1 Konsep (Beberapa istilah A. Tantangan Pengembangan Kurikulum PAI di dan definisi) di KB Sekolah 1. Jenlink (1995) mengungkapkan bahwa “the future will be dramatically different from the present, and it is already calling us into preparation for major changes being brought to life by foces of change that will requireus to transcend current mindsets of the world wek now….” masa depan akan berbeda secara dramatis dari masa sekarang, dan itu akan menuntut untuk dipersiapkan antisipasi terjadinya perubahan penting pada kehidupan. 2. Pendidikan yang dalam hal ini kurikulum sebagai the heart of education (Klein, 1992) harus mempersiapkan generasi bangsa yang mampu hidup dan berperan aktif dalam kehidupan lokal, nasional, dan internasional yang mengalami perubahan dengan cepat tersebut. 3. Diungkapkan oleh Oliva (1982), kurikulum perlu memperhatikan perubahan yang terjadi di masyarakat, ilmu pengetahuan, kepemimpinan, dan politik. 4. penyempurnaan kurikulum Pendidikan Agama Islam harus diorientasikan pada upaya-upaya perbaikan yang berkesinambungan (continuous improvement) sehingga Pendidikan Agama Islam memberikan dampak bagi kehidupan siswa di sekolah. 5. Rekonseptualisasi ide kurikulum merupakan penataan ulang pemikiran teoritik kurikulum berbasis kompetensi. kompetensi diartikan sebagai kemampuan melakukan sesuatu (ability to perform) berdasarkan sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Hal tersebut terumuskan dalam Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD). 6. kurikulum adalah suatu pola pendidikan yang utuh untuk jenjang pendidikan tertentu. 7. pengembangan kurikulum keseluruhan dimensi kurikulum, yaitu ide, desain, implementasi dan evaluasi kurikulum, direncanakan dalam satu kesatuan. Hal inilah sebenarnya yang menjadi inti dari pengembangan kurikulum (curriculum development). B. Landasan Pengembangan Kurikulum PAI 2013 1. Landasan Filosofis Landasan filosofis dalam pengembangan kurikulum menentukan kualitas peserta didik yang akan dicapai kurikulum, sumber dan isi dari kurikulum, proses pembelajaran, posisi peserta didik, penilaian hasil belajar, hubungan peserta didik dengan masyarakat dan lingkungan alam di sekitarnya. Kurikulum PAI 2013 dikembangkan menggunakan filosofi sebagai a. Pendidikan berakar pada budaya bangsa b. Peserta didik adalah pewaris budaya bangsa yang kreatif. c. Pendidikan ditujukan untuk mengembangkan kecerdasan intelektual dan kecemerlangan akademik melalui pendidikan disiplin ilmu. d. Pendidikan untuk membangun kehidupan masa kini dan masa depan yang lebih baik 2. Landasan Teoritis a. Kurikulum PAI 2013 dikembangkan atas teori “pendidikan berdasarkan standar” (standard based education), dan teori kurikulum berbasis kompetensi (competency-based curriculum). b. Kurikulum PAI 2013 menganut: 1) pembelanjaan yang dilakukan guru (taught curriculum) 2) pengalaman belajar langsung peserta didik (learned-curriculum) 3. Landasan Yuridis Landasan yuridis Kurikulum PAI 2013 adalah: a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional; c. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional, beserta segala ketentuan yang dituangkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional; dan d. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. C. Arah Pengembangan Kurikulum PAI di Sekolah 1. Pengembangan aspek Ideologis-Filosofis PAI a. Dalam hal ini Sayed Husein Nasr, sebagaimana dikutip oleh Dr. C. A. Qadir (1991), menegaskan bahwa: “Pengetahuan dalam visi Islam mempunyai hubungan yang mendalam dengan realitas yang pokok dan primordial yang merupakan Yang Kudus dan sumber dari segala yang kudus. b. Kesadaran bahwa segala ilmu pengetahuan adalah dari Allah dan semestinya diabdikan untuk Allah itu akan sangat membantu dalam pembentukan suasana yang Islami di sebuah institusi pendidikan. 2. Pengembangan PAI Aspek Budaya Religius Sekolah Tentu saja jika sekolah telah berbenah dengan menyediakan suana yang kondusif bagi internalisasi nilai-nilai agama, dua dari tripusat pendidikan lainnya yang merupakan kategori pendidikan luar sekolah, yaitu keluarga dan masyarakat diharapkan juga dapat mengimbangi. 3. Pengembangan Aspek Kompetensi PAI a. Pada dasarnya dalam wacana Islam, manusia juga dipersepsi terdiri atas aspek jasmani dan ruhani. b. Tampilan jasmani akan dapat juga terlihat dari ranah psikomotorik. Sedangkan tampilan ruhani semestinya dapat terlihat dari ‘ranah’ al-Aql, al-Nafs dan al-Qalb. c. Mengenai ranah al-Nafs, haruslah disadari sepenuhnya bahwa nature nafsu itu adalah senantiasa menyeru kepada perbuatan buruk. d. Dinamika nafsu tersebut oleh para pemikir Muslim dirinci secara hirarkis sebagai berikut: nafsu ammarah (ila Allah), lawwamah (li Allah), mulhamah (‘ala Allah), radliyah (fiy Allah), mardliyah (‘an Allah), dan terakhir adalah nafsu kamilah (bi Allah). e. al-Ghazali menjelaskan bahwa cara lain untuk mendapatkan ilmu ladunniy adalah dengan riyadlah dan tafakkur. D. Pendekatan Multidisipliner sebagai Alternatif Pengembangan PAI 1. pendekatan multidisipliner, yaitu penggabungan beberapa disiplin untuk bersama- sama mengatasi masalah tertentu (Prentice, 1990). 2. Ciri pokok atau kata kunci dari pendekatan multidisipliner ini adalah multi (banyak ilmu dalam rumpun ilmu yang sama). upaya untuk memadukan berbagai disiplin keilmuan dengan memposisikan satu disiplin sebagai pendekatan dan lainnya sebagai sasaran kajian 3. Bidang ilmu Pendidikan Agama Islam terdiri dari tiga dimensi besar, yaitu aspek dasar ajaran Islam (wahyu dan alam), aspek pokok- pokok ajaran Islam (iman, islam, dan ihsan), dan aspek pendidikan Islam (Sejarah Pendidikan Islam, Filsafat Pendidikan Islam, Ilmu Pendidikan Islam, Psikologi Pendidikan Islam, Sosiologi Pendidikan Islam, Antropologi Pendidikan Islam, Manajemen Pendidikan Islam).
Daftar materi pada KB
2 yang sulit dipahami 1. Tampilan jasmani akan dapat juga terlihat dari ranah psikomotorik. Sedangkan tampilan ruhani semestinya dapat terlihat dari ‘ranah’ al-Aql, al-Nafs dan al- Qalb. Masalahnya adalah apakah semua fenomena ranah al-‘Aql sepenuhnya dapat disamakan dengan ranah kognitif? Apakah dapat dibenarkan bahwa afektif itu disamakan dengan al- nafs dan al-qalb? Jika tidak, sampai batas-batas mana taksonomi Bloom dipakai? Tentu saja hal ini membutuhkan kajian lebih lanjut secara serius. 2. Kalau nafsu memiliki nature negatif, akal memiliki nature netral, maka hati memiliki nature positif. Karena hati adalah tempat hidayah Allah. Hati inilah yang dapat menyerap melalui dzauq- segenap realitas metafisika melalui proses tadzakkur dan tafakkur. Dari pernyataan di atas apakah hanya hati sebagai tempat hidayah Allah sedangkan akal tidak termasuk padahal Allah telah menyebutkan dalam Al Qur’an Surat Al Baqoroh ayat 190-191 tentang pentingnya Ulul Albab sebagai tempat mencari hidayah? 3. Ciri pokok atau kata kunci dari pendekatan multidisipliner ini adalah multi (banyak ilmu dalam rumpun ilmu yang sama). upaya untuk memadukan berbagai disiplin keilmuan dengan memposisikan satu disiplin sebagai pendekatan dan lainnya sebagai sasaran kajian. Melalui pendekatan, maka ilmu pengetahuan akan berkembang dengan cepat karena dimungkinkan tumbuhnya disiplin- disiplin baru yang merupakan gabungan antara dua ilmu pengetahuan. Inilah yang secara umum disebut sebagai multi- disciplinarity (multi-disiplin). Dari pernyataan di atas, bagaimanakah guru bisa menyatukan dua ilmu pengetahuan yang berbeda sedangkan dalam pembelajaran daya serap peserta didik yang terbaik adalah Ketika dia belajar secara focus pada satu bidang ilmu atau materi yang di pelajari. Bagaimana cara membagi waktu pembelajaran diantara dua ilmu pengetahuan yang berbeda yang diajarkan dalam waktu yang bersamaan? 4. Hanya dengan meletakkan hati sebagai raja dan akal sebagai pemegang kendali segala keinginan seksual dan agresivitas sajalah, seorang peserta didik itu akan menjadi baik dalam arti yang sesungguhnya. Bukan hanya baik secara prestasi kognitif semata. Dari pernyataan di atas yang sukar adalah seorang guru sudah demikian sedangkan siswa menyepelekan bahkan menganggap remeh seorang guru yang berbuat baik karena kita ketahui Bersama karakteristik peserta didik berbeda-beda. Inilah yang memang seharusnya dicari jalan keluar agar Ketika guru meletakkan hati sebagai raja dan akal sebagai pemegang kendali guru bersikap baik dan siswa yang dalam kategori “nakal” pun juga segan terhadap guru tersebut. Sehingga dengan guru yang bersikap baik tadi siswa yang kategori “Nakal” bisa sadar dan memperbaiki dirinya menjadi lebih baik. 1. Berkaitan dengan dinamika Nafsu dalam wacana kehidupan yang idektik dengan hal negatif padahal di sisi yang lain bisa juga pada arah yang positif. 2. Moderasi beragama sering disalah artikan dengan pluralism beragama, melunturkan nilai-nilai Islam dan Daftar materi yang sering tidak sesuai dengan Syariat Islam padahal sejatinya 3 mengalami miskonsepsi dalam pembelajaran moderasi beragama adalah cara pandang dalam beragama secara moderat yakni memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan tidak ekstrem, baik ekstrem kanan (pemahaman agama yang sangat kaku) maupun ekstrem kiri (pemahaman agama yang sangat liberal).