan bisa
jelas maknanya. Salah satu caranya adalah berbicara sesuai bahasa yang
mereka pahami (melihat tingkatan usia).
e.       Tepat
Dalam membahas suatu masalah hendaknya proporsi yang diberikan
tepat baik waktunya, tema maupun sasarannya. Waktu yang tepat untuk
membicarakan masalah anak misalnya pada waktu makan malam. Pada
waktu sarapan pagi, karena ketergesaan maka yang dibicarakan umumnya
masalah yang ringan saja.
f.       Rendah Hati
Sikap rendah hati dapat diungkapkan melalui perlakuan yang ramah,
saling menghargai, tidak memandang diri sendiri lebih unggul ataupun lebih
tahu, lemah lembut, sopan, dan penuh pengendalian diri. Dengan sikap
rendah hati ini maka laaawaaan diskusi kita memjadi lebih terbuka, sehingga
banyak hal yang dapat diungkapkan dari diskusi tersebut.

6.      Faktor –Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi Keluarga


Berkomunikasi itu tidak mudah. Terkadang seseorang dapat berkomunikasi
dengan baik kepada orang lain. Dilain waktu seseorang mengeluh tidak dapat
berkomunikasi dengan baik kepada orang lain. Ada sejumlah faktor-faktor  yang
mempengaruhi komunikasi dalam keluarga, seperti yang akan di uraikan berikut
ini :
a.       Citra diri dan citra orang lain
Setiap orang mempunyai gambaran – gambaran tertentu mengenai
dirinya statusnya, kelebihan dan kekurangannya. Gambaran itulah yang
menentukan apa dan bagaimana ia berbicara, menjadi menjaring bagi apa
yang dilihatnya, didengarnya, bagaimana penilaiannya terhadap segala yang
berlangsung disekitarnya. Dengan kata lain, citra diri menentukan ekspresi
dan persepsi orang. Tidak hanya citra diri, citra orang lain juga
mempengaruhi cara dan kemampuan orang berkomunikasi. Orang lain
mempunyai gambaran  khas bagi dirinya. Jika seorang ayah mencitrakan
anaknya sebagai manusia yang lemah, ingusan, tak tahu apa-apa, harus di
atur, maka ia berbicara secara otoriter. Akhirnya, citra diri dan citra orang
lain harus saling berkaitan, saling lengkap-melengkapai. Perpaduan kedua
citra itu menentukan gaya dancara komunikasi.

b.      Suasana Psikologis


Suasana Psikologis di akui mempengaruhi komunikasi. Komunikasi
sulit berlangsung bila seseorang dalam keadaan sedih, bingung, marah,
merasa kecewa, merasa irihati, diliputi prasangka, dan suasana psikologis
lainnya.
c.       Lingkungan Fisik
Komunikasi dapat berlangsung dimana saja dan kapan saja, dengan
gaya, dan cara yang berbeda. Komunikasi yang berlangsung dalam keluarga
berbeda dengan yang terjadi di sekolah. Karena memang kedua lingkungan
ini berbeda. Suasana di rumah bersifat informal, sedangkan suasana di
sekolah bersifat formal. Demikian juga komunikasi yang berlangsung dalam
masyarakat. Karena setiap masyarakat memiliki norma yang harus diataati,
maka komunikasi yang berlangsungpun harus taat norma.
d.      Kepemimpinan
Dalam keluarga seorang pemimpin mempunyai peranan yang sangat
penting dan strategis. Dinamika hubungan dalam keluarga dipengaruhi oleh
pola kepemimpinan. Karakteristik seorang pemimpin akan menentukan pola
komunikasi bagaimana yang akan berproses dalam kehidupan yang
membentuk hubungan-hubungan tersebut.
e.       Bahasa
Dalam komunikasi verbal orang tua atau anak pasti menggunakan
bahasa sebagai alat untuk mengekspresikan sesuatu. Pada suatu kesempatan
bahasa yang dipergunakan oleh orang tua ketika secara kepada anaknya
dapat mewakili suatu objek yang dibicarakan secara tepat. Tetapi dilain
kesempatan, bahasa yang digunakan itu tidak  mampu mewakili suatu objek
yang dibicarakan secara tepat. Maka dari itu dalam berkomunikasi dituntut
untuk menggunakan bahasa yang mudah dimengerti antara komunikator dan
komunikasi.
f.       Perbedaan Usia
Komunikasi dipengaruhi oleh usia. Itu berarti setiap orang tidak bisa
berbicara sekehendak hati tanpa memperhatikan siapa yang diajak bicara.
Berbicara kepada anak kecil berbeda ketika berbicara kepada remaja. Mereka
mempunyai dunia masing-masing yang harus dipahami.

B.     Komunikasi Terapeutik Pada Lansia


1.      Pengertian
Lansia  adalah periode dimana organisme telah mencapai kemasakan
dalam ukuran dan fungsi dan juga telah menunjukkan kemunduran sejalan
dengan waktu. Ada beberapa pendapat mengenai “usia kemunduran” yaitu ada
yang menetapkan 60 tahun, 65 tahun dan 70 tahun. Badan kesehatan dunia
(WHO) menetapkan 65 tahun sebagai usia yang menunjukkan proses menua yang
berlangsung secara nyata dan seseorang telah disebut lanjut usia.Kelompok lanjut
usia ( LANSIA ) adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas
(Hardywinoto dan Setiabudhi, 1999).
Pada lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya kemampuan jaringan
untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya
secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan
memperbaiki kerusakan yang terjadi (Constantinides, 1994).
Karena itu di dalam tubuh akan menumpuk makin banyak distorsi
metabolik dan struktural disebut penyakit degeneratif yang menyebabkan lansia
akan mengakhiri hidup dengan episode terminal (Darmojo dan Martono, 1999;4).
Penggolongan lansia menurut.

2.      Karakteristik Lansia


Berdasarkan usianya, organisasi kesehatan dunia (WHO) mengelompokan
usia lanjut menjadi empat macam meliputi:
a.       Usia pertengahan (middle age) kelompok usia 45 samapai 59 tahun
b.      Usia lanjut (elderly) kelompok usia antara 60 samapai 70 tahun
c.       Usia lanjut usai (old) kelompok usia antara 75 sampai 90 tahun
d.      Usaia tua (veryold)kelompk usia di atas 90 tahun
Meskipun batasan usia sangat beragam untuk menggolongkan lansia
namun perubahan-perubahan akibat dari usai tersebut telah dapat di identifikasi,
misalnya perubahan pada aspek fisik berupa perubahan neurologi dan sensorik,
perubahan visual, perubahan pendengaran. Perubahan- perubahan tersebut dapat
menghambat proses penerimaan dan interprestasi terhadap maksud komunikasi.
Perubahan ini juga menyebabkan klien lansia mengalami kesulitan dalam
berkomunikasi. Belum lagi perubahan kognetif yang berpengaruh pada tingkat
intelegensi, kemampuan belajar, daya memori dan motivasi klien.
Perubahan emosi yang sering terlihat adalah berupa reaksi penolakan
terhadap kondisi yang terjadi. Gejala-gejala penolakan tersebut misalnya:
a.       Tidak percaya terhadap diagnose, gejala, perkembangan serta keterangan
yang di berikan petugas kesehatan
b.      Mengubah keterangan yang di berikan sedemikian rupa, sehinga di terima
keliru
c.       Menolak membicarakan perawatanya di rumah sakit
d.      Menolak ikut serta dalam perawatan dirinya secara umum khususnya
tindakan yang mengikut sertakan dirinya
e.       Menolak nasehat-nasehat misalnya, istirahat baring, berganti posisi tidur,
terutama bila nasehat tersebut demi kenyamanan klien.

3.      Pendekatan Perawatan Lansia Dalam Komunikasi


a.       Pendekatan fisik
Mencari informasi tentang kesehatan obyektif, kebutuhan, kejadian,
yang dialami, peruban fisik organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa
di capai dan di kembangkan serta penyakit yang dapat di cegah
progresifitasnya. Pendekatan ini relative lebih mudah di laksanakan dan di
carikan solusinya karena riil dan mudah di observasi.
b.      Pendekatan psikologis
Karena pendekatan ini sifatnya absrak dan mengarah pada perubahan
prilaku, maka umumnya membutuhkan waktu yang lebih lama. Untuk
melaksanakan pendekatan ini perawat berperan sebagai konselor, advokat,
supporter, interpreter terhadap sesuatu yang asing atau sebagai penampung
masalah-masalah yang pribadi dan sebagai sahabat yang akrab bagi klien.
c.       Pendekatan social
Pendekatan ini di lakukan untuk meningkatkan keterampilan
berinteraksi dalam lingkungan. Mengadakan diskusi, tukar pikiran, bercerita,
bermain, atau mengadakan kegiatan-kegiatan kelompok merupakan
implementasi dari pendekatan ini agar klien dapat berinteraksi dengan
sesama klien maupun dengan petugas kesehatan.
d.      Pendekatan spiritual
Perawat harus bisa membeikan kepuasan batin dalam hubunganya
dengan Tuhan atau agama yang dianutnya terutama ketika klien dalam
keadaan sakit.

4.      Teknik Komunikasi Pada Lansia


Untuk dapat melaksanakan komunikasi yang efektif kepada lansia, selain
pemahaman yang memadai tentang karakteristik lansia, petugas kesehatan atau 
perawat juga harus mempunyai teknik-teknik khusus agar komunikasi yang di
lakukan dapat berlangsung secara lancar dan sesuai dengan tujuan yang
diinginkan.
Beberapa teknik komunikasi yang dapat di terapkan antara lain:
1.      Teknik asertif
Asertif adalah sikap yang dapat menerima, memahami pasangan bicara
dengan menunjukan sikap peduli, sabar untuk mendengarkan dan
memperhatikan ketika pasangan bicara agar maksud komunikasi atau
pembicaraan dapat di mengerti. Asertif merupakan pelaksanaan dan etika
berkomunikasi. Sikap ini akan sangat membantu petugas kesehatan untuk
menjaga hubungan yang terapeutik dengan klien lansia.
2.      Responsif  
Reaksi petugas kesehatan terhadap fenomena yang terjadi pada klien
merupakana bentuk perhatian petugas kepada klien. Ketika perawat
mengetahui adanya perubahan sikap atau kebiasaan klien sekecil apapun
hendaknya menanyakan atau klarifikasi tentang perubahan tersebut misalnya
dengan mengajukan pertanyaan ‘apa yang sedang bapak/ibu fikirkan saat ini,
‘apa yang bisa bantu…?  berespon berarti bersikap aktif tidak menunggu
permintaan bantuan dari klien. Sikap aktif dari petugas kesehatan ini akan
menciptakan perasaan tenang bagi klien.
3.      Fokus
Sikap ini merupakan upaya perawat untuk tetap konsisten terhadap
materi komunikasi yang di inginkan. Ketika klien mengungkapkan
pertanyaan-pertanyaan di luar materi yang di inginkan, maka perawat
hendaknya mengarahkan maksud pembicaraan. Upaya ini perlu di perhatikan
karena umumnya klien lansia senang menceritakan hal-hal yang mungkin
tidak relevan untuk kepentingan petugas kesehatan.

4.      Supportif
Perubahan yang terjadi pada lansia, baik pada aspek fisik maupun
psikis secara bertahap  menyebabkan emosi klien relative menjadi labil
perubahan ini perlu di sikapi dengan menjaga kesetabilan emosi klien lansia,
mesalnya dengan mengiyakan , senyum dan mengagukan kepala ketika
lansia mengungkapkan perasaannya sebagai sikap hormat menghargai
selama lansia berbicara. Sikap ini dapat menumbuhkan kepercayaan diri
klien lansia sehingga lansia tidak menjadi beban bagi keluarganya. Dengan
demikaian di harapkan klien termotivasi untuk menjadi dan berkarya sesuai
dengan kemampuannya. Selama memberi dukungan baik secara materiil
maupun moril, petugas kesehatan jangan terkesan menggurui atau mangajari
klien karena ini dapat merendahan kepercayaan klien kepada perawat atau
petugas kesehatan lainnya. Ungkapan-ungkapan yang bisa memberi
motivasi, meningkatkan kepercayaan diri klien tanpa terkesan menggurui
atau mengajari misalnya: ‘saya yakin bapak/ibu lebih berpengalaman dari
saya, untuk itu bapak/ibu dapat melaksanakanya……. dan bila diperlukan
kami dapat membantu’.
5.      Klarifikasi
Dengan berbagai perubahan yang terjadi pada lansia, sering proses
komunikasi tidak berlangsung dengan lancar. Klarifikasi dengan cara
mengajukan pertanyaan ulang dan memberi penjelasan lebih dari satu kali
perlu di lakukan oleh perawat agar maksud pembicaraan kita dapat di terima
dan di persepsikan sama oleh klien ‘bapak/ibu bisa menerima apa yang saya
sampaikan tadi..? bisa minta tolong bapak/ibu untuk menjelaskan kembali
apa yang saya sampaikan tadi…?.
6.      Sabar dan Ikhlas
Seperti diketahui sebelumnya klien lansia umumnya mengalami
perubahan-perubahan yang terkadang merepotkan dan kekanak-kanakan
perubahan ini bila tidak di sikapai dengan sabar dan ikhlas dapat
menimbulkan perasaan jengkel bagi perawat sehingga komunikasi yang di
lakukan tidak terapeutik, namun dapat berakibat komunikasi berlangsung
emosional dan menimbulkan kerusakan hubungan antara klien dengan
petugas kesehatan.

5.      Kendala-kendala dan hambatan dalam berkomunikasi dengan lansia


a.       Gangguan neurology serring menyebabkan gangguan bicara dan
berkomunikasi dapat juga karena pengobatan medis, mulut yang kering dan
lain-lain.
b.      Penurunan daya pikir sering menyebabkan gangguan dalam mendengarkan,
mengingat dan respon pada pertanyaan seseorang.
c.       Perawat sering memanggil dengan “nenek”, “sayang”, dan lain-lain. Hal
tersebut membuat tersinggung harga dirinya dianjurkan memanggil nama
panggilannya.
d.      Dianjurkan menegur dan mendengarkan dengan penuh perhatian.
e.       Perbedaan budaya hambatan komunikasi, dan sulit menjalin hubungan
saling percaya. Gangguan sensoris dalam pendengarannya
f.       Gangguan penglihatan sehingga sulit menginterprestasikan pesan-pesan
non-verbal.
g.      “Overload” dari sensoris : terlalu banyak informasi dalam satu waktu atau
banyak orang berkomunikasi dalam yang sama sehingga kognitif berkurang.
h.      Gangguan fisik yang menyebabkan sulit berfokus dalam pembicaraan
misalnya focus pada rasa sakit, haus, lapar, capai, kandung kemih penuh,
udara yang tidak enak, dan lain-lain.
i.        Hambatan pada  pribadi : penurunan sensoris, ketidaknyamanan fisik, efek
pengobatan dan kondisi patologi, gangguan fungsi psikososial, karena
depresi atau dimensia, gangguan kontak dengan realita.
j.        Hambatan dalam suasana/lingkungan tempat wawancara : ribut/berisik,
terlalu banyak informasi dalam waktu yang sama, terlalu banyak orang yang
ikut bicara, peerbedaan budaya, perbedaan, bahasa, prejudice, dan
strereotipes

6.      Keterampilan Komunikasi Terapeutik Pada Lansia


a.       Perawat membuka wawancara dengan memperkenalkan diri dan
menjelaskan tujuan dan lama wawancara
b.      Berikan waktu yang cukup kepada pasien untuk menjawab, berkaitan
dengan pemunduran kemampuan untuk merespon verbal.
c.       Gunakan kata-kata yang tidak asing bagi klien sesuai dengan latar
belakang sosiokulturalnya.
d.      Gunakan pertanyaan yang pendek dan jelas karena pasien lansia kesulitan
dalam berfikir abstrak
e.       Perawat dapat memperlihatkan dukungan dan perhatian dengan
memberikan respon nonverbal seperti kontak mata secara langsung, duduk
dan menyentuh pasien.
f.       Perawat harus cermat dalam mengidentifikasi tanda-tanda kepribadian
pasien dan distress yang ada
g.      Perawat tidak boleh berasumsi bahwa pasien memahami tujuan dari
wawancara pengkajian. 8. Perawat harus memperhatikan respon pasien
dengan mendengarkan dengan cermat dan tetap mengobservasi.
h.      Tempat mewawancarai diharuskan tidak pada tempat yang baru dan asing
bagi pasien.
i.        Lingkungan harus dibuat nyaman dan kursi harus dibuat senyaman
mungkin.
j.        Lingkungan harus dimodifikasi sesuai dengan kondisi lansia yang sensitif
terhadap, suara berfrekuensi tinggi atau perubahan kemampuan penglihatan.
k.      Perawat harus mengkonsultasikan hasil wawancara kepada keluarga pasien
atau orang lain yang sangat mengenal pasien.
l.        Memperhatikan kondisi fisik pasien pada  waktu wawancara

7.      Teknik Perawatan Lansia Pada Reaksi Penolakan


Penolakan adalah ungkapan ketidakmampuan seseorang untuk mengakui
secara sadar terhadap pikiran, keinginan, perasaan atau kebutuhan pada
kejadiaan-kejadian nyata atau sesuatu yang merupakan ancaman. Penolakan
merupakan reaksi ketidaksiapan lansia menerima perubahan yang terjadi pada
dirinya. Perawat dalam menjamin komunikasi perlu memahami kondisi ini
sehingga dapat menjalin komunikasi yang efektif, tidak menyinggung perasaan
lansia yang relatif sensitif.
Ada beberapa langkah yang bisa di laksanakan untuk menghadapi klien
lansia dengan reaksi penolakan, antara lain :
a.       Kenali segera reaksi penolakan klien
Membiarkan klien lansia bertingkah laku dalam tenggang waktu
tertentu. Hal ini merupakan mekanisme penyesuaian diri sejauh tidak
membahayakan klien, orang lain serta lingkunganya.
b.      Orientasikan klien lansia pada pelaksanan perawatan diri sendiri
Langkah tersebut bertujuan untuk mempermudah proses penerimaan
klien terhadap perawatan yang akan di lakukan serta upaya untuk
memandirikan klien.
c.       Libatkan keluarga atau pihak keluarga terdekat dengan tepat
Langkah ini bertujuan untuk membantu perawat atau petugas
kesehatan memperoleh sumber informasi atau data klien dan mengefektifkan
rencana / tindakan dapat terealisasi dengan baik dan tepat.
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Komunikasi keluarga adalah komunikasi yang terjadi dalam sebuah keluarga,
yang merupakan cara seorang anggota keluarga untuk berinteraksi dengan anggota
lainnya, sekaligus sebagai wadah dalam membentuk dan mengembangkan nilai-nilai
yang dibutuhkan sebagai pegangan hidup. Agar anak dapat menjalani hidupnya
ketika berada dalam lingkungan masyarakat, apa yang terjadi jika sebuah pola
komunikasi keluarga tidak terjadi secara harmonis tentu akan mempengaruhi
perkembangan anak.
Komunikasi pada lansia membutuhkan peratian khusus. Perawat harus
waspada terhadap perubahan fisik, psikologi, emosi, dan sosial yang memperngaruhi
pola komunikasi. Perubahan yang berhubungan dengan umur dalam sistem auditoris
dapat mengakibatkan kerusakan pada pendengaran. Perubahan pada telinga bagian
dalam dan telinga mengalangi proses pendengaran pada lansia sehingga tidak toleran
teradap suara. Berdasarkan hal – hal tersebut kami menulis makalah ini yang
berjudul “ komunikasi pada lansia.

B.     Saran
Komunikasi terpeutik harus di terapkan oleh seorang perawat, karena
komunikasi merupakan elemen dasar dari interaksi manusia yang memungkinkan
seseorang untuk menetapkan, mempertahankan dan meningkatkan kontrak dengan
oran lain karena komunikasi dilakukan oleh seseorang
DAFTAR PUSTAKA

Daimayanti, Mukhripah.2008. Komunikasi Terapeutik dalam Praktik Keperawatan.


Bandung. PT Refika Aditama.

http://materi-sehat.blogspot.com/07-04-2013

http://muzacil.wordpress.com/01-04-2013

http://wordpress.com/2011/06/03/dampak-kurangnya-komunikasi-dlm-keluarga/

http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2009/10/komunikasi-dalam-keluarga/

http://dhinipedia.blogspot.com/2012/01/komunikasi-dalam-keluarga.html

Mundakir. 2006. Komunikasi Keperawatan Aplikasi dalam Pelayanan. Graha Ilmu:


Yogyakarta

Muwarni, anita (2009), Komunikasi terapeutik panduan bagi keperawatan. Fitramaya:


yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai