Anda di halaman 1dari 3

PENGAJUAN JUDUL SKRIPSI

PROGRAM STUDI NERS TAHAP AKADEMIK


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH PONTIANAK
TAHUN AKADEMIK

Nama : Roni Mengetahui Pembimbing 1

Nim : Sr18212097

Kelas : Reguler A (Ns. Kharisma Pratama, MNS.WOCN)

Judul : “GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KOMPETENSI IBU RUMAH TANGGA


TENTANG PERTOLONGAN PERTAMA LUKA BAKAR DI DESA MOTON RT 22/RW
06 MEMPAWAH TIMUR”

Latar belakang
Luka bakar adalah kejadian kecelakaan trauma yang sering terjadi sehingga dapat
mengakibatkan kerusakan kulit atau kehilangan jaringan tubuh dan dapat memengaruhi kinerja
sistem tubuh (Giovany dkk, 2015). Luka bakar dapat terjadi akibat sentuhan permukaan tubuh
dengan benda-benda yang menghasilkan panas. Api secara langsung atau tidak langsung
mengenai kulit, terpapar suhu tinggi dari matahari, listrik, maupun bahan kimia yang
bersentuhan langsung dengan kulit serta zat-zat yang bersifat membakar seperti asam kuat dan
basa kuat merupakan contoh sumber panas (Hardisman, 2014).
Data WHO (2018) menunjukkan bahwa luka bakar adalah salah satu masalah yang serius
di seluruh dunia. Diperkirakan setiap tahun sekitar 180.000 kematian terjadi akibat luka bakar.
Di India lebih dari satu juta orang mengalami luka bakar sedang sampai berat setiap tahunnya.
Secara global, angka kematian tertinggi di tempati oleh Asia Tenggara sebanyak 11, 6 kematian
per 100.000 populasi pertahun. Sekitar 95 % kejadian luka bakar terjadi di negara
berpenghasilan rendah dan menengah. Orang yang berisiko tinggi mengalami luka bakar yaitu
wanita, hal ini dikarenakan mereka memasak menggunakan kompor yang tidak aman dan api
yang terbuka. Sedangkan untuk usia yang berisiko selain wanita dewasa yaitu anak-anak juga
rentan terhadap luka bakar, hal ini dikarenakan pengawasan dan pengetahuan orang dewasa
yang tidak tepat.
Di Indonesia sendiri angka kematian akibat luka bakar masih cukup tinggi sekitar 40 %
yang diakibatkan oleh luka bakar berat. Kematian pasien luka bakar sebesar 21, 6% dengan
penyebab luka bakar oleh api sebesar 56, 6%, air panas 31, 6%, dan listrik 15, 8%. Sebagian
besar (80%) cedera luka bakar terjadi di rumah tangga dan 20% di tempat kerja (Giovany dkk,
2015). Sedangkan data dari Kemenkes (2013) Yogyakarta menempati peringkat ke 8 dari 33
provinsi tempat terjadinya cedera yaitu di rumah dengan persentase sebesar 37,2% kasus
kejadian luka bakar 0,7%, dimana perempuan berisiko lebih tinggi terhadap kejadian luka bakar
yaitu 0,8% di bandingkan laki-laki sebesar 0,6% kejadian luka bakar tersebut banyak terjadi
pada usia produkti.f. hasil studi pendahuluan yang dilakukan di Dinas Kesehatan Provinsi
Yogyakarta didapatkan sebanyak kurang lebih 150 wanita yang masuk ke berbagai rumah sakit
yang ada di Yogyakarta akibat luka bakar pada tahun 2018
Dari data tersebut kemudian peneliti mencari, dan melakukan studi pendahuluan serta
menggali gambaran karakteristik pengetahuan ibu rumah tangga yang ada di Desa
Ambarketawang sehingga dijadikan subjek penelitian. Selain itu populasi terbanyak juga
terdapat di Desa Ambarketawang, Pedukuhan Gamping Tengah yaitu 491 ibu rumah tangga.
Kemudian peneliti melakukan wawancara dengan 10 orang ibu rumah tangga yang aktif
memasak di dapur, 6 februari 2019 didapatkan hasil bahwa mereka tidak mengetahui
penanganan pertama luka bakar yang tepat seperti apa terlihat dari 9 ibu menggunakan pasta
gigi, 1 ibu menggunakan es, dari 9 ibu rumah tangga yang menggunakan pasta gigi ada 2 orang
yang mengatakan menggunakan madu, 2 ibu rumah tangga yang menggunakan getah papaya
dan 1 orang menggunakan kecap, dihisap. Luka bakar tersebut terjadi kerena percikan minyak
panas, air panas, dan terkena setrika.
Lebih dari 50 % kejadian luka bakar dialami oleh wanita dengan usia 25 sampai 60 tahun,
cidera tersebut banyak terjadi di dapur saat memasak dengan angka kejadian luka bakar yang
fatal sebesar 30/6O orang dan angka kesakitan sebesar 25 orang (He et al, 2017). Penelitian
yang dilakukan di desa moton Rt 22 Rw 06 juga menunjukkan kejadian luka bakar pada
wanita adalah 35 lebih banyak dibandingkan laki-laki 25 Luka bakar disebabkan oleh air panas
21, 5%, minyak panas 21, 5%, setrika listrik 16, 4%, knalpot 20, 9%, tersentrum listrik 17, 5%
dan lainnya 2, 2% (Laila, 2015).
Pentingnya pertolongan pertama luka bakar yang benar yaitu untuk mengurangi
keparahan serta kedalaman, mengurangi risiko hipotermia dan memperkecil komplikasi (Lam
et al, 2017). Pertolongan pertama pada luka bakar yang dilakukan oleh masyarakat belum
seluruhnya sesuai, hal ini terlihat dari hampir 50% masyarakat belum menggunakan air dingin
untuk menghentikan luka bakar. Adapun yang dilakukan yaitu melepaskan pakaian dan
aksesoris (72, 1%), penggunaan air dengan memakai air dingin (88, 6%) dan menggunakan air
mengalir selama 15 menit (57, 86%), membungkus bagian yang terkena luka bakar (33, 9%),
sebanyak (30, 5%) mencari pertolongan medis dan masih digunakan obat tradisional seperti
madu (50, 9%), pasta gigi (60, 7%) (Kattan et al, 2016).
Penggunaan bahan alam tradisional yang dilakukan oleh masyarakat salah satu contoh di
desa moton merupakan salah satu taman nasional yang terletak di di kaliman barat, sebesar
95% masyarakat disana menggunakan daun cengkodok sebagai pertolongan pertama luka
bakar, yang kemudian daun cengkodok tersebut di kunya sampai halus kurang lebih 7 lembar
daun cangkodok kemudian ditempelkan pada bagian tubuh yang mengalami luka bakar (Arham
dkk, 2016). Selain itu masyarakat beranggapan penggunaan obat medis yang dilakukan secara
terus-menerus memiliki efek samping, sehingga masih banyak masyarakat yang menggunakan
obat tradisional yang berasal dari tumbuh-tumbuhan alami dalam mengobati luka bakar, seperti
biji pinang yang mengandung ekstrak etanol 70%, dan Jambu biji, 50% juga sering digunakan.
Dimana dari penelitian tumbuhan tersebut dapat menyembuhkan luka bakar karena memiliki
kandungan etanol yang memiliki senyawa tenin yang berfungsi sebagai antibakteri, antifungi,
dan adstringen, sehingga dapat mengecilkan pori-pori kulit, memperkeras kulit, dan bisa
menghentikan pendarahan yang ringan (Anggraeni & Bratadiredja, 2018).
Tingkat pengetahuan masyarakat dalam penanganan luka bakar sebagian besar masih
dalam kategori cukup (47, 9%). Masih banyak masyarakat yang menggunakan pasta gigi,
kecap, salep, minyak dan mentega pada saat terkena luka bakar. (Suyami, 2018).
Pengetahuan masyarakat yang cukup tentang penanganan luka bakar, menjadi dasar
perilaku pertolongan pertama luka bakar yang tidak tepat seperti masih banyak praktik
penanganan luka bakar yang salah seperti menggunakan pasta gigi, menggunakan telur mentah,
madu, dan hanya sedikit masyarakat yang menggunakan air mengalir dalam penanganan luka
bakar (Fadeyibi dkk, 2015). Hal ini mendukung teori Roger (1974) dalam buku Wawan &
Dewi (2014) yang menyimpulkan bahwa peniruan perilaku yang melalui berbagai proses yaitu
kesadaran, merasa tertarik, menimbang-nimbang, mencoba, dan mengadopsi serta didasari oleh
pengetahuan, kesadaran yang positif maka perilaku tersebut akan bersifat menetap. Namun
sebaliknya jika tidak didasari oleh pengetahuan perilaku tersebut akan bersifat sementara
Judul Telah di Evaluasi oleh Panitia Skripsi pada:
Hari/ Tanggal :

Catatan Review Judul:

Hasil Evaluasi

Disetujui
Disetujui dengan Pertimbangan
Belum Disetujui

Pontianak, ......................................

Ketua Panitia Skripsi


Program Studi Ners Program Studi Ners

(.....................................................) (.....................................................)

Anda mungkin juga menyukai