Anda di halaman 1dari 8

TUGAS

PATOLOGI KLINIK
ETIOLOGI, SYMPTOM, TREATMENT & EDUKASI PASIEN
TENTANG KANKER RAHIM (SERVIKS)

KELAS 3A
KELOMPOK 4
NAMA-NAMA ANGGOTA
KANKER RAHIM (SERVIKS)
ETIOLOGI :
Serviks adalah bagian bawah rahim yang terhubung ke vagina. Salah satu fungsi
serviks adalah memproduksi lendir atau mukus. Lendir membantu menyalurkan sperma
dari vagina ke rahim saat berhubungan seksual. Selain itu, serviks juga akan menutup saat
kehamilan untuk menjaga janin tetap di rahim, dan akan melebar atau membuka saat
proses persalinan berlangsung.

Kanker serviks adalah kanker yang tumbuh pada sel-sel di leher rahim. Umumnya,
kanker serviks tidak menunjukkan gejala pada tahap awal. Gejala baru muncul saat kanker
sudah mulai menyebar. Dalam banyak kasus, kanker serviks terkait dengan infeksi menular
seksual.

Kanker serviks terjadi ketika sel-sel yang sehat mengalami perubahan atau mutasi
genetik. Mutasi genetik ini mengubah sel yang normal menjadi abnormal, kemudian
berkembang secara tidak terkendali dan membentuk sel kanker. Walau demikian, hingga
saat ini belum diketahui apa yang menyebabkan perubahan pada gen tersebut.

Sel kanker yang tidak ditangani, akan menyebar ke jaringan di sekitarnya.


Penyebaran terjadi melalui sistem limfatik, yaitu aliran getah bening yang berfungsi
menghasilkan antibodi untuk melawan infeksi. Bila sudah mencapai sistem limfatik, sel
kanker dapat menyebar ke berbagai organ tubuh, misalnya tulang. Proses ini disebut
dengan metastasis.

Meskipun belum diketahui apa penyebab pasti kanker serviks, ada beberapa faktor
yang meningkatkan risiko kanker ini. Faktor utamanya adalah kelompok virus yang
disebut HPV (human papilloma virus) yang menginfeksi leher rahim. Selain daerah kelamin,
HPV juga dapat menginfeksi kulit dan membran mukosa di anus, mulut, serta tenggorokan.

HPV pada serviks menular melalui hubungan seksual dan penularan ini semakin
berisiko bila memiliki lebih dari satu partner seksual, hubungan seks pada usia dini,
individu dengan kekebalan tubuh lemah (misalnya pada pasien HIV/AIDS), serta penderita
infeksi menular seksual, seperti gonore, klamidia, dan sifilis.

Pada banyak kasus, infeksi HPV sembuh dengan sendirinya. Tetapi pada sebagian
wanita, infeksi HPV memicu perubahan abnormal pada sel di rahim. Perubahan abnormal
ini disebut cervical intraepitheal neoplasia (CIN), yaitu suatu kondisi pra-kanker yang akan
berkembang menjadi kanker bila tidak segera ditangani. Namun demikian, diketahui hanya
5% infeksi HPV yang berkembang menjadi CIN dalam kurun waktu 3 tahun. Sedangkan
perkembangan dari CIN menjadi kanker serviks dapat terjadi dalam 5 hingga 30 tahun.

Penelitian menunjukkan, lebih dari 99% kasus kanker serviks terkait dengan HPV.
Meskipun demikian, tidak semua HPV menyebabkan kanker serviks. Dari 100 lebih tipe
virus HPV, hanya 15 di antaranya yang terkait dengan kanker serviks, terutama HPV 16
dan HPV 18.

Faktor lain yang dapat memicu kanker serviks adalah merokok. Wanita perokok dua
kali lebih berisiko terserang kanker serviks dibanding wanita yang tidak merokok. Zat
kimia di dalam rokok dapat masuk ke aliran darah, dan diyakini dapat memengaruhi sel
tubuh dan memicu berbagai kanker, termasuk kanker serviks.

Di samping sejumlah faktor di atas, beberapa faktor lain yang dapat meningkatkan risiko
seseorang mengalami kanker serviks adalah:

 Berat badan berlebih (obesitas).


 Kurang konsumsi buah dan sayuran.
 Mengonsumsi obat pencegah keguguran (dietilstilbestrol) dalam masa kehamilan.
 Mengonsumsi pil KB selama 5 tahun atau lebih.
 Melahirkan lebih dari 5 anak, atau melahirkan di bawah usia 17 tahun.
 Riwayat kanker serviks dalam keluarga.

Kanker serviks adalah salah satu jenis kanker yang paling mematikan pada wanita,
selain kanker payudara. Berdasarkan penelitian yang dirilis WHO pada tahun 2014, lebih
dari 92 ribu kasus kematian pada wanita di Indonesia disebabkan oleh penyakit kanker.
Dari jumlah tersebut, 10% terjadi karena kanker serviks. Sedangkan menurut data
Kementerian Kesehatan RI, setidaknya terjadi 15000 kasus kanker serviks setiap tahunnya
di Indonesia.

SYMPTOM :
Kanker serviks umumnya tidak menimbulkan gejala pada stadium awal. Gejala baru
muncul saat kanker memasuki stadium lanjut. Pada kondisi tersebut, gejala yang muncul
bisa berupa:

 Perdarahan melalui vagina di luar masa menstruasi, setelah berhubungan intim,


atau setelah menopause.
 Keluar cairan berbau tidak sedap dari vagina, yang kadang bercampur darah.
 Timbul rasa sakit tiap berhubungan seksual.
 Nyeri panggul.

Bila kanker semakin menyebar ke jaringan di sekitarnya, beberapa gejala lain yang dapat
muncul meliputi:

 Diare.
 Mual dan muntah.
 Kejang.
 Kehilangan selera makan.
 Penurunan berat badan.
 Perut membengkak (asites).
 Nyeri saat buang air kecil.
 Terdapat darah dalam urine (hematuria).
 Perdarahan pada dubur saat buang air besar.
 Pembengkakan pada kaki.
 Tubuh mudah lelah.

Segera periksakan diri ke dokter jika mengalami pendarahan pada vagina


setelah menopause. Walaupun umumnya disebabkan oleh kanker serviks, kondisi tersebut
juga dapat disebabkan oleh kondisi lain, seperti polip rahim atau vagina kering.

TREATMENT :
Pengobatan terhadap kanker serviks meliputi bedah, kemoterapi, radioterapi, atau
kombinasi ketiganya. Metode yang dipilih tergantung kepada beberapa faktor, yaitu
stadium kanker, jenis kanker, serta kondisi kesehatan pasien. Sejumlah pengobatan yang
dapat dilakukan pada kanker serviks meliputi:
 Bedah
Beberapa metode bedah dapat menangani kanker serviks, terutama pada stadium
awal. Di antaranya adalah:

 Bedah laser
Bedah laser bertujuan menghancurkan sel kanker dengan menembakkan
sinar laser melalui vagina.

 Cryosurgery 
Cyrosurgery menggunakan nitrogen cair untuk membekukan dan
menghancurkan sel kanker.

 Konisasi atau biopsi kerucut 


Prosedur ini bertujuan mengangkat sel kanker menggunakan pisau bedah,
laser, atau kawat tipis yang dialiri listrik (LEEP). Metode konisasi yang dipilih
tergantung pada lokasi dan jenis kanker.

 Histerektomi
Histerektomi adalah bedah untuk mengangkat rahim (uterus) dan leher
rahim (serviks). Pengangkatan sel kanker dapat dilakukan melalui sayatan di
perut (abdominal hysterectomy), atau dengan laparoskopi (laparoscopic
hysterectomy). Selain dua metode tersebut, kanker juga bisa diangkat melalui
vagina (vaginal hysterectomy).

Pada kanker yang sudah menyebar luas, dokter juga akan mengangkat area
vagina, serta ligamen dan jaringan di sekitarnya. Selain itu, ovarium (indung
telur), saluran indung telur, dan kelenjar getah bening di sekitarnya juga akan
diangkat. Prosedur ini disebut histerektomi radikal.

Perlu diketahui bahwa histerektomi akan membuat pasien tidak lagi bisa
memiliki anak, dan mengakibatkan menopause pada wanita yang seharusnya
belum mengalaminya. Selain itu, histerektomi juga dapat menimbulkan
komplikasi jangka pendek seperti infeksi, perdarahan, terbentuknya gumpalan
darah, dan cedera pada kandung kemih, ureter (saluran urine dari ginjal ke
kandung kemih), atau rektum.

Sedangkan pada kasus yang jarang, komplikasi jangka panjang yang dapat
terjadi adalah limfedema (pembengkakan pada lengan dan tungkai akibat
penyumbatan saluran getah bening) dan inkontinensia urine (urine keluar tidak
terkontrol). Kemungkinan komplikasi lainnya dapat berupa timbulnya sumbatan
pada usus akibat terbentuknya jaringan parut, dan nyeri saat berhubungan seks
akibat vagina yang terlalu pendek dan kering.

 Trakelektomi radikal 
Bedah trakelektomi bertujuan mengangkat serviks, vagina bagian atas, serta
kelenjar getah bening di area pinggul, melalui laparoskopi. Pada trakelektomi,
rahim tidak ikut diangkat, dan disambungkan ke bagian bawah vagina. Oleh
karena itu, pasien masih memungkinkan memiliki anak.

 Bilateral salpingo oophorectomy. 


Bedah ini digunakan untuk mengangkat kedua ovarium dan tuba falopi.

 Pelvic exenteration. 
Pelvic exenterationadalah operasi besar yang hanya disarankan jika kanker
serviks kambuh kembali setelah sempat sembuh. Operasi ini dilakukan jika
kanker kembali ke daerah panggul, tapi belum menyebar ke wilayah lain.

Ada dua tahapan pelvic exenteration yang harus dilewati. Di tahap pertama,


kanker dan vagina akan diangkat. Kandung kemih dan rektum juga mungkin ikut
diangkat. Lalu pada tahap kedua, 1-2 lubang (stoma) akan dibuat di perut sebagai
jalan untuk mengeluarkan urine dan feses. Kotoran yang dibuang dimasukkan ke
dalam kantung penyimpanan yang disebut kantung kolostomi.

Setelah prosedur bedah selesai, dokter akan menggunakan kulit dan jaringan
dari bagian tubuh lain untuk membuat vagina baru.

 Radioterapi
Radioterapi adalah metode pengobatan kanker yang menggunakan sinar radiasi
tinggi untuk membunuh sel kanker. Untuk kanker serviks stadium awal, radioterapi
bisa dijalankan sebagai pengobatan tunggal atau dikombinasikan dengan bedah.
Sedangkan pada kanker serviks stadium lanjut, radioterapi dapat dikombinasikan
bersama kemoterapi untuk mengendalikan nyeri dan perdarahan.
Radioterapi bisa diberikan dengan dua cara, yaitu:

1. Radioterapi eksternal
Radioterapi eksternal atau disebut juga external beam radiation
therapy (EBRT), dilakukan dengan menggunakan mesin radioterapi. Mesin ini akan
menembakkan gelombang energi tinggi ke area panggul pasien untuk
menghancurkan sel kanker. Pada umumnya, pasien menjalani EBRT 5 hari dalam
seminggu, selama 6-7 pekan. EBRT akan dikombinasikan dengan pemberian obat
kemoterapi dalam dosis rendah, seperti cisplatin. Walaupun demikian, EBRT
juga dapat diberikan sebagai pengobatan tunggal, terutama pada pasien yang tidak
bisa menjalani kemoterapi.

2. Radioterapi internal
Radioterapi internal atau brakiterapi dilakukan dengan memasukkan implan
radioaktif melalui vagina, dan ditempatkan langsung di sel kanker atau di
dekatnya. Brakiterapi sering dikombinasikan dengan EBRT sebagai terapi utama
kanker serviks. Brakiterapi dapat diberikan dengan dosis rendah selama beberapa
hari. Bisa juga diberikan dalam dosis tinggi selama seminggu. Pada brakiterapi
dosis tinggi, implan radioaktif akan dimasukkan dan didiamkan selama beberapa
menit, lalu dikeluarkan.

Dalam jangka pendek, EBRT dapat menyebabkan efek samping seperti diare,
mual muntah, kram perut, tubuh lemas, iritasi kulit, perdarahan pada vagina atau
rektum, dan inkontinensia urine. Efek samping lainnya meliputi nyeri pada vagina
(terutama saat berkemih), perubahan siklus menstruasi, menopause dini, cystitis, serta
kekurangan sel darah seperti sel darah putih (leukopenia). Sedangkan pada
brakiterapi, efek samping jangka pendek yang umumnya muncul adalah iritasi pada
vagina.

Pada beberapa kasus, efek samping di atas dapat bersifat permanen. Tetapi,
kebanyakan efek samping akan hilang dalam 2 bulan setelah menyelesaikan
pengobatan.

Dalam jangka panjang, EBRT dan brakiterapi dalam menimbulkan efek samping
seperti vaginal stenosis (kondisi vagina menyempit atau memendek). Kondisi ini akan
menyebabkan nyeri pada vagina saat berhubungan seks. Selain itu, terapi radiasi pada
panggul dapat melemahkan tulang. Bahkan, patah tulang panggul dapat terjadi 2-4
tahun setelah menjalani radioterapi. Efek samping lainnya adalah limfedema atau
pembengkakan pada kaki akibat penyumbatan saluran getah bening.

Untuk mencegah efek samping seperti kemandulan, dokter akan menyarankan


pasien menjalani pengambilan sel telur, sehingga pasien dapat menjalani bayi
tabung di kemudian hari. Sedangkan untuk mencegah menopause dini, ovarium bisa
dipindahkan ke area panggul yang tidak terkena radiasi. Prosedur ini dikenal dengan
istilah ovarian transposition.

 Kemoterapi
Kemoterapi adalah metode pengobatan dengan memberikan pasien obat
antikanker dalam bentuk obat minum atau suntik. Obat ini dapat memasuki aliran
darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Oleh karena itu, kemoterapi sangat berguna
dalam membunuh sel kanker berbagai area tubuh.
Umumnya, kemoterapi dikombinasikan dengan radioterapi secara bersamaan
untuk meningkatkan efektivitas radioterapi. Metode ini disebut juga dengan
kemoradiasi. Contoh obat yang digunakan dalam kemoradiasi adalah cisplatin
(diberikan 4 jam sebelum pasien menjalani radioterapi) atau cisplatin dengan 5-
fluorouracil (diberikan tiap 4 minggu selama pasien menjalani radioterapi).

Kemoterapi juga digunakan untuk menangani kanker yang telah menyebar ke


organ dan jaringan lain. Beberapa obat kemoterapi yang digunakan dalam kondisi ini,
antara lain adalah carboplatin, cisplatin, gemcitabine, atau paclitaxel.

Selain dikombinasikan dengan radioterapi, kemoterapi juga dapat diberikan


sebagai pengobatan tunggal pada kanker serviks stadium lanjut. Tujuannya adalah
untuk memperlambat penyebaran sel kanker dan meredakan gejala yang dialami.
Metode ini disebut juga kemoterapi paliatif.

Meskipun ampuh dalam membunuh sel kanker, kemoterapi juga dapat


merusak sel tubuh yang sehat. Oleh karena itu, sejumlah efek samping muncul akibat
penggunaan obat kemoterapi. Efek samping yang muncul tergantung kepada jenis dan
dosis obat yang digunakan, serta lama pengobatan yang dijalani. Efek samping yang
paling sering timbul pada pasien yang menjalani kemoterapi adalah rambut rontok.
Walaupun demikian, tidak semua obat kemoterapi menyebabkan kerontokan
rambut, contohnya cisplatin.

Obat kemoterapi dapat merusak sel penghasil darah di tulang sumsum. Kondisi
ini akan menyebabkan tubuh kekurangan sel darah, sehingga pasien rentan mengalami
infeksi, memar dan perdarahan, serta sesak napas.

Beberapa efek samping lain yang dapat muncul akibat kemoterapi adalah:
 Diare
 Kehilangan nafsu makan
 Mual muntah
 Sariawan
 Lemas

Perlu diketahui bahwa obat kemoterapi dapat merusak ginjal. Oleh karena itu,
penting bagi pasien yang menjalani kemoterapi untuk rutin melakukan tes darah, agar
kondisi ginjal selalu terpantau.

 Terapi Target
Terapi target adalah pemberian obat yang menghambat pertumbuhan tumor.
Jenis obat yang digunakan dalam terapi target memiliki fungsi yang berbeda dengan
obat kemoterapi biasa. Salah satu golongan obat terapi target adalah penghambat
angiogenesis (misalnya, bevacizumab). Obat ini bekerja dengan menghambat
angiogenesis, yaitu proses di mana tumor membentuk pembuluh darah baru, guna
mendukung perkembangannya.
Efek samping yang mungkin muncul akibat terapi target dapat berupa tekanan
darah tinggi, lemas, dan kehilangan nafsu makan. Pada kasus yang jarang, efek samping
yang lebih serius meliputi perdarahan, terbentuknya gumpalan darah, dan
terbentuknya fistula (saluran abnormal antara vagina dan bagian usus besar).

Setelah kanker berhasil diangkat, sangat penting bagi pasien untuk menjalani
pemeriksaan lanjutan, terutama pada vagina dan leher rahim (jika rahim belum
diangkat). Pemeriksaan bertujuan untuk melihat kemungkinan kanker tumbuh
kembali. Bila pemeriksaan menunjukkan hasil yang mencurigakan, dokter dapat
menjalankan biopsi.

Pasien disarankan menjalani pemeriksaan lanjutan tiap 3-6 bulan sekali, selama
2 tahun pertama setelah pengobatan selesai. Lalu dilanjutkan tiap 6-12 bulan untuk 3
tahun berikutnya.

Bagi pasien yang sedang hamil, pengobatan kanker serviks tergantung stadium
dan umur kehamilan. Pada penderita kanker serviks stadium 1, dokter bisa
menjalankan konisasi atau trakelektomi radikal. Sedangkan pada pasien kanker serviks
stadium 2 sampai stadium 4, tidak dibolehkan menjalani radioterapi atau bedah hingga
pasien melahirkan. Sebagai gantinya, dokter dapat memberikan kemoterapi pada
trimester kedua atau ketiga kehamilan.

Patient Education
Sebagai tenaga kesehatan kita dapat mengedukasi orang-orang yang masih sehat
atau belum terserang kanker serviks untuk melakukan beberapa langkah pencegahan
diantaranya :

 Berhubungan seks secara aman. 


Gunakan kondom dan hindari berhubungan seksual dengan berganti pasangan.

 Menerima vaksin HPV.


Vaksin HPV dapat diberikan pada wanita usia 9-26 tahun. Vaksin ini akan lebih efektif
bila diberikan sebelum aktif secara seksual.

 Rutin menjalani pap smear. 


Menjalani pap smear secara rutin berdasarkan usia membuat kondisi serviks selalu
terpantau. Sehingga bila terdapat kanker, akan lebih mudah ditangani sebelum
berkembang lebih lanjut.

 Tidak merokok.
Menurut penelitian Lestari (2010), adanya zat nikotin (zat racun yang terdapat dalam
tembakau atau rokok) yang dikandung dalam darah, menjadi pemicu munculnya
kanker mulut rahim. Proses nikotin dalam memicu kanker mulut rahim ini sangat
sederhana. Setiap asap rokok yang masuk ke dalam tubuh akan segera merasuk ke
dalam aliran darah. Dalam aliran darah yang menyebar ke seluruh tubuh, akan
menyinggahi seluruh bagian tubuh, termasuk mulut rahim yang sangat peka terhadap
zat nikotin. Zat nikotin tersebut memicu pertumbuhan sel tidak normal. Sel tidak
normal inilah yang menjadi biang munculnya kanker mulut rahim. Perokok pasif juga
mempunyai risiko yang sama dengan perokok aktif. Wanita yang menghirup asap
rokok (perokok pasif) yang dihembuskan oleh perokok lain juga bisa terkena kanker
serviks meskipun dia tidak meroko.

DAFTAR PUSTAKA
Crosbie, EJ. et al. (2013). Human papillomavirus and cervical cancer. Lancet (italic).
382(9895). pp. 889-899
Petignat, P. (2007). Diagnosis and management of cervical cancer. BMJ (italic). 335(7623).
pp. 765–768.
HSE (2018). Conditions and Treatments. Cancer, Cervical.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2017). Cegah Kanker Serviks, Kenali Lebih

Dalam Pembunuh Nomor Satu Kaum Hawa.

NHS Choices UK (2018). Health A-Z. Cervical Cancer.

NIH (2018). National Cancer Institute. Cervical Cancer.

US Department of Health and Human Services. OWH (2018). Cervical Cancer.

World Health Organization (2014). Cancer Country Profile. Indonesia.

Mayo Clinic (2017). Diseases and Conditions. Cervical Cancer.

American Cancer Society (2018). Cervical Cancer.

Boardman, C. Medscape (2015). Cervical Cancer Staging.

Cornforth, T. Verywell Health (2018). The Cervix in Female Reproductive Health.

Fayed, L. Verywell Health (2018). How Cervical Cancer is Diagnosed.

Stoppler, M. MedicineNet (2017). Cervical Cancer (Cancer of the Cervix)

WebMD (2017). Understanding Cervical Cancer.

WebMD (2016). What’s a Colposcopy?

Anda mungkin juga menyukai