Anda di halaman 1dari 11

BAB 6

JENIS & KONDISI PENGAMBILAN


KEPUTUSAN

6.1. Jenis-jenis Pengambilan Keputusan


Manajer sebagai pembuat keputusan adalah seorang pemecah masalah, yaitu dengan
memilih salah satu dari alternatif-alternatif yang tersedia, atau menemukan alternatif lain
yang berbeda secara berarti dengan alternatif sebelumnya. Dalam manajemen keputusan
dikategorikan dalam dua jenis yaitu keputusan terprogram (programmed decisions) dan
keputusan tak terprogram (non programmed decisions).

6.1.1. Keputusan terprogram


Keputusan terprogram adalah merupakan “keputusan yang diambil berdasarkan
kebiasaan, peraturan, atau prosedur tertentu. Setiap organisasi mempunyai
kebijakan tertulis atau tidak tertulis yang mempermudah pengambilan keputusan
dalam situasi yang berulang-ulang dengan membatasi atau meniadakan alternatif.

Masalah rutin tidaklah selalu sederhana. Keputusan terprogram digunakan untuk


mengatasi masalah yang rumit maupun yang sepele. Bila suatu masalah terjadi lagi
dan jika unsur komponennya dapat ditentukan, diramalkan atau dianalisis, maka
masalah tersebut dapat dipecahkan dengan pengambilan keputusan terprogram.

Sampai tingkat tertentu, keputusan terprogram itu membatasi kebebasan kita,


karena organisasi dan bukan individu yang memutuskan apa yang harus dilakukan.
Akan tetapi, keputusan jenis ini dimaksudkan untuk membebaskan. Kebijakan,
peraturan, atau prosedur yang digunakan untuk mengambil keputusan, akan
membebaskan kita dari waktu yang diperlukan untuk memecahkan setiap masalah,
dengan demikian memungkinkan kita mencurahkan perhatian pada kegiatan lain
yang lebih penting.
6.1.2. keputusan tidak terprogram
keputusan tidak terprogram adalah keputusan untuk memecahkan masalah yang
luar biasa atau masalah istimewa. Jika suatu masalah jarang sekali muncul
sehingga tidak tercakup oleh suatu kebijakan atau sedemikian penting sehingga
memerlukan perlakuan khusus, maka masalah tersebut harus ditangani dengan
suatu keputusan tidak terprogram.

Kalau seseorang berada pada posisi yang lebih tinggi dalam heirarkhi organisasi,
kemampuan untuk mengambil keputusan tidak terprogram menjadi lebih penting
karena secara progresif lebih banyak keputusan tidak terprogram yang diambil.
Karena alasan tersebut, kebanyakan program pengembangan manajemen berusaha
meningkatkan kemampuan manajer untuk mengambil keputusan tidak terprogram,
biasanya dengan mengajar mereka menganalisis masalah secara sistematik dan
membuat keputusan yang nalar.

6.2. Kondisi Pengambilan Keputusan.


Manajer dalam membuat keputusan akan dihadapkan dengan berbagai kondisi, dalam
hal ini akan dikelompokkan dalam 3 (tiga) kondisi besar yaitu :
6.2.1. Kondisi Pengambilan Keputusan Pasti (Certainty)
6.2.2. Kondisi Pengambilan Keputusan Beresiko (Risk)
6.2.3. Kondisi Pengambilan Keputusan Ketidakpastian (Uncertainty)

Untuk memberikan penjelasan lebih, maka akan dibahas masing – masing kondisi
tersebut diatas mulai kondisi pasti. Beresiko hingga ketidakpastian, sebagai berikut :

6.2.1. Keputusan dalam kondisi pasti


Dengan kondisi yang pasti, pengambil keputusan sudah mengetahui terlebih
dahulu apa yang akan terjadi dimasa yang akan datang, yang mana akan
terjadi. Ini berarti bahwa setiap pilihan keputusan atau decision alternatif
hanya akan memiliki satu keluaran, dan pay off atau biaya dalam tiap kasus
adalah tetap.
Seorang manager akan melakukan investasi besar jika sebelumnya sudah
memastikan segala hal terkait dukungan penjaminan atas investasi yang
dilakukan untuk mendapatkan kepastian keuntungan dari investasi. Jika
terkait dengan biaya maka dipastikan yang terbaik adalah yang paling rendah
biayanya, tetapi untuk terkait dengan keuntungan atau manfaat maka yang
terbaik adalah yang paling tinggi.

Untuk pengambilan keputusan terbaik dengan kombinasi antara manfaat dan


biaya, maka alat yang dapat digunakan adalah Linear Programing. Linear
Programing merupakan alat analisis yang digunakan untuk membantu
menentukan keputusan dengan mendasarkan pada asumsi-asumsi kepastian.

Ciri khusus penggunaan teknik ini adalah menetapkan asumsi-asumsi


maksimalisasi dan minimalisasi. Maksimalisasi berupa keuntungan –
keuntungan, atau langkah-langkah meningkatkan manfaat, sedangkan
minimalisasi adalah berupa biaya atau hal-hal yang bersifat pengorbanan.
Adapun komponen dari Linear Programing adalah variable keputusan, fungsi
tujuan dan fungsi kendala, yaitu :

a) Variabel keputusan
Variabel keputusan merupakan nilai atau ukuran dari konsepsi tindakan
pemilihan atas beberapa alternatif yang mempunyai range dan variasi
untuk setiap alternatif yang berbeda-beda.
Analisis ini dibentuk dalam formulasi dengan menjadikan variabelnya
dalam notasi matematis. Misalnya x1 = unit yang akan diproduksi jenis
tertentu dan x2 = unit yang akan diproduksi jenis yang berbeda.

b) Fungsi Tujuan
Merupakan fungsi yang menggambarkan sasaran dalam permasalahan
yang berkaitan dengan pengaturan secara optimal sumber daya – sumber
daya untuk memperoleh keuntungan yang maksimal atau biaya yang
minimal. Fungsi tujuan ini juga dinyatakan dengan matematis. Koefisien
dalam fungsi tujuan merupakan keuntungan per unit atau biaya produksi
per unit.
c) Fungsi Kendala
Merupakan bentuk penyajian secara matematis batasan – batasan kapasitas
yang tersedia yang akan dialokasikan secara optimal ke berbagai kegiatan.
Fungsi kendala merupakan batas kemampuan dalam memilih nilai variable
keputusan. Batasan – batasan tersebut bisa merupakan tenaga kerja,
peralatan, bahan baku, batasan dana, dan lainnya.

Menurut Supranto (1983), suatu persoalan disebut persoalan Linear Programming


apabila memenuhi:

a) Tujuan (obyektif) yang akan dicapai harus dapat dinyatakan dalam fungsi
linier. Fungsi ini disebut fungsi tujuan (fungsi obyektif).
b) Harus ada alternatif pemecahan yang membuat nilai fungsi tujuan optimum
(laba yang maksimum, biaya yang minimum).
c) Sumber-sumber tersedia dalam jumlah yang terbatas (bahan mentah,
modal, dan sebagainya). Kendala-kendala ini harus dinyatakan di dalam
pertidaksamaan linier (linear inequalities).

6.2.2. Keputusan Dalam Kondisi Berisiko


Pengambilan keputusan beresiko adalah masalah dengan situasi dan kondisi masa
depan yang tidak pasti, namun dapat membuat perakiran – perakiraan yang
memungkinkan hal itu dapat terjadi, namun tetap harus didukung oleh pengalaman atau
kebiasaan yang sering berulang – ulang. Mempunyai implikasi bahwa walaupun
sembarang keadaan yang sebenarnya (state of nature) dapat terjadi, pengambil
keputusan dapat mengestimasi peluang munculnya setiap keadaan tersebut. Hal ini
berarti bahwa kemungkinan pay-off pada kondisi tertentu dapat diAnwarti dengan
peluang munculnya setiap keadaan. Dengan demikian kita dapat menggunakan konsep
Expected value atau Nilai Harapan, untuk menentukan keputusan mana yang akan
diambil
Pengambilan keputusan dalam keadaan beresiko untuk menyelesaikan masalahnya ada
dua kategori yaitu :
• Kriteria Expected Monetary Value (EMV)
• Kriteria Expected Opportunity Loss (EOL)
Berikut ini akan disampaikan analisis dari kedua kriteria tersebut diatas

Analisis Kriteria Expected Monetary Value (EMV)


Prosedur analisis keputusan dalam suasana risk mengikuti tahapan berikut:
• Pertama, diawali dengan mengidentifikasikan bermacam-macam tindakan yang
tersedia dan layak.
• Kedua, peristiwa-peristiwa yang mungkin dan probabilitas terjadinya harus di
duga.
• Ketiga, pay-off untuk suatu tindakan dan peristiwa tertentu ditentukan. Bukan
hal mudah untuk membuat monetary pay-off kombinasi tindakan-peristiwa
secara tepat.
Namun, pengalaman yang banyak dan atau catatan masa lalu memberikan dugaan
pay-off yang relatif tepat. Untuk mendemonstrasikan langkah-langkah ini dalam
pengambilan keputusan pada suasana risk,

Contoh :
Seorang pedagang asongan sedang mempertimbangkan, dua alternatif kegiatan. A
dan B, yang memiliki dua kondisi finansial yang berbeda. Setiap kondisi memiliki
probabilitas kejadian yang sama (P1 = 0,5 dan P2 = 0,5). Pay-off matriks masalah
ini ditunjukkan pada data sbb :

Pay-off Matriks Keputusan dalam Suasana Risk


Alternatif Tindakan Prosfek Pasar
Mendung : P2 = 0,5 Cerah : P1 = 0,5
Penjual Minuman A -1.000 1.060
Penjual Minuman B 20 30

Kriteria yang paling sering digunakan dalam pengambilan keputusan adalah


expected value. Expected value untuk suatu tindakan adalah rata-rata tertimbang
pay-off, yaitu jumlah dari pay-off untuk setiap kombinasi tindakan peristiwa
dikalikan probabilitas peristiwa yang bersangkutan. Alternatif yang logis adalah
yang memiliki expected value terbesar. Expected value kedua rencana kegiatan
adalah :
Î(A) = -1.000 (0,5) + 1.060 (0,5) = 30
Î(B) = 20 (0,5) + 30 (0,5) = 25
Karena expected value menjual minuman lebih besar, maka logis jika dipilih
kegiatan ini.
Dengan expected value menjual, minuman sebesar Rp 30 tidak berarti bahwa jika
pedagang asongan itu menjual minuman akan diperoleh keuntungan (pay-off) persis
sebesar Rp 30. Justru yang sering terjadi adalah bahwa keuntungannya bukan
sebesar expected valuenya. Kriteria ini digunakan karena untuk jangka panjang
(situasi serupa yang terjadi berulang) dapat memaksimumkan pay-off. Sementara
jika situasinya tidak berulang, penggunaan kriteria expected value mungkin tidak
tepat.

Sebagai contoh misalkan kesempatan memilih diantara dua kegiatan itu bagi
pedagang asongan adalah yang terakhir, sebab ia akan sagera menyertai orang
tuanya bertransmigrasi. Jika ini kasusnya, ia dapat saja memilih menyewakan
payung, meskipun expected valuenya lebih rendah. Ini berarti ia meletakkan
prioritas yang lebih tinggi dalam mencegah kerugian potensial yang berkaitan
dengan kombinasi cuaca mendung dan menjual minuman (-1000) dibanding
expected value.

• Analisis Kriteria Expected Opportunity Loss (EOL)


Suatu kriteria alternatif untuk mengevaluasi keputusan dalam suasana risk
dinamakan expected opportunity loss (EOL). Prinsip dasar EOL adalah
meminimumkan kerugian yang disebabkan karena pemilihan alternatif keputusan
tertentu. Konsep EOL didemonstrasikan pada
contoh berikut.
Misalkan sebuah perusahaan memiliki tiga alternatif investasi A, B, dan C dan dua
peristiwa yang mencerminkan kondisi pasar yang berlainan. Komponen-komponen
situasi itu disajikan pada data berikut :
Alternatif Investasi Prosfek Pasar
Cerah : P2 = 0,6 Lesu : P1 = 0,4
A 50.000 -10.000
B 15.000 60.000
C 100.000 10.000

Opportunity Loss dihitung untuk setiap peristiwa dengan pertama kali


mengidentifikasikan tindakan terbaik untuk setiap peristiwa. Bagi kondisi cerah,
investasi C adalah keputusan terbaik. Opportunity loss karena pemilihan investasi
A atau B dihitung dengan mengurangkan pay-off mereka dari pay-off investasi C.
Sehingga opportunity loss untuk :
• Investasi A adalah 50.000 (= 100.000 - 50.000)
• Investasi B adalah 85.000 ( = 100.000 - 15.000).
Jika kondisi lesu dikatakan diketahui dengan pasti, opportunity loss untuk setiap
alternatif tindakan dapat dihitung dengan cara yang sama seperti kondisi cerah.
Dalam hal ini investasi B adalah alternatif terbaik.

6.2.3. Keputusan Dalam Kondisi Tidak Pasti


Pengambil keputusan kadang menemui atau menghadapi situasi dimana tak ada
landasan untuk menduga peluang dari berbagai keadaan yang sesungguhnya.
Karenanya, pengambilan keputusan dalam hal ini dilakukan pada lingkungan yang
tak pasti. Sialnya, kebanyakan keputusan penting biasanya harus dibuat pada
kondisi-kondisi seperti ini. Misalnya pertanyaan apakah perusahaan akan
mengenalkan produk barunya atau tidak. Beberapa teknik telah dikembangkan
dengan landasan yang konsisten untuk kondisi lingkungan yang tak pasti.

• Analisis Keputusan Dalam Uncertainty (Ketidakpastian)


Pengambilan keputusan dalam ketidakpastian menunjukkan suasana keputusan di
mana probabilitas hasil-hasil potensial tak diketahui (tak diperkirakan). Dalam
suasana ketidakpastian pengambil keputusan sadar akan hasil-hasil alternatif dalam
bermacam macam peristiwa, namun pengambil keputusan tak dapat menetapkan
probabilitas peristiwa.

misalkan pengambil keputusan memiliki dana Rp. 100 juta untuk diinvestasikan
pada salah satu dari tiga rencana investasi altematif: saham, tanah atau tabungan.
Diasumsikan bahwa :
pengambil keputusan bersedia menginvestasikan semua dana pada salah satu
rencana. Pay-off dari ketiga investasi didasarkan pada tiga kondisi ekonomi
potensial: cerah, sedang, dan lesu.

Matriks pay-off
situasi keputusan ini dibentuk dengan memanfaatkan pengalaman, data yang
tersedia, dan situasi yang sedang berkembang. Misalkan matriks pay-off hasil
investasi adalah seperti yang disajikan pada Tabel. Pay-off (hasil) dari ketiga
investasi didasarkan pada tiga kondisi ekonomi potensial yaitu cerah, sedang dan
lesu.

Alternatif Prospek Ekonomi


investasi Cerah Sedang Lesu
Saham 10 6,5 -4
Tanah 8 6 1
Tabungan 5 5 5

Pendekatan Analisis lain :


Kriteria Maximax
Pilih pilihan keputusan dengan pay off tertinggi dan asumsikan bahwa keadaan
sesungguhnya yang diperlukan untuk menghasilkan pay off ini akan terjadi.
Dalam bahasa matematiknya Kriteria maximax ini merupakan aturan keputusan
yang sering digunakan oleh kelompok optimis. Leonid Hurwicz beralasan bahwa
tak ada basis untuk berasumsi bahwa keadaan sesungguhnya tidaklah beragam
dibandingkan dengan pengambil keputusan. Akhirnya, orang akan memperoleh
keberuntungan dan menang sesekali. Kriteria maximax memungkinkan pengambil
keputusan yang optimis untuk memberikan nilai yang besar dengan
memaksimumkan pay off .

Ilustrasi :
Bengkel Anwar tidak memiliki mesin diagnostic guna mengetahui kerusakan
mesin. Anwar sedang mempertimbangkan untuk membeli mesin diagnostic seharga
Rp 12 juta tersebut. Jika permintaan tune-up tinggi frekuensinya, maka membeli
mesin ini merupakan investasi yang baik baginya, karena bengkel akan dapat
melayani lebih banyak mobil. Jika sebaliknya, sebaiknya ia tak perlu beli mesin
tersebut. Pay-off untuk kedua keputusan tersebut (Beli atau Tidak Beli) dapat dilihat
sebagai berikut :

Tanpa menggunakan mesin, bila permintaan tune up rendah, perkiraan


keuntungannya sebesar Rp 6 juta dan bila tinggi maka keuntungannya dapat
mencapai Rp 8 juta.

Jika Anwar menggunakan kriteria maximax, ia memilih pay off tertinggi, yaitu
Rp15 juta. Dengan demikian ia akan memilih untuk membeli mesin dan asumsi
bahwa permintaan tune-up tinggi, sedangkan untuk tidak membeli mesin, pay off
tertingginya hanya Rp8 juta. Pilihan Keputusan Tune-up :
Alternatif Prosfek Ekonomi
investasi Rendah tinggi
Beli 2 15
Tidak Beli 6 8

Kriteria Maximin
Tak ada alasan tertentu untuk berpendapat bahwa pengambil keputusan perlu
seseorang yang optimistik. Abraham Wald berpendapat bahwa mereka harus
mengambil dari yang berpandangan paling pesimistik dan memperlakukannya
sebagai lawan. Dalam memformulasikan kriteria maksimisasi pay off minimum,
Wald beralasan bahwa pengambil keputusan harus mengikuti asumsi bahwa
keadaan sesungguhnya berlawanan dengannya dan harus bertindak sejalan pilih
keputusan yang memiliki nilai kemungkinan terbesar dari keluaran yang paling
tidak dikehendaki.

Atau dalam bahasa matematiknya kriteria ini jelas merupakan aturan keputusan
paling konservatif. Dengan menggunakan kasus yang sama seperti diatas, maka pay
off keluaran yang paling tidak dikehendaki untuk keputusan Beli adalah –Rp2 juta,
sedangkan pay off keluaran yang paling tidak diinginkan untuk Tidak Beli adalah
Rp.6 juta. Dari kedua ini, maksimumnya adalah Rp 6 juta, yaitu apabila kita
memutuskan untuk Tidak Beli mesin diagnostik.
• Kriteria Minimax Regret
Pilih keputusan (Decision alternatif, DA) dimana terdapat perbedaan minimum antara
pay off yang diterima dan pay-off yang seharusnya dapat diterima jika keadaans
sebenarnya yang terjadi telah diketahui terlebih dahulu. Atau dalam bahasa
matematiknya maxmin Leonard Savage memformulasikan kriteria ini. Kriteria ini juga
merupakan kriteria keputusan orang-orang pesimis.

Premis dalam kasus ini adalah setelah pilihan keputusan telah dipilih dan keadaan
sesungguhnya terjadi, pengambil keputusan menerima pay off sesuai dengan pilihan
yang dilakukannya. Jika kenyataannya bukan merupakan hal yang paling dikehendaki
untuk keadaan sesungguhnya yang benar-benar terjadi, pengambil keputusan akan
mengalami penyesalan (regret) untuk tidak membuat pilihan yang paling
diinginkannya. Dengan dasar ini Savage mengembangkan aturan keputusan berikut

• Kriteria Minimax Regret


Dengan menggunakan data yang sama, kita dapat peroleh matrix regretnya seperti
berikut (dalam Rp juta) Jika keadaan sesungguhnya adalah terjadi rendahnya frekuensi
tune-up mobil, dan bila keputusan yang diambil adalah Tidak beli mesin diagnostik,
maka nilai regretnya adalah Rp 6 juta (pay-off tertinggi pada tune-up rendah) –Rp.6
juta (pay off bila keputusan yang diambil adalah tidak Beli mesin pada kondisi Tune-
up rendah) = 0.

Sedangkan jika keadaan sesungguhnya adalah rendahnya frekuensi tune-up mobil, dan
bila keputusan yang diambil adalah Beli mesin diagnostik, maka nilai regretnya adalah
Rp 6 juta (pay off tertinggi pada tune-up rendah) –(-Rp2 juta) (pay off bila keputusan
yang diambil adalah Tidak Beli mesin pada kondisi Tune-up rendah) = Rp 8 juta.

• Kriteria Laplace
Tiga aturan diatas (kriteria Maximax, Maximin, dan Minimax Regret) telah
mengabaikan adanya peluang. Banyak pembuat keputusan tidak merasa nyaman
dengan cara pengabaian peluang ini. Kriteria Laplace ini dapat dituliskan sebagai
berikut :
Jika peluang akan keadaan sesungguhnya tak diketahui, asumsikan bahwa mereka
memiliki kesempatan yang sama untuk muncul atau terjadi. Dengan menggunakan
konsep nilai harapan, kriteria Laplace ini memilih keputusan yang memilih inilah
harapan terbesar.
E (Beli) = -Rp2 juta x 0.50 + Rp15 jutax 0.50 = Rp 6.5 juta
E (Tak Beli) = Rp 6 juta x 0.50 + Rp8 juta x 0.50 = Rp 7 juta
Karenanya, diputuskan untuk tidak membeli mesin diagnostik, karena nilai harapannya
lebih besar dari nilai harapan bila diputuskan untuk membeli mesin

Anda mungkin juga menyukai