Anda di halaman 1dari 56

1.

BLOK BIOMEDIK IV LAPORAN PBL


Jumat, 24 April 2020

“KAKI KANAN BENGKAK ?”

Disusun oleh :

Kelompok 5

Pengampu :

dr. Stazia Noija

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
PATTIMURA AMBON

2020
DAFTAR NAMA ANGGOTA KELOMPOK PENYUSUN

Ketua : Mutia Faradila Tala ............................................. 2019-83-079


Sekertaris 1 : Nadia Ariani ....................................................... 2019-83-033
Sekertaris 2 : Yuni Zikra Sangadji ............................................ 2019-83-005
Anggota :
1. Ressita Fannia Iwan ......................................... 2016-83-017
2. Triska Erah ...................................................... 2017-83-024
3. Masyitha Machleeva Pelu ................................ 2018-83-019
4. Fadila Febriyanti Umar Jamil ........................... 2018-83-090
5. Soraya Jehan Farcha Pujaz……………………2018-83-136
6. Mitha Julfianti Barges………………………...2018-83-163
7. Tesya Stevany Saiya ........................................ 2019-83-024
8. Galih Persada Putra Tjandra............................. 2019-83-040
9. Primitha Indriatni Serdi.................................... 2019-83-060
10. Renta Patabang................................................ 2019-83-097
11. Muhammad Reza Wahyudi ............................ 2019-83-133

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmat-Nya, laporan Problem Based Learning (PBL) ini dapat kami
selesaikan dengan tepat waktu.
Laporan ini berisi hasil diskusi kami mengenai skenario “Kaki kanan
bengkak?” yang telah dibahas pada PBL skenario 3 dan toturial 2. Dalam
penyelesaian laporan ini, banyak pihak yang turut terlibat. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini, kami ingin menyampaikan terima kasih kepada :
1. dr. Stazia Noija, selaku tutor yang telah mendampingi kami
selama diskusi PBL berlangsung.

Akhir kata, kami menyadari bahwa pembuatan laporan ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh sebab itu, kritik dan saran yang diberikan sangat kami
perlukan untuk perbaikan laporan kami selanjutnya.

Ambon, 24 April 2020

Kelompok V

ii
DAFTAR ISI

DAFTAR NAMA ANGGOTA KELOMPOK PENYUSUN……………………..i


KATA PENGANTAR……...…………………………………………………….ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………...iii
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………..iv
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………1
1.1 Permasalahan……………………………………………………………….1
1.2 Seven Jumps……………………………………………………………..…1
1.2.1 Step 1 : Identifikasi Kata Sukar Dan Kalimat Kunci…..….....1
1.2.2 Step 2 : Identifikasi Masalah ................................................. 2
1.2.3 Step 3 : Hipotesa Sementara ................................................. 2
1.2.4 Step 4 : Klarifikasi Dan Mind Mapping................................. 7
1.2.5 Step 5 : Learning Objective................................................... 8
1.2.6 Step 6 : Belajar Mandiri……………………………………...8
1.2.6 Step 7 : Hasil Belajar Mandiri……………………………….8
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 9
2.1 Anatomi Vaskularisasi Ekstremitas Inferior ........................................... 9
2.1.1 Arteri.…………………………………………………….…..9

2.1.2 Vena-Vena Superfic………………..……………………….18

2.2 Histologi Pembuluh Darah Arteri, Vena, Dan Kapiler ... ..........................
22
2.2.1 Pembuluh Darah Arteri………………………..…………….24

2.2.2 Pembulu Darah Vena………………………..……………....27

2.2.3 Pembuluh Darah Kapiler………………………..…………..29

2.3 Fisiologi Mekanisme Terjadinya Edema… .............................................. 31


2.4 Fisiologi Tombosit … .............................................................................. 34
2.4.1 Trombosit……………………………………………………34

2.4.2 Proses Pembentukan Trombosit…………………………….35

2.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Aliran Darah Vena/Arteri.............38

iii
2.5.1 Aliran Darah Melalui Pembuluh Bergantung Pada Gradien
Tekanan Dan Resistensi Vascu….………………………………...38
BAB III PENUTUP… ....................................................................................... 42
3.1 Kesimpulan………………………………...………………………………42
DAFTAR PUSTAKA… .................................................................................... 44

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1.1. Arteri Femoralis ........................................................................... 9


Gambar 2.1.2. Arteri Poplitea............................................................................. 10
Gambar 2.1.3. Tibialis Anterior.......................................................................... 12
Gambar 2.1.4. Arteri Tibialis Posterior............................................................... 14
Gambar 2.1.5. Arteri Dorsalis Pedis ................................................................... 15
Gambar 2.1.6. Arteri Plantaris Medialis dan Lateralis ........................................ 16
Gambar 2.1.7. Vena Extremitas Inferior ............................................................. 19
Gambar 2.2.1. Dinding Arteri, Vena, dan Kapiler ............................................... 20
Gambar 2.2.2. Vena dan Arteri........................................................................... 21
Gambar 2.2.3. Arteri .......................................................................................... 22
Gambar 2.2.4. Dinding Arteri Elastik Besar ....................................................... 23
Gambar 2.2.5. Vena ........................................................................................... 25
Gambar 2.2.6. Dinding Vena Elastik Besar ........................................................ 26
Gambar 2.2.7. Kapiler. ...................................................................................... 27
Gambar 2.3.1. Mekanisme Terjadinya Edema.................................................... 29
Gambar 2.4.1 Megakariosit yang Membentuk Trombosit. ................................ 33
Gambar 2.4.2. Pembentukan sumbat trombosit.................................................. 34
Gambar 2.5.1. Hubungan aliran dengan gradien tekanan di pembuluh. .. ............ 37
Gambar 2.5.2. Hubungan resistensi dan aliran dengan jari-jari pembuluh. .......... 39
Gambar 2.5.3. Hubungan resistensi dan aliran dengan jari-jari pembuluh . ........ 40

v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Permasalahan

“Kaki Kanan Bengkak”

Seorang laki-laki 55 tahun diantar keluarganya datang ke IGD


Rumah Sakit karena keluhan nyeri dan bengkak pada tungkai bawah
kanannya. Hal ini dia alami setelah melakukan perjalanan dengan pesawat
selama 14 jam dari luar negeri. Pada pemeriksaan fisik terlihat dilatasi vena-
vena pada permukaan tungkai bawah kanannya dan terdapat pitting edema.
Pada pemeriksaan ultrasonografi vaskular terlihat trombus pada vena
profunda di regio femoralis kanannya dan katup vena yang inkompeten

1.2. Seven Jumps


1.2.1. Step 1 : Identifikasi Kata Sukar dan Kalimat Kunci
1.2.1.1.Identifikasi Kata Sukar
1. Piting edema : cekungan atau lekukan yg timbul pada
bagian kulit yang bengkak ditekan menggunakan ujung jari.
2. Dilitasi : tindakan melebarkan atau merenggangkan.
3. Trombus : bekuan darah yang tidak bergerak
disepanjang dinding pembuluh darah sehingga dapat
menyebabkan obstruksi vascular.
4. Inkompoten : tidak dapat berfungsi dengan baik. Atau
orangg yang tidak mampu menjalankan fungsi hidup sehari-
hari.
5. Ultrasonografi : sebuah teknik diagnostik pencitraan
suara yang digunakan untuk mencitrakan organ dan lain2,
berfungsi untuk memeriksa organ.
6. Vascular : berkenan dengan pembuluh khususnya
pembuluh darah.
7. Femoralis : tulang paha atau tulang terbesar dan terpanjang
di tubuh, memanjang dari pelvis sampai ke lutut.

1
1.2.1.2. Identifikasi Kalimat Kunci
1. Seorang laki-laki 50 tahun.
2. Keluhan nyeri dan bengkak pada pada tungkai bawah
kanannya.
3. Hal ini dialami setelah melakukan perjalanan dengan pesawat
selama 14 jam di laur negri.
4. Pada pemeriksaan fisik terlihat dilatasi pada vena-vena
pada permukaan tungkai bawah kanannya dan terdapat
pitting edema.
5. Pada pemeriksaan ultrasonografi vascular terlihat
trombus pada vena profunda di regi femoralis kanannya,
dan katup yang inkompoten.
1.2.2. Step 2 : Identifikasi Masalah
1. Anatomi regio femoralis terkhusus vaskularisasi ?
2. Mengapa terjadinya dilatasi pada tungkai bawah kanan ?
3. Apa hubungan usia dengan keluhan yang dialami pasien ?
4. Histologi vaskularisasi ?
5. Apa saja yang dapat menyebabkan bengkak pada kaki ?
6. Hubungan trombus dan katup vena dengan bengkak pada kaki ?
7. Hubungan perjalanan pesawat dengan keluhan pasien ?
8. Penyebab pitting edema dan mekanisme terjadinya edema ?
1.2.3. Step 3 : Hipotesis Sementara
1. A. arteri
a. arteri femoralis
b. arteri politea
c. arteri tibialis anterior
d. arteri tibialis posterior
e. arteri dorsalis pedis
f. arteri plantaris medialis
g. arteri plantaris lateralis

2
B.vena
a. plexus venosus dorsalis
b. vena saphena magna
c. vena saphena parva
d. vena profunda
2. Karena ada penumpukan akibat sirkulasi darah tidak berjalan
dengan baik.
3. Sesuai dengan skenario dimana seseorang berusia 55 tahun
mengalami keluhan pada pembekakan kaki, dimana Tidak ada patokan
utuk pasien dengan pembengkakan kaki. Bertambah usia
meningatkan risiko, karena organ tubuh manusia mengalami
penurunan fungsi kerja.
4. a. Arteri
Arteri dibagi menjadi 3 jenis yaitu: arteri besar; sedang; dan kecil.
Arteri memiliki 3 lapisan dinding yaitu: tunika intima (dalam),
dimana endotel meliputi lumen; lapisan ke dua yaitu tunika media di
bawah tunika intima, tersusun atas 1-3 lapis serabut otot polos yang
berjalan sirkuler dan kontinyu; dan lapisan paling luar yaitu tunika
adventitia, yang tebalnya kurang lebih sama dengan tunika media
dan disusun oleh jaringan ikat longgar dengan serat kolagen dan
elastis.

Pada tunika intima dari arteri sedang terdapat endotelium dan


lamina elastika interna yang tampak bergelombang. Tunika media dari
arteri sedang lebih banyak mengandung sel otot polos yang tebal dan
terdapat serabut elastis. Tunika adventitia arteri sedang relatif lebih
tebal dari lapisan lainnya juga ditemukan pembuluh-pembuluh darah
kecil atau vasa vasorum.
Pada arteri besar, tunika intima-nya relatif tebal karena tersusun
atas endotelium dan subendotelium. Tunika media arteri besar
umumnya terdiri dari serat elastis, diantaranya ada sedikit sel
otot polos. Tunika adventitia-nya relatif tipis, dan tidak ada lamina
elastica externa, dan terdapat banyak vasa vasorum pada lapisan ini.
3
b. Vena
Vena dibagi menjadi 3 jenis yaitu: vena besar; sedang; kecil. Vena
memiliki dinding yang lebih tipis dengan lumen yang tampak dalam
keadaan kolaps, sehingga bentuknya tidak teratur. Vena kecil memiliki
tunika intima yang terdiri dari endotel, tidak ada lamina elastika
interna. Tunika media-nya tersusun atas serabut otot polos.
Tunika adventitia vena kecil relatif lebih tebal dari yang lain.
Vena sedang memiliki tunika intima yang sama seperti arteri,
namun tidak berkembang, dan tidak mimiliki lamina elastika interna,
sehingga batas antara lapisan ini dengan lpisan selanjutnya tidak jelas.
Tunika media vena sedang lebih tipis dari arteri, serabut otot tersusun
sirkuler, diantaranya terdapat serat elastis dan kolagen. Tunika
adventitia vena sedang lebih tebal dari lapisan sebelumnya, dan
jaringan ikat tersusun tidak teratur, mengandung serat elastis dan
kolagen. Di dekat tunika media terdapat sel-sel otot polos.
Vena besar memiliki tunika intima yang mirip dengan vena
sedang. Tunika media vena besar relatif tipis, menyerupai vena
sedang. Tunika adventitia vena besar lebih tebal dan terdapat
jaringan ikat tidak teratur, selain itu juga mengandung serat elastis
dan kolagen yang agak tebal. Pada vena besar tidak ditemukan lamina
elastika eksterna, tapi pada tunika media-nya ditemukan sel otot polos.
5. Sebab karena penumpukan cairan karena tekanan di atas lebih kuat
sehingga cairan kembali kebawah. Posisi kaki dibawah terlalu
lama dan berdiri terlalu lama akan menyebabkan perbedaan
tekanan gravitasi darah tidak lancar (istirahat sehingga terkana tubuh
atas dan bawah seimbang).
a. Penumpukan cairan di kaki karena penyakit.
b. Gangguan pada pembuluh limfe atau kelenjar getah
bening. c. Penyumpatan sehingga kaki bengkak.
d. Infeksi (pada orang diabetes).

4
e. Deep vein thrombosis. Pembekuan darah sehingga aliran darah
tidak lancar sehingga tersumbat dan kaki bengkak.
f. Penurunan protein plasma,
g. Peningktan permeabilitas.
h. Penyumbatan pembuluh Limfe.
6. Pengingkatan tekanan vena terjadi apabila darah terbendung di vena
dan menyebabkan peningkatan darah kapiler karena kapiler
mengalirkan isinya ke vena pembendungan darah di vena menjadi
timbunan darah di dalam kapiler karena lebih sedikit darah yg keluar
dari kapiler menuju ke vena yang kelebihan muatan dari pada yang
masuk ke arteriol. Peningkatan tekanan hidrostatika keluar melewati
dinding kapiler yang berperan besar menyebabkan edema pada gagal
jantung kongrsif.
7. Karena ketika kita duduk terjadi penyumbatan vena dalam
sehingga terjadinya pembekuan darah. Saat duduk otot tidak dapat
berkontraksi dengan baik sehingga saat kita duduk dengan waktu yang
sangat lama maka akan dipengaruhi oleh gravitasi ( harus
dibaringkan).
8. Penyebab edema dapat dikelompokkan menjadi empat kategori :
a. Berkurangnya konsentrasi protein plasma menurunkan tekanan
osmotik koloid plasma. Penurunan tekanan masuk utama ini
menyebabkan kelebihan cairan yang keluar sementara cairan
yang direabsorpsi lebih sedikit daripada normal. Karena itu,
kelebihan cairan tersebut tetap berada di ruang interstisium.
Edema dapat disebabkan oleh penurunan konsentrasi protein
plasma melalui beberapa cara berbeda: pengeluaran berlebihan
protein plasma melalui urine, akibat penyakit ginjal. Penurunan
sintesis protein plasma, akibat penyakit hati (hati membentuk
hampir semua protein plasma). Makanan yang kurang
mengandung protein; atau pengeluaran bermakna protein
plasma akibat luka bakar yang luas.

5
b. Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler memungkinkan lebih
banyak protein plasma yang keluar dari plasma ke dalam cairan
interstisium sekitar sebagai contoh, melalui pelebaran pori kapiler
yang dipicu oleh histamin sewaktu cedera jaringan atau
reaksi alergik. Penurunan tekanan osmotik koloid plasma yang
terjadi menurunkan tekanan masuk efektif, sementara
peningkatan tekanan osmotik koloid cairan interstisium yang
terjadi akibat peningkatan protein di cairan interstisium
meningkatkan tekanan keluar efektif. Ketidak seimbangan ini
ikut berperan menyebabkan edema lokal yang berkaitan dengan
cedera (misalnya, lepuh) dan reaksi alergi (misalnya biduran).
c. Meningkatnya tekanan vena, seperti ketika darah terbendung di
vena, menyebabkan peningkatan tekanan darah kapiler. Karena
kapiler mengalirkan isinya ke dalam vena, pembendungan
darah di vena mengarah pada "back log" darah di dalam kapiler
karena lebih sedikit darah yang keluar dari kapiler menuju vena
yang kelebihan muatan daripada yang masuk ke arteriol.
Peningkatan tekanan hidrostatik keluar melewati dinding kapiler
ini berperan besar menyebabkan edema pada gagal jantung
kongestif. Edema regional juga dapat terjadi akibat restriksi lokal
aliran balik vena. Contohnya adalah pembengkakan yang sering
terjadi di tungkai dan kaki selama kehamilan. Uterus yang
membesar menekan vena-vena besar yang menyalurkan darah
dari ekstremitas bawah sewaktu pembuluh-pembuluh tersebut
masuk ke rongga abdomen. Bendungan darah di vena ini
meningkatkan tekanan darah di kapiler tungkai dan kaki,
mendorong edema regional ekstremitas bawah.
d. Sumbatan pembuluh limfe menyebabkan edema karena kelebihan
cairan filtrasi tertahan di cairan interstisium dan tidak dapat
dikembalikan ke darah melalui pembuluh limfe.
Akumulasi

6
protein di cairan interstisium memperparah masalah melalui efek
osmotiknya.

1.2.4. Step 4 : Klarifikasi dan Mind Mapping

Laki-laki berusia 55 tahun mengalami keluhan nyeri dan


bengkak Perjalanan jauh
pada tungkai bawah kanannya

1. Penurunan
umur
tekanan Pitting edema
osmotick
pembuluh darah
2. Peningkatan
tekanan pada Katup vena inkompoten
pembulu darah
vena

Fisiologi Histologi
Anatomi

7
1.2.5. Step 5 : Learning Objectives
1. Mahasiswa mampu menjelaskan Anatomi sistem tungkai vaskular.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan Histologi sistem vascular (arteri
dan vena).
3. Mahasiswa mampu menjelaskan fisiologi sistem vascular (proses
trombosis, proses terjadinya edema dan faktor-faktor yang
mempengaruhi aliran darah vena dan arteri).
5.2.5. Step 6 : Belajar Mandiri
5.2.6. Step 7 : Hasil Belajar mandiri

8
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Anatomi Vaskularisasi Ekstremitas Inferior


2.1.1 Arteri
1. Arteri Femoralis
Arteri femoralis sampai di tungkai atas dengan berjalan di bawah
ligamentum inguinale, sebagai lanjutan dari arteri iliaca externa. Di sini,
arteri terletak di pertengahan antara spina iliaca anterior superior dan
symphisis pubis. Arteri femoralis merupakan pembuluh nadi utama unfuk
extremitas inferior. Arteri ini berjalan ke bawah hampir vertikal ke arah
tuberculum adductorium femoris, dan berakhir di lubang yang pada
musculus adductor magnus (hiatus adductorius) dengan memasuki spatium
popliteum sebagai arteria poplitea.1
Batas-batas arteri femoralis:1
a. Ke anterior: Pada bagian atas perjalanannya terletak superficial dan
ditutupi oleh kulit dan fascia. Pada bagian bawah
perjalanannya arteri femoralis terletak di belakang musculus
Sartorius.
b. Ke posterior: Arteri femoralis terletak di atas musculus psoas, yang
memisahkannya dari articulatio coxae oleh musculus pectineus dan
musculus adductor longus. Vena femoralis terletak di antara arteria
femoralis dan musculus adductor longus.
c. Ke medial: Berbatasan dengan vena femoralis pada bagian atas
perjalanarmya.
d. Ke lateral: Nervus femoralis dan cabang-cabangnya.
Arteri femoralis berjalan bersama vena femoralis, yang terletak di sisi
medialnya di ligamentum inguinale. Vena femoralis terletak posterior
terhadap arteria femoralis di puncak trigonum femorale. Di hiatus
adductorius, vena femoralis terletak pada sisi lateral arteria femoralis,
dengan demikian vena berubah mediolateral hubungannya terhadap arteri,
bergerak dari medial di lipat paha menjadi lateral di bagian bawah femur.1

9
Cabang-cabang arteri femoralis:1
a. Arteri circumflexa ilium superficialis adalah sebuah cabang
kecil yang berjalan ke atas ke regio spina iliaca anterior superior.
b. Arteri epigastrica superficialis adalah sebuah cabang kecil yang
menyilang ligamentum inguinale dan berjalan ke regio umbilicus.
c. Arteri pudenda externa superficialis adalah sebuah cabang kecil
yang berjalan ke medial untuk menyarafi kulit scrotum (atau labium
majus).
d. Arteri pudenda externa profunda berjalan ke medial dan mensarafi
kulit scrotum (atau labium majus).
e. Arteri genicularis descendens adalah cabang kecil yang dicabangkan
dari arteri femoralis dekat ujung akhirnya. Arteri ini mendarahi
sendi lutut.

Gambar 2.1.1. Arteri Femoralis


Sumber : Netter FH. Atlas of Human Anatomy. 6th ed. Philadelphia: Saunders;
2014.
499p.2

10
2. Arteri Poplitea
Arteri poplitea letaknya dalam dan masuk ke fossa poplitea melalui
lubang yang ada di dalam musculus adductor magnus (hiatus saphenus),
sebagai lanjutan dari arteri femoralis. Pembuluh ini berakhir setinggi
pinggir bawah musculus popliteus dengan bercabang menjadi arteri tibialis
anterior dan posterior.
Batas-batas arteri poplitea:1
a. Ke anterior: Facies poplitea femoris, articulatio genu, dan
musculus popliteus.
b. Ke posterior: Vena poplitea dan nervus tibialis, fascia, dan
kulit. Cabang-cabang arteri poplitea:1
a. Rami musculares
b. Rami articulares
c. Rami terminals, arteria tibialis anterior dan posterior.

Gambar 2.1.2. Arteri Poplitea


Sumber : Paulsen F. Waschke J. Sobotta Atlas Anatomi Manusia. Edisi 15. Pendit
BU, Ahli Bahasa. Jakarta: EGC; 2012. 359p.3

11
3. Arteri Tibialis Anterior
Arteri tibialis anterior merupakan cabang terminal arteri poplitea
yarrg lebih kecil. Arteri dicabangkan setinggi pinggir bawah musculus
popliteus dan berjalan ke depan ke dalam ruang fascia anterior tungkai
bawah melalui lubang pada bagian atas membrana interossea. Pembuluh ini
berjalan ke bawah pada facies anterior membrana interossea, bersama
dengan nervus peroneus profundus. Pada bagian atas perjalanannya, arteri
ini terletak dalam di bawah otot-otot di dalam ruang. Pada bagian bawah
perjalanannya arteri ini terletak superficial di depan ujung bawah
tibia. Setelah berjalan di belakang retinaculum musculorum extensorum
superius, tendo musculus extensor hallucis longus terdapat pada sisi
medialnya dan nervus peroneus profundus dan tendo musculus extensor
digitorum longus pada sisi lateralnya. Pada tempat inilah pulsasinya
dapat dengan mudah diraba pada orang hidup. Di depan sendi pergelangan
kaki, arteri ini menjadi arteri dorsalis pedis.
Cabang-cabang arteri tibialis anterior sebagai berikut:1
a. Rami musculares untuk otot-otot yang ada didekatnya.
b. Rami anastomosis, yang beranastomosis dengan cabang-
cabang arteri lain di sekitar sendi lutut dan sendi pergelangan kaki.

12
Gambar 2.1.3. Arteri Tibialis Anterior
Sumber : Paulsen F. Waschke J. Sobotta Atlas Anatomi Manusia. Edisi 15. Pendit
BU, Ahli Bahasa. Jakarta: EGC; 2012. 360p.3

4. Arteri Tibialis Posterior


Arteri tibialis posterior adalah salah satu cabang terminal arteri
poplitea. Pembuluh ini bermula dari setinggi pinggir bawah musculus
popliteus dan berjalan ke bawah profunda dari musculus gastrocnemius dan
soleus dan fascia transversa profunda tungkai bawah. Di proximal arteri ini
terletak pada permukaan posterior musculus tibialis posterior dan di distal
pada permukaan posterior tibia. Pada bagian bawah tungkai bawah arteri ini
ditutupi oleh kulit dan fascia. Arteri ini berjalan di belakang
malleolus medialis, di bawah retinaculum musculorum flexorum dan
berakhir

13
dengan.bercabang dua menjadi arteri plantaris medialis dan
plantaris lateralis.1
Cabang-cabang arteri tibialis posterior sebagai berikut:1
a. Arteri peronea, merupakan arteri besar yang dipercabangkan dekat
pangkal arteri tibialis posterior. Arteri ini berjalan turun di belakang
fibula, di dalam ior massa musculus flexor hallucis longus atau
posterior terhadap otot ini. Arteri peronea memberi banyak rami
musculares dan sebuah arteri nutritia untuk os fibula dan berakhir
dengan ikut serta membentuk anastomosis di sekitar
pergelangan kaki. Ramus perforantes menembus membrana
interossea untuk mencapai bagian bawah tungkai bawah bagian
depan.
b. Rami musculares untuk otot-otot di dalam ruang posterior tungkai
bawah.
c. Arteri nutritia ke tibia.
d. Rami anastomotica, yang bergabung dengan arteri-arteri lain
di sekitar sendi pergelangan kaki.
e. Arteri plantaris medialis dan lateralis.

14
Gambar 2.1.4. Arteri Tibialis Posterior
Sumber : Paulsen F. Waschke J. Sobotta Atlas Anatomi Manusia. Edisi 15. Pendit
BU, Ahli Bahasa. Jakarta: EGC; 2012. 363p. 3

5. Arteri Dorsalis Pedis


Arteri dorsalis pedis berada di depan sendi pergelangan kaki sebagai
lanjutan dari arteri tibialis anterior. Pembuluh ini berakhir dengan berjalan
ke bawah ke telapak kaki di antara kedua caput musculuss
interosseus dorsalis I, tempat pembuluh ini bergabung dengan arteri
plantaris lateralis dan membentuk arcus plantaris. Letaknya superficial dan
disilang oleh retinaculum musculorum extensorum inferius dan tendo
pertama musculus extensor digitorum brevis. Pada sisi lateral arteri dorsalis
pedis, terletak bagian terminal nervus peroneus profundus dan tendo
musculus extensor digitorum longus. Pada sisi medial arteri dorsalis pedis,
terletak tendo musculus extensor hallucis longus. Denyut nadinya dapat
diraba dengan mudah.1

15
Cabang-cabang dorsalis pedis sebagai berikut:1
a. Arteri tarsalis lateralis, yang menyilang dorsum pedis tepat di
bawah sendi pergelangan kaki.
b. Arteri arcuata, yangberjalan ke lateral dibawah tendo-tendo
extensor berhadapan dengan basis ossis metatarsi. Pembuluh ini
memberikan rami metatarsal untuk jari-jari kaki.
c. dorsalis Arteri metatarsal I, yang mendarahi kedua sisi ibu jari
kaki.

Gambar 2.1.5. Arteri Dorsalis Pedis


Sumber : Paulsen F. Waschke J. Sobotta Atlas Anatomi Manusia. Edisi 15. Pendit
BU, Ahli Bahasa. Jakarta: EGC; 2012. 364p.3

16
6. Arteri Plantaris Medialis
Arteri plantaris medialis adalah cabang terminal yang lebih kecil dari
arteri tibialis posterior. Arteri ini dicabangkan di bawah retinaculum
musculorum flexorum dan berialan ke depan di bawah musculus abductor
hallucis. Pembuluh ini berakhir dengan mendarahi sisi medial ibu jari kaki.
Dalam perjalanannya arteri ini memberi banyak cabang muscular,
cutaneus, dan articulare.1
7. Arteri Plantaris Lateralis
Arteri plantaris lateralis adalah cabang terminal yang lebih besar dari
arteri tibialis posterior. Arteri ini dicabangkan di bawah retinaculum
musculorum flexorum dan berjalan ke depan di bawah musculus abductor
hallucis dan musculus flexor digitorum brevis. Sesampainya di basis ossis
metatarsi, arteri ini melengkung ke medial membentuk arcus plantaris, dan
pada ujung proximal spatium intermetatarsale pertama bergabung dengan
arteria dorsalis pedis. Dalam perjalanannya, arteri plantaris lateralis
memberikan banyak cabang muscular, cutaneus, dan articulare. Arcus
plantaris memberikan cabang arteriae digitales plantares ke jari-jari.1

17
Gambar 2.1.6. Arteri Plantaris Medialis dan Lateralis
Sumber : Paulsen F. Waschke J. Sobotta Atlas Anatomi Manusia. Edisi 15. Pendit BU, Ahli
Bahasa. Jakarta: EGC; 2012. 365p. 3

2.1.2 Vena-Vena Superfic


1. Plexus Venosus Dorsalis (Arcus)
Plexus venosus terletak pada dorsum pedis. Sebagian besar darah dari
seluruh kaki bermuara ke plexus melalui venae digitales dan venae
communicantes yang berjalan melalui spatium interosseum. Plexus
venosus dorsalis bermuaradi sisi medial ke vena saphena magna dan di
sisi lateral ke vena saphena parva.1
2. Vena Saphena Magna
Vena saphena magna merupakan lanjutan dari ujung medial arcus
venosus dorsalis pedis dan berjalan ke atas tepat di depan malleolus
medialis. Kemudian vena berjalan ke atas bersama-sama dengan
nervus

18
saphenus, di dalam fascia superficialis pada sisi medial tungkai bawah.
Vena ini berjalan di belakang lutut dan melengkung ke depan di
sekitar sisi medial tungkai atas. Vena ini menembus fascia profunda di
bagian bawah hiatus saphenus untuk bermuara ke vena femoralis kira-
kira 4 cm di bawah dan lateral terhadap tuberculum pubicum.1
Vena saphena magna mempunyai banyak katup dan berhubungan
dengan vena saphena parva rnelalui satu atau dua cabang yang berjalan
di belakang lutut. Sejumlah venae perforantes menghubungkan vena
saphena magna dengan vena-vena profunda sepanjang sisi medial
betis. Venae yang bermuara ke vena saphena magna menerima sejumlah
cabang vena subcutan, dan dl ujungnya di dekat hiatus saphenus di dalam
fascia profunda, vena saphena magna menerima tiga cabang vena;
a. Vena circumflexa ilium superficialis.1
b. Vena epigastrica superficialis.1
c. Vena pudenda extelna superficialis.1
Vena-vena ini diikuti oleh ketiga cabang arteria femoralis yang
terdapat di regio ini. Sebuah vena tambah dikenal sebagai vena saphena
accessoria, biasanya bergabung dengan vena utama kirakira di
pertengahan tungkai atas atau lebih ke atas pada hiatus saphenus.1

3. Vena Saphena Parva


Vena saphena parva berasal dari bagian lateral arcus venosusdorsalis
pedis. Vena ini berjalan ke atas di belakang malleolus lateralis bersama
dengan nervus suralis. Pembuluh ini mengikuti pinggir lateral tendo
calcaneus dan kemudian berjalan ke atas pada pertengahan tungkai bawah
bagian beiakang. Vena saphena parva menembus fascia profunda
dan berialan di antara kedua caput musculus gastrocnemius di bagian
bawah fossa poplitea. Vena ini berakhir pada vena poplitea. Vena saphena
parva mempunyai banyak katup di sepanjang pembuluhnya. 1

19
Vena-Vena yang Bermuara keVena Saphena Parva:
a. Banyak vena-vena kecil dari bagian belakang tungkai bawah.1
b. Vena-vena commitantes dengan vena-vena profunda pedis.1
c. Cabang-cabang anatomi penting yang berjalan ke atas dan medial
dan bergabung dengan vena saphena magna.1
Cara berakhirnya vena saphena parva bervariasi. Vena ini dapat
bermuara ke vena poplitea, dapat bermuara ke vena saphena magna, atau
dapat terbelah dua, satu divisi bermuara ke vena poplitea dan yang
lainnya ke vena saphena magna.1
4. Vena-Vena Profunda
a. Venae Commitantes
Vena-vena profunda mengikuti arteri yang senama sebagai venae
commitantes. Venae commitantes arteria tibialis anterior dan posterior
bergabung di fossa poplitea membentuk vena poplitea.1
b. Vena Poplitea
Vena poplitea dibentuk oleh gabungan venae commitantes
anterior dan arteria tibialis posterior. Vena poplitea berakhir dengan
berjalan melalui lubang di musculus adductor magnus untuk menjadi
vena femoralis. Vena poplitea terletak posterior terhadap arteri
poplitea dan menerima aliran darah dari sejumlah cabang vena,
termasuk vena saphena parva di ujung bawah fossa poplitea.1
c. Vena Femoralis
Vena femoralis masuk tungkai atas dengan berjalan melalui
hiatus adductorius di adductor magnus sebagai lanjutan dari vena
poplitea. Vena ini berjalan ke atas, awalnya di sisi lateral arteria
femoralis, kemudian di sebelah posterior, dan akhirnya di sisi
medialnya. Pembuluh ini meninggalkan tungkai atas pada ruang
intermedia selubung femoralis dan berjalan di belakang ligamentum
inguinale untuk berlanjut sebagai vena iliaca externa.1

20
d. Vena-vena yang Bermuara ke Vena Femoralis
Vena-vena yang bermuara ke vena femoralis adalah vena saphena
magna dan vena-vena yang bersesuaian dengan cabang-cabang arteria
femoralis. Vena saphena magna bermuara ke vena femoralis 4 cm di
bawah dan lateral terhadap tuberculum pubicum. (vena circumflexa
ilium superficialis, venaepigastrica superficialis, dan venae pudendae
externae bermuara ke vena saphena magna).1

Gambar 2.1.7. Vena-vena Extremitas Inferior


Sumber: Paulsen F, Waschke J. Sobbota Atlas Anatomi Manusia. Jilid . ed 23. Jakarta : EGC;
2012.3

21
2.2 Histologi pembuluh darah arteri, vena, dan kapiler

Gambr 2.2.1. Dinding arteri, vena, dan kapiler


Sumber : Mescher AL. Basic histologi, text and atlas. 14th ed. New York: McGrowHils; 2012.
186 p.4

Semua pembuluh darah yang berukuran lebih besar dari diameter


tertentu memiliki struktural yang sama dan menunjukkan gambaran umum
konstruksinya.1 Perbedaan di antara berbagai jenis pembuluh sering tidak jelas
karena peralihan dari satu jenis pembuluh ke jenis lainnya berlangsung secara
bertahap.4 Pembuluh darah umumnya terdiri atas lapisan atau tunika:4,5,6
a. Tunika intima memiliki satu lapis sel endotel, yang ditopang oleh
selapis tipis subendotel jaringan ikat longgar yang kadang-kadang
mengandung sel otot polos. Pada arteri, intima dipisahkan dari
tunika media oleh suatu lamina elastica interna, yaitu komponen
terluar intima. Lamina ini yang terdiri atas elastin, memiliki celah
(fenestra) yang memungkinkan terjadinya difusi zat untuk
memberikan nutrisi ke sel-sel bagian dalam dinding pembuluh.

22
b. Tunika media, yaitu lapisan tengah, terutama terdiri atas lapisan
konsentris sel-sel otot polos yang tersusun secara berpilin. Di
antara sel- sel otot polos, terdapat berbagai serat dan lamela
elastin, serat retikular kolagen tipe III, proteoglikan, dan
glikoprotein yang kesemuanya dihasilkan sel-sel ini oada arteri,
tunika media memiliki lamina elastica externa yang lebih tipis,
yang memisahkannya dari tunica adventisia.
c. Tunica advetitia atau tunica externa terutama terdiri atas serat
kolagen tipe I dan elastin. Lapisan adventisia berangsur menyatu
dengan jaringan ikat stromal organ tempat pembuluh darah
berada.

Gambar 2.2.2. Vena (V) dan Arteri (A)


Sumber : Mescher AL. Basic histologi, text and atlas. 14th ed. New York: McGrowHils;
2012.
196p.4

Pembuluh besar umumnya memiliki vasa vasorum yang berupa arteriol,


kapiler, atau venula, yang bercabang-cabang di tunica adventitia dan
tunica media bagian luar.4,6 Vasa vasorum membawa metabolit ke sel-sel
lapisan tersebut karena pada pembuluh besar, lapisannya terlalu tebal untuk

23
mendapat makanan secara difusi dari darah yang mengalir di dalam lumen-
nya.4Darah

24
dalam lumen itu sendiri menyediakan nutrien dan O2 untuk sel tunica
intima.1
Karena membawa darah yang ter-oksigenasi, vena-vena besar biasanya
lebih banyak memiliki vasa vasorum ketimbang di arteri.4

2.2.1 Pembuluh darah arteri

Gambar 2.2.3. Arteri


Sumber : Gartner LP. Color textbook of histology. 5th ed. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins; 2009. 186 p. 5

Pembuluh darah, mencakup seluruh arteri, terdiri atas tiga lapisan konsentris
yaitu tunika intima, tunika media, dan tunika adventisia.4,5,6 Tunika intima
terdiri atas selapis gepeng sel endotel membatasi lumen dan jaringan ikat
subendotel.4,5
Tunika media, biasanya paling tebal dari ketiga lapisan, terdiri atas sel otot
polos yang tersusun konsentris dan jaringan ikat fibroelastis, dimana unsur
elastis akan sangat meningkat sesuai dengan ukuran pembuluh. 5 Tunika
adventisia merupakan lapisan paling luar dari dinding pembuluh, terdiri atas
jaringan ikat fibroelastis.4,5 Pada pembuluh darah yang lebih besar, tunika

25
adventisia ada vasa vasorum, yaitu pembuluh darah kecil yang memperdarahi
tunika adventisia dan tunika media pembuluh.

26
Gambar 2.2.4. Dinding arteri elastik besar: aorta
Sumber: Eroschenko VP. Atlas of histology with functional correlations. 12th
ed.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2012. 187p. 6

Arteri, memnghantarkan darah keluar dari jantung, dapat diklasifikasikan


menjadi tiga kategori yaitu elastis (konduksi atau besar), muskular
(distribusi atau medium), dan arteriol.4,5 Arteri tipe elastis, seperti aorta,
menerima darah langsung dari jantung, karena itu merupakan arteri
terbesar. 4,5 Arteri tipe muskular mendistribusikan darah ke berbagai
organ, sedangkan arteriol mengatur distribusi darah ke jala-jala kapiler
melalui vasokonstriksi dan vasodilatasi.5 Arteri diklasifikasikan menjadi tiga
jenis:4,5

a. Arteri tipe elastis

Arteri tipe elastis adalah tipe arteri terbesar.5 Arteri ini berwarna
kekuningan karena banyaknya elastin di bagian media-nya.1 Intima lebih
tebal daripada lapisan intima di arteri muskular. Lamina elastica interna,
meskipun ada, tidak jelas terlihat karena serupa dengan lamina elastis di
lapisan berikutnya.4 Tunica media terdiri atas serat-serat elastin dan sederetan
lamina elastica yang berlubang-lubang dan tersusun konsentris.4 Di antara
lamina- lamina elastica, terdapat sel-sel otot polos, serat retikular,
proteoglikan, dan glikoprotein.4 Tunica adventitia relatif kurang berkembang.4
27
Karena arteri ini timbul secara langsung dari jantung, arteri ini terkena
perubahan siklik dari tekanan darah tinggi ketika ventrikel memompa darah
ke dalam lumennya dan rendah antara pengosongan ruang-ruang ini.5
Serat elastin ini tidak hanya memberi stabilitas strukturnya dan
memungkinkan pelebaran arteri elastis ini tetapi juga membantu dalam
mempertahankan tekanan darah antara denyutan jantung.4,5 Selama ventrikeli
berkontraksi (sistol), lamina elastica arteri besar teregang sehingga agak
mengurangi daya tekanan. Selama ventrikel berelaksasi (diastol), tekanan
ventrikel menurun ke nilai yang rendah, tetapi daya elastis arteri besar
membantu mempertahankan tekanan arterial.4 Akibatnya, tekanan arterial
dan kecepatan aliran darah menurun dan makin tidak bervariasi saat darah
mengalir menjauhi jantung. 4,5
b. Arteri tipe muskular

Arteri tipe muskular merupakan tipe arteri yang menyusun


kebanyakan arteri yang mempunyai nama pada tubuh.5 Arteri muskular dapat
mengendalikan banyaknya darah yang menuju organ dengan
mengontraksikan atau merlaksasikan sel-sel otot polos tunica media.4 Tunika
media-nya terdiri atas banyak sekali lapisan sel otot polos. 5 Tunica intima
memiliki lapisan subendotel yang sangat tipis dan lamina elastica
interna, yaitu komponen terluar tunica intima.4 Tunica media dapat
memiliki hingga 40 lapisan sel otot polos yang lebih mencolok dan
berbaur dengan sejumlah lamella elastica (tergantung pada ukuran
pembuluh) maupun serat-serat retikular dan proteoglikan.4 Lamina elastica
externa, yaitu komponen terakhir tunica media, hanya terdapat pada
arteri muskular yang lebih besar.4 Tunica adventitia terdiri atas jaringan
ikat.4 Arteri tipe elastis dan tipe muskular keduanya dipasok oleh vasa
vasorum dan serat-serat saraf.5

c. Arteriol

Arteriol merupakan arteri terkecil dan berperan untuk mengatur tekanan


darah.5 Arteriol mengindikasikan awal suatu mikrovaskular organ tempat

28
terjadinya pertukaran antara darah dan cairan jaringan. 4 Arteriol
memiliki ukuran lumen sebesar ketebalan dindingnya.4 Lapisan subendotel
sangat tipis,

29
tidak terdapat laminan elastica interna, dan tunica media umunya terdiri atas
sel otot polos yang tersusun melingkar.4 Pada arteriol, tunica adventitia-nya
sangat tipis.4 Metarteriol adalah ujung akhir arteriol dan pembuluh ini
dicirikan oleh adanya lingkaran sel otot polos yang tidak sempurna (sfingter
prakapiler) yang melingkari awal kapiler.5 Metarteriol membentuk ujung
arteri (proksimal) dari kanalis sentralis dan pembuluh ini berperan
menghantarkan darah ke dalam jala-jala kapiler.5

2.2.2 Pembuluh darah vena

Gambar 2.2.5. Vena


Sumber : Gartner LP. Color textbook of histology. 5th ed. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins; 2009. 186 p. 5

Vena mengalirkan darah kembali ke jantung dan tekanan yang diterima oleh
vena sangat rendah, dimana darah ini bergerak mealalui kontraksi tunica media
dan kompresi eksternal dari otot sekitar dan organ lain. 4,5 Umumnya diameter
lumen vena lebih besar daripada pembuluh arteri yang sejenis; namun
vena berdinding lebih tipis dan memiliki sel otot polos yang lebih sedikit dari
arteri, karena vena tidak menerima tekanan darah yang tinggi. 4,5 Vena juga
mempunyai

30
tiga lapisan konsentris yaitu tunika intima, tunika media, dan tunika
adventisia.4,6
Pada lapisan tunica adventitia terdapat kolagen yang berkembang dengan
baik. 4
Selain itu, vena mempunyai lapisan sel otot polos lebih sedikit di tunika media-
nya daripada yang ada di arteri, serta serat-serat retikular dan jalinan halus serat
elastin.4,5 Tunica intima umumnya memiliki lapisan subendotel tipis. 4
Akhirnya vena mempunyai katup yang bekerja untuk mencegah berbaliknya
aliran darah.4,5

Gambar 2.2.6. Dinding vena elastik besar: aorta


Sumber : Eroschenko VP. Atlas of histology with functional correlations. 12th
ed.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2012. 187p. 6

Ada tiga jenis vena yaitu kecil, sedang, dan besar.4,5 Vena terkecil sering
disebut venula, juga berperan untuk pertukaran zat-zat.4,5,6 Ujung vena (distal)
dari kanalis sentralis, dikenal sebagai suatu kanal utama, berperan untuk
menyalurkan darah dari jala-jala kapiler dan membawanya ke dalam
venula.4
Tramsisi dari kapiler menjadi venula terjadi secara bertahap.1 Venae
pascakapiler serupa secara struktural dengan kapiler, dengan perisit tetapi
dengan diameter yang bervariasi. 4 Venula pascakapiler berpartisipasi dalam
proses pertukaran antara darah dan jaringan, dan juga merupakan tempat utama
sel darah putih meninggalkan sirkulasi di tempat infeksi atau kerusakan
jaringan.4 Venula-venula ini bertemu menjadi venula pengumpul yang lebih
31
besar dan memiliki sel banyak kontraktil.4 Dengan ukuran yang lebih
besar, venula dikelilingi oleh tunica media yang dapat dikenali dengan 2 atau 3
lapisan

32
otot polos yang disebut venula muskular.4 Zat vasodilator seperti serotonin dan
histamin tampak bekerja pada venula kecil, menyebabkannya menjadi “bocor”
karena jarak antar sel antara membran sel-sel endotel meningkat. Kebanyakan
celah antar sel terdapat di venula kecil daripada pada kapiler.5

2.2.3 Pembuluh darah


kapiler

Gambar 2.2.7. Kapiler


Sumber: Mescher AL. Basic histologi, text and atlas. 14th ed. New
York: McGrowHils; 2012. 193 p.4

Kapiler biasanya membentuk jala-jala berdinding tipis dan mendapat darah


melalui arteriol dan dikosongkan melalui venula.5 Kapiler memungkinkan
berbagai tingkat pertukaran metabolik antara darah dan jaringan ikat.4
Seringkali, jala-jala kapiler dikelilingi oleh pembuluh khusus yang disebut
anastomosis arteriovenosa, letaknya saling berhadapan antara sistem arteri dan
sistem vena.5
Kapiler terdiri atas sel endotel yang sangat terputus-putus yang
membentuk celah vaskular sempit berdiameter 8-10 μm dan panjang biasanya
kurang dari 1 mm.4,5 Berkaitan dengan kapiler ada lamina basalis dan
perisit, akan tetapi kapiler tidak mempunyai sel-sel otot polos.4,5 Karena itu,
kapiler tidak memperlihatkan aktivitas vasomotoris.5 Pengendalian aliran darah
ke dalam jala- jala kapiler ditentukan pada tempat dimana setiap kapiler

33
timbul dari ujung arteriol dan dilengkapi oleh sel-sel otot polos yang disebut
sfingter prakapiler.5
Dengan adanya metarteriol dan saluran pintas maka dimungkinkan
untuk

34
mempertahankan aliran darah yang cukup selama menurunnya aliran darah
melalui jala-jala kapiler.5 Berdasarkan sifat struktur halus, dikenal tiga
jenis kapiler yaitu fenestrata, kontinyu, dan terputus-putus.4,5
Kapiler kontinyu, atau somatik memungkinkan pertukaran zat dan ditandai
dengan kontnuitas khusus sel endotel di dindingnya.4 Kapiler ini
merupakan jenis kapiler tersering dan ditemukan pada semua jenis jaringan
otot, jaringan ikat, kelenjar eksokrin, dan jaringan saraf.4 Vesikel juga tampak
sebagai vesikel tersendiri di sitoplasma sel ini dan berperan pada transitosis
makromolekul di kedua arah pada sitoplasma endotel.4 Kapiler tipe kontinyu,
tidak mempunyai pori-pori dan zat-zat harus menembus sel endotel baik
melalui vesikula pinositosis atau melalui tautan antara sel endotel.5 Pada
tempat-tempat tertentu dalam tubuh (otak, timus, testis) ada fasia okluden yang
dibentuk oleh sel endotel yang kontinyu untuk mencegah lolosnya atau
masuknya zat-zat menembus celah antar sel.5

Kapiler fenestrata mempunyai sejumlah pori-pori, biasanya ada jembatan


diafragma, dapat dilalui oleh zat-zat yang masuk atau keluar lumen
kapiler.4,5
Kapiler ini memungkinkan pertukaran molekul yang lebih luas melalui endotel
dan ditandai dengan adanya fenestra sirkular kecil melalui sel endotel pipih
yang sangat tipis.4 Setip fenestra biasanya ditutupi oleh sebuah diafragma yang
sangat tipis dan mengandung proteoglikan heparan tetapi tidak lapisan ganda
lipid.4,5
Lamina basal pada kapiler ini bersifat kontinyu yang menutupi
fenestra.4

Kapiler diskontinyu (sinusoid) berkelok-kelok dan mempunyai lumen


lebar.5
Sel endotel-nya memperlihatkan fenestra dan celah antar sel yang lebar.5 Juga,
lamina basalis-nya tidak kontinyu. Sering, makrofag ada kaitannya dengan
kapiler tidak kontinyu.5 Pada kapiler ini dimungkinkan pertukaran
makromolekul secara maksimal serta di antara jaringan dan darah serta
memiliki karakteristik berikut: sel endotel memiliki fenestra besar tanpa
diafragma; sel dari suatu lapisan diskontinu dan terpisah satu sama lain oleh
35
ruang yang lebih lebar; lamina basal juga bersifar diskontinu.4 Sinusoid
berbentuk iregular dan berdiameter lebih besar dari jenis kapiler lain, yang
memungkinkan aliran

36
darah yang lambat ditempat ini.4

2.3 Fisiologi mekanisme terjadinya edema

Gambar 2.3.1. Mekanisme terjadinya edema


Sumber : Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Robins Buku Ajar Patologi. 7th ed. Muhammad
Asroruddin, Hariawati Hartanti ND, editor. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 76-78
p.7

Edema atau bengkak adalah pengumpulan cairan di jaringan interstitial


ataupun dirongga-rongga tubuh.7 Proses keluar masuknya cairan dari dalam
vaskuler dan keluar vaskuler dipengaruhi oleh 2 hal, yaitu :

1. Tekanan hidrostatik , banyak dipengaruhi cairan yang berfungsi


untuk mendorong cairan keluar
2. Tekanan osmotik, banyak dipengaruhi protein yang berfungsi
untuk menarik cairan kedalam

Mekanismenya adalah ketika tekanan hidrostatik mendorong cairan keluar


yang kemudian ada tekanan osmotik yang menarik kembali dari interstitial
masuk kedalam, yang dalam hal ini dipengaruhi oleh protein plasma dan tentu
juga ada yang sisa didalam interstitial dan yang sisa ini akan mengalir keluar
kedalam
37
sistem limfatik2.Jadi,secara total persamaanya adalah jumlah yang keluar
(dipengaruhi hidrostatik) harus sama dengan yang kembali masuk kedalam
(dipengaruhi oleh protein plasma darah) ditambah dengan yang keluar melalui
sistem limfatik.7

Ketika tidak seimbang antara jumlah cairan keluar dan yang masuk maka
akan terjadi penumpukan cairan interstitial yang menyebabkan terjadinya edema
, disebabkan karena :

1. Berkurangnya konsentrasi protein plasma menurunkan tekanan


osmotik koloid plasma.8 Penurunan tekanan masuk utama ini
menyebabkan kelebihan cairan yang keluar sementara cairan yang
direabsorpsi lebih sedikit daripada normal; karena itu, kelebihan
cairan tersebut tetap berada di ruang interstisium. Edema dapat
disebabkan oleh penurunan konsentrasi protein plasma melalui
beberapa cara berbeda: pengeluaran berlebihan protein plasma melalui
urine, akibat penyakit ginjal; penurunan sintesis protein plasma,
akibat penyakit hati (hati membentuk hampir semua protein plasma);
makanan yang kurang mengandung protein; atau pengeluaran
bermakna protein plasma akibat luka bakar yang luas.7

2. Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler memungkinkan lebih


banyak protein plasma yang keluar dari plasma ke dalam cairan
interstisium sekitar sebagai contoh, melalui pelebaran pori kapiler
yang dipicu oleh histamin sewaktu cedera jaringan atau reaksi alergik1.
Penurunan tekanan osmotik koloid plasma yang terjadi menurunkan
tekanan masuk efektif,8 sementara peningkatan tekanan osmotik koloid
cairan interstisium yang terjadi akibat peningkatan protein di cairan
interstisium meningkatkan tekanan keluar efektif. Ketidak seimbangan
ini ikut berperan menyebabkan edema lokal yang berkaitan
dengan cedera (misalnya, lepuh) dan reaksi alergik (misalnya
biduran).7

38
3. Meningkatnya tekanan vena, seperti ketika darah terbendung di vena,
menyebabkan peningkatan tekanan darah kapiler. Karena kapiler
mengalirkan isinya ke dalam vena, pembendungan darah di vena
mengarah pada "back log" darah di dalam kapiler karena lebih sedikit
darah yang keluar dari kapiler menuju vena yang kelebihan
muatan daripada yang masuk ke arterior. Peningkatan tekanan
hidrostatik keluar melewati dinding kapiler ini berperan besar
menyebabkan edema pada gagal jantung kongestif. Edema regional
juga dapat terjadi akibat restriksi lokal aliran balik vena. Contohnya
adalah pembengkakan yang sering terjadi di tungkai dan kaki selama
kehamilan. Uterus yang membesar menekan vena-vena besar yang
menyalurkan darah dari ekstremitas bawah sewaktu pembuluh-
pembuluh tersebut masuk ke rongga abdomen. Bendungan darah di
vena ini meningkatkan tekanan darah di kapiler tungkai dan kaki,
mendorong edema regional ekstremitas bawah.8

4. Sumbatan pembuluh limfe menyebabkan edema karena kelebihan


cairan filtrasi tertahan di cairan interstisium dan tidak dapat
dikembalikan ke darah melalui pembuluh limfe.8 Akumulasi
protein di cairan interstisium memperparah masalah melalui efek
osmotiknya. Sumbatan pembuluh limfe Iokal dapat terjadi, sebagai
contoh, di lengan wanita yang saluran-saluran drainase limfenya dari
lengan telah tersumbat akibat pengangkatan kelenjar limfe selama
pembedahan untuk kanker payudara. Penyumbatan pembuluh limfe
yang lebih luas terjadi pada filariasis, suatu penyakit parasit yang
ditularkan melalui nyamuk yang terutama ditemukan di daerah pantai
tropis. Pada penyakit ini, cacing filaria yang halus mirip benang
menginfeksi pembuluh limfe dan keberadannya mencegah aliran limfe
yang normal. Bagian tubuh yang terkena, terutama skrotum dan
ekstremitas, mengalami edema berat. Penyakit ini sering dinamai
elefantiasis karena kaki yang membengkak tampak seperti kaki
gajah. Apapun penyebab edemanya, satu

39
konsekuensi yang penting adalah berkurangnya pertukaran bahan
antara darah dan sel1. Karena penumpukan cairan berlebih, jarak antara
darah dan sel yang harus dilalui oleh nutrien, O2, CO2, dan zat sisa
untuk berdifusi bertambah. Karena itu, sel-sel di dalam jaringan
edematosa mungkin mengalami kekurangan pasokan.8

2.4 Fisiologi Trombosit

2.4.1 Trombosit

Trombosit, atau keping darah bukan merupakan sel lengkap, tetapi fragmen
kecil sel (garis tengah sekitar 2 hingga 4 mm) yang dilepaskan dari tepi luar sel
terikat-sumsum tulang yang sangat besar (garis tengah hingga 60 mm)
yang dikenal sebagai megakariosit.Satu megakariosit biasanya memproduksi
sekitar
1000 trombosit. Megakariosit berasal dari sel punca belum berdiferensiasi yang
sama dengan yang menghasilkan turunan eritrosit dan leukosit. Trombosit pada
hakikatnya adalah vesikel yang terlepas yang mengandung sebagian sitoplasma
megakariosit yang terbungkus dalam membran plasma.9

Gambar 2.4.1. Megakariosit yang membentuk trombosit.1


Sumber : Sherwood L. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. 8th ed. Jakarta: EGC; 2013. 9

40
Trombosit tetap berfungsi selama rerata 10 hari, setelah itu keping darah
ini dibersihkan dari sirkulasi oleh makrofag jaringan, terutama yang terdapat di
limpa dan hati, dan diganti oleh trombosit baru yang dibebaskan dari sumsum
tulang. Hormon trombopoietin, yang dihasilkan oleh hati, meningkatkan jumlah
megakariosit di sumsum tulang dan merangsang tiap-tiap megakariosit untuk
menghasilkan lebih banyak trombosit sesuai yang diperlukan faktor-faktor yang
mengontrol sekresi trombopoietin dan mengatur kadar trombosit saat ini sedang
dalam penelitian.9
Trombosit merupakan potongan sel maka trombosit tidak memiliki nukleus.
Namun, trombosit memiliki organel dan enzim sitosol untuk menghasilkan
energi dan membentuk produk sekretorik, yang disimpan di banyak granula
yang tersebar di seluruh sitosol. Selain itu, trombosit mengandung banyak aktin
dan miosin, yang menyebabkan keping darah ini mampu berkontraksi.
Kemampuan sekretorik dan kontraksi ini penting dalam hemostasis, suatu topik
yang sekarang akan kita ulas.9

2.4.2 Proses pembentukan thrombosit

Trombosit dalam keadaan normal tidak melekat ke permukaan


endotel pembuluh darah yang licin tetapi mereka melekat ke pembuluh darah
yang rusak. Ketika permukaan endotel terganggu karena cedera pada pembuluh
darah, faktor von Willebrand (vWF), suatu protein plasma yang
disekresikan oleh megakariosit, trombosit, dan sel endotel serta selalu ada di
plasma, melekat ke kolagen yang terpajan. Kolagen adalah protein fibrosa di
jaringan ikat di bawah lapisan endotel.9

41
Gambar 2.4.2. Pembentukan sumbat trombosit.
Sumber : Sherwood L. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. 8th ed. Jakarta: EGC; 2013.9

Faktor von Willebrand memiliki tempat perlekatan yang merupakan tempat


melekatnya trombosit yang bergerak cepat melalui reseptor permukaan-
selnya yang spesifik bagi protein plasma ini. Karena itu, faktor vWF berfungsi
sebagai jembatan antara trombosit dan pembuluh darah yang cedera. Perlekatan
ini mencegah trombosit untuk tersapu oleh sirkulasi. Lapisan trombosit yang
tersumbat ini membentuk dasar dari sumbatan trombosit hemostatik pada tempat
yang mengalami kerusakan. Kolagen mengaktifkan ikatan trombosit. Pada
keadaan normal trombosit berbentuk seperti cakram dan memiliki permukaan
yang halus, tetapi trombosit yang teraktivasi dengan cepat mengatur elemen
sitoskeletal aktin mereka untuk membentuk prosesus seperti paku, yang
membantunya melekat ke kolagen dan trombosit lainnya.9

Trombosit yang teraktivasi juga melepaskan beberapa senyawa kimia yang


penting dari granula simpanan mereka. Di antara senyawa-senyawa kimia
ini adalah adenosin difosfat (AtP) yang menyebabkan permukaan trombosit darah
yang terdapat di sekitar mereka menjadi lekat sehingga trombosit tersebut
melekat ke lapis pertama gumpalan trombosit dan teraktivasi. Trombosit-
trombosit yang
42
baru beragregasin, memelepaskan lebih banyak AP yang menyebabkan semakin
banyak trombosit menumpuk, dan seterusnya, sehingga di tempat kerusakan
cepat terbentuk sumbat trombosit melalui mekanisme umpan-balik positif. 9

Proses agregasi ini diperkuat oleh pembentukan parakrin yang serupa


prostaglandin yang distimulasi oleh AtP, trombosan A2, dari komponen
membran plasma trombosit. Tromboksan A2 merangsang agregasi trombosit
secara langsung dan selanjutnya meningkatkannya secara tidak langsung dengan
memicu pelepasan lebih banyak AtP dari granula trombosit. Karena itu,
pembentukan sumbat trombosit melibatkan tiga kejadian adhesi, aktivasi,
dan agregasi yang berurutan dan saling terintegrasi. Karena sifat agregasi
trombosit yang terus berlanjut, mengapa sumbat trombosit tidak terus terbentuk
dan meluas ke permukaan pembuluh darah normal di sekitarnya. Alasan
utamanya adalah bahwa ADP yang dikeluarkan oleh trombosit aktif merangsang
pelepasan prostasiklin dan nitrat oksida dari endotel normal di dekatnya. Kedua
bahan kimia ini menghambat agregasi trombosit. Karena itu, sumbat
trombosit bersifat terbatas pada kerusakan dan tidak menyebar ke jaringan
vaskular sekitar yang tidak rusak. Sumbat trombosit tidak saja secara fisik
menambal kerusakan pembuluh, tetapi juga melaksanakan tiga fungsi penting.

1. Kompleks aktin-miosin di dalam trombosit yang membentuk


sumbat tersebut berkontraksi untuk memadatkan dan memperkuat
sumbat yang semula longgar.
2. Sumbat trombosit melepaskan beberapa vasokonstriktor kuat yang
memicu konstriksi kuat pembuluh yang bersangkutan untuk
memperkuat vasospasme awal.
3. Sumbat trombosit membebaskan bahan-bahan kimia lain yang
meningkatkan koagulasi darah, yaitu langkah berikut pada
hemostasis.9

43
2.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Aliran Darah Vena/Arteri
2.5.1 Aliran darah melalui pembuluh bergantung pada gradien tekanan
dan resistensi vascular
Laju aliran darah melalui suatu pembuluh (yaitu, volume darah yang
melalui per satuan waktu) berbanding lurus dengan gradien tekanan (seiring
dengan peningkatan gradien tekanan, laju aliran meningkat) dan berbanding
terbalik dengan resistensi vaskular (seiring dengan peningkatan resistensi,
laju aliran menurun):10
1. Gradien tekanan
Gradien tekanan merupakan perbedaan tekanan antara awal dan akhir suatu
pembuluh. Darah akan mengalir dari daerah yang memiliki tekanan lebih tinggi
ke daerah yang meiliki tekanan lebih rendah mengikuti penurunan gradien
tekanan. Kontraksi jantung menyebabkan tekanan pada darah, yaitu gaya
dorong utama bagi aliran melewati suatu pembuluh. Karena adanya gesekan
(resistensi), maka tekanan turun sewaktu darah menyusuri panjang pembuluh.
Karena itu, tekanan lebih tinggi di awal daripada di akhir pembuluh, dan
membentuk gradien tekanan untuk aliran maju darah melalui pembuluh. Semakin
besar gradien tekanan yang mendorong darah melalui suatu pembuluh, maka
semakin besar laju aliran melalui pembuluh tersebut.

Gambar 2.5.1. Hubungan aliran dengan gradien tekanan di pembuluh.


Sumber: Sherwood L. Introduction to Human Physiology. 8th ed. Suzannah Alexander,
editor.
New York: Yolanda Cossio; 2013. 363p.10

44
2. Resistensi
Resistensi merupakan hambatan atau tahanan pada aliran darah melalui
suatu pembuluh, yang diakibatkan karena gesekan antara cairan yang bergerak
dan dinding vaskular yang diam. Seiring dengan meningkatnya resistensi, darah
jadi semakin sulit melewati pembuluh sehingga laju aliran menjadi berkurang
(selama gradien tekanan tidak berubah). Apabila resistensi meningkat, maka
gradien tekanan harus meningkat secara proporsional agar laju aliran tetap.
Oleh karena itu, apabila pembuluh membentuk resistensi yang lebih besar,
maka jantung harus bekerja lebih keras agar mempertahankan sirkulasi
yang kuat. Resistensi terhadap aliran darah, berbanding lurus dengan viskositas
darah, berbanding lurus dengan panjang pembuluh, dan berbanding terbalik
dengan jari-jari pembuluh.10
Viskositas merujuk kepada friksi yang dibentuk oleh molekul-molekul
cairan sewaktu molekul-molekul cairan saling bergeser saat cairan mengalir.
Semakin besar viskositas, maka semakin besar resistensi terhadap aliran.
Secara umum, semakin kental cairan, maka semakin besar viskositasnya.
Misalnya, gula cair mengalir lebih lambat dari pada air dikarenakan gula cair
mempunyai viskositas yang lebih besar. Viskositas darah ditentukan terutama
oleh jumlah sel darah merah yang beredar. Dalam keadaan normal, faktor ini
relatif konstan dan karenanya kurang penting untuk mengontrol resistensi.
Tetapi, kadang viskositas darah dan, karenanya, resistensi pada aliran berubah
oleh kelainan jumlah sel darah merah. Apabila sel darah merah jumlahnya
berlebihan, maka aliran darah menjadi lebih lambat dari pada normal.10 Karena
darah bergesekan dengan lapisan dalam pembuluh sewaktu mengalir, semakin
luas permukaan pembuluh yang berkontak dengan darah, maka semakin
besar resistensi terhadap aliran. Luas permukaan ditentukan baik oleh panjang
maupun jari-jari pembuluh. Pada radius yang tetap, semakin panjang
pembuluh, semakin besar luas permukaan dan semakin besar resistensi
terhadap aliran. Karena panjang pembuluh di tubuh tidak berubah, hal ini
bukan merupakan faktor variabel dalam kontrol resistensi vaskular. Oleh
Karena itu, penentu utama resistensi pada aliran adalah jari-jari pembuluh.
Cairan akan lebih mudah mengalir

45
melalui suatu pembuluh besar dari pada pembuluh kecil. Penyebabnya adalah
bahwa volume tertentu darah berkontak dengan luas permukaan yang jauh lebih
besar pada pembuluh berjari-jari kecil dibandingkan pada pembuluh berjari-jari
besar sehingga resistensi menjadi lebih besar.10

Gambar 2.5.2. Hubungan resistensi dan aliran dengan jari-jari pembuluh.


.Sumber: Sherwood L. Introduction to Human Physiology. 8th ed. Suzannah
Alexander, editor. New York: Yolanda Cossio; 2013. 364p.1o

Selain itu, perubahan kecil dalam jari-jari pembuluh mengakibatkan


perubahan nyata pada aliran karena, dapat dilihat pada persamaan R sebelumnya,
resistensi berbanding terbalik dengan pangkat empat jari-jari (pengalian jari-jari
dengan dirinya sendiri empat kali; R a 1/r4). Karena itu, peningkatan dua kali
lipat jari-jari mengurangi resistensi menjadi 1/16 dari nilai awal (r = 2 x 2 x 2 x 2
= 16; R = 1/16) dan karenanya ini meningkatkan aliran melalui pembuluh 16 kali
lipat (pada gradien tekanan yang sama). Sebaliknya juga berlaku, hanya 1/16
jumlah darah yang mengalir melewati suatu pembuluh pada gradien tekanan
yang sama apabila jari-jari dikurangi menjadi separuhnya. Hal yang penting, jari-
jari arteriol dapat diatur dan merupakan faktor utama dalam mengontrol
resistensi terhadap aliran darah di seluruh sistem pembuluh. 10

46
Gambar 2.5.3. Hubungan resistensi dan aliran dengan jari-jari pembuluh.
Sumber: Sherwood L. Introduction to Human Physiology. 8th ed. Suzannah Alexander,
editor.
New York: Yolanda Cossio; 2013. 364p.10
3. Hukum Poiseuille
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan aliran melewati
suatu pembuluh diintegrasikan dalam hukum Poiseuille sebagai berikut:1

Maka dari hubungan antara aliran, tekanan, dan resistensi yang


terutama ditentukan oleh jari-jari pembuluh.10

47
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan skenario adalah pria dalam


skenario mengalami bengkak pada nyeri tungkai bawah, setelah melakukan
perjalanan 14 jam, pada pemeriksaan fisik terliht dilatasi vena-vena pada
permukaan tungkai bawah kanannya dan terdapat pitting edema, dan pada
pemeriksaan ultrasonografi vaskular terlihat trombus pada vena profunda regio
femoralis kanan serta katup vena yang inkompeten.

Edema adalah gelembung cairan dari beberapa organ atau jaringan


sebagai akibat dari akumulasi abnormal cairan di bawah kulit atau dalam satu
atau lebih rongga tubuh, dimana caian ini bisa berupa cairan
ekstraseluler dan ekstravaskuler. Edema dapat menyebabkan perubahan pada
tubuh yang secara anatomis dapat dilihat, seperti dalam skenario, kaki dari
pria dalam skenario mengalami pembengkakan.

Pada vena profunda regio femoralis kanan juga terlihat trombus, dimana
trombus adalah terbentuknya bekuan darah dalam pembuluh darah. Bekuan ini
dapat terbentuk jika darah teraktivasi atau terpapar dengan suatu permukaan.
Menurut trias Virchow, trombus dapat terbentuk karena:

1. Ganguan pada aliran darah yang mengakibatkan


statis.

2. Gangguan pada keseimbangan prokoagulan dan antikoagulan yang


menyebabkan aktivasi faktor pembekuan.

3. Gangguan dinding pembuluh darah (endotel) yang menyebabkan prokoagulan.


Jadi secara histologis, jika terjadi gangguan pada sel endotel yang membentuk
dinding pembuluh darah, maka dapat menyebabkan terjadinya trombus.

48
Sesuai skenario, pria berumur 55 tahun ditambah dengan mungkin gaya
hidup pria tersebut yang sering bepergian jarak jauh, dimana umur, jenis kelamin,
dan gaya hidup merupakan faktor dari hipertensi. Hipertensi, meski tidak
disebutkan dalam skenario, dapat menyebabkan kerusakan vaskular
pembuluh darah (kerusakan anatomis maupun histologis), dimana akan terjadi
perubahan struktur pada pembuluh darah itu dan dapat terjadi vasokonstriksi
karena penyumbatan pembuluh darah, yang berarti terjadi gangguan sirkulasi.
Salah satu organ yang terpengaruh akibat dari gangguan sirkulasi adalah ginjal.
Jika aliran darah ginjal terganggu atau terjadi vasokonstriksi pada pembuluh
darah ginjal, berarti terjadi penurunan aliran darah ke ginjal, dimana ginjal
akan merespon dengan meningkatkan retensi Natrium, yang dapat menyebabkan
edema.

49
DAFTAR PUSTAKA

1. Snell RS. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Sugiharto L, editor.


Jakarta: EGC; 2011. 236-52p.
2. Netter FH. Atlas of Human Anatomy. 6th ed. Philadelphia: Saunders; 2014.
499p.
3. Paulsen F. Waschke J. Sobotta Atlas Anatomi Manusia. Edisi 15. Pendit
BU, Ahli Bahasa. Jakarta: EGC; 2012. 365p.

4. . Mescher AL. Basic histologi, text and atlas. 14th ed. New
York: McGrowHils; 2012.
5. Gartner LP. Color textbook of histology. 5th ed. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins; 2009
6. Eroschenko VP. Atlas of histology with functional correlations. 12th ed.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2012
7. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Robins Buku Ajar Patologi. 7th ed.
Muhammad Asroruddin, Hariawati Hartanti ND, editor. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 76-78 p.
8. Sherwood 7. Sherwood L. Introduction to Human Physiology. 8th ed.
Suzannah Alexander, editor. New York: Yolanda Cossio; 2013. 424–425p.
9. Sherwood L. Introduction to Human Phisiology. 8 th ed. Suzannah
Alexander, editor. New York: Yolanda Cossio; 2013. 354p-355p
10. Sherwood L. Introduction to Human Physiology. 8th ed. Suzannah
Alexander, editor. New York: Yolanda Cossio; 2013. 363-364p

50

Anda mungkin juga menyukai