Sudah lama saya dan teman-teman ingin mendirikan koperasi syariah, yang
sekarang disebut koperasi simpan pinjan pola syariah (KSPPS). Kenapa harus
syariah? Apakah konvensional dengan syariah itu sama? Tentunya hal ini akan
menjadi perdebatan. Bagi sebagian orang, lembaga keuangan akan sama saja, baik
konvensional maupun syariah. Bagi yang sedang belajar untuk hidup lebih
baik, saat mengetahui sebuah ilmu, maka terkena aturan. Dimana amal harus
dijalankan berdasarkan ilmu yang diperoleh. Jika ada polemik tentang koperasi
simpan-pinjam yang mengatakan riba, kami memiliki misi untuk memberi informasi
tentang koperasi simpan pinjam pola syariah.
Jika berbicara koperasi syariah adalah bentuk koperasi yang memiliki prinsip, tujuan,
dan kegiatan berdasarkan syariat Islam, yaitu Al Qur'an dan hadis. Jenis koperasi
tidak harus simpan pinjam, tetapi bisa dalam jenis koperasi lainnya. Tetapi dalam
operasionalnya menggunakan prinsip syariah. Dasar hukum KSPPS adalah
Peraturan Menteri Koperasi No. 11 Tahun 2017 Tentang Kegiatan Kegiatan Usaha
Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah oleh Koperasi dan aneka Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
"Ah, koperasi mah, semua sama saja." Hayo, siapa yang masih punya pendapat
begitu? Saya harap setelah membaca tulisan ini teman-teman menjadi lebih tahu,
perbedaan koperasi konvensional dengan KSSPS atau Kopsyah. Perbedaan yang
mendasar pada keduanya, adalah pada prinsip sebagai berikut :
(1) Kegiatan usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah harus melalui
Prinsip Syariah.
(2) Akad transaksi kegiatan usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah
harus disusun berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama
Indonesia (DSNMUI).
(3) KSPPS dan USPPS Koperasi harus menggunakan fasilitas keuangan pada
lembaga keuangan syariah.
Ketiga hal inilah yang menjadi pembeda antara KSPPS dengan KSP non
syariah. Jika ada KSPPS yang tidak menggunakan prinsip lain sebelumnya, dapat
dikatakan tidak menjalankan Prinsip Syariah. Ini adalah hal prinsip yang harus
dipegang.
Setelah semua prosedur dilalui, maka koperasi sudah dapat menjalankan kegiatan
operasional baik dalam baitul maal, maupun baitul tamwil.
Taraa .... perkenalkan BMT Smile, KSPPS yang kami dirikan. Dengan mengusung
semangat "Amanah Berkah", BMT Senyum Memberi manfaat bagi para
anggota. Saat ini layanan BMT Smile adalah baitul maal dan baitul tamwil.
Kegiatan baitul maal, saat ini dilakukan mengumpulkan dan menyalurkan zakat,
infak dan shadakah dari anggota dan calon anggota. Sedang baitul tamwil dilakukan
dalam bentuk layanan simpanan umrah dengan nama Taharah. Mengapa tabungan
umrah? BMT Smile ingin memberikan kesempatan bagi anggota yang ingin
menjalankan ibadah umrah tapi tidak dapat membayar tunai. Melalui tabung
umrah,anggota didorong untuk menabung.
Bunga Koperasi Simpan Pinjam,
Ribakah?
Konsultasi – Bunga Koperasi Simpan Pinjam,
Ribakah?
Pertanyaan :
Pak, di daerah saya ada koperasi yang menerapkan pola seperti ini : anggota
yang meminjam dikenakan bunga yang kecil. Di akhir tahun, bunga itu
dibagikan lagi ke anggota. Apakah pola seperti itu termasuk riba atau bukan?
Jawaban :
Bismillahirrahmanirrahim,
Kata kuncinya adalah “saling membantu” dan “bersama”. Ini seperti dapat
kita pahami dari definisi kata “koperasi” menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) Edisi Keempat tahun 2008, bahwa koperasi adalah
perserikatan yang bertujuan memenuhi keperluan para anggotanya dengan
cara menjual barang kepeluan sehari-hari dengan harga murah (tidak
bermaksud mencari untung). Artinya, koperasi sejatinya bukanlah lembaga
yang bertujuan mengejar keuntungan. Kalaupun usaha bersama itu
menghasilkan keuntungan, keuntungan itu kembali lagi kepada anggotanya.
Ulama-ulama fikih, seperti disebutkan di dalam al-Mawsû‘ah al-
Fiqhiyyah (Ensiklopedia Fikih) terbitan Kementerian Wakaf Kuwait, membagi
koperasi (yang dalam bahasa fikih/Arab disebut syirkah) menjadi dua,
yaitu syirkah tamlîk (kepemilikan bersama) dan syirkah ‘aqd (akad
bersama). Koperasi simpan pinjam yang Anda sebutkan termasuk jenis yang
kedua. Koperasi dalam arti kerja sama saling menguntungkan itu
disyariatkan oleh Islam, dan ada dasarnya. Dalam sebuah hadis qudsi yang
bersumber dari Abu Hurairah r.a., misalnya, Rasulullah saw.
bersabda, “Sesungguhnya Allah berfirman, ‘Aku adalah pihak ketiga dari dua
orang (dua pihak) yang berserikat.’” (HR Abu Dawud).
Ada syirkah amwâl, yaitu kerja sama antara dua pihak atau lebih dengan
modal berupa uang tunai; ada syirkah a‘mâl, yaitu kerja sama antara dua
pihak atau lebih dengan modal pekerjaan. Dua orang atau lebih yang sama-
sama bekerja sebagai penjahit lalu menerima pesanan jahitan, misalnya,
kemudian uang jasa penjahitan itu dibagi bersama sesuai kesepakatan, kerja
sama seperti itu disebut syirkah a’mâl. Dari semua praktik yang
disebut syirkah dalam fikih, semuanya ada unsur yang ditransaksikan (entah
itu barang, entah itu jasa). Inilah yang terkadang disebut pula dengan
sebutan media atau perantara. Jika tidak ada barang ataupun jasa yang
menjadi media transaksi, lalu ada keuntungan, itu patut dipertanyakan: itu
keuntungan apa, dan dari mana?
Walaupun nilainya kecil, walaupun jumlahnya nanti itu kembali lagi kepada
anggota pada akhir tahun tutup buku. Dalam Islam, kita tidak boleh
memberi pinjaman uang seratus ribu rupiah, misalnya, kepada seseorang
lalu memintanya untuk mengembalikan seratus sepuluh ribu rupiah setelah
beberapa waktu tertentu. Yang sepuluh ribu itu uang apa? Uang jasa? Dalam
istilah hadis, uang sepuluh ribu rupiah itu disebut naf’ (atau keuntungan)
yang dilarang. Dalam hadis yang bersumber dari Al-Harits melalui jalur
Suwar bin Mush’ab dari Umarah al-Hamdani, ia berkata pernah mendengar
Ali r.a. berkata, “Rasulullah saw. pernah bersabda, ‘Kullu qardhin jarra
naf‘an fahuwa ribâ’” (setiap pinjaman uang yang menarik keuntungan
termasuk riba). (Lihat Bughgyat al-Bâhits ‘an Zawâ’id al-Hârits, hadis nomor
437). Pinjam meminjam uang tidak termasuk jasa yang dapat ditransaksikan
lalu mendatangkan keuntungan, tetapi lebih merupakan tolong menolong.
Dalam menolong seseorang yang membutuhkan, kita seharusnya lebih
mengharapkan pahala dari Allah, bukan imbal jasa dari orang yang kita
tolong. Rasulullah saw. mengatakan, “Allah akan menolong hamba-Nya
selama sang hamba menolong saudaranya.” (HR Imam Muslim).
Dalam pandangan Islam, orang yang meminjam uang adalah orang yang
memerlukan pertolongan, lalu mengapa kita mengambil keuntungan dari
pertolongan itu? Menolong orang kok minta untung? Itu bukan menolong
namanya.
Atau bisa juga uang yang terkumpul itu dibelikan tenda, kursi pelaminan,
dan beragam peralatan pesta. Setiap anggota, bahkan orang di luar
lingkungan RT itu, boleh menyewa peralatan pesta itu dengan harga yang
disepakati. Setelah penghitungan akhir tahun, diketahui terdapat selisih
saldo plus. Selisih itu dapat dibagi-bagikan kepada anggota sesuai nilai
sahamnya masing-masing. Ini juga tidak termasuk riba, karena ada media
atau perantaranya, yaitu jasa sewa tenda dan peralatan pesta.
Demikian, wallahu a’lam.
(Muhammad Arifin)