Anda di halaman 1dari 3

Kewajiban Belajar dalam Wahyu Pertama

Islam menjadi penyelamat kegiatan keilmuan setelah filsafat Yunani disomasi pada fase Kristen
awal. Salah satu penyebabnya adalah dorongan alami ajaran Islam itu sendiri, terlihat banyaknya
ayat al-Quran yang membicarakan urgensi ilmu, kehormatan orang yang ilmu, serta manfaatnya
untuk hajat manusia. Bahkan sejak awal kehadirannya melalui wahyu pertama, Islam
memerintahkan umatnya untuk terus membaca diri dan alam agar mendapat pelajaran.

"Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, (1) Dia telah menciptakan
manusia dari segumpal darah. (2) Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Mahamulia, (3) Yang
mengajar (manusia) dengan pena (4) Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.
(5)”

Yang menjadi kata kunci dalam ayat ini pertama adalah “iqra” yang secara harfiah berarti
menghimpun atau menggabungkan. Artinya menghimpun, menggabungkan kata, frasa dan
kalimat, dan terjemahannya adalah membaca. Kegiatan baca-tulis adalah kegiatan dasar yang
menjadi standar minimal dimiliki oleh manusia.

Prof. Dr. Salman Harun, menguatkan dalam bukunya “Tafsir Tarbawi” membaca adalah
menghimpun informasi dan informasi yang sistematis adalah ilmu pengetahuan. Ilmu
pengetahuan itu bersifat akumulatif, artinya terus berkembang karena kemampuan manusia
membaca.

Beliau melanjutkan bahwa perintah membaca dalam ayat tersebut tidak disebutkan objeknya
(maf’ul bih). Itu mengandung arti bahwa yang dibaca itu bersifat umum (keseluruhan), meliputi
yang tersurat, yaitu al-Quran (ayat qauliyah) dan tersirat, yaitu alam semesta (ayat kauniyah).
Dengan alam semesta yang terhampar luas dan amanah manusia sebagai khalifah di dunia,
mempelajarinya adalah keharusan.

Perintah membaca ini bukan sembarangan baca, pasalnya disebutkan dua kali sekaligus dalam
wahyu pertama yang diterima Rasulullah. Pengulangan ini tentu memiliki arti dalam
perintahnya, secara tekhnis Prof. Salman menguatkan poinnya adalah pengulangan dalam
membaca merupakan sebuah keharusan. Membaca satu kali baru menghasilkan pengetahuan
yang samar dan pengulangan akan menghasilkan pemahaman yang lebih baik.

Objek bacaan yang tidak disebutkan menunjukan perintah membaca tanpa batas, sebab
pelajaran bisa diambil dari mana saja. Nabi Muhammad SAW pernah mengatakan, “Ambillah
hikmah (ilmu) itu di mana pun berada, sebab hikmah adalah warisan umat mukmin yang
hilang”. Ilmu tidak hanya tertuang di ruang kelas, tapi menghampar luas di alam dunia. Seperti
Abbasiyah yang berhasil menghimpun kepingan-kepingan pengetahuan meskipun itu dari
Yunani atau Persia.

Ayat tersebut mengandung arti bahwa; 1. Umat Islam seyogianya pandai baca-tulis, 2. Umat
Islam harus antusias membaca. Sehingga implikasinya adalah kewajiban terselenggaranya
pendidikan sehingga minimal menguasai baca-tulis. Selanjutnya kewajiban membaca lebih
dalam atau keterusannya adalah meneliti, mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Allah mentakdirkan membaca sebagai aktivitas untuk menggapai sumber ilmu pengetahuan.
Dengan ilmu pengetahuan manusia bahagia dan dimuliakan sebagaimana al-Quran
menyebutkannya.

Sepaket dengan perintah membaca, ayat keempat mengingatkan bahwa Allah menciptakan alat
yang disebut qalam atau pena, diberi juga kemampuan untuk menggunakan alat tersebut.
Wahyu pertama ini menunjukkan urgensi ilmu pengetahuan dan cara mencapainya. Isyarat
baca-tulis sebagai kegiatan yang vital dalam proses pembelajaran selain budaya oral. Ilmu
pengetahuan yang ditulis dapat dibaca secara luas, bahkan abadi melintasi umur pemiliknya.

Buya Hamka menuliskan dalam tafsir al-Azhar, lebih dahulu Allah SWT mengajarkan manusia
menggunakan qalam/pena, lalu Allah berikan ilmu yang banyak kepada manusia. Setelah itu
dapatlah manusia mencatatkan ilmu yang baru didapatnya. Pepatah mengatakan, "Ilmu
pengetahuan adalah laksana binatang buruan dan penulisan adalah tali pengikat buruan itu.
Oleh sebab itu ikatlah buruanmu dengan tali yang teguh."

Seperti telah disampaikan, perintah membaca sepaket dengan menulis. Objek yang harus ditulis
pun sama umumnya dengan objek yang dibaca. Alam semesta, diri sendiri, pencipa alam,
melanjutkan tulisan sebelumnya maupun tulisan baru. Proses menulis ini bentuk produktif dari
bacaan, sebab tidak ada tulisan tanpa bacaan. Proses produktif juga dalam hal praktisnya, dan
tulisan adalah hasil bacaan terhadap pengetahuan, teori dan empiric sehingga menghasilkan
proyek bermanfaat untuk manusia.

Prof. Quraish Shihab dalam tafsirnya al-Misbah menyampaikan bahwa perintah “iqra bismi
rabbik” bukan sekadar perintah membaca, melainkan “Bacalah demi Tuhanmu, bergerakhlah
demi Tuhanmu, bekerjalah demi Tuhanmu.‟ kalaupun harus berhenti maka hendaklah
berdasarkan karena Allah. Jadikanlah seluruh kehidupanmu, wujudmu, dalam cara dan
tujuannya, kesemuanya demi karena Allah.

Pendidikan Kuttab yang sudah ada di Arab sebelum Islam dilanjutkan setelah turunnya al-
Quran. Pada masanya kegiatan kuttab diperuntukkan untuk anak dengan kegiatan membaca dan
menulis. Dan ada keselarasan antara pendidikan Kuttab dengan esensi dalam wahyu pertama
yang diturunkan kepada Muhammad SAW. Keselarasan inilah yang mebuat kurikulum atau
konsep pendidikan Kuttab digunakan juga oleh umat Islam saat itu.

Sebagai makhluk yang diamanahi oleh Allah untuk menjadi khalifah di muka bumi, sepatutnya
manusia memiliki kapasitas keilmuan untuk mengelolanya. Tanah dan lautan terhampar luas,
akan menjadi bijak kita memanfaatkannya jika mengenal alam ini. Sebaliknya kebodohan hanya
akan menjadikan alam dunia ini musibah untuk seluruh umat manusia. Dan semua itu akan
terhindar jika manusia membaca dengan menyebut nama Allah, mengenal Allah dan
berinteraksi dengan alam karena Allah.
Oleh karena itu, perintah membaca-menulis dalam surat al-Alaq ayat 1-5 adalah rangkaian
proses belajar yang wajib dilalui. Yang selanjutnya menjadi refleksi bagi manusia sebagai
khalifah dan berkewajiban memiliki keilmuan berkenaan dengan dirinya sebagai hamba yang
ditugaskan dan tentang objek yang harus ia kelola. Maka berlaku juga kaidah, “suatu kewajiban
tidak akan sempurna, kecuali dengan adanya sesuatu, maka sesuatu tadi hukumnya menjadi
wajib”

Anda mungkin juga menyukai