Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN KESEHATAN

“KEKUASAAN dan PROSES KEBIJAKAN”

Dosen
Dr. Darmawansyah, S.E,. M.Si

Oleh
Kelas B Kelompok II
Hardin Waly K012211040
Cristien Lira Chandra K012211006
Ainun Jariah K012211030
Sri Indriani K012211061

PROGRAM STUDI MAGISTER


FAKULTAS KESETAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami ucapkan kehadirat Allah Swt. berkat rahmat dan ridho-Nya.
Kami dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Kebijakan dan Manajemen
Kesehatan. Makalah ini disusun sebagai salah satu syarat tugas mata kuliah
Kebijakan dan Manajemen Kesehatan.
Kami menyadari pada saat penulisan makalah ini tidak terlepas dari bimbingan
dan bantuan dari segala pihak. Karena itu saya ingin mengucapkan terima kasih
kepada Dosen mata kuliah Kebijakan dan Manajemen Kesehatan. Kami
mengapreasi bentuk kerja sama dari kelompok kami, kelompok 2 sehingga kami
mampu menyelesaikan tugas kelompok.
          Kelompok kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih
banyak terdapat kekurangan dan kesalahan. untuk itu diharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini. Demikian kiranya
semoga makalah yang telah dibuat ini dapat memberikan manfaat bagi
pengembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.

Makassar, 06 September 2021

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI

SAMPUL.................................................................................................................1

KATA PENGANTAR.............................................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

1.1 LATAR BELAKANG...............................................................................1

1.2 RUMUSAN MASLAH.............................................................................2

1.3 TUJUAN PEMBELAJARAN...................................................................2

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3

2.1 Kekuasaan dan proses kebijakan kesehatan..............................................3

2.2 Faktor kontekstual yang mempengaruhi kebijakan...................................5

2.3 Proses penyusunan kebijakan kesehatan...................................................7

2.4 Tahap dalam penyusunan kebijakan menurut tahap heuristic...................7

2.5 Perbedaan Kekuasaan/Kewenangan Paksaan atau Bujukan.....................8

2.6 Batasan kekuasaan.....................................................................................9

2.7 Dimensi kekuasaan..................................................................................10

BAB III PENUTUP..............................................................................................13

3.1 Kesimpulan..............................................................................................13

3.2 Saran........................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................15

ii
1 BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Mengapa kebijakan kesehatan itu sangat penting. Hal itu disebabkan kebijakan
kesehatan selalu mengatur bagian dari sarana maupun berbagai proses yang dapat
mempengaruhi masyarakat dari segi manapun dikarenakan kebijakakan kesehatan
memegang kekuasaan yang paling tepat, meski begitu kebijakan kesehatan selalu
bersifat fleksibel sesuai dengan situasi mapun kondisi yang terjadi dikalangan
masyarakat, antara lain seperti kebijakan yang berkaitan bagian dari ekonomi. Jelasnya
sektor kesehatan ibarat suatu sponge yang mengabsorpsi banyak anggaran belanja
negara untuk membayar sumber daya kesehatan.
Ada yang mengatakan bahwa kebijakan kesehatan merupakan driver dari
ekonomi, itu disebabkan karena adanya inovasi dan investasi dalam bidang teknologi
kesehatan, baik itu bio-medical maupun produksi, termasuk usaha dagang yang ada
pada bidang farmasi. Namun yang lebih penting lagi adalah keputusan kebijakan
kesehatan melibatkan persoalan hidup dan mati manusia (Buse, Mays & Walt, 2005).
Kebijakan kesehatan itu adalah tujuan dan sasaran, sebagai instrumen, proses dan gaya
dari suatu keputusan oleh pengambil keputusan, termasuk implementasi serta penilaian
(Lee, Buse & Fustukian, 2002). Kebijakan kesehatan adalah bagian dari institusi,
kekuatan dari aspek politik yang memengaruhi masyarakat pada tingkat lokal, nasional
dan dunia (Leppo, 1997).
Sebagai contoh: ekonom kesehatan berharap membatasi otonomi profesi medis
agar dapat mengendalikan pola pengeluaran. Namun, reformasi semacam itu sering
ditentang oleh pada dokter – sebagian dari mereka akan berpendapat bahwa
pembatasan ini dapat merampas otonomi profesi mereka dan sebagian yang lain akan
berpendapat bahwa pembatasan ini dapat mempengaruhi pendapatan mereka. Oleh
karena itu, penyusunan kebijakan sering diwarnai oleh konflik karena perubahan yang
diusulkan atau diusahakan mengancam status quo.
Hasil dari konflik tergantung pada keseimbangan kekuasaan antara para individu
dan kelompok yang terlibat serta proses atau peraturan yang ditetapkan untuk

1
2

menyelesaikan konflik tersebut. Oleh karenanya, memahami penyusunan kebijakan


memerlukan pemahaman terhadap sifat alami kekuasaan, bagaimana pendistribusian,
dan cara pelaksanaannya.

1.2 RUMUSAN MASLAH


1. Apa yang dimaksud dengan kekuasaan dan proses kebijakan kesehatan ?
2. Apa saja faktor kontekstual yang mempengaruhi kebijakan ?
3. Bagaimana proses penyusunan kebijakan kesehatan ?
4. Bagaimana tahap dalam penyusunan kebijakan menurut tahap heuristic ?
5. Perbedaan Kekuasaan Wewenang ?
6. Apa batasan kekuasaan ?
7. Apa yang dimaksud dimensi kekuasaan ?

1.3 TUJUAN PEMBELAJARAN


1. Menjelaskan tentang kekuasaan dan proses kebijakan kesehatan
2. Menjelaskan tentang faktor kontekstual yang mempengaruhi kebijakan
3. Menjelaskan tentang proses penyusunan kebijakan kesehatan
4. Menjelaskan tentang tahap dalam penyusunan kebijakan menurut tahap
heuristic
5. Perbedaan Kekuasaan Wewenang
6. Menjelaskan tentang batasan kekuasaan
7. Menjelaskan tentang dimensi kekuasaan
2 BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kekuasaan dan proses kebijakan kesehatan


Kekuasaan pada umumnya dipahami sebagai kemampuan untuk mencapai
hasil yang diharapkan – untuk ‘melakukan’ sesuatu. Dalam penyusunan kebijakan,
konsep kekuasaan secara khusus dipertimbangkan dalam suatu pemikiran hubungan
“memiliki kekuasaan” atas orang lain.
Kekuasaan dalam pengambilan keputusan menekankan pada tindakan individu
atau kelompok yang mempengaruhi pemutusan kebijakan. Penelitian Rober Dahl,
Who Governs? (Siapa yang berkuasa?), melihat kepada siapa yang membuat
keputusan penting atas isu‐isu yang terjadi di New Haven, Connecticut, Amerika
(Dahl, 1961). Ia menyimpulkan tentang siapa yang berkuasa dengan mengkaji
preferensi (keinginan) kelompok ‐ kelompok berkepentingan dan membandingkannya
dengan hasil kebijakan.
Ada penemuan bahwa individu dan kelompok yang berbeda mampu untuk
memberikan pengaruh pada isu kebijakan yang berbeda. Atas penemuan‐penemuan
tersebut, Dahl menyimpulkan bahwa kelompok‐kelompok masyarakat yang berbeda,
termasuk kelompok yang lemah, dapat “menekan” ke dalam sistem politik dan
menguasai para pembuat keputusan sesuai dengan preferensi (keinginan) mereka.
Meski hanya sedikit orang yang berkuasa langsung atas keputusan‐keputusan kunci,
yang diartikan sebagai keberhasilan atau memveto usulan kebijakan, kebanyakan
orang memiliki kekuasaan tidak langsung melalui kekuatan
Sejumlah ahli berpendapat bahwa akan bermanfaat untuk membedakan antara
kekuasaan yang keras dan lembut. Kekuasaan yang keras mengacu kepada wortel dan
tongkat, dan kekuasaan lembut mengacu kepada pelukan. Kekuasaan yang lembut
membuat orang menginginkan apa yang pembaca inginkan’ (Nye 2002). Kekuasaan
yang lembut memilih orang lain dengan membentuk keinginan mereka dan
dihubungkan dengan sumber daya seperti budaya, nilai gagasan dan lembaga yang
menarik.

3
4

Kebijakan kesehatan didefinisikan sebagai suatu cara atau tindakan yang


berpengaruh terhadap perangkat institusi, organisasi, pelayanan kesehatan dan
pengaturan keuangan dari sistem kesehatan (Walt, 1994). Kebijakan kesehatan
merupakan bagian dari sistem kesehatan (Bornemisza & Sondorp, 2002). Komponen
sistem kesehatan meliputi sumber daya, struktur organisasi, manajemen, penunjang
lain dan pelayanan kesehatan (Cassels, 1995). Kebijakan kesehatan bertujuan untuk
mendisain program-program di tingkat pusat dan lokal, agar dapat dilakukan
perubahan terhadap determinandeterminan kesehatan (Davies 2001; Milio 2001),
termasuk kebijakan kesehatan internasional (Hunter 2005; Labonte, 1998; Mohindra
2007). Kebijakan kesehatan adalah suatu hal yang peduli terhadap pengguna
pelayanan kesehatan termasuk manajer dan pekerja kesehatan. Kebijakan kesehatan
dapat dilihat sebagai suatu jaringan keputusan yang saling berhubungan, yang pada
prakteknya peduli kepada pelayanan kesehatan masyarakat (Green & Thorogood,
1998). (Massie, Roy G.A. 2009)
Kebijakan-kebijakan kesehatan dibuat oleh pemerintah dan swasta. Kebijakan
merupakan produk pemerintah, walaupun pelayanan kesehatan cenderung dilakukan
secara swasta, dikontrakkan atau melalui suatu kemitraan, kebijakannya disiapkan
oleh pemerintah di mana keputusannya mempertimbangkan juga aspek politik (Buse,
May & Walt, 2005). Jelasnya kebijakan kesehatan adalah kebijakan publik yang
merupakan tanggung jawab pemerintah dan swasta. Sedangkan tugas untuk
menformulasi dan implementasi kebijakan kesehatan dalam satu negara merupakan
tanggung jawab Departemen Kesehatan (WHO, 2000). (Massie, Roy G.A. 2009)
Tujuan dari kebijakan kesehatan adalah untuk menyediakan pola pencegahan,
pelayanan yang terfokus pada pemeliharaan kesehatan, pengobatan
penyakit dan perlindungan terhadap kaum rentan (Gormley, 1999). Kebijakan
kesehatan tidak saja terdiri dari dokumen-dokumen strategi dalam suatu negara,
tetapi juga bagaimana kebijakan itu diimplementasi oleh pengambil keputusan dan
pemegang program kesehatan, dan bagaimana melakukannya secara praktis pada
masing-masing tingkatan pemerintahan. (Massie, Roy G.A. 2009)
5

2.2 Faktor kontekstual yang mempengaruhi kebijakan


Konteks mengacu ke faktor istematis, politik, ekonomi dan sosal, nasional dan
internasional yang mungkin memiliki pengaruh pada kebijakankesehatan. Ada banyak
cara untuk mengelompokkan faktor-faktor tersebut, tetapi Leichter (1979)
memaparkan cara yang cukup bermanfaat (Leichter, 1979):
1. Faktor situasional, merupakan kondisi yang tidak permanen atau khussu yang
dapat berdampak pada kebijakan (contoh: perang, kekeringan). Hal-hal tersebut
sering dikenal sebagai focusing event. Event ini bersifat satu kejadian saja, seperti:
terjadinya gempa yang menyebabkan perubahan dalam aturan pembangunana
rumah sakit atau terlalu lama perhatian public akan masalah baru. Contoh :
terjadinya wabah HIV/AIDS (yang menyita waktu lama untuk diakui sebagai
wabah internasional) memicu ditentukannya pengobatan baru dan kebijakan
pengawasan pada TBC karena adanya kaitan diantara dua penyakit tersebut dan
oang-oang pengidap HIV positif lebih rentan terhadap berbagai penyakit dan TBC
dapat dipicu oleh HIV.
2. Faktor struktural, merupakan bagian dari masyarakat yang relatif tidak berubah.
Faktor ini meliputi system politik, mencakup pula keterbukaan system tersebut dan
kesempatan bagi warga masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembahasan dan
keputusan kebijakan, faktor structural meliputi jenis ekonomi dan pasar tenaga
kerja. Contoh, pada saat gaji perawat rendah, atau terlalu sedikit pekerjaan yang
tersedia untuk tenaga terlatih, Negara tersebut dapat mengalami perpindahan
tenaga professional ke sector masyarakat yang masih kekurangan. Faktor structural
lain yang akan mempengaruhi kebijakan kesehatan suatu masyarakat adalah
kondisi demografi atau kemajuan tekologi. Contoh Negara dengan populasi lansia
yang tinggi memiliki lebih banyak rumah sakit dan obat-obatan bagi para
lansianya, karenakebutuhan mereka akan meningkat seiring bertambahnya usia.
Perubahan teknologi menambah jumlah wanita melahirkan dengan sesar dibanyak
Negara. Diantara alas an-alasan tersebut terdapat peningkatan ketergantungan
profesi terhadap teknologi yang menyebabkan keengganan para dokter dan bidan
untuk mengambil resiko dan ketakutan akan adanya tuntutan. Maka kekayaan
6

nasional suatu Negara akan berpengaruh kuat terhadap jenis layanan kesehatan
yang dapat diupayakan.
3. Faktor budaya, dapat mempengaruhi kebijakan keshatan. Dalam masyarakat
dimana hirarki memiliki tempat penting, akan sulit untuk bertanya atau menantang
pejabat tinggi/senior. Kedudukan sebagai minoritas atau perbedaan bahasa dapat
menyebabkan kelompok tertentu memiliki informasi yang tidak memadai tentang
hak-hak mereka tau menerima layanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan khusus
mereka. D beberapa Negara dimana wanita tidak dapat dengan mudah
mengunjungi fasilitas kesehatan (karena harus ditemani oleh suami) dan dimana
terdapat stigma tentang suatu penyakit (missal : TBC/HIV) pihak yang berwanang
harus mengembangkan system kunjungan pintu ke pintu. Faktor agama dapat pula
sangat mmpengaruhi kebijakan, seperti yang ditunjukan oleh ketidak-
konsistenannya Presiden George W. Bush pada awal tahun 2000an dalam hal
aturak seksual dengan mneingkatnya pemakaian kontrasepsi atau akses ke
pengguguran kandungan. Hal tersebut mempengaruhi kebijakna di Amerika dan
Negara lain, dimana LSM layanan kesehatan reproduksi sangat dibatasi atau dana
dari pemerintah Amerika dikurangi apabila merek agagal melaksanakan keyakinan
tradisi budaya Presiden Bush.
4. Faktor internasional atau exogenus yang menyebabkan meningkatnya
ketergantungan antar Negara dan mempengaruhi kemandirian dan kerjasama
internasional dalam kesehatan. Meskipun banyak masalah kesehatan berhubungan
dengan pemerintahan nasional, sebagian dari masalah itu memerlukan kerjasama
organisasi tingkat nasional, regional atau multilateral. Contoh, pemberantasan
polio telah dilaksanakan hampir di seluruh dunia melalui gerakan nasional tau
regional, kadang dengan bantuan badan internasional seperti WHO. Namun,
meskipun suatu daerah telah berhasil mengimuniasis polio seluruh balitanya dan
tetap mempertahankan cakupannya, virus polio tetap bsa masuk ke daerah tersebut
dibawa oleh orang-orang yang tidak diimunisasi yang masuk lewat perbatasan.
(Rahman, dkk. 2016)
7

2.3 Proses penyusunan kebijakan kesehatan


Proses mengacu pada cara bagaimana kebijakan dimulai, dikembangkan atau
disusun, dinegosiasi, dikomunikasikan, dilaksanakan dan dievaluasi. Pendekatan yang
paling sering digunakan untuk memahami proses kebijakan adalah dengan
menggunakan apa yang disebut heuristics. Yang dimaksud disini adalah membagi
proses kebijakan menjadi serangkaian tahapan sebagai alat teoritis, suatu model dan
tidak selalu menunjukkan apa yang terjadi di dunia nyata. Namun serangkaian tahapa
ini membantu untuk memahami penyusunan kebijakna dalam tahapan-tahapan yang
berbeda (Sabatier, 1993):
1. Identifikasi masalah dan isu , menemukan bagaimana isu-isu yang ada dapat
masalah dapat masuk kedalam agenda kebijakan, mengapa isu-isu yang lain justru
tidak pernah dibicarakan.
2. Perumusan kebijakan, emnemukan siapa saja yang terlibat dalam perumusan
kebijakan, bagaimana kebijakan dihasilkan, disetujui dan dikomunikasikan
3. Pelaksanaan kebijakan, tahap ini yang paling sering diacuhkan dan sering
dianggap sebagai bagian yang terpisah dari kedua tahap yang pertama. Namun
tahap ini yang diperdebatan sebagia tahap yang plaing penting dalam penyusunan
kebijakan sebab bila kebijakan tidak dilaksanakan atau dirubah selama dalam
pelaksanaan, sesuatu yang salah mungkin terjadi dan hasil kebijakan tidak akan
seperti yang diharapkan.
4. Evaluasi kebijakan, temukan apa yang tejadi pada saat kebijakan bagaimana
pengawasannya, apakah tujuannya tercapai dan apakah terjadi akibat yang tidak
diharapkan. Tahapan ini mrupakan saat dimana kebijakan dapat diubah atau
dibatalkan serta kebijakan yag baru ditetapan.

2.4 Tahap dalam penyusunan kebijakan menurut tahap heuristic


Pendekatan yang paling sering digunakan untuk mengerti suatu proses
kebijakan adalah yang disebut stage heuristic, yaitu memilah proses kebijakan tersebut
kedalam suatu rangkaian tingkatan dengan menggunakan teori dan model serta tidak
mewakili apa yang terjadi pada keadaan yang sebenarnya. Langkah-langkahnya
adalah sebagai berikut:
8

1. Identifikais masalah dan pengenalan akan hal-hal yang baru termasuk besar
persoalan-persoalannya.
2. Formulasi kebijakan yang mengeksplorasi siapa saja yang terlibat dalam
perumusan kebijakan, bagaimana kebijakan tersebut didisepakati dan bagaimana
akan dikomunikasikan.
3. Implementasi kebijakan. Tahap ini seringkali diabaikan namun demikian
merupakan fase yang snagat penting dalam membuat suatu kebijakan , karena
apabila kebijakan tidak diimplenmentasikan maka dapat dianggap keliru.
4. Evaluasi kebijakan dimana diidentifikasi apa saja yang termausk hal-hal yang
muncul dan tidak diharapkan dari suatu kebijakan (Pollard 2005).
Menurut (Rahman, dkk. 2016), Agenda-agenda dari kebijakan kesehatan
kesehatan didominasi oleh hal-hal yang spesifik yang berhubungan dengan kebutuhan
yang dirasakan dalam kontes system kesehata utntuk menjawab persoalan kesehatan
masyarakat, penyebab penyakit-peyaki atau hal-hal yang berhubungan dengan
organisasi dan manajemen kesehatan. Contohnya, obat-obatan, peralatan,
aksesterhadap fasilitas kesehatan dan lain sebagainya (Leppo, 2001).

2.5 Perbedaan Kekuasaan/Kewenangan Paksaan atau Bujukan


Ada tiga sumber kewenangan menurut Max Weber (1948) .

1. Pertama, kewenangan tradisional muncul pada saat seseorang patuh atas dasar
kebiasaan dan cara baku melakukan sesuatu.
2. Sebagai contoh: wanita hamil yang miskin di daerah pedesaan Guatemala tidak
akan bertanya kepada bidan apakah layanan dan nasehat yang ia terima ini
merupakan evidence‐based atau bukan, ia akan pasrah kepada kewenangan bidan
karena adanya kepercayaan yang diberikan masyarakat kepada bidan atas
pengalaman dan kepercayaan yang terbaik.
3. Kedua, kewenangan kharismatik didasarkan pada komitmen tinggi kepada seorang
pemimpin serta ideologi mereka atau ketertarikan pribadi lainnya. Kewenangan
yang dilaksanakan atas dasar kharisma, seperti pemimpin agama, negarawan
(misal: Nelson Mandela) serta tabib kesehatan dilakukan karena dinilai memiliki
kewenangan.
9

4. Kategori Weber yang ketiga adalah kewenangan legal‐rasional. Kewenangan ini


didasarkan pada peraturan dan prosedur. Dalam hal ini kewenangan dimasukkan
kedalam lembaga yang tidak sesuai dengan sifat pejabat lembaga tersebut.
Akibatnya, pejabat dalam lembaga tersebut, berlawanan dengan keterampilan atau
keahliannya sendiri, memiliki kewenangan tersebut. Sejumlah negara yang
memiliki sejarah perundangan sebagai koloni Inggris menempatkan Sekretaris
Menteri sebagai birokrat paling senior dalam Departemen Kesehatan.

2.6 Batasan kekuasaan


Kekuasaan terdapat di semua bidang kehidupan, kekuasaan mecakup
kemampuan untuk memerintah (agar yang diperintah patuh) dan juga untuk member
keputusan yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi terhadap
tindakan-tindakan pihak lain. Kekuasan (power) adalah kesempatan seseorang atau
sekelompok orang untuk menyadarkan masyarakat akan kemauan-kemauannya
sendiri, dengan sekaligus mneerapkannya terhadap tindakan-tindakan perlawanan dari
orang-orang atau golongan-golongan tertentu.
Terkait dengan tipe kekuasaan, menurut Johnson (1994), membagi keuasaan
dalam 3 tipe, (Johnson, 1994):
1. Kekuasaan tradisional, yaitu kekuasaan yang bersumber daei trdisi masyarakat
yang berbentuk kerajaan dimana status dan hak para pemimpin juga sangat
ditentukan oleh adat kebiasaan. Tipe jenis ini melembaga dan diyakini member
manfaat ketentraman pada warga
2. Kekuasan kharismatik. Tipe yang keabsahannya berdasarkan pengakuan terhadap
kualitas istimewa dan kesetiaannya kepada individu tertentu serta komunitas
bentukkannya, tipe ini dimiliki oleh seseoarang karena kharise kepribadiannya.
Kekuasaan tipe ii akan hilang atau berkurang apabila yang bersangkutan
melakukan keabsahan fatal. Selain itu, juga dapat hilang apabila pabdanga atau
paham asyarakat berubah.
3. Kekuasaan rasional-legal, yaitu kekuasan yang berlandaskan system yang berlaku.
Bahwa semua peraturan ditulis dengan jelas dan diundangkan dnegan tegas serta
batas wewenang para pejabat atau penguasa ditentukan oleh aturan main.
10

Kepatuhan serta kesetiaan tidak ditujukan kepada pribadi pemimpin, melainkan


kepada lembaga yang bersifat impersonal. Dalam masyarakat demokratis
kedudukan wewenang berupa system birokrasi dan ditetapkan dalam jangka waktu
yang terbatas (periode). Hal ini untuk mencegah peluang yang berkuasa
menyelahgunakan kekuasaannya sekaligus menjamin kepentngan masyarakat atas
kewenangan legal tersebut. (Rahman, dkk, 2016)

2.7 Dimensi kekuasaan


Terdapat 3 dimensi kekuasaan, yaitu sebagai berikut :
1. Kekuasaan sebagai pegngambilan keputusan
Kekuasaan dalam pengambilan keputusan menekankan pada tindakan individu
atau kelompok yang mempengaruhi pemutusan kebijakan. Penelitian Rober Dahl,
Who Governs ? (Siapa yag berkuasa ?), melihat kepada siapa yang membuat
keputusan penting atas isu-isu yang terjadi di New Haven, Connecticut, America
(Dahl, 1961). Dahl menyimpulakn tentang siapa yang berkuasa dengan mengkaji
preferensi (keinginan) kelompok-kelompok yang berkepentingan dan
membandingkannya dengan hasil kebijakan.
Dahl menemukan bahwa ada perbedaan sumber daya yang memberikan
kekuasaan kepada warga masyarakat dan kelompok berkepenringan dan sumber
daya ini tidak didistribusikan dengan merata, meski sejumlah individu memiliki
kekayaan sumber daya politi, mereka menjadi miskin dalam aspek lainnya.
Terdapat penemuan bahwa individu dan kelompok yang berbeda mampu untuk
memberikan pengaruh pada isu kebijakan yang berbeda. Atas penemuan tersebut,
Dal (1961) menyimpulkan bahwa kelompok-kelompok masyarakat yang berbeda,
temrausk kelompok yang lemah, adapat menekan ke dalam system politik yang
menguasai para pembuat keputusan sesuai dengan preserendi (keinginan) nya.
Meski hanya sedikit yang berkuasa labgsung atas keputusan-keputusan kunci, yang
diartikan sebagai keberhasilan atau memveto usulan kebijakan, kebanakan orang
memiliki keuasaan tidak lansung melalui kekuatan suara (vote).
2. Kekuasaan sebagai bahan pengambilan keputusan
11

Menurut ahli lain atas pengkajian Dahl, mengtakan bahwa pengakajiannya


hanya berfokus pada isu-isu kebijakan yang dapat diamati dan tidak
memperhatikan dimensi kekuasaan lain yag penting karena pengkajiannya tersebut
merupakan adanya kemungkinan bahwa kelompok-kelompok dominan
mengeluarkan pengaruh mereka dengan membatasi agenda kebijakan kapada
pemikiran-pemikiran yang dapat diterima. Bachrach dan Barats (1962)
berpendapat bahwa ‘kekuasaan juga dilakukan ketika seseorang mengaluarkan
tenaganya untuk menciptakan atau memberlakukan nilai-nilai sosial dan politik
serta kegiatan-kegiatan kelembagaan yang dapat membatasi lingkup proses politik
hanya pada pemikiran umum pada isu-isu tersebut yang tidak membayakan orang
tersebut’.
Akibatnya kekuasaan sebagai latar belakang agenda menyoroti cara para
kelompok berkuasa mengendalikan agenda tetap menjadi isu yang mengancam di
bawah layar radar kebijakan. Menurut Bachrach dan Barats 1963, kekuasaan
sebagai bukan pembuat keputusan mencakup kegiatan yang membatasi lingkup
pembuatan keputusan untuk menyelamatkan isu degan merubah nilai-nilai
masyarakat yang dominan, mitos dan lembaga serta prosedur politik’. Dalam
dimensi kekuasaan ini, beberapa isu tetap tersembunyi dan aggal memasuki area
politik (Bachrach dan Barats 1963)
3. Kekuasaan sebagai Pengendali Pikiran
Steven Lukes (1974) menggambarkan kekuasaan sebagai pengendali gagasan.
Dengan kata lain, kekuasaan berfungsi sebagai kemampuan untuk mempengaruhi
orang lain dengan membentuk keinginan mereka. Alam dimensi ini, misalkan A
melakukan keuasaan kapada B pada saat A mempengaruhi B dengan cara yang
tidak sesuai dengan keinginan B. Sebagai contoh, orang-orang miskin memberikan
surat kepada Presiden Bush pada tahun 2004 meskipun kebijakan dalam negerinya
tidak sesuai dengan keinginan mereka. Lukes berpendapat bahwa A memperoleh
kepatuhan B melalui cara yang terselubung. Cara terselubung ini meliputi
kemampuan kemampuan untutk membentuk arti dan cara pandang terhadap
kenyataan yang mungkin dilakukan melalui pengendalian informasi, media massa
12

dan melalui pengendalian proses sosialisasi (Lukes, 1974). (Rahman, Fauzie,


2016)
Contoh untuk pengendalian informasi lewat media sosial lukes berpendapat
bahwa ada maksud dari pengendalian si A kepada si B yaitu: ide dari sebuah
perusaan Mcdonalds Perusahaan makanan cepat saji McDonald, mengeluarkan
milyaran dolar untuk promosi tiap tahunnya. Simbol panah emas McDonald
dilaporkan lebih banyak dikenal daripada simbol salib Kristen. Di China, anak‐
anak telah terindoktrinasi untuk menerima maskot perusahaan, Ronald McDonald,
yang baik hati, lucu, lembut dan memahami perasaan anak‐anak, yang dengan
halus telah mengkondisikan pasar konsumer muda yang berkembang ini untuk
berpikir positif tentang McDonald beserta produknya. McDonalds menyasar para
pembuat keputusan berikut konsumennya. Sebelum debat di parlemen tentang
obesitas di Inggris, perusahaan McDonalds memberi sponsor 20 anggota parlemen
untuk menonton pertandingan sepakbola Eropa di Portugal tahun 2004.
Lukes berpendapat bahwa dimensi kekuasaan inilah yang paling “kuat” dan
bentuk yang “paling tersembunyi” dimana dimensi tersebut mencegah penolakan
orang‐orang dengan ‘membentuk cara pandang, cara pikir dan keinginan mereka’
sedemikian rupa sehingga mereka menerima peran mereka dalam tatanan yang
sudah ada, karena mereka memahaminya atau melihat tidak ada pilihan lain, atau
karena melihatnya sebagai hal yang alami dan tidak bisa dirubah, atau karena
mereka menilainya sebagai suatu takdir yang bermanf
3 BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kebijakan kesehatan yaitu suatu cara atau tindakan yang berpengaruh terhadap
perangkat institusi, organisasi, pelayanan kesehatan dan pengaturan keuangan dari
sistem kesehatan. Komponen sistem kesehatan meliputi sumber daya, struktur
organisasi, manajemen, penunjang lain dan pelayanan kesehatan. Tujuan dari
kebijakan kesehatan adalah untuk menyediakan pola pencegahan, pelayanan yang
terfokus pada pemeliharaan kesehatan, pengobatan penyakit dan perlindungan
terhadap kaum rentan.
Kekuasaan pada umumnya dipahami sebagai kemampuan untuk mencapai
hasil yang diharapkan – untuk ‘melakukan’ sesuatu. Dalam penyusunan kebijakan,
konsep kekuasaan secara khusus dipertimbangkan dalam suatu pemikiran hubungan
“memiliki kekuasaan” atas orang lain.
Faktor kontekstual yang mempengaruhi kebijakan terdiri dari : Faktor
situasional, Faktor structural, Faktor budaya, Faktor internasional Proses penyusunan
kebijakan kesehatan adalah cara bagaimana kebijakan dimulai, dikembangkan atau
disusun, dinegosiasi, dikomunikasikan, dilaksanakan dan dievaluasi.
Tahap dalam penyusunan kebijakan menurut tahap heuristic adalah , yaitu
memilah proses kebijakan tersebut kedalam suatu rangkaian tingkatan dengan
menggunakan suatu rangkaian tingkatan dengan menggunakan teori dan model serta
tidak mewakili apa yang terjadi pada keadaan yang sebenarnya.
Kekuasan (power) adalah kesempatan seseorang atau sekelompok orang untuk
menyadarkan masyarakat akan kemauan-kemauannya sendiri, dengan sekaligus
mneerapkannya terhadap tindakan-tindakan perlawanan dari orang-orang atau
golongan-golongan tertentu. Birokrasi juga merupakan salah satu sumber kekuasaan,
diamping kemampuan khusus dalam bidang ilmu pengetahuan ataupun atas dasar
peraturan hokum tertentu. Jadi, kekuasan terdapat dimana-mana dalam hubungan
sosial maupun didalam organisasi-organsisi sosial.

13
14

Kekuasaan dalam pengambilan keputusan menekankan pada tindakan individu


atau kelompok yang mempengaruhi pemutusan kebijakan. Penelitian Rober Dahl,
Who Governs (Siapa yang berkuasa), melihat kepada siapa yang membuat keputusan
penting atas isu‐isu yang terjadi di New Haven, Connecticut, Amerika (Dahl, 1961).
Ada tiga sumber kewenangan menurut Max Weber (1948) yaitu Kekuasaan
tradisional, Kedua, kewenangan kharismatik dan terakhir Kekuasaan rasional-legal,
Dimensi kekuasaan adalah Kekuasaan sebagai pegngambilan keputusan, Kekuasaan
sebagai bahan pengambilan keputusan dan Kekuasaan sebagai Pengendali Pikiran

3.2 Saran
Sebagai penyusun, kami merasa masih ada kekurangan dalam pembuatan
makalah ini. Oleh karena itu, kami kelompok 2 mohon kritik dan saran dari pembaca.
Agar kami dapat memperbaiki makalah yang selanjutnya. Terima kasih.
4 DAFTAR PUSTAKA
Glassman A, Reich MR, Learson K dan Rojas F (1999). Political analysis of health
reform in the Dominican Republic. Health Policy and Planning 14: 115‐26
Massie, Roy G.A. 2009. Kebijakan Kesehatan: Proses, Implementasi, Analisis Dan
Penelitian. Jakarta. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistem dan
KebijakanKesehatan.
Rahman, Fauzie. dkk. 2016. Dasar-dasar Manajemen Kesehatan. Banjarbaru. Pustaka
Banua

15

Anda mungkin juga menyukai